Sunday, 6 August 2017

PARA PUNGWOLJU PENAKLUK GOGURYEO







KIM WONSEON DAN KIM CHEON-GWAN

Pada periode penaklukan Goguryeo ini ada dua Pungwolju yang memimpin Resimen Hwarang. Mereka adalah Kim Wonseon dan Kim Cheon-gwan. Kim Wonseon memimpin Resimen Hwarang melakukan penyerbuan ke Goguryeo, sedangkan Kim Cheon-gwan adalah Pungwolju yang memimpin Resimen Hwarang menaklukan Goguryeo. Mereka adalah senior dari Kim Gwan-chang, Hwarang legendaris dalam Perang Hwangsanbeol. Kim Wonseon dan Kim Cheon-gwan juga adalah para Pungwolju dari kelas pangeran yang terakhir dalam sejarah Hwarang. Pengganti-penggantinya, walaupun sama-sama keturunan bangsawan tinggi, tidak ada yang berasal dari golongan pangeran.


KIM WONSEON

Kim Wonseon adalah Pungwolju ke-29. Kim Wonseon lahir pada masa pemerintahan Ratu Seondeok, tahun 636. Nama Kim Wonseon sebagai Pungwolju ditemukan dalam kitab-kitab sejarah Silla seperti Samguk Sagi dan Samguk Yusa. Marga Kim Wonseon adalah “Kim” dari klan Kim Gimhae karena dia adalah salah-satu Pungwolju yang berdarah Gaya. Ayah Kim Wonseon adalah Kim Heumsun (Pungwolju ke-19) yang artinya Kim Wonseon adalah keponakan Jenderal Kim Yushin (pungwolju ke-15). Kim Wonseon adalah putra pertama Kim Heumsun dengan Lady Bodan. Ibunya adalah putri dari Kim Bori (pungwolju ke-12) dengan Lady Hudan. Saudara kandung Kim Wonseon bernama Kim Wonsu. Kim Wonseon adalah saudara-tiri Kim Ban-geul dan Kim Wonhun, yang dua-duanya juga menjadi Hwarang. Kim Ban-geul sebelumnya telah gugur dalam perang Hwangsanbeol. Kim Wonseon juga merupakan sepupu Kim Ohgi (Pungwolju ke-28) sebab ayah Kim Ohgi dan ibu Kim Wonseon adalah kakak beradik. Kim Ohgi juga gugur dalam perang.

Kim Wonseon menjabat sebagai Pungwolju pada tahun 664 di-usia 28 tahun dan menjabat selama 3 tahun menggantikan Kim Ohgi. Kim Wonseon menjadi Hwarang di pertengahan masa pemerintahan Ratu Jindeok dan menjabat sebagai Pungwolju pada masa pemerintahan Raja Munmu. Tidak diketahui dengan pasti kapan Kim Wonseon menjadi seorang Hwarang tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka artinya Kim Wonseon bergabung dengan Resimen Hwarang pada tahun 650, tiga tahun setelah Pemberontakan Bidam.

Kim Wonseon diduga gugur dalam salah-satu pertempuran dengan Goguryeo sebab namanya tidak ditemukan catatan-catatan pemerintahan Silla, tahun kematiannya juga tidak diketahui. Sebagai salah-satu mantan Pungwolju dan juga putra mantan Pungwolju, terlebih lagi dia adalah keponakan Jenderal Kim Yushin dan sepupu Raja Munmu, tidak mungkin dia tidak dilibatkan sebagai pejabat pemerintah. Namanya juga tidak dicatat sebagai salah-satu simpatisan Kim Heumdol yang dieksekusi Raja Sinmun.


KIM CHEON-GWAN

Kim Cheon-gwan adalah Pungwolju ke-30. Sebelum menggantikan Kim Wonseon sebagai pungwolju, Kim Cheon-gwan bertugas sebagai wakil Pungwolju. Bersama dengan Kim Wonseon, dia memimpin Resimen Hwarang dimasa-awal pemerintahan Raja Munmu.

Kim Cheon-gwan lahir pada tahun 639, di-masa pemerintahan Ratu Seondeok. Dia lebih muda 3 tahun dari Kim Wonseon. Nama Kim Cheon-gwan sebagai Pungwolju ditemukan dalam kitab-kitab sejarah Silla. Kim Cheon-gwan murni berasal dari klan Kim Gyeongju (klan Kim asli Silla). Ayahnya adalah Kim Gun-gwan (Pungwolju ke-23) sedangkan ibunya adalah Lady Cheonwoon (putri dari Kim Soophum, perdana-menteri era Ratu Seondeok). Kim Cheon-gwan adalah cicit dari Raja Jinji (paternal) dan Pangeran Goryun (maternal). Pangeran Goryun adalah putra Raja Jinheung. Kim Cheon-gwan adalah putra tunggal Kim Gun-gwan dengan istri sahnya, Lady Cheonwoon (adik Kim Cheon-gwang, Pungwolju ke-24). Kim Cheon-gwan merupakan putra Kim Gun-gwan yang paling terkenal.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Kim Cheon-gwan menjadi Hwarang pada tahun 653 ketika posisi pungwolju dijabat oleh Jin-gong. Masa-masa awal Kim Cheon-gwan menjadi Hwarang adalah periode transisi pemerintahan dari Ratu Jindeok ke Raja Muyeol.

Kim Cheon-gwan tetap menjabat sebagai Pungwolju setelah Goguryeo runtuh. Dia juga adalah Pungwolju yang memimpin Resimen Hwarang menyerbu Balatentara Tang. Beliau pada akhirnya gugur setelah pensiun sebagai Hwarang ketika memimpin Silla melawan pasukan Tang di Benteng Mosan. Pada pertempuran itu, Silla keluar sebagai pemenang.





AWAL MULA PERANG ANTARA SILLA DAN GOGURYEO

Kerajaan Goguryeo adalah kerajaan yang lebih besar dari Silla dan yang terbesar diantara Tiga Kerajaan. Goguryeo berusaha menaklukan Silla untuk memperluas teritorinya ke bagian selatan karena Goguryeo sangat ingin menguasai daerah selatan agar bisa mencapai wilayah Gaya yang kaya besi. Besi sangat penting bagi Goguryeo yang merupakan kerajaan perang. Selain itu mereka juga ingin memotong jalur perdagangan ke Jepang yang terhalangi oleh wilayah Silla.

Berbeda dengan Baekje, yang sejak awal berperang dengan Silla, catatan sejarah pertama tentang hubungan Silla dan Goguryeo justru bukan tentang peperangan melainkan tentang persahabatan. Tercatat dalam catatan sejarah, pada masa pemerintahan raja pertama Silla, Park Hyeokgeose, suatu negeri bernama Okjeo, yang berada dalam wilayah Goguryeo, mengirimkan utusan ke Silla pada tahun 5 SM yang lalu disambut oleh raja pertama Silla, Park Hyeokgeose, dengan menghadiahkan 20 ekor kuda pada pemimpin negeri Okjeo. Itu adalah ketika Goguryeo masih dipimpin oleh raja pertama mereka, Raja Dongmyeongseong (Jumong).

Pada awal Kerajaan Goguryeo dan Silla berdiri (dan juga Baekje), mereka tidak saling menyerbu satu sama lain sebab saat itu sepertinya rasa nasionalisme raja-raja Goguryeo sebagai penerus Gojoseon membuat mereka lebih menganggap Silla sebagai sesama kerajaan Dangun dan menganggap Kekaisaran Han dan semua pengaruh politik dari Tiongkok-lah musuh mereka. Selain itu, Silla adalah kerajaan agraris yang beradab dan cinta damai yang tidak pernah menyerbu wilayah-wilayah Goguryeo. Awalnya, Goguryeo memang lebih sibuk berperang dengan Kekaisaran Han. Mereka hampir tidak pernah menginvasi wilayah selatan semenanjung Korea, sebab saat itu Baekje hanyalah kerajaan kecil yang belum menaklukan semua wilayah di Konfederasi Mahan, sedangkan Silla baru menguasai wilayah Gyeongju. Wilayah antara Silla dan Goguryeo juga belum tersambung dan masih dipisahkan oleh wilayah-wilayah Baekje. Tapi setelah ibukota Goguryeo dipindahkan ke Pyeongyang, raja-raja Goguryeo mulai mengambil kebijakan yang ekspansif ke wilayah selatan.

Semula, Goguryeo lebih sering menggempur Baekje, tapi lama-kelamaan Silla juga mulai terancam. Kemudian, sebagai kerajaan yang lebih besar Goguryeo berusaha mendikte Silla.

Saat Goguryeo menyerang Baekje, mereka meminta Silla bergabung bersama dengan mereka. Silla sebagai kerajaan yang lebih kecil berada di posisi yang serba susah sebab mereka diserbu dari segala penjuru. Di wilayah barat ada Baekje yang selalu menyerbu Silla dan di selatan dan tenggara juga ada Konfederasi Gaya ingin menaklukan Silla. Silla juga masih harus menghadapi serbuan dari Jepang. Oleh karena itu, pada awalnya Silla mengharapkan bantuan dari Goguryeo untuk membantu mereka menghadapi dua kerajaan tadi dengan membentuk aliansi. Awalnya, aliansi dengan Goguryeo menguntungkan kedua belah pihak, tetapi lama-kelamaan, Goguryeo, yang juga mengincar wilayah Konfederasi Gaya yang kaya besi, berusaha mencaplok wilayah-wilayah Silla untuk membuka jalur langsung menuju ke Gaya. Inilah yang membuat Silla terpaksa mengakhiri aliansi dengan Goguryeo.





RAJA NAEMUL DAN PANGERAN-PANGERAN SILLA

Rivalitas antara Goguryeo dan Baekje sebagai sesama kerajaan turunan Raja Dongmyeongseong pada awalnya menguntungkan Silla karena kekuatan militer Baekje masih belum mampu mengungguli kedigdayaan militer Goguryeo. Tetapi, banyak kebijakan Goguryeo yang terlalu mengekang Silla. Goguryeo juga menuntut tanda kesetiaan dari Silla dengan mewajibkan pihak Silla untuk mengirimkan anggota keluarga kerajaan secara rutin ke Goguryeo sebagai tanda kesetiaan. Tetapi, utusan-utusan Silla itu sebenarnya adalah sandera sebagai jaminan agar tidak diserang.

Beberapa raja Silla pada masa itu sempat mengalami bagaimana rasanya menjadi sandera di Goguryeo, seperti Raja Silseong (adik Raja Naemul) dan Raja Nulji (putra Raja Naemul). Selain mereka berdua, kisah yang paling terkenal adalah putra-putra Raja Naemul lainnya, Pangeran Misaheun (dikirim sebagai sandera ke Jepang) dan Pangeran Bokho yang dikirim sebagai sandera ke Goguryeo. Raja Naemul mengirim putra-putranya sebagai sandera dan tidak pernah melihat mereka lagi hingga dia meninggal. Raja Nulji sendiri dikirim menjadi sandera oleh Raja Silseong untuk menggantikan Silseong yang dipanggil pulang saat akan diangkat menjadi raja. Raja Silseong selalu membenci kakaknya, Raja Naemul, karena sang kakak mengirimnya sebagai tawanan ke Goguryeo. Sebagai aksi balasan, saat Silseong menjadi raja, dia mengirim putra Raja Naemul (Raja Nulji) sebagai sandera ke Goguryeo.

Pangeran Bokho baru kembali dari Goguryeo setelah berhasil melarikan diri berkat kecerdikan seorang menteri Silla yang bernama Park Jesang. Park Jesang adalah seorang loyalis Silla yang paling terkenal dalam sejarah Korea, dan juga merupakan negosiator ulung. Beliau secara sukarela menawarkan diri pada Raja Nulji untuk pergi ke Goguryeo dan ke Jepang untuk membebaskan adik-adik raja. Dengan cerdik, beliau berhasil mengelabui Raja Goguryeo sehingga Pangeran Bokho diijinkan meninggalkan Goguryeo. Meskipun akhirnya mereka dikejar-kejar oleh tentara Goguryeo tapi mereka diselamatkan oleh beberapa orang Goguryeo dan juga komandan yang memimpin pengejaran itu karena rasa sayang mereka pada Pangeran Bokho yang telah lama tinggal dan bergaul dengan mereka.

Raja Goguryeo saat itu sangat marah karena merasa ditipu, tapi mereka memutuskan tidak menyerbu Silla.

Pangeran Bokho adalah kakek buyut dari Mijinbu (Pungwolju ke-2), yang artinya dia adalah leluhur dari Mishil, Misaeng (Pungwolju ke-10), dan pungwolju-pungwolju keturunan Mijinbu.





KEDIGDAYAAN MILITER GOGURYEO

Goguryeo adalah kerajaan terkuat di-antara tiga kerajaan kuno Korea. Selain wilayah yang lebih besar dan perekonomian yang relatif stabil dan makmur, kekuatan militer Goguryeo juga jauh lebih kuat. Jika Baekje adalah kerajaan maritim terkuat di Asia Timur dan kerajaannya para ilmuwan, lalu Silla adalah kerajaan para aristokrat, maka Goguryeo terkenal sebagai kerajaan perang.

Semenjak Goguryeo berdiri, kerajaan ini adalah momok yang paling menakutkan bagi Dinasti Han. Sebab, selain merupakan wilayah pertama yang mampu memerdekakan diri dari Kekaisaran Han, mereka juga adalah musuh bebuyutan yang paling rajin menyerbu Dinasti Han.

Dinasti Han adalah kekaisaran yang meruntuhkan kerajaan kuno Gojoseon yang merupakan kerajaan asli Korea. Wilayah-wilayah Gojoseon lalu dicaplok oleh Kekaisaran Han. Untunglah sebelum dinasti terakhir Gojoseon runtuh, ada kerajaan lain yang bernama Kekaisaran Buyeo Raya yang melanjutkan pemerintahan bangsa Korea di wilayah semenanjung. Namun, setelah dangun (raja) Hae Mosu dari Buyeo meninggal, Kekaisaran Han berhasil menancapkan pengaruhnya ke dalam urusan internal istana Buyeo. Saat itu, para dangun Buyeo harus menaati keputusan gubernur protektorat Han di Liaodong. Meskipun begitu, Kerajaan Buyeo ini adalah cikal-bakal Kerajaan Goguryeo karena Jumong (Raja Dongmyeongseong) adalah keturunan Dangun Hae Mosu.

Setelah Jumong mendirikan Kerajaan Goguryeo dan menggabungkan Kerajaan Buyeo Akhir ke Goguryeo dan kemudian menyerbu dan mengusir pasukan Tang dari Liaodong maka bisa dibilang Semenanjung Korea akhirnya lepas dari pengaruh Tiongkok. Goguryeo-pun menjadi kerajaan yang besar dan semakin besar. Kekuatan militer mereka mampu menyerbu wilayah-wilayah Kekaisaran Han dan juga mendikte bangsa Magal (leluhur bangsa Manchu). Luas wilayah mereka juga sangat besar dan mencakup seluruh wilayah Korea Utara modern, wilayah Manchuria, dan beberapa wilayah selatan Rusia. Hingga Kekaisaran Han runtuh, Goguryeo masih kokoh berdiri.

Kedigdayaan militer Goguryeo dalam mengalahkan serbuan balatentara Kekaisaran Sui juga menjadi indikator utama keruntuhan dinasti penerus Kekaisaran Han itu. Saat itu, Sui kerap menyerbu Goguryeo dengan pasukan yang besar karena Goguryeo menolak mengakui Sui sebagai kerajaan pelindung (artinya statusnya lebih tinggi dari Goguryeo). Sui menginvasi Goguryeo sebanyak empat kali. Invasi pertama terjadi pada 598 M dengan kekuatan 300.000 tentara, yang dikalahkan dengan mudah oleh Goguryeo, dan invasi kedua terjadi pada 612 M dengan kekuatan 1 juta tentara yang juga tidak mampu menaklukan Goguryeo. Bahkan, pada invasi kedua dari 305.000 tentara (dari 1 juta tentara) yang dipimpin langsung oleh Kaisar Yang, hanya 2.800 prajurit yang mampu kembali ke Sui. Sisanya terbunuh dalam perang atau melarikan diri. Invasi ketiga yang terjadi pada tahun 613 juga tidak sukses karena saat tentara Sui sedang berperang menaklukan Liaodong ada pemberontakan di Sui sehingga Kaisar Yangdi terpaksa mundur. Invasi keempat terjadi pada tahun 614 setelah Kaisar Yangdi berhasil memadamkan pemberontakan. Kali ini Kaisar Yangdi juga membawa ratusan ribu tentara. Pasukan Sui memang mampu menembus garis pertahanan terdepan Goguryeo namun pasukan Sui tidak mampu menyeberangi Sungai Liao karena di-gempur pasukan Goguryeo. Invasi keempat ini diakhiri dengan kesepakatan damai yang ditawarkan oleh Raja Yeong-yang dari Goguryeo kepada kaisar. Tapi, Goguryeo tetap tidak tunduk pada Sui sebab perjanjian itu adalah perjanjian yang dibuat secara elegan bagi Sui hanya agar pihak Sui tidak kehilangan kehormatan mereka walau mundur dari perang. Bagi Goguryeo, perjanjian itu sebenarnya sudah tidak perlu lagi karena Sui sudah tidak bertenaga menyerbu Goguryeo, sedangkan Goguryeo masih mampu melanjutkan perang.

Perang jangka panjang antara Sui dengan Goguryeo membuat ketersediaan pangan di Tiongkok berkurang karena harus memenuhi logistik perang, sehingga ketika berita kekalahan Balatentara Sui dalam invasi-invasi ke Goguryeo mewarnai perbincangan seluruh rakyat Sui, kepercayaan pada kaisar langsung runtuh dan mengakibatkan berbagai pemberontakan yang di-dahului oleh pemberontakan petani. Salah-satu pangeran vasal (warlord atau raja suatu wilayah), yang bernama Pangeran Tang, mengalami kekalahan saat berusaha memadamkan pemberontakan. Pangeran Tang akhirnya berhasil dibujuk oleh bawahannya dan juga seorang putranya yang bernama Li Shimin (Kaisar Taizong) untuk memberontak pada kaisar ketimbang menerima hukuman dari Kaisar Yangdi. Pangeran Tang lalu memberontak dan berhasil mendirikan kekaisaran baru yang dinamakan “Kekaisaran Tang”. Pangeran Tang lalu diangkat menjadi Kaisar dengan gelar “Kaisar Gaozu”. Beliau adalah kakek Kaisar Gaozong.

Ini artinya, hanya kurang dari 5 tahun setelah invasi terakhir mereka ke Goguryeo, Kekaisaran Sui pun runtuh.

Selain mampu mengusir balatentara Kekaisaran Han dan Sui, Goguryeo juga mampu mengalahkan balatentara Kekaisaran Tang bahkan sebelum sekutu mereka, Baekje diruntuhkan.

Semua fakta itu menunjukan betapa kuatnya balatentara Goguryeo. Saking kuatnya militer Goguryeo, sekelompok sejarawan belum mau menerima teori bahwa serbuan koalisi Silla dan Tang adalah penyebab utama keruntuhan kerajaan ini dan menganggap penyebab utama keruntuhan Goguryeo masih misteri.





NEGOSIASI RAJA MUYEOL DI TIONGKOK

Raja Muyeol telah berada di Tiongkok sejak masa dinasti Sui berdiri sebab dia telah tinggal disana sebagai sandera sejak masih kecil.

Invasi Sui ke Goguryeo semuanya terjadi ketika Silla dipimpin oleh Raja Jinpyeong (kakek Raja Muyeol). Muyeol baru berumur 8 tahun saat invasi kedua Sui ke Goguryeo. Muyeol yang tinggal dan besar di ibukota Sui kemungkinan sudah ada disana saat invasi Sui yang kedua atau ketiga hingga yang keempat ke Goguryeo. Setelah Sui runtuh dan digantikan oleh Dinasti Tang, Muyeol kembali dikirim dan tinggal di ibukota Dinasti Tang dan menjadi penghubung antara pihak Silla dan istana Tang. Pada masa-masa inilah Muyeol bertemu dan menjalin persahabatan dengan calon Kaisar Gaozong. Ketika itu, Muyeol masih menjadi seorang pangeran Silla yang bernama Pangeran Chunchu, dan Gaozong juga masih dikenal dengan nama Pangeran Jin. Sebagai pangeran yang lebih tua, Muyeol banyak membantu Gaozong terutama bagaimana Gaozong menempatkan diri ditengah-tengah pertikaian kakak-kakaknya. 

Baik Pangeran Chunchu maupun Pangeran Jin tidak menyangka akan duduk di atas tahta kerajaan mereka masing-masing sebagai Raja Taejong Muyeol dan Kaisar Gaozong, sebab walaupun dia adalah cucu raja tapi kasta Muyeol saat itu tidak memungkinkan baginya untuk bisa menjadi raja apalagi mengacu pada fakta bahwa kakeknya (Raja Jinji) diturunkan dari tahta melalui kudeta. Sedangkan, Gaozong saat itu hanyalah satu dari sekian banyak anak Kaisar Taizong, dan tidak difavoritkan menjadi Kaisar. Ketika itu, kedua pangeran ini bukanlah putra-mahkota. Intrik-intrik politik istana membuat dua pangeran ini akhirnya ditunjuk sebagai putra-mahkota.

Saat Pangeran Jin diangkat sebagai putra-mahkota pada tahun 643, Pangeran Chunchu masih sibuk membantu Silla melawan serbuan Baekje. Satu tahun sebelumnya, Pangeran Chunchu baru saja kehilangan putri kesayangannya, Putri Gotaso, yang terbunuh dalam dalah-satu serbuan mendadak Baekje. Banyak versi mengenai kematian Putri Gotaso, ada menyebutkan sang putri dibunuh oleh suaminya daripada tertangkap musuh, ada versi yang menyebutkan sang putri dan suaminya dibunuh oleh tentara Baekje saat benteng mereka berhasil diterobos, dan ada juga yang berpendapat bahwa sang putri dan suaminya ditawan dan dibawa ke istana Sabi dan baru dibunuh di istana Baekje itu. Tapi pastinya, pihak Baekje saat itu tidak mengembalikan jenasah Putri Gotaso sesuai dengan permintaan Silla. Malah, atas perintah Raja Uija mereka memenggal kepala Putri Gotaso dan suaminya lalu dipamerkan ke khalayak umum. Kematian tragis putrinya inilah yang menjadi motivasi utama Pangeran Chunchu untuk menghancurkan Baekje. Keadaan dan keinginan Muyeol ini diketahui oleh Pangeran Jin, dan mereka sempat bertemu saat Pangeran Jin telah menjadi putra-mahkota ketika Pangeran Chunchu berkunjung ke Chang-an (ibukota Dinasti Tang) sebagai utusan Silla (tahun 647) untuk meminta bantuan Tang agar menarik dukungan dari Baekje dan juga menekan Goguryeo, sebab Silla khawatir tidak mampu menahan serbuan dua kerajaan itu karena baru saja dihadapkan pada pemberontakan besar (pemberontakan Bidam).

Pangeran Jin yang lebih muda dari Pangeran Chunchu lebih dulu naik tahta pada 649 M dengan gelar Kaisar Gaozong, sedangkan Pangeran Chunchu baru naik tahta 5 tahun kemudian dengan gelar Raja Taejong Muyeol. 

Begitu naik tahta, Muyeol langsung meminta bantuan pada Gaozong untuk membantu Silla menaklukan Semenanjung Korea dengan target pertama mereka, Goguryeo.





PENYERBUAN PERTAMA KE GOGURYEO

Kaisar Gaozong sangat berambisi menaklukan Goguryeo sebab sepanjang pemerintahan kakeknya (Kaisar Gaozu, pendiri Kekaisaran Tang) dan ayahnya (Kaisar Taizong) yang kerap menggempur Goguryeo, Goguryeo tidak pernah berhasil ditaklukan. Begitu Gaozong naik tahta, dia langsung menyetujui permintaan sahabatnya untuk mengirimkan tentara dalam perang Penyatuan Tiga Kerajaan Korea.

Meskipun Baekje adalah kerajaan yang pertama kali runtuh namun penyerbuan pertama dalam perang penaklukan Tiga Kerajaan di Semenanjung Korea bukan ke Baekje tapi ke Goguryeo.

Pada tahun 655, Goguryeo dan Baekje membentuk koalisi dan menyerbu Silla (1 tahun setelah Raja Muyeol naik tahta). Kaisar Gaozong lalu mengirimkan pasukan untuk menyerbu Goguryeo sebagai respon karena Goguryeo mengganggu sekutu Tang. Serbuan pertama ke Goguryeo ini tidak mudah. Saat itu, Tang baru saja menghadapi berbagai pemberontakan dari suku Khaganate Turkik Barat yang sebelumnya adalah wilayah vasal Tang. Tang hanya mampu mengerahkan 20.000 pasukan dibawah pimpinan Jenderal Su Dinfang untuk melawan tentara bangsa Turk yang berjumlah 100.000 orang. Perang yang di mulai pada musim semi 657 M ini dimenangkan oleh Tang dan menjadi salah-satu keberhasilan paling gemilang militer Tang karena mereka harus mencapai kemanangan itu dengan susah-payah.

Usai mengalahkan bangsa Turk, balatentara Tang pimpinan Jenderal Su Dinfang langsung dikirim ke Goguryeo di-tahun berikutnya (658) untuk menyerbu wilayah barat Goguryeo. Maksud dari serbuan ini adalah agar Goguryeo dikepung dari dua arah, arah barat oleh Tang dan dari selatan oleh Silla. Pungwolju pada saat itu adalah Kim Heumdol. Bersama dengan wakilnya, Kim Ohgi, dia memimpin Resimen Hwarang dalam perang ini. 

Tapi, Goguryeo masih terlalu kuat bagi Tang dan Silla saat itu sebab pasukan Silla kesulitan mencapai wilayah Goguryeo karena wilayah Silla dan Goguryeo masih bersinggungan dengan wilayah Baekje sehingga prajurit Silla harus mengalahkan pasukan Baekje lebih dulu baru mereka bisa menyerbu wilayah Goguryeo. Goguryeo dengan mudahnya menghalau pasukan Tang dan Silla.

Serbuan pertama ini pun gagal total.





PENYERBUAN KEDUA KE GOGURYEO

Usai kekalahan melawan Goguryeo pada tahun 658, Silla dan pihak Tang segera mempersiapkan pasukan untuk menyerbu Baekje. Gaozong pun mengirim 130.000 prajurit dibawah pimpinan Jenderal Su Dinfang. Raja Muyeol juga telah mempersiapkan pasukan Silla, mulai dari pasukan infanteri hingga pasukan kaveleri dan pasukan Hwarang. Pungwolju Kim Heumdol dan Kim Ohgi mempersiapkan para Hwarang sebaik mungkin. Ketika itu, Kim Wonseon berusia 24 tahun sedangkan Kim Cheon-gwan berusia 22 tahun. Bersama dengan para Hwarang legendaris seperti Kim Gwan-chang (anak angkat Kim Yushin), Kim Ban-geul (saudara Kim Wonseon), Kim Munwon (putra ke-3 Raja Muyeol), Jangchung-nang, dan Parang, mereka semua bergabung dengan pasukan Hwarang yang diterjunkan dalam perang melawan Baekje ini.

Pasukan koalisi ini berangkat menuju Baekje pada tahun 660. Pasukan Silla dibawah pimpinan Jenderal Kim Yushin lalu berhadap-hadapan dengan pasukan Baekje yang dipimpin oleh Jenderal Gyebaek. Perang Hwangsanbeol yang terkenal itupun dimulai.

Pasukan Baekje bertempur dengan gagah berani sehingga menyebabkan banyak tentara Silla, dan juga tentara Hwarang terbunuh. Jangchung-nang, Parang, dan Kim Gwan-chang adalah beberapa Hwarang yang terbunuh di Pertempuran Hwangsanbeol. Perang Hwangsanbeol juga menjadi perang terakhir bagi adik Kim Wonseon, Kim Ban-geul, yang tewas saat berusaha membunuh Jenderal Gyebaek.

Kim Wonseon dan Kim Cheon-gwan bersama Kim Heumdol dan Kim Ohgi beruntung tidak terbunuh dalam perang ini sebab banyak sekali teman-teman dan nangdo mereka yang gugur. Meskipun mampu membuat pasukan koalisi Silla-Tang kewalahan tapi Jenderal Gyebaek harus mengakui keunggulan pasukan koalisi ini. Sang jenderal dan 5.000 prajuritnya gugur dalam perang legendaris ini. Usai kemenangan di Hwangsanbeol, gabungan prajurit Silla dan Tang berbaris menuju ibukota Baekje. Baekje yang telah berdiri selama 678 tahun akhirnya runtuh pada 18 Juli 660 menyusul penyerahan diri Raja Uija dan putra-mahkotanya.

Runtuhnya Kerajaan Baekje ini sangat mengejutkan seluruh penjuru Goguryeo dan juga pihak istana Yamato (Jepang).

Usai menaklukan Baekje, Silla-pun mempersiapkan penyerbuan ke Goguryeo. Sayangnya, Raja Muyeol meninggal pada Juni 661 sebelum penyerbuan ke Goguryeo dimulai. Raja Muyeol digantikan oleh putra-mahkotanya, Pangeran Beopmin, yang diangkat sebagai Raja Munmu. Sepeninggal Raja Muyeol, Kim Heumdol dan Kim Ohgi yang saat itu masih menjabat sebagai Pungwolju dan Wakil Pungwolju melanjutkan perang dibawah pimpinan Jenderal Kim Yushin.

Salah-satu perintah pertama Raja Munmu sebagai raja Silla adalah menaklukan Goguryeo. Tang, yang memang ingin menaklukan Goguryeo sejak lama, langsung mengirim pasukan menuju Goguryeo. Kaisar Gaozong mengerahkan 350.000 prajurit, jumlah yang lebih ketimbang saat mereka membantu Silla menaklukan Baekje. Balatentara Tang ini masih dipercayakan untuk dipimpin oleh Jenderal Su Dinfang. Tang sangat yakin pada kekuatan pasukannya dan hanya meminta Silla untuk hanya membantu menyuplai logistik pasukan Tang tanpa perlu mengirim pasukan. Walaupun Raja Munmu dan Jenderal Kim Yushin nampaknya kurang setuju pada keinginan Tang ini tapi mereka menghormatinya dan tetap mengirimkan bantuan logistik.

Pasukan Tang tiba di Goguryeo pada 661, hampir bersamaan dengan sejumlah tentara Silla dan sejumlah kecil pasukan Hwarang yang bertugas untuk mengantarkan logistik perang. Pasukan Tang semakin percaya diri setelah Su Dinfang berhasil menaklukan pertahanan terdepan Goguryeo dan akhirnya berhasil mengepung Pyeongyang pada musim gugur 661. 

Tapi, pihak Tang terlalu meremehkan kekuatan Goguryeo. Ibukota Goguryeo itu tidak juga bisa ditaklukan padahal sudah dikepung selama berbulan-bulan, sehingga akhirnya Raja Munmu memerintahkan pengerahan pasukan bantuan pada awal tahun 662. Kemungkinan pasukan Hwarang yang dikirim ke Goguryeo saat itu dipimpin oleh Kim Heumdol dan Kim Ohgi atau salah-satu dari mereka karena Pungwolju dan/atau wakil Pungwolju pasti diturunkan dalam perang berskala besar. Mungkin salah-satu dari Kim Heumdol dan Kim Ohgi tinggal di Seorabeol untuk memimpin hwarang-hwarang lainnya yang bertugas di Silla. Para Hwarang dari keluarga Kim Yushin juga diturunkan dalam perang ini, salah-satunya adalah Kim Wonseon. Saat itu Kim Wonseon berusia 26 tahun. Kim Cheon-gwan juga sangat mungkin bergabung dalam pasukan yang menyerbu Goguryeo pada tahun itu, sebab Kim Wonseon dan Kim Cheon-gwan tidak mungkin diangkat menjadi Pungwolju yang bertanggung-jawab memimpin Resimen Hwarang menggempur Goguryeo jika tidak memiliki pengalaman bertempur dengan Goguryeo pada masa itu.

Mungkin bantuan yang diberikan oleh Silla sudah sangat terlambat sebab musim dingin telah tiba dan pasukan Silla harus melalui medan yang berat. Padahal Kim Yushin sendiri yang mengantarkan logistik tersebut. Kim Yushin tampaknya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Jenderal Su Dinfang. Mereka seperti memiliki keterkaitan batin. Saat Kim Yushin dan pasukannya sudah masuk ke wilayah Goguryeo, Kim Yushin mengirimkan pesan pada Jenderal Su Dinfang tentang apakah mereka diijinkan bergabung dengan pasukan Tang. Jenderal Su Dinfang membalas pesan Kim Yushin itu dengan lukisan yang dilukisnya sendiri. Itu adalah lukisan seekor anak sapi dan seekor burung phonix muda. Kim Yushin lalu meminta saran pada Biksu Wonhyo yang juga sedang bersama dengan pasukannya untuk mengartikan pesan dalam lukisan itu.

Arti lukisan itu adalah: “kedua hewan itu adalah hewan-hewan muda yang kehilangan induknya. Hewan-hewan itu adalah Silla dan Tang”. Arti harafiahnya adalah pasukan Silla sama seperti Tang, jauh dari induknya (tanah-air), dan posisi pasukan Silla sedang terancam sehingga lebih baik kembali ke Silla.

Mendengar hal itu Kim Yushin langsung menarik mundur pasukannya, sayangnya saat mereka sedang menyeberangi sungai pasukan Goguryeo menyerang dari belakang. Banyak prajurit Silla tewas. Walau terancam bahaya dan harus melalui banyak kendala, Yushin tetap berusaha membawa logistik itu menembus blokade pasukan Goguryeo. Akhirnya, logistik itu bisa sampai ke pasukan Tang. Tapi itu sudah sangat terlambat. Saat itu, pasukan Tang tidak kunjung mampu membuat gerak maju apalagi menembus benteng Pyeongyang, dan ini membuat mental pasukan Tang merosot. Pertempuran semakin berat bagi Tang dan Silla ketika pasukan Goguryeo dipimpin langsung oleh orang yang paling berpengaruh di Goguryeo saat itu, Yeon Gaeseomun.

Yeon Gaeseomun adalah diktator Goguryeo yang membunuh Raja Yeongyang dan kemudian menjadi pemimpin de facto Kerajaan Goguryeo, sedangkan Raja Bojang hanya berperan sebagai kepala negara saja sebab seluruh segi pemerintahan dikuasai oleh Yeon Gaeseomun dan keluarganya. Meskipun merupakan seorang diktator yang cukup kejam pada lawan-lawannya tapi Yeon Gaeseomun adalah seorang birokrat dan komandan militer yang handal.

Yeon Gaeseomun berhasil mengalahkan pasukan Tang di Benteng Sasu. Pada pertempuran Sasu ini salah satu jenderal penting Tang, Pang Xiaotai, berhasil dibunuh oleh tentara Goguryeo. Kekalahan di Sasu dan kematian Jenderal Pang Xiaotai membuat Jenderal Su Dinfang terpaksa menarik mundur pasukan Tang dari Pyeongyang pada Februari 662. Sebenarnya, penyebab lain penarikan pasukan Tang adalah karena cuaca buruk. Mereka tidak menyangka akan berperang begitu lama dengan Goguryeo dan harus mengepung Pyeongyang selama berbulan-bulan. Kemalangan masih terus menimpa pasukan Tang karena cuaca ekstrim juga menewaskan banyak prajurit dari sisa-sisa pasukannya dalam perjalanan pulang ke Tiongkok. Jenderal Su Dinfang tidak pernah kembali lagi ke Semenanjung Korea setelah peristiwa ini sebab beliau meninggal hanya setahun sebelum penyerbuan ketiga tahun 668.

Goguryeo yang merupakan kerajaan yang lebih besar daripada Silla dan Baekje, dan bahkan lebih besar dari gabungan wilayah Silla (dan Gaya) dengan Baekje, belum juga bisa dikalahkan. Usai kekalahan di tahun 662, Kim Heumdol pensiun sebagai pungwolju ditahun itu diusia 35 tahun dan langsung ditarik bergabung di militer oleh Kim Yushin. Jabatan sebagai pungwolju-pun beralih kepada Kim Ohgi yang saat itu berusia 29 tahun, sedangkan jabatan Wakil Pungwolju diberikan pada Kim Wonseon. Kim Ohgi dan Kim Wonseon langsung memimpin Resimen Hwarang melawan tiga musuh sekaligus, yaitu Goguryeo, pasukan restorasi Baekje, dan armada Jepang yang telah membentuk pasukan maritim yang sangat besar. Tak beberapa lama kemudian, meletuslah Perang Baekgang.

Penarikan pasukan Tang dari Goguryeo sebenarnya hanya bersifat sementara sebab Kaisar Gaozong berencana menyerbu Goguryeo pada tahun berikutnya. Tapi, pada pertengahan tahun 663 Kekaisaran Tibet menyerbu wilayah vasal Tang di Tuyuhun. Kaisar Gaozong segera mengirim Su Dinfang untuk menghalau pasukan Tibet. Kekalahan Tang di Goguryeo dan penyerbuan tentara Tibet dimanfaatkan oleh gabungan pasukan restorasi Baekje dan Jepang untuk merebut kembali wilayah-wilayah lama Baekje yang dikuasai oleh pasukan pemerintahan proktetorat Tang. Ketika itu, Pungwolju Kim Ohgi hanya memimpin Resimen Hwarang selama 2 tahun dan pensiun satu tahun setelah mengalahkan pasukan restorasi Baekje yaitu sekitar tahun 664 (kemungkinan besar dia terbunuh dalam salah satu pertempuran saat itu). Pasukan Tang tidak dikirimkan lagi ke wilayah Goguryeo hingga kematian Jenderal Su Dinfang pada tahun 667. Ini membuat rencana penyerbuan lanjutan ke Goguryeo tidak bisa dilaksanakan sehingga membuat penyerbuan kedua ini secara keseluruhan gagal total.





PENAKLUKAN GOGURYEO

Kim Ohgi diduga terbunuh pada salah-satu pertempuran melawan Goguryeo pada tahun 664. Jika benar dia terbunuh di medan perang maka ini membuat Kim Ohgi menjadi Pungwolju ke-5 yang gugur dalam tugas. Beliau lalu digantikan oleh Kim Wonseon yang sebelumnya menjabat sebagai wakil Pungwolju.

Selama tiga tahun masa kepemimpinan Kim Wonseon, tidak ada perang besar yang terjadi sebelum penyerbuan ke Goguryeo pada tahun 667. Tapi, dalam tiga tahun itu Kim Wonseon dan Resimen Hwarang bergelut dalam berbagai pertempuran melawan tentara Goguryeo. Tentara Silla maju mundur melawan pasukan Goguryeo, sedangkan para Hwarang banyak yang dilibatkan dalam kegiatan mata-mata. 

Silla hanya sibuk menghadapi serbuan-serbuan kecil dari bekas-bekas wilayah Baekje yang menolak untuk takluk pada pendudukan pemerintahan proktetorat Tang di Sabi. Tang juga seakan tidak mau lagi melancarkan serbuan ke Goguryeo karena kekalahan mereka sebelumnya meruntuhkan kepercayaan diri mereka menghadapi balatentara Goguryeo, belum lagi hasil dari perang dengan Kekaisaran Tibet yang tidak jelas siapakah sesungguhnya yang memenangkan perang. Tapi, dalam periode ini setidaknya ada dua berita yang melegakan bagi Silla. Pertama adalah nyali Kekaisaran Jepang sudah begitu ciut untuk sekedar berangan-angan menyerbu wilayah Silla, padahal setengah abad lalu mereka mampu menyusup ke wilayah Silla dan membunuh seorang pangeran utama Silla, Seok Uro. Berita kedua yang bukan hanya melegakan bagi Silla melainkan juga berita gembira bagi seluruh penjuru Silla dan istana Tang adalah kematian Yeon Gaeseomun.

Yeon Gaeseomun, diktator Goguryeo, meninggal pada tahun 666 diusia lanjut. Kematiannya menimbulkan kegelisahan besar diseluruh penjuru Goguryeo dan membuat istana Goguryeo dalam kondisi yang mencekam. Raja Bojang sendiri kebingungan menghadapi situasi ini karena untuk pertama kalinya dia memerintah tanpa campur tangan Yeon Gaeseomun. Masalah terbesar saat itu bukanlah serbuan dari luar melainkan siapakah yang akan mewarisi kursi kediktatoran Yeon Gaeseomun.

Kenyataan yang terjadi di internal pemerintahan Goguryeo pasca kematian Yeon Gaeseomun sebenarnya cukup mengherankan sebab sifat patriot dan nasionalisme Yeon Gaeseomun tidak diwarisi oleh keluarganya. Persoalan mengenai pewaris memang hal biasa yang menjadi masalah konstan sepanjang sejarah masih terus ditulis, tapi jika putra dan saudara si pemimpin membelot dan mendukung musuh-musuhnya bahkan musuh negara mereka hanya kurang dari satu tahun setelah kematian pemimpin mereka itu maka tentunya menjadi perkara yang sangat berat, termasuk bagi kerajaan sebesar dan sekuat Goguryeo. Pasca kematian Yeon Gaeseomun, hanya dalam kurun waktu satu tahun ada beberapa kali pemberontakan yang terjadi. Tapi, semua itu bukan apa-apa dibandingkan pembelotan adik Yeon Gaeseomun ke Silla dan pengkhianatan putra sulungnya yang merapat ke pihak Tang. Tujuan mereka bukan lagi kursi kediktatoran Yeon Gaeseomun melainkan tahta kerajaan Goguryeo.

Situasi ini sangat menguntungkan bagi Silla dan Tang. Terlebih lagi kenyataan bahwa para bangsawan Goguryeo terus bertikai dan pasukan-pasukan Goguryeo telah tersebar ke seluruh penjuru tanpa komando yang pasti.

Balatentara Tang pun disiapkan dalam jumlah besar dan dikirim ke Goguryeo. Pihak Silla sepakat untuk menyediakan logistik perang bagi kedua pasukan. Kali ini Tang tidak mau terlalu percaya diri dan ceroboh berperang sendiri. Belajar dari keangkuhan yang menyebabkan kegagalan dimasa lalu, Tang menyetujui permintaan Raja Munmu dan Jenderal Kim Yushin untuk melibatkan pasukan Silla secara frontal dalam perang ini. Pasukan Silla pun disiapkan, dan kali ini pasukan Hwarang juga dilibatkan secara maksimal. Sama seperti perang-perang sebelumnya, pada perang kali ini adik-adik Raja Munmu juga terjun ke medan perang. 

Kim Wonseon tidak lagi memimpin Resimen Hwarang sebagai bagian dari Balatentara Silla yang dikirim oleh Raja Munmu untuk menaklukkan Goguryeo pada tahun 667 sebab, setelah mengumumkan perang dengan Goguryeo, Raja Munmu mengganti Pungwolju Kim Wonseon dengan Kim Cheon-gwan. Kim Cheon-gwan pun resmi memimpin Resimen Hwarang saat dia berusia 28 tahun. Cheon-gwan mengambil tongkat estafet kepemimpinan Resimen Hwarang dari Kim Wonseon dan bergabung dengan Pasukan Utama Kerajaan untuk melanjutkan penyerbuan ke Goguryeo. Balatentara kedua kerajaan ini berangkat dan mencapai wilayah Goguryeo pada tahun 667.

Jika dulu Yeon Gaeseomun berperang mati-matian mempertahankan serbuan koalisi Silla-Tang, kali ini justru putra-sulungnya membantu pasukan Tang menyerbu negerinya sendiri dari barat, sedangkan adik Yeon Gaeseomun berada dibarisan pasukan Silla untuk menggempur Goguryeo dari arah selatan. Tapi, Goguryeo bukanlah kerajaan yang mudah untuk ditaklukkan. Koalisi Silla dan Pasukan Tang harus bergelut dalam pertempuran intens melawan Balatentara Goguryeo. 

Pertempuran antara pasukan koalisi Silla-Tang dan Goguryeo pecah di dua arah. Meskipun sudah dikepung dari dua arah tapi Goguryeo masih terlalu kuat. Berbeda dengan Baekje yang berhasil ditaklukan sekali serangan dalam hitungan minggu, Goguryeo yang sebelumnya sudah dua kali diserang dengan pasukan besar rupanya mampu bertahan pada invasi ketiga ini, dan bahkan lebih lama dari sebelumnya.

Pasukan Hwarang bertempur mati-matian dalam perang ini dan banyak yang gugur. Jumlah nangdo yang gugur juga tidak terhitung jumlahnya. Hampir satu tahun berperang, mereka belum juga berhasil menaklukan Goguryeo.

Kedua pasukan sangat frustasi, kecuali pasukan Hwarang. Pihak Tang dan pihak Goguryeo justru ngeri melihat cara para Hwarang berperang. Mereka mampu berduel satu lawan satu, mengkoordinasikan pasukan dan berperang secara berkelompok, merangkai artileri perang, dan cara mereka memainkan pedang dan berkuda sangat mengagumkan. Tapi sebenarnya wajah para Hwarang-lah yang terlihat menakutkan. Pasukan Tang dan Goguryeo yang masing-masing sudah sangat frustasi itu harus melihat sepasukan pria cantik bak pasukan peri yang berdandan lengkap dengan berbagai perhiasan dan bertempur dengan ganas.

Kebuntuan mulai bisa dipecahkan saat pasukan utama Goguryeo berhasil dipecah menjadi beberapa kelompok dan dipisahkan dari induk pasukan. Jalur komunikasi antar pasukan diputus dan kelompok-kelompok pasukan ini disudutkan dan ditaklukan satu persatu. Akhirnya pada tahun 668 mereka berhasil mencapai ibukota Goguryeo, Pyeongyang.

Jika sebelumnya mereka bertempur di dua arah maka kedua pasukan besar ini berkumpul di Pyeongyang dan mengepung kota itu. Menaklukan Pyeongyang tidak semudah menaklukan Sabi. Sabi ditaklukan dalam hitungan hari, tapi Pyeongyang harus dikepung berbulan-bulan.

Akhirnya, setelah kekurangan persediaan makanan didalam benteng, Pyeongyang pun berhasil ditaklukan pada tahun 668. Penaklukan Pyeongyang membuat Kerajaan Goguryeo yang telah berdiri selama lebih dari 670 tahun harus resmi berakhir.





AKHIR KISAH
KIM WONSEON DAN KIM CHEON-GWANG

Pertempuran-pertempuran dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan melibatkan tentara Tang dan pasukan Jepang sehingga mereka melihat langsung bagaimana cara para Hwarang berperang. Dimata pasukan musuh, para Hwarang terlihat sangat menakutkan saat berperang sebab mereka memiliki kemampuan dan keberanian yang tinggi dan tidak pernah mundur.

Kisah-kisah para Hwarang yang disisipi mitologi juga sampai ke negeri Tiongkok dan seluruh penjuru Jepang yang saat itu meyakini bahwa mereka berperang dengan “Tentara Langit”, sebab meskipun pasukan Tang adalah pasukan yang sangat kuat namun yang menggentarkan hati musuh justru pasukan Hwarang karena hanya para Hwarang yang mendandani wajah mereka layaknya wanita saat mereka berperang. Dandanan itu justru terlihat sangat menakutkan sebab dalam perang yang begitu keras dimana kekalutan dan kecemasan menghantui sebagian besar prajurit, wajah cantik para Hwarang dan gaya bertarung mereka yang unik membuat musuh mengira bahwa mereka adalah pasukan dewa.

Tentunya perang-perang ini melambungkan kedigdayaan pasukan Silla dan Resimen Hwarang. Tapi, banyak sekali prajurit, jenderal, dan ksatria Silla yang gugur dalam perang melawan Goguryeo termasuk Kim Ohgi (Pungwolju ke-28) dan Kim Wonseon.

Setelah perang penyatuan Korea usai dan Silla keluar sebagai pemenang, muncul masalah baru, yaitu dominasi pasukan Tang. Kemenangan Silla atas Baekje dan Goguryeo atas bantuan tentara Tang rupanya dimanfaatkan oleh pihak Tang untuk mencampuri urusan dalam negeri Silla. Mulanya, pihak Tang membuat sebuah pemerintahan protektorat yang berpusat di bekas istana Goguryeo di kota Pyeongyang pada tahun 668, tepat setelah keruntuhan Goguryeo. Melalui pemerintahan proktetorat ini, Tang mengambil alih kontrol atas bekas wilayah Goguryeo dan juga Baekje yang telah menjadi milik Silla dengan membentuk perwakilan protektorat di istana Sabi (bekas istana Baekje). Silla menyampaikan protes namun Kaisar Tang justru memerintahkan pemerintahan proktetorat itu untuk juga mengatur wilayah utama Silla. Hal ini membuat seluruh pejabat Silla murka sehingga perang antara Silla dan Tang pun meletus saat para Hwarang dibawah pimpinan Kim Cheon-gwan menyerbu salah satu basis Balatentara Tang di Istana Sabi.

Awalnya Silla pasukan Silla kewalahan dan hampir kalah. Tentara Tang yang memukul mundur pasukan Silla akhirnya berhasil merebut kembali Istana Sabi. Tapi para Hwarang menyerbu bekas wilayah Baekje itu berhasil kembali menguasai istana Sabi. Para Hwarang berhasil mengusir bala-tentara Tang dari seluruh wilayah Silla dan bekas wilayah Baekje. Para hwarang dibawah pimpinan Kim Cheon-gwan bergabung dengan Pasukan Silla menyerbu Pyeongyang seperti saat mereka menyerbu kota itu ketika akan menaklukkan kembali wilayah Goguryeo yang dicaplok oleh Tiongkok. Serbuan Silla ini membuat Tang kewalahan karena mereka kalah diberbagai pertempuran di dekat Pyeongyang dan juga pasukan Silla sudah mengepung Pyeongyang. Pihak Tang berusaha mempertahankan pemerintahan proktetorat-nya dengan berbagai cara, termasuk negosiasi. Kim Cheon-gwan dan Resimen Hwarang tidak bisa menerima kata menyerah. Bukannya gentar pada Balatentara Tang, Kim Cheon-gwan justru berperang dengan buas sehingga membuat ngeri pasukan musuh. 

Pertempuran sengit antara Silla dan Tang berlangsung hingga tahun 674. Perang dihentikan pada tahun 674 dan Kim Cheon-gwan lalu pensiun sebagai pungwolju, Cheon-gwan pensiun di-usia 35 tahun dan digantikan oleh Kim Heum-on.

Selepas pensiun, Cheon-gwan bergabung langsung dalam militer. Pengalamannya sangat dibutuhkan oleh Raja Munmu sebab Kim Cheon-gwan berpengalaman dalam perang penyatuan Baekje, Goguryeo, dan perang perang dalam periode konfrontasi dengan Tang. Pada tahun 675, Munmu memberikan perintah untuk menyerbu pasukan Tang. Pasukan Utama Silla bersama dengan Resimen Hwarang diterjunkan dalam perang ini. Kim Cheon-gwan menjadi salah-satu komandan pasukan Silla. Dengan penuh keberanian, para hwarang menghadapi koalisi Pasukan Tang dan Bangsa Mohe. 

Pasukan Silla terdesak hingga harus bertahan di Benteng Mosan. Pertempuran di Benteng Mosan ini berjalan alot, tidak ada pihak yang mau mengalah dan mundur dalam pertempuran ini, baik itu pihak pasukan Tang, atau Mohe, atau pasukan Silla, apalagi para Hwarang. Rupanya saat itu balatentara Tang sudah bukan lagi lawan yang setara dengan prajurit Silla dan pasukan Hwarang sebab Tang tidak berhasil mendikte Semenanjung Korea dengan menggunakan kekuatan militer. Militansi pasukan Silla berhasil mengalahkan pasukan koalisi Tang dan Mohe. Sisa-sisa pasukan Tang dan Mohe terpaksa melarikan diri.

Kekalahan ini sangat memalukan bagi Tang sampai-sampai mereka menulis dalam laporan pemerintahannya bahwa perang ini dimenangkan oleh pasukan Tang, tapi catatan Silla menuliskan yang sebaliknya. Kaisar Gaozong menarik mundur seluruh pasukannya seluruh wilayah di Semenanjung Korea dan membiarkan pasukan Silla menguasai seluruh wilayah Semenanjung Korea.Sayangnya, kemenangan ini menimbulkan banyak korban jiwa dikalangan Hwarang dan juga para komandan muda termasuk Kim Cheon-gwan. Kim Cheon-gwan dipercaya turut gugur dalam pertempuran di Benteng Mosan. Namanya tidak ditemukan dalam catatan sejarah setelah periode ini dan juga tidak dicatat sebagai tokoh yang meninggal saat pemberontakan Heumdol padahal ayahnya, Kim Gun-gwan, adalah Sangdaedung (perdana-menteri) saat itu dan turut dieksekusi mati oleh Raja Sinmun, tapi nama Kim Cheon-gwan tetap tidak ditemukan dalam berbagai catatan setelah perang di Benteng Mosan. Tahun kematiannya juga tidak diketahui.





AKHIR KISAH KERAJAAN GOGURYEO

Ibukota Pyeongyang akhirnya harus takluk pada tahun 668 dan Raja Bojang ditawan. Beliau menjadi raja terakhir Goguryeo. Wilayah ini tidak pernah bangkit melawan Silla selama ratusan tahun hingga ketika Gung Ye mendirikan Hu-Goguryeo (Kerajaan Taebong), dan bersama dengan Taejo Wang Geon mulai menyerbu Silla.

Kekalahan Goguryeo ini sangat menyakitkan bagi rakyatnya. Sebanyak lebih dari 200.000 penduduk dan bangsawan dibawa ke Chang’an sebagai tawanan perang. Istana-istana mereka dihancurkan. Kemalangan bukan saja menimpa Raja Bojang tapi juga menimpa Pangeran Buyeo Pung, putra Raja Uija yang melarikan diri dan meminta perlindungan ke Goguryeo pasca kekalahan koalisi Baekje-Jepang di Perang Baekgang dan perang di Benteng Juryu. Setelah kejatuhan Goguryeo, Pangeran Buyeo Pung ditangkap oleh pasukan Tang dan diasingkan ke wilayah utara Tiongkok. Kehidupannya setelah itu tidak diketahui lagi.

Raja Bojang ditawan dan dibawa ke istana Tang di Chang’an. Kaisar Gaozong lalu mengampuninya dan mengangkat Bojang sebagai salah-satu pejabat di wilayah administratif Goguryeo. Tapi, nasionalisme Bojang tidak pernah padam. Dia terus mendukung para pemberontak dan melawan pasukan Tang. Pada akhirnya aktivitas Bojang ini diketahui. Bojang lalu diasingkan ke Chang’an dan hidup dalam pengasingan hingga kematiannya di kota itu. Dia tidak pernah kembali lagi ke Goguryeo tapi keturunannya tetap meneruskan perjuangan Bojang melawan pasukan Tang.

Ada sekelompok bangsawan dan jenderal-jenderal Goguryeo yang berhasil melarikan diri. Mereka bersembunyi jauh di utara. 36 tahun setelah jatuhnya Goguryeo, para pelarian yang berhasil berkumpul ini mendirikan sebuah kerajaan yang menguasai bekas kekuasaan Goguryeo dibagian utara dan mendeklarasikan diri sebagai penerus Goguryeo. Kerajaan itu dinamai Kerajaan Balhae.

Berdirinya kerajaan Balhae ini mengawali periode yang dinamakan oleh para sejarawan sebagai periode “Utara dan Selatan”. Periode utara (Balhae) dan selatan (Silla Bersatu) ini baru berakhir hampir 350 tahun kemudian saat Gyeonhwon mendirikan Hu-Baekje dan Gung Ye mendirikan Kerajaan Taebong (Hu-Goguryeo), yang menandai dimulainya periode “Later Three Kingdom” atau “Masa Setelah Tiga Kerajaan” yang singkat sebelum kemudian diakhiri dengan berdirinya Kerajaan Goryeo. Hu-Baekje didirikan dibekas wilayah kerajaan Baekje dan Kerajaan Taebong (Hu-Goguryeo) didirikan di utara Silla. Kedua kerajaan ini mulai menyerbu berbagai wilayah taklukan Silla. Taebong mulai mencaplok berbagai wilayah disekitaran Pyeongyang dan Naju.

Salah-satu jenderal Taebong yang benama Wang Geon lalu menyingkirkan Gung Ye dan mendirikan kerajaan baru yang bernama Goryeo dan menyatakan bahwa kerajaan itu adalah penerus dari Goguryeo. Tapi Wang Geon tidak pernah berhasil menaklukan Silla melalui peperangan. Silla bergabung dengan Goryeo setelah raja terakhirnya memutuskan menyerah padahal saat itu Seorabeol sedang tidak dikepung.

Untuk stabilitas kerajaan dengan wilayah yang luas itu, Wang Geon mengambil banyak istri dari berbagai wilayah. Wilayah dengan istri terbanyak adalah dari bekas wilayah Goguryeo. Para putra dan cucu penerus Wang Geon juga lahir dari para istri yang berasal dari wilayah lama Goguryeo, kecuali Wang Mu (Hyejong) yang berasal dari Naju. Tapi, penerus tahta Wang Geon bukan para putranya dari wilayah Goguryeo melainkan putra-tunggalnya dengan seorang putri kerajaan Silla, Pangeran Ahnjong Wook. Putra Pangeran Ahnjong Wook (berbeda dengan Daejong Wook) adalah Raja Hyeonjong. Keturunan Ahnjong Wook dari Hyeonjong inilah yang menduduki tahta Goryeo hingga kerajaan ini runtuh. Artinya, pada kerajaan penerus Goguryeo ini keturunan Silla tetap menjadi raja. Bahkan, saat Goryeo digantikan oleh Joseon, keturunan Silla juga tetap berada di tahta, sebab wangsa Yi yang memerintah Joseon dulunya berasal dari Silla. Nama marga Yi diberikan oleh Yuri Isageum, raja ketiga Silla pada abad pertama masehi. Marga Yi adalah salah-satu dari enam marga yang dianugerahkan Raja Yuri pada enam klan asli negeri Saro, wilayah asli Silla.

Meskipun harus takluk pada kerajaan sekecil Silla, tapi para sejarawan menganggap penyebab utama keruntuhan kerajaan ini adalah akibat pertikaian antar bangsawan dan pengkhianatan pada kerajaan yang dilakukan oleh keluarga Yeon Gaeseomun. Lemahnya kekusaan raja juga sangat berpengaruh pada tersebarnya kekuatan-kekuatan militer ke berbagai penjuru wilayah Goguryeo yang luas dan keengganan untuk tunduk pada satu komando sehingga saat Silla dan Tang menyerbu dari dua arah, mereka sulit dimobilisasi.

Walaupun penyebab utama keruntuhan Kerajaan Goguryeo adalah serbuan pasukan koalisi Silla-Tang, tetapi itu hanya alasan puncaknya saja yang dipermudah prosesnya oleh berbagai indikator.

Ada dua indikator utama keruntuhan Goguryeo. Yang pertama adalah pengkhianatan keluarga Yeon Gaeseomun. Pengkhianatan keluarga Yeon Gaeseomun ini bukan hanya mengkhianati negara dan raja Goguryeo melainkan juga mengkhianati perjuangan Yeon Gaeseomun dalam mempertahankan Goguryeo. Yeon Gaeseomun telah berperang bersama barisan tentara Goguryeo sejak invasi-invasi Kekaisaran Sui dan juga rangkaian serbuan dan pengepungan Kekaisaran Tang. Tetapi, anggota keluarga terdekatnya justru menjual Goguryeo pada musuh-musuh yang diperangi oleh Yeon Gaeseomun. Indikator kedua adalah ketiadaan komando utama pasukan Goguryeo pada saat itu. Goguryeo adalah kerajaan besar yang terkenal sebagai kerajaan perang. Balatentara mereka sangat kuat dan terstruktur rapih, dengan logistik yang melimpah dan teknologi artileri yang sangat maju dan lengkap. Kuda-kuda perang mereka juga dilindungi oleh baju zirah sehingga membuat pasukan kaveleri Goguryeo adalah salah-satu yang terbaik di dunia pada masanya. Selain itu, jumlah pasukan Goguryeo juga sangat banyak, dan itu belum termasuk pasukan bangsa Mohe (leluhur bangsa Manchu) yang mengabdi pada Goguryeo. Namun, konflik istana pasca kematian Yeon Gaeseomun menimbulkan ketidak-jelasan mengenai siapa komandan pasukan kerajaan yang harus diikuti, dan ini membuat komunikasi antara komando di ibukota ke para komandan pasukan di luar Pyeongyang menjadi kacau sehingga membuat pasukan-pasukan besar yang berada diluar Pyeongyang kebingungan dan ragu-ragu, apakah mereka harus mengirim bantuan ke Pyeongyang atau tetap pada pos masing-masing, sebab pada situasi itu tentunya ada ketakutan dikalangan komandan-komandan pasukan jika ada jenderal yang membelot pada Silla atau pada Tang, sehingga mereka lebih memilih untuk mewaspadai satu-sama lain dan tetap di-pos mereka masing-masing, sehingga pasukan Goguryeo yang berada di-ibukota tidak mendapatkan bantuan yang maksimal. Pasukan Silla tentu menyadari hal ini sebab mereka bergerak mengacaukan komunikasi antar pasukan Goguryeo sehingga tidak banyak pasukan Goguryeo yang bergerak menuju Pyeongyang. Ini membuat, walaupun Pyeongyang sangat lama dikepung, tetapi mental pasukan koalisi Silla-Tang yang sudah belajar dari pengalaman pengepungan sia-sia sebelumnya lebih siap menjalani perang jangka panjang. Sedangkan, keadaan mental pasukan di dalam benteng Pyeongyang justru semakin merosot sebab mereka sadar harus mempertahankan ibukota sendirian. Setelah Pyeongyang berhasil direbut oleh pasukan Silla-Tang, pasukan-pasukan Goguryeo, yang dalam jumlah besar, di luar Pyeongyang tidak dikoordinasikan untuk menyerbu dan merebut kembali Pyeongyang. Ini membuat para komandan pasukan penting memilih untuk membawa pasukan besar mereka melarikan diri ke utara. Walau pada akhirnya beberapa dari komandan itu lalu membentuk Kerajaan Balhae, yang tidak pernah bisa ditaklukan oleh Silla dan juga Tang, tetapi kenyataan bahwa Goguryeo telah runtuh dan komandan-komandan pasukan Goguryeo untuk pertama kalinya melarikan diri dari medan perang menjadi cerita yang menyakitkan bagi orang-orang Goguryeo saat itu, terutama mereka yang dijadikan tawanan perang ke Chang’an, yang sebagian besar berasal dari Pyeongyang.

Walau begitu, kedigdayaan militer Goguryeo tidak pernah disepelekan hingga berabad-abad setelah keruntuhan kerajaan ini, sebab mereka takluk bukan karena militer mereka lemah. Kedigdayaan militer Goguryeo ini selalu membuat setiap orang yang pernah mendengar dan mengetahui tentang Goguryeo, terutama orang-orang Goguryeo saat itu, selalu bertanya-tanya, “Mengapa Goguryeo bisa runtuh?”


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)




Didahului oleh:


Artikel yang berhubungan dengan Hwarang:
KERAJAAN SILLA
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno


Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : KBS (drama "The King's Dream",2011)

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website: