Friday, 20 January 2017

PARA PUNGWOLJU ERA AWAL PEMERINTAHAN RAJA JINPYEONG






Raja Jinpyeong adalah raja ke-26 Silla. Beliau dilahirkan pada tahun 567 M. Raja Jinpyeong diangkat menjadi raja Silla pada tahun 579 M diusia yang masih sangat muda, 12 tahun. Beliau memerintah Silla pada periode yang sangat lama, yaitu selama 53 tahun (579 M–632 M) sehingga menjadikannya sebagai salah-satu raja dengan masa pemerintahan terlama sepanjang sejarah Korea.

Raja Jinpyeong diangkat menjadi raja melalui kudeta yang menggulingkan pamannya, sehingga pada awal pemerintahannya dia hampir tidak memiliki kekuasaan politik yang berarti. Meskipun demikian, Raja Jinpyeong tetap berusaha melanjutkan ekspansi militer yang sejak dulu telah dicanangkan oleh kakeknya. Kebijakan ekspansi militernya ini kembali ditentang oleh para bangsawan dan pejabat istana yang tidak menghendaki Silla berperang dan menganjurkan raja agar lebih mementingkan penguatan hubungan diplomatik. Namun, perang memang tidak bisa dihindari karena Silla kerap diserbu oleh Baekje. 

Selama periode pemerintahannya, Raja Jinpyeong melakukan banyak hal bagi negaranya. Dia berusaha memperkuat setiap wilayah Silla dengan benteng-benteng dan tembok-tembok pertahanan. Beliau juga berusaha menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok untuk mengamankan posisi Silla saat mereka diserang oleh kedua kerajaannya. Raja Jinpyeong juga meletakan pondasi politik dalam negeri dan hubungan bilateral dengan Tiongkok yang kuat bagi kekuasaan putrinya dan cucunya kelak. Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh beliau merupakan dasar-dasar admnistratif Silla yang bertahan selama ratusan tahun yang kemudian juga diadopsi oleh dinasti penerusnya dan bahkan oleh Dinasti Joseon.

Peninggalan-peninggalan Raja Jinpyeong bagi Silla dan Korea selain sistem birokrasi yang rapih adalah benteng-benteng pertahanan, bala-tentara yang besar, dan armada perang yang tangguh. Beliau dikenal sebagai raja yang berani menghadapi setiap musuhnya, baik itu musuh dari luar kerajaan maupun dari dalam kerajaan yang sebagian besar adalah para bangsawan Silla yang merupakan kerabatnya sendiri.

Seumur hidupnya, Raja Jinpyeong memiliki impian untuk meneruskan mimpi kakeknya mempersatukan Semenanjung Korea. Prinsipnya saat itu adalah Silla harus siap dari dalam untuk menyerang keluar sehingga beliau melakukan reformasi birokrasi dan restorasi kerajaan. Berbagai kementerian baru dibentuk, termasuk divisi-divisi khusus militer. Dia juga adalah raja pertama yang membentuk divisi khusus untuk menangani para veteran.

Restorasi Jinpyeong ini membuat beliau disamakan dengan Kaisar Meiji dari Jepang pada era modern. Sebagai seorang birokrat ulung, beliau menempatkan orang-orang yang ahli untuk menduduki jabatan yang sesuai dengan keahliannya, berasal dari kalangan yang berseberangan dengan raja. Dan untuk melewati masa transisi dan juga untuk mendukung reformasi dan restorasi yang dilakukannya ini maka Raja Jinpyeong selalu menunjuk panglima hwarang yang paling tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat itu. Dia adalah raja Silla yang berjasa mengubah dan melengkapi kurukulum hwarang sehingga menjadikan hwarang sebagai pasukan elit terbaik di Asia Timur pada masanya.

Inilah nama para pungwolju Silla di era pemerintahan Raja Jinpyeong (nomor urut disesuaikan dengan urutan saat mereka menjabat sebagai pungwolju):







8. MUNNO

Munno lahir tahun 538 pada masa pemerintahan Raja Beopheung. Beliau adalah pungwolju kedelapan dan riwayat para komandan Hwarang. Nama Munno menjadi judul bab kesembilan dalam kitab Hwarang Sagi. Munno adalah pungwolju pertama yang diangkat setelah resimen Hwarang resmi dibentuk.

Marga Munno adalah “Kim”. Ayah Munno bernama Bijobu, seorang bangsawan bermarga “Kim” dari klan Kim Gyeongsan, sedangkan ibunya adalah seorang putri kerajaan Daegaya, yang juga bermarga “Kim” tapi dari klan Kim Gimhae (wilayah Konfederasi Gaya). Ini menjadikan Munno sebagai Hwarang berdarah Gaya pertama yang menjabat sebagai pungwolju. Nenek paternal Munno adalah seorang putri kerajaan Silla, sedangkan kakek maternalnya adalah raja atau pangeran dari Gaya. Mungkin ibu Munno dibawa ke Silla dengan status tawanan yang diserahkan kepada Silla sebagai jaminan. Meskipun Munno masih keturunan raja tapi statusnya sebagai seorang keturunan Gaya membuat Munno berada di kasta yang lebih rendah dari Seolwon dan Sejong. Hal ini dikarenakan pada saat itu, Daegaya adalah kerajaan musuh, dan situasi ini tidak menguntungkan bagi Munno yang tinggal di Silla, suatu kerajaan yang menerapkan sistem aristokrasi yang sangat ketat. Mungkin inilah yang membuat Munno tidak dapat langsung menjadi pungwolju meskipun dia adalah seorang yang terampil. Baru pada masa Raja Jinpyeong yang terkenal sangat moderat, Munno bisa menjabat sebagai seorang pungwolju.

Munno adalah seorang bangsawan yang bersahaja. Beliau menikah dengan Lady Yun-gung dari klan Kim Gyeongsan, putri dari Pangeran Yoon dan Lady Malbo. Lady Malbo adalah adik kandung dari Mijinbu (putri dari Kim Asi dan Putri Samyeop), sehingga menjadikan Lady Malbo sebagai bibi dari Mishil, artinya istri Munno adalah saudara sepupu Mishil. Pangeran Yoon juga adalah sepupu Mishil. Mishil adalah orang yang merekomendasikan Munno pada Pangeran Yoon. Pada saat bekerja ditempat pangeran Yoon inilah Munno bertemu dengan calon istrinya. Perjalanan pasangan ini tidak begitu mulus, karena ditentang oleh keluarga sang istri. Selain karena keturunan Gaya, Munno juga hanya seorang hwarang yang mengabdi pada bangsawan lain. Hubungannya dengan istri Pangeran Yoon ini membuat Munno dikeluarkan dari rumah pangeran. Munno lalu diambil kembali oleh Mishil dan menjadi Hwarang yang mengabdi pada Sejong (Noribu) atas permintaan Sejong karena Sejong juga adalah seorang pangeran (yang dibolehkan memiliki setidaknya seorang Hwarang untuk menjadi teman didiknya). Namun, ditempat Sejong ini Munno justru diperlakukan seperti seorang pelayan. Mungkin kisah hidupnya ini yang membuat dia baru menjabat sebagai seorang pungwolju diusia tua. Melalui pernikahannya ini, Munno memperoleh tiga anak laki-laki yang bernama Daegang, Chunggang, dan Geumgang, dan juga tiga anak perempuan yang bernama Yun-gang, Heon-gang-nangju (kelak menikah dengan Bojong, pungwolju ke-16), dan Shin-gang.

Munno memiliki perjalanan panjang sebagai seorang Hwarang. Beliau mencurahkan hidupnya untuk mengabdi pada Hwarang, itulah sebabnya beliau diangkat sebagai Gukseon setelah dia pensiun sebagai Hwarang. Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Munno menjadi Hwarang pada tahun 552, ketika Morang menjabat sebagai pungwolju. Munno merupakan angkatan yang sama dengan Yihwa. Artinya, Munno telah merasakan kepemimpinan lima orang pungwolju, dan tiga orang raja. Munno lalu menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 579 diusia 41 tahun menggantikan Seolwon. Munno pensiun sebagai pungwolju diusia 44 tahun pada tahun 582 setelah menjabat selama 3 tahun, dan digantikan oleh Bibo. Munno menjadi Hwarang dimasa pemerintahan Raja Jinheung dan menjabat sebagai pungwolju pada masa awal pemerintahan Raja Jinpyeong. Beliau adalah pungwolju pertama di era pemerintahan Raja Jinpyeong. 

Munno adalah pungwolju yang memegang tongkat estafet yang diberikan oleh Seolwon diperiode peralihan. Besar kemungkinan jika Munno adalah wakil dari Seolwon saat Seolwon masih menjabat sebagai pungwolju. Bersama dengan Seolwon, beliau memimpin dan mengawal resimen hwarang melalui era transisi kekuasaan yang sarat konflik ini. Memang Seolwon adalah tokoh kunci eksistensi hwarang diera transisi kekuasaan tersebut namun tanpa Munno, Seolwon seperti kehilangan satu tangannya saat memimpin Hwarang sebab Seolwon harus menjadi penghubung antara resimen Hwarang dan penguasa dan terus mengawal iklim politik istana yang pasti berpengaruh pada keberlangsungan resimen Hwarang. Untuk itulah Seolwon mempercayai Munno sebagai wakilnya yang bertugas untuk terus menjaga soliditas internal Hwarang, karena soliditas antar komandan Hwarang sangat penting untuk menghindari perpecahan akibat perbedaan dukungan pada penguasa. Andaikan ada perpecahan antar komandan Hwarang dan sejumlah besar komandan memilih mendukung Raja Jinji, maka sudah pasti saat Raja Jinheung berkuasa akan ada pembersihan besar-besaran dalam resimen Hwarang dan tidak menutup kemungkinan jika resimen Hwarang bisa dibubarkan.

Jika melihat latar-belakangnya, Munno mungkin adalah salah-satu Hwarang yang mendukung Mishil atau dekat dengan Mishil. Dia juga mungkin rival sekaligus teman dari Seolwon. Tentunya, banyak peristiwa yang mewarnai hidupnya namun Munno berhasil melalui semua itu dan menduduki pucuk pimpinan tertinggi yang mampu dijabat oleh seorang Hwarang.

Munno menjabat sebagai Gukseon yang membawahi para Hwarang lalu bergabung dengan pasukan Silla saat menghadapi rangkaian serbuan Baekje dan Goguryeo pada kurun tahun 602 hingga kematiannya ditahun 606. Bersama dengan Seolwon yang menjadi jenderal besar Silla, Munno menghadapi serbuan pasukan gabungan Baekje dan Goguryeo. Perang ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Silla namun kedua Hwarang ini gugur dalam perang tersebut sebelum mereka mendengar berita kemenangan. Munno berhasil mengukirkan namanya sebagai salah-satu Hwarang yang disegani. Munno meninggal bersama dengan Seolwon di usia 68 tahun pada tahun 606. Beliau dikenang sebagai Gukseon yang paling terkenal.

Aktor yang memerankan Munno
(Copyrights: MBC)

Munno sempat diceritakan dalam drama “The Great Queen Seondeok” saat beliau menjabat sebagai Gukseon.






9. BIBO

Bibo lahir pada masa pemerintahan Raja Jinheung di tahun 549 sehingga membuat usia beliau sebaya dengan Seolwon. Bibo adalah pungwolju kesembilan dalam riwayat para komandan Hwarang. Nama Bibo menjadi judul bab kesepuluh dalam kitab Hwarang Sagi. Bibo adalah pungwolju kedua yang diangkat setelah resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Bibo adalah “Kim” dari klan Kim Gyeongsan. Bibo adalah sepupu dari Mishil dan Pangeran Yoon dan merupakan seorang anggota keluarga kerajaan. 

Pada awalnya, Bibo hanya tertarik pada kesenian. Dia sering bernyanyi dan memainkan semua istrumen musik saat itu termasuk seruling khas Silla. Namun, lambat laun dia menjadi bosan. Ditengah kebosanannya ini, Bibo bertemu dengan Munno, hwarang ternama dan pendekar pedang legendaris saat itu. Munno adalah orang yang mengajarkan Bibo mengenai ilmu pedang dan beladiri. Atas saran Munno, Bibo lalu mendaftar sebagai seorang hwarang dan diterima. Kecakapannya sebagai seorang seniman dan pendekar pedang mampu membuat Bibo dipercaya raja menjadi seorang pungwolju. Sambil mengabdi di resimen hwarang, Bibo terus menerus mengasah kemampuan berpedangnya hingga pada akhirnya dia hanya memikirkan tentang pedang dan kecanduan bertarung dengan pendekar lain demi mengembangkan ilmu pedangnya. Akibatnya, konsentrasi Bibo sebagai hwarang terbagi dan bahkan melukai orang lain dalam pertarungan-pertarungannya sehingga membuat Munno marah. Munno lalu meminta Bibo mundur sebagai hwarang sebagai bentuk pertanggung-jawabannya. Mungkin, permintaan atau paksaan Munno inilah yang membuat Bibo mengakhiri karirnya di Resimen Hwarang.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Bibo menjadi Hwarang pada tahun 563. Bibo merupakan satu angkatan dengan Seolwon. Artinya, Bibo adalah hwarang yang memiliki beberapa pengalaman perang terutama perang dengan kerajaan Daegaya. Bibo lalu menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 582 diusia 33 tahun menggantikan Munno. Bibo pensiun sebagai pungwolju diusia 36 tahun pada tahun 585 setelah menjabat selama 3 tahun, dan digantikan oleh sepupunya, Misaeng. Bibo menjadi Hwarang dimasa pemerintahan Raja Jinheung dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong.

Tidak banyak catatan yang mencatat kisah yang menceritakan tentang Bibo, mungkin karena dia menjadi pungwolju dimasa yang relatif damai Pada saat Bibo menjabat sebagai pungwolju, Raja Jinpyeong sedang merestorasi kerajaan dengan membangun berbagai kementerian baru seperti kementerian per-kapal-an kerajaan, kementerian pajak dan pembayaran upah, dan kementerian kereta perang dan artileri. Bibo adalah pungwolju yang menjabat ketika Raja Jinpyeong membangun “Tiga Istana Utama Kerajaan”. Sudah pasti dia dan para Hwarang juga terlibat dalam proyek-proyek ini. Bibo juga adalah pungwolju yang menjabat saat kurikulum para Hwarang mulai dikembangkan oleh Raja Jinpyeong.

Bibo memiliki dua orang istri. Istri pertamanya bernama Sejin-nangju dari klan Park, salah-satu putri dari Selir Nori (salah-satu Selir Raja Jinheung), yang memberikannya seorang putra, yaitu Seho. Kelak Seho akan meneruskan jejak ayahnya sebagai seorang hwarang. Selain Sejo, Bibo juga memiliki dua orang putri dari pernikahan pertamanya ini, yang bernama Semi dan Seshin. Istri keduanya adalah Putri Deokmyeong (salah-satu putri Raja Jinheung), yang memberikannya lima orang putra, yaitu Bungbu, Bobu, Seokbu, Boju, dan Jinju, serta tiga orang putri yang bernama Hongju (menikah dengan pungwolju ke-13, Yongchun), Nokju, dan Myeongju. Bibo juga memiliki seorang selir yang bernama Yuji, yang memberikannya seorang putra, yaitu Yuo. Kelak Yuo bersama Seho juga menjadi seorang hwarang.

Pada masa kepemimpinannya sebagai pungwolju, Silla sedang menikmati era kedamaian yang singkat. Karena dia bukan seorang pungwolju yang ternama, tidak banyak tulisan yang mencatat tentang riwayat hidupnya. Tahun kematiannya pun tidak diketahui.






10. MISAENG

Misaeng lahir tahun 550, tahun kesepuluh pemerintahan Raja Jinheung. Beliau adalah pungwolju kesepuluh dalam kitab riwayat para komandan Hwarang. Marga Misaeng adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsan. Nama Misaeng menjadi judul bab kesebelas dalam kitab “Hwarang Sagi”. Misaeng adalah Pungwolju ketiga setelah resimen Hwarang resmi diresmikan sebagai suatu resimen elit pada tahun 576 oleh Raja Jinheung.

Dalam sejarah Hwarang, Misaeng adalah salah-seorang Pungwolju yang paling pandai berdiplomasi. Dalam hal ini, dia hanya tidak bisa mengungguli kemampuan diplomasi Pangeran Chunchu (Pungwolju ke-18).

Misaeng adalah seorang keturunan raja walau tidak diakui sebagai anggota keluarga kerajaan. Ayah Misaeng adalah seorang bangsawan dan mantan pungwolju yang menjabat sebagai pungwolju kedua yaitu Mijinbu, sedangkan ibunya adalah Lady Myodo. Dia adalah adik kandung dari Mishil.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Misaeng menjadi Hwarang pada tahun 564, ketika posisi pungwolju dijabat oleh kakak iparnya, Sejong. Ini membuat Misaeng menjadi junior atau mungkin juga seangkatan dengan Seolwon. Misaeng lalu menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 585 diusia 35 tahun. Saat itu dia menggantikan sepupunya, Bibo. Misaeng pensiun sebagai pungwolju diusia 38 tahun pada tahun 588 setelah menjabat selama 3 tahun, dan digantikan oleh keponakannya, Hajong. Misaeng menjadi seorang Hwarang pada masa pemerintahan Raja Jinheung dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong. 

Sejarah menggambarkan Misaeng sebagai seorang bangsawan yang memiliki karakter khas bangsawan Silla. Dia seorang bangsawan yang sangat tampan dan mempesona serta sangat flamboyan dan penuh dengan kemewahan. Jika para pungwolju terdahulunya unggul di bidang militer atau pemerintahan, maka mungkin Misaeng adalah satu-satunya pungwolju yang memilih kesenian sebagai bidang yang paling dibanggakannya. Saat itu, Misaeng adalah hwarang yang paling pandai menari, memainkan berbagai alat musik, dan menyanyi. Keterampilannya ini bukanlah sesuatu yang hina di Silla karena orang-orang Silla sangat menghargai kesenian dan memberikan penghormatan yang sangat tinggi bagi para seniman. Itulah mengapa kesenian adalah ilmu yang wajib dipelajari dan dikuasai oleh para hwarang. Mungkin kebiasaan di Silla ini mirip dengan kebiasaan bangsa Ibrani kuno (Israel kuno) yang memberikan penghormatan yang sangat tinggi pada raja dan keluarga kerajaan, para pemuka agama, dan para seniman. 

Istri-istri Misaeng yang tercatat dalam kitab Hwarang Sagi diantaranya adalah seorang putri Raja Jinheung yang tidak disebutkan namanya. Melalui istrinya ini Misaeng memperoleh tiga putra yang bernama Baeksaeng, Wolsaeng, dan Balsaeng. Istri keduanya adalah putri dari pungwolju ke-4, Morang, yang bernama Junmo. Istri ketiganya adalah adik dari istri atau adik ipar dari pungwolju ke-8, Munno, yang bernama Yoon-ok. Ketampanan Misaeng membuat banyak wanita terpikat padanya, dan sebagai seorang playboy sejati Misaeng memiliki banyak sekali selir disamping istri-istri sahnya. Dia mengambil seorang janda sebagai istrinya yang memberi dia tiga orang anak laki-laki. Misaeng juga menikahi adik iparnya sendiri, sedangkan selir-selir lainnya tidak terhitung banyaknya. Ini dapat dimaklumi karena tertulis dalam kitab Hwarang Sagi bahwa Misaeng memiliki seratus orang anak. Putranya yang paling terkenal bernama Daenambo (mertua dari pungwolju ke-13, Yongchun). Daenambo kelak juga akan menjadi seorang hwarang walaupun tidak menjabat sebagai pungwolju. Ada fakta yang mengejutkan Misaeng, kitab Hwarang Sagi mencatat bahwa diantara seratus anak Misaeng itu, seorang diantaranya adalah putra yang dilahirkan oleh Mishil. Tidak jelas apakah anak itu adalah anaknya dengan Mishil, namun hal ini sulit diterima sebab pada masa itu walaupun pernikahan antar saudara-tiri adalah hal yang lumrah namun tidak dengan pernikahan atau hubungan asmara antar saudara kandung (seibu dan seayah) seperti Misaeng dan Mishil. Mungkin anak yang terdaftar sebagai putranya itu memang adalah putra Mishil tetapi diadopsi oleh Misaeng karena alasan-alasan yang tidak ditulis.

Selain memuat kehidupan flamboyan-nya, kitab Hwarang Sagi mencatat bahwa Misaeng memiliki kelemahan yang unik, atau lebih tepatnya ‘aneh’. Dia tidak bisa berkuda! Entah mengapa Misaeng sangat membenci kuda dan tidak mampu naik kuda atau kereta kuda sehingga membuatnya memilih menggunakan tandu kemanapun dia pergi. Informasi ini mungkin membuat banyak orang menilai Misaeng bukanlah seorang yang cakap dan menjadi seorang pungwolju berkat pengaruh kakaknya, namun pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Memang kemampuan beladiri Misaeng tidak sehebat Munno dan Seolwon tapi perlu diingat bahwa kemampuan beladiri bukan satu-satunya hal yang wajib dalam seleksi para hwarang. Memang para hwarang dituntut memiliki kemampuan beladiri yang baik, tapi syarat untuk memiliki “kemampuan beladiri yang baik” bukan berarti harus “memiliki kemampuan beladiri yang tinggi”, sehingga bagi Misaeng yang memiliki kemampuan beladiri yang sesuai standar hwarang sudah merupakan modal yang cukup untuk diterima sebagai anggota hwarang. Ada satu hal yang menjadi keunggulan Misaeng dibanding para hwarang lainnya yaitu kemampuan sebagai seorang “Ahli Strategi”. Misaeng adalah hwarang yang bertugas merancang strategi perang bagi pasukan-pasukan hwarang sekaligus sebagai seorang negosiator karena dia memiliki kemampuan diplomasi yang sangat baik. Dia juga diyakini sebagai salah-satu hwarang yang diterjunkan dalam perang penaklukan kerajaan Daegaya dibawah pimpinan Sadaham. Teori ini didasari oleh status Misaeng sebagai hwarang junior yang pasti akan diterjunkan di medan perang setelah mendapatkan pelatihan yang cukup. Misaeng juga dikatakan memiliki sifat yang sangat baik sehingga membuat banyak orang mau mengikuti. Sifatnya ini membuat dia mampu memiliki banyak sekali pengikut yang mencapai sepuluh ribu orang pengikut dan juga nangdo. 

Tentunya pada peristiwa kudeta terhadap Raja Jinji, Misaeng mendukung kakaknya. Bersama para Hwarang yang dipimpin Seolwon dan juga pasukan gabungan yang dipimpinnya, Misaeng memainkan peran sebagai salah-satu tokoh kunci tergulingnya Raja Jinji.

Banyak sekali peristiwa penting yang terjadi selama masa jabatannya yang singkat sebagai seorang pungwolju karena pada saat itu Raja Jinpyeong sedang gencar-gencarnya merestorasi birokrasi Silla. Pada saat itu Raja Jinpyeong membentuk kementerian baru yaitu Kementerian Upacara dan Ritual. Raja juga mulai membangun “Tiga Istana Utama Kerajaan”, dan menunjuk Sueulbu sebagai Sangdaedung (perdana-menteri) yang baru menggantikan ichan Hujik. Misaeng juga adalah pungwolju yang menjabat diera penyempurnaan kurikulum para Hwarang.

Misaeng pensiun sebagai pungwolju pada tahun 588 diusia 38 tahun. Setelah pensiun sebagai seorang pungwolju, Misaeng mengabdi pada Silla sebagai pejabat pemerintah. Karena kecakapannya, beliau sering dipercayai sebagai utusan raja untuk berdiplomasi dengan utusan dari negara lain.

Misaeng meninggal pada tahun 609 di usia 59 tahun, pada masa ketika Silla sibuk menghadapi serbuan dari pasukan gabungan Baekje dan Goguryeo.

Aktor yang memerankan Misaeng
(Copyrights: MBC)

Misaeng sempat diceritakan dalam drama “The Great Queen Seondeok” saat beliau menjabat sebagai seorang menteri.






11. HAJONG

Hajong lahir tahun 564 pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Hajong adalah pungwolju kesebelas dalam riwayat para komandan Hwarang. Nama Hajong menjadi judul bab kedua-belas dalam kitab Hwarang Sagi. Hajong adalah pungwolju keempat yang diangkat setelah resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Bibo adalah “Kim” dari klan Kim Gyeongsan. Hajong adalah putra sulung Mishil dan Sejong (pungwolju keenam).

Hajong memiliki dua orang istri sah, yaitu Mimo-nangju (putri dari Seolwon, pungwolju ke-7) dan Putri Engryo (putri dari Raja Jinheung dengan Ratu Sado). Mimo-nangju memberikan Hajong dua orang putri yaitu Yumo-nangju dan Yeongmo-nangju, yang keduanya menikah dengan bangsawan-bangsawan tinggi Silla. Selain dua putri tadi, Mimo-nagju juga memberinya seorang putra yang bernama Mojong. Kelak putra dari Mojong yang bernama Yangdo akan menjadi pungwolju ke-22. Pernikahan Hajong dan Putri Eunryo juga memberikannya dua orang putri dan seorang putra. Putri pertamanya bernama Hahee-nangju, yang memberi Hajong seorang cucu laki-laki yang bernama Chunjang. Kelak Chunjang akan menjadi pungwolju ke-23. Putri kedua Hajong bernama Wolhee yang juga memberikan Hajong seorang cucu laki-laki yaitu Hyojong.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Hajong menjadi Hwarang pada tahun 578 ketika posisi pungwolju dijabat oleh Seolwon atau Munno. Masa-masa awal Hajong menjadi Hwarang adalah periode transisi pemerintahan yang terjadi akibat kudeta yang dilakukan oleh ibunya. Hajong lalu menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 588 diusia 24 tahun menggantikan pamannya, Misaeng. Hajong pensiun sebagai pungwolju diusia 27 tahun pada tahun 591 setelah menjabat selama 3 tahun, dan digantikan oleh Bori. Hajong menjadi Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong.

Hajong menjadi pungwolju ketika Suelbu baru saja ditunjuk sebagai Sangdaedung. Mungkin mereka berdua diangkat diwaktu yang sama. Tidak banyak catatan yang mencatat kisah yang menceritakan tentang Hajong, mungkin karena dia menjadi pungwolju dimasa yang relatif damai. Pada saat Hajong menjabat sebagai pungwolju, Raja Jinpyeong sedang merestorasi kerajaan dengan membangun berbagai kementerian baru. Pada era kepemimpinannya sebagai pungwolju, Kementerian Luar Negeri Silla baru dibentuk. Hajong adalah pungwolju yang menjabat ketika Raja Jinpyeong mengirim biksu Wongwang ke Sui untuk mendalami agama Buddha. 

Setelah pensiun sebagai pungwolju, Hajong bergabung dalam pemerintahan Silla bersama dengan ayahnya yang telah terlebih dahulu menjadi seorang menteri Silla.

Aktor yang memerankan Hajong
(Copyrights: MBC)

Pada masa kepemimpinannya sebagai pungwolju, Silla sedang menikmati era kedamaian yang singkat. Karena dia bukan seorang pungwolju yang ternama, tidak banyak tulisan yang mencatat tentang riwayat hidupnya. Sejarah hanya mengenangnya sebagai putra Mishil. Tahun kematiannya pun tidak diketahui. Meski demikian, sejarah mencatat bahwa salah-satu keturunannya yang bernama Kim Yangdo kelak akan menjadi seorang pungwolju (pungwolju ke-22).



Artikel yang berhubungan dengan Hwarang:
KERAJAAN SILLA
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno

Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (drama "The Great Queen Seondeok", 2009), KBS (drama "The King's Dream", 2011)

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website:

Thursday, 12 January 2017

PARA PUNGWOLJU PERIODE AWAL






Kerajaan Silla adalah kerajaan yang terletak dibagian tenggara negara Korea Selatan. Silla pada awalnya merupakan kerajaan yang paling lemah diantara tiga kerajaan di Semenanjung Korea. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Silla yang lebih kecil dari wilayah kerajaan lainnya, juga letak Silla yang dikepung oleh berbagai negara yang justru berusaha memperluas wilayah mereka masing-masing dengan mencaplok wilayah Silla. Saat Silla berhasil menguasai seluruh wilayah di Konfederasi Jinhan, Silla langsung mulai mendapat gangguan dari selatan yaitu dari Konfederasi Gaya yang telah semakin kuat. Silla juga sering berhadapan dengan Kerajaan Baekje dibagian barat yang selalu ingin memperluas wilayah mereka. Selain itu, Kerajaan Goguryeo dibagian utara dan negeri Wa diseberang lautan juga cukup menjadi ancaman serius bagi Silla. Silla selalu berperang dengan para tetangganya dimasa-masa awal kerajaan ini berdiri karena Silla selalu diserang oleh tetangga-tetangganya.

Silla lalu menerapkan kebijakan diplomasi dan berusaha menjalin persahabatan dengan tetangga-tetangganya, sambil terus memperkuat angkatan perangnya. 

Pada masa-masa ini, seorang Raja Silla, yaitu Raja Beopheung memikirkan untuk membentuk suatu pasukan khusus. Raja memimpikan suatu pasukan elit yang berjumlah besar dan menjadi pondasi militer dan pertahanan Silla. Para anggota pasukan ini haruslah mampu menjadi pasukan yang mencerminkan kerajaan Silla dengan sempurna, yaitu sempurna secara fisik, pengetahuan, kemampuan bertarung, budaya, pengetahuan agama, dan akhlak yang mengikuti norma-norma yang dianut oleh orang Silla. 

Raja Beopheung pun mulai mempersiapkan pasukan ini yang dibentuk dan ditempa dengan sangat sistematis dapat dibentuk. Samguk Yusa mencatat bahwa “.. Raja menaruh perhatian yang tinggi pada peningkatan kekuatan negara... kembali mengeluarkan dekrit dan memilih pemuda-pemuda yang bermoral baik lalu menamai mereka Hwarang” (Samguk Sagi).

Kelompok hwarang pada mulanya adalah sekelompok pemuda bangsawan cendekia yang dikumpulkan Raja Beophenung untuk belajar di istana (semacam perguruan tinggi pada masa itu). Namun, para pemuda bangsawan ini tidak hanya menguasai pengetahuan biasa melainkan memiliki kemampuan beladiri dan kecakapan sebagai pemimpin militer sehingga kelompok pemuda ini lalu mengabdi kepada raja sebagai suatu resimen militer, yang dinamakan kelompok “Hwarang”. Resimen ini awalnya secara sukarela terlibat dibanyak pertempuran sebelum mereka diresmikan sebagai resimen militer. Baru pada tahun 576 M, resimen elit ini pun diresmikan oleh cucunya, Raja Jinheung dan dinamai resimen Hwarang (nama yang sebelumnya memang sudah digunakan oleh resimen ini). Sayangnya, Raja Jinheung wafat ditahun yang sama dengan tahun peresmian Hwarang ini. 

Sejak sebelum resimen ini diresmikan, raja turun tangan langsung menangani resimen ini. Anggota pasukan Hwarang dikumpulkan oleh raja melalui seleksi yang ketat, dan proses ini tidak singkat. Setelah bertahun-tahun mengumpulkan pemuda dari berbagai wilayah yang memiliki moral yang baik, maka para pemuda ini diajarkan ilmu bela-diri dan ilmu agama. Pasukan ini pun menjadi matang dan ikut mendampingi Raja Jinheung diberbagai pertempuran. Awalnya, Hwarang menjadi pasukan bayangan yang mendampingi raja namun terlatih dan memiliki kesetiaan tinggi, hingga kemudian pasukan ini dibentuk menjadi pasukan resmi dan dilatih secara sistematis menjadi ahli strategi perang, ahli penyusupan, dan pasukan tempur yang mematikan.

Pasukan Hwarang yang terlibat disetiap pertempuran menjadi pasukan mematikan bagi semua lawan-lawan Silla dan menjadi salah-satu pasukan yang paling mematikan di kawasan Asia Timur dan dunia pada masa kuno bahkan sepanjang masa. Di Asia Timur, kesuksesan resimen khusus ini hanya bisa disaingi oleh: Bala-tentara Dinasti Qin dibawah pimpinan Kaisar Qin Shi Huang Di, Balatentara Lelang (tentara khusus Dinasti Han), dan pasukan Samurai Jepang. Kekuatan dan kesuksesan resimen ini juga bersanding dengan resimen-resimen pasukan khusus terbaik dimasa kuno, yaitu: Laskar Janissari dari Kesultanan Ottoman, Pasukan Abadi dari Kerajaan Persia, Pasukan Sparta dari Yunani, Resimen Legiun dari Romawi, Pasukan Jaguar dari Kerajaan Indian Aztec, dan Resimen Bhayangkara dari Kerajaan Majapahit. Meskipun ada banyak resimen pasukan khusus didunia pada masa itu, namun Hwarang diakui sebagai pasukan elit terbaik di Asia pada masanya sebab saat itu Tiongkok dan Jepang tidak memiliki pasukan elit sekelas Hwarang.

Untuk mengawasi para hwarang, ditempatkanlah beberapa hwarang senior yang bertugas melatih dan mengawasi, yang disebut “Wonsanghwa”. Dan, sebagai pemimpin dari resimen legendaris ini, ditunjuklah seorang komandan resimen yang dinamakan Pungwolju. Para pungwolju ini hampir setara dengan panglima pasukan kerajaan Silla sebab mereka bertanggung-jawab langsung kepada raja dan keterlibatan mereka dalam perang hanya bisa terjadi atas restu raja atau ratu Silla. 

Inilah nama para pungwolju Silla di periode-periode awal resimen legendaris ini dibentuk (nomor urut disesuaikan dengan urutan saat mereka menjabat sebagai pungwolju):





1. WIHWA

Wihwa adalah Pungwolju pertama yang sudah menjabat bahkan sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Tahun lahir Wihwa tidak diketahui tapi dipastikan beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Raja Beopheung. Marga Wihwa adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsang. Nama Wihwa menjadi judul bab kedua dalam kitab Hwarang Sagi.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang dan berapa lama Wihwa menjabat sebagai seorang Pungwolju namun beliau tercatat menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 540 M dan digantikan oleh Mijinbu. Wihwa menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Beliau menjabat sebelum Hwarang diresmikan sebagai resimen resmi dan sangat berjasa membantu mengamankan pemerintahan Raja Jinheung pada awal-awal raja muda itu berkuasa. Mengacu pada tahun pengangkatannya maka dapat diprediksi bahwa kelompok Hwarang ini berdiri setelah pertikaian berdarah resimen Wonhwa, dan bahkan sudah eksis sebelum masa itu, sehingga semakin kuat kemungkinan bahwa meskipun awalnya Hwarang hanyalah kelompok pemuda cendekia namun setelah Wonhwa dibubarkan maka itu menjadi tahun awal transformasi hwarang menjadi sebuah resimen pasukan khusus. Bersama dengan Raja Beopheung, Wihwa adalah sosok penting dalam pembentukan pondasi resimen Hwarang.

Wihwa adalah keturunan raja-raja Silla baik secara maternal maupun paternal. Ibu Wihwa bernama Putri Byeok-ah (putri Raja Jabi dari seorang selir) dan ayahnya bernama Kim Seongshin (seorang pejabat istana). Istri sah Wihwa adalah Lady Odo (sebelumnya adalah selir dari Raja Beopheung), putri dari Myosimrang dengan Lady Seonhye. Kakek paternal Wihwa bernama Baekheun (anggota keluarga kerajaan) dan nenek maternalnya bernama Jori. Sedangkan, kakek maternal Wihwa adalah Kim Misaheun (putra Raja Naemul) dan nenek maternalnya bernama Cheong-ah. Salah-seorang kakak perempuannya (kakak tirinya dari pernikahan ibunya dengan seorang bangsawan bernama Paro) menjadi selir raja Beopheung, dan merupakan nenek paternal dari Mishil.

Wihwa memiliki beberapa anak. Putri Wihwa yang bernama Lady Okjin menikah dua kali, pertama dengan Park Yeongsil (cucu Raja Jijeung) lalu kemudian menjadi salah satu selir Raja Beopheung dan nenek maternal Mishil. Wihwa juga adalah ayah dari Yihwa (pungwolju keempat) dan kakek paternal dari Bori (putra Yihwa, pungwolju ke-12) dan kakek maternal dari Sadaham (pungwolju kelima) dan Seolwon (pungwolju ke-7) sehingga Wihwa adalah kakek buyut Bojong. Selain Yihwa, Bori, Sadaham, dan Seolwon, keturunan Wihwa yang juga menjadi pungwolju bisa dilacak hingga pungwolju-pungwolju terakhir hwarang sehingga Wihwa bukan saja menjadi pungwolju pertama melainkan juga "Bapak Para Pungwolju".

Wihwa adalah salah-seorang kepercayaan Raja Beopheung dan sahabat Raja Jinheung. Usianya jauh lebih tua dari raja Jinheung tapi beliau adalah salah-satu orang yang paling berjasa menjadikan Jinheung sebagai raja.

Setelah pensiun sebagai pungwolju, beliau ditarik masuk kedalam pemerintahan sebagai seorang pejabat kepercayaan Raja Jinheung dan kemudian menjadi Gukseon (guru para Hwarang).

Tidak diketahui kapan beliau meninggal.

Aktor yang memerankan Wihwa
(Copyrights: KBS)

Sejauh ini baru drama “Hwarang:The Begining” (atau "Hwarang, The Poetry Warrior Youth) yang memunculkan tokoh Wihwa saat beliau telah menjadi seorang pejabat tinggi istana. 






2. MIJINBU

Mijinbu lahir tahun 525 pada masa pemerintahan Raja Beopheung, namun tidak diketahui kapan beliau meninggal. Mijinbu adalah salah satu Hwarang ternama dan legendaris. Beliau merupakan Pungwolju kedua. Sama seperti Wihwa, Mijinbu sudah menjabat sebagai Pungwolju sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Mijinbu adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsang. Nama Mijinbu menjadi judul bab ketiga dalam kitab Hwarang Sagi. Salah-satu istri Mijinbu adalah Lady Myodo, saudari dari Ratu Sado (ratu utama dari Raja Jinheung). Beliau adalah ayah dari nyonya Mishil yang terkenal itu.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, serta kapan dan berapa lama Mijinbu menjabat sebagai seorang Pungwolju namun beliau tercatat pensiun pada tahun 548 dan digantikan oleh Morang. Mijinbu menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung.

Nama beliau ditulis sebagai “Mijinbu-gong” artinya "Pangeran Mijinbu" yang menandakan beliau adalah seorang keturunan raja yang saat itu diakui sebagai anggota keluarga kerajaan. Ia adalah cucu (maternal) raja Beopheung dan cicit (paternal) dari Galmunwang Kim Seung-bo (putra raja Naemul). Ayah Mijinbu adalah seorang bangsawan yang bernama Kim Asi (cicit raja Naemul), sedangkan ibunya adalah seorang putri raja, yaitu Putri Samyeop (putri raja Beopheung) sehingga membuat Mijinbu dan Raja Jinheung menjadi saudara sepupu (ibu Jinheung dan ibu Mijinbu adalah kakak beradik).

Sebagai seorang keluarga raja, Mijinbu beruntung karena dibesarkan di istana bersama-sama dengan cucu-cucu raja Beopheung lainnya. Mijinbu menjadi orang terdekat dari Pangeran Bidae, putra mahkota Silla saat itu. Pangeran Bidae adalah putra raja Beopheung dengan salah seorang selirnya yang bernama Kim Ok-jin (putri Wihwa), yang artinya Pangeran Bidae adalah paman dari Raja Jinheung dan cucu Wihwa. Sayangnya, Pangeran Bidae terlahir sakit-sakitan (kemungkinan cacat) sehingga tahta lalu diwariskan kepada Raja Jinheung yang merupakan keponakan (paternal) dan cucu (maternal) dari Raja Beopheung. 

Kehidupan asmara Mijinbu sama rumitnya dengan kisah cinta para raja Silla dan bangsawan istana pada masa itu. Walaupun Mijinbu adalah cucu raja Beopheung, tapi setelah sang kakek meninggal, Mijinbu justru menikahi Lady Myodo yang merupakan salah-satu selir raja Beopheung. Namun, tampaknya pernikahan seperti itu menjadi hal yang lazim karena pernikahan ini disetujui oleh ibu mertua Mijinbu. Dari pernikahannya ini, lahirnya anak-anaknya yang terkenal, Kim Mishil dan Kim Misaeng (kelak menjadi seorang pungwolju)

Meskipun merupakan sahabat putra-mahkota sebelumnya namun Mijinbu mampu memperoleh kepercayaan dari Raja Jinheung. Ini terlihat pada saat Hwarang mulai dibentuk, ketika Wihwa diangkat sebagai pungwolju sedangkan Mijinbu adalah ditunjuk sebagai wakilnya. Setelah Wihwa pensiun sebagai pungwolju, Mijinbu ditunjuk sebagai pungwolju dengan wakilnya, Pangeran Morang.

Setelah pensiun sebagai seorang pungwolju, Mijinbu mengabdi pada Silla sebagai tentara kerajaan. Karena kecakapannya, beliau diangkat sebagai seorang jenderal. Karir militer Mijinbu sangat cemerlang. Beliau adalah satu dari tujuh jenderal Silla yang menyerbu kerajaan Goguryeo pada tahun 551. Saat itu, Mijinbu bergabung bersama achan Gyorimbo. Mereka membentuk pasukan gabungan dengan kerajaan Baekje dan berhasil merebut kembali wilayah lembah sungai Han dan sepuluh wilayah lainnya yang sebelumnya diduduki oleh kerajaan Goguryeo.

Tidak diketahui kapan tepatnya beliau meninggal tapi pastinya beliau meninggal sebelum tahun 576 ketika resimen Hwarang terbentuk sebab pada tahun 576, raja Jinheung tercatat memberikan penghormatan kepada nama Mijinbu di kuilnya, yang tidak mungkin dilakukan jika Mijinbu masih hidup.

Belum ada drama maupun film yang memunculkan tokoh Mijinbu.






3. MORANG

Morang merupakan Pungwolju ketiga. Tahun kelahiran Morang tidak diketahui tapi dipastikan beliau dilahirkan pada tahun-tahun akhir pemerintahan Raja Beopheung. Meskipun tidak diketahui kepastian tahun kelahiran beliau tapi sejarah mencatat Morang meninggal pada tahun 555.  Morang merupakan pangeran kedua yang menjadi Pungwolju. Beliau adalah putra raja yang pertama dalam sejarah Silla yang menjabat sebagai Pungwolju.

Marga Morang adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsang. Nama Morang menjadi judul bab keempat dalam kitab Hwarang Sagi. Morang adalah putra dari Raja Beopheung dengan selir yang bernama Putri Bo-gwa. Ibu Morang adalah putri dari Raja Dongseong dari Baekje, sehingga artinya Morang adalah cucu dari Raja Beopheung dan Raja Dongseong, dan keponakan dari Raja Muryeong dari Baekje.

Morang adalah adik kandung dari Putri Nammo, salah satu komandan Wonhwa (resimen khusus wanita). Karena Putri Nammo ini lebih tua dari Raja Jinheung maka besar kemungkinan Morang seusia dengan raja Jinheung atau lebih tua 2 sampai 5 tahun dari Raja Jinheung.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang. Beliau tercatat menjabat sebagai Pungwolju selama 7 tahun, yaitu sejak tahun 548 hingga tahun 555 dan digantikan oleh Yihwa sebagai pungwolju keempat. Morang menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung.

Tampaknya, Morang merupakan seorang yang serius dan tidak suka terlibat pada hal lain diluar tugasnya sebagai seorang pungwolju sebab namanya tidak pernah tercatat dalam berbagai kisruh istana semasa beliau hidup padahal beliau juga memiliki hak atas tahta. Istri Morang bernama Lady Junhwa. Morang memiliki hanya memiliki seorang anak yaitu seorang putri yang bernama Junmo.

Banyak peristiwa di Silla yang terjadi semasa Morang menjabat sebagai seorang pungwolju, diantaranya:

- Pemilihan nama era “Gaeguk” yang artinya “Pendirian Negara” oleh Raja Jinheung pada awal tahun 551, menggantikan nama era “Geon-won”.

- Penyerbuan pasukan gabungan Silla dan Baekje ke Goguryeo pada tahun 551 M.

- Penyerbuan pasukan gabungan Silla dan Goguryeo ke lembah sungai Han yang merupakan wilayah Baekje pada akhir tahun 553 M. Penyerbuan ini menandakan berakhirnya aliansi antara Silla dan Baekje yang telah terjalin selama hampir 200 tahun.

- Serbuan pasukan Baekje pada tahun 554 M dibawah pimpinan Raja Seong sebagai serangan balasan ke Silla dengan mengerahkan 30.000 pasukan.

- Beberapa perang antara Silla dan Baekje.


Morang gugur dalam perang pada masa-masa konfrontasi Silla melawan mantan sekutunya, Baekje. Tragisnya, Morang gugur dalam perang melawan Baekje saat Baekje dipimpin oleh keponakannya, Raja Wideok. Kematian Morang membuatnya menjadi Hwarang pertama yang meninggal dimedan perang saat masih menjabat sebagai Pungwolju. Malang bagi ibunda Morang, Putri Bogwa, sebab putranya ini terbunuh oleh cucu kakak-kandungnya padahal sebelumnya putri pertamanya, Nammo juga terbunuh dalam pertikaian di Resimen Wonhwa.

Belum ada drama maupun film yang memunculkan tokoh Morang tapi drama "Hwarang, The Begining" yang diproduksi KBS pada akhir tahun 2016 mengambil latar tahun yang sama dengan masa kepemimpinan Morang di Resimen Hwarang, sebab jika latar drama adalah tahun ke-11 setelah Jinheung menjadi raja (sesuai dengan narasi di episode awal) maka artinya tahun dalam drama tersebut adalah tahun 551, tahun ke-3 masa kepemimpinan Morang sebagai Pungwolju.






4. YIHWA

Yihwa merupakan Pungwolju keempat. Yihwa lahir pada tahun 537 pada masa pemerintahan Raja Beopheung. Beliau adalah putra kedua dari Pungwolju pertama, Wihwa. Ibu Yihwa bernama Lady Junshil. Sama seperti ayahnya sudah menjabat sebagai Pungwolju sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Yihwa adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsang. Nama Yihwa menjadi judul bab kelima dalam kitab Hwarang Sagi.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan beliau menjadi Hwarang pada tahun 551, ketika pungwolju dijabat oleh Morang. Yihwa sempat ditunjuk sebagai wakil pungwolju mendampingi kakaknya, dan ketika kakaknya meninggal maka Raja Jinheung pun menunjuk Yihwa sebagai pungwolju meskipun hal ini ditentang oleh para Hwarang dan Nangdo (penolakan ini dicatat dalam Hwarang Sagi tapi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya). Yihwa menjabat sebagai Pungwolju diusia 18-19 tahun, dan menjabat selama 7 tahun, yaitu sejak tahun 555 hingga tahun 562 ketika usianya menginjak 25 tahun. Yihwa menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Wakilnya yang pertama adalah Toham, namun Toham meminta pensiun dini, sehingga Yihwa menunjuk wakil baru yang merupakan adik dari Toham: Sadaham.

Yihwa memiliki beberapa kisah pribadi yang menarik. Diantara para pungwolju, mungkin kehidupan asmara Yihwa lah yang paling rumit. Entah bagaimana, Yihwa menjalin hubungan asmara dengan Ibu Suri Jisoo, ibunda Raja Jinheung. Hubungannya dengan Ratu Jisoo ini menghasilkan seorang putri yang bernama Putri Manho (mertua Jenderal Kim Sohyeon, nenek maternal Jenderal Kim Yushin). Hubungan ini tidak akan menjadi rumit andaikan Yihwa tidak ‘bertingkah’. Sementara menjalin kasih dengan ibu Suri, rupanya Yihwa jatuh cinta pada Putri Sukmyeong, yang tidak lain adalah putri-kandung Ratu Jisoo. Kisahnya semakin rumit karena Putri Sukmyeong adalah ratu dari Raja Jinheung saat itu (pernikahan saudara tiri). Akibat dari perselingkuhan ini, Raja Jinheung pun marah besar. Kemarahan raja ini mengakibatkan putra raja dengan Putri Sukmyeong, Pangeran Jongsuk, harus kehilangan haknya sebagai putra-mahkota. Raja pun menunjuk putranya dari Ratu Sado (saat itu masih seorang selir) yang bernama Pangeran Dongryun, sebagai putra-mahkota. Tentu saja Yihwa hampir dihukum-mati karena hal ini. Untung saja Ratu Sado, yang sejak awal berambisi menjadi ratu, membujuk Raja Jinheung untuk membebaskan Yihwa dan mengijinkannya menikah dengan Putri Sukmyeong. Jinheung pun mengijinkan putri Sukmyeong menikah dengan Yihwa, tapi hak waris Pangeran Jongsuk atas tahta tidak dapat dipulihkan dan Putri Sukmyeong diturunkan dari tahta ratu. Putri Sukmyeong-pun meninggalkan istana dan menikah dengan Yihwa. Pernikahan mereka menghasilkan dua orang putra (Won-gwang dan Bori), serta dua orang putri (Hwamyeong dan Okmyeong).

Hubungan asmara Yihwa dengan Ratu Jisoo terjalin semasa dia menjadi seorang Hwarang atau disaat Yihwa menjabat sebagai seorang pungwolju, namun perselingkuhannya dengan Putri Sukmyeong baru diketahui raja setelah Yihwa pensiun sebagai pungwolju.

Banyak peristiwa di Silla yang terjadi semasa beliau menjabat sebagai seorang pungwolju, diantaranya:

Serangkain perang antara Silla dengan Baekje.

- Penyerbuan ke Kerajaan Daegaya (Konfederasi Gaya) pada tahun 561 M dan rakyatnya diasimilasi kedalam kerajaan Silla.


Yihwa tidak ikut dalam penaklukkan kerajaan Daegaya. Dalam perang fenomenal para Hwarang ini, Yihwa meletakkan jabatan pungwolju dan menunjuk Sadaham sebagai penggantinya. Akibat skandal perselingkuhannya, peluang Yihwa untuk terlibat dalam pemerintahan menjadi tertutup sehingga beliau memutuskan untuk mengasingkan diri. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Yihwa pergi dan tinggal didaerah Yeongcheung dan hidup bahagia bersama dengan istrinya. Yihwa hidup lebih lama daripada Raja Jinheung. Beliau wafat dimasa pemerintahan Raja Jinpyeong pada tahun 603 M, diusia 66 tahun. Yihwa masih sempat melihat putra keduanya, Bori menjadi seorang Hwarang (pungwolju ke-12). Putra pertamanya, Won-gwang, kelak diangkat sebagai biksu utama kerajaan dan menjadi salah-satu biksu yang paling terkenal dalam sejarah Korea sebab beliau adalah penyusun “Sumpah Hwarang”. Adapun kedua putrinya, Hwamyeong dan Okmyeong, kelak akan menjadi selir-selir dari Raja Jinpyeong.

Belum ada drama maupun film yang memunculkan tokoh Yihwa walaupun drama “Hwarang, The Begining” sempat memunculkan tokoh istrinya, Putri Sukmyeong. Selain itu, tokohnya dan kisah cintanya dengan Ibu Suri Jisoo mungkin yang menginspirasi kisah tokoh Sooho (diperankan oleh Choi Minho) dalam drama “Hwarang, The Begining”.






5. SADAHAM

Sadaham lahir pada tahun 546, sehingga membuatnya menjadi pungwolju pertama yang lahir pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Sadaham adalah satu dari dua Hwarang dan Pungwolju yang paling terkenal dalam sejarah Silla. Hwarang lainnya yang menyamai prestasinya adalah Kim Yushin. Sadaham merupakan Pungwolju kelima, dan sudah menjabat sebagai Pungwolju sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Sadaham adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsang. Nama Sadaham menjadi judul bab keenam dalam kitab Hwarang Sagi.

Tidak diketahui dengan pasti kapan Sadaham menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Sadaham menjadi Hwarang pada tahun 560, ketika resimen hwarang dipimpin oleh pungwolju Yihwa. Sadaham sempat ditunjuk sebagai wakil pungwolju menggantikan kakaknya, Toham. Dan ketika pendahulunya, Yihwa pensiun, Sadaham langsung ditunjuk sebagai pungwolju padahal saat itu dia baru berusia 15 tahun. Sadaham menjabat sebagai Pungwolju selama 2 tahun, yaitu sejak tahun 562 hingga kematiannya ditahun 564 ketika usianya baru 17 tahun. Sadaham menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Wakilnya adalah Noribu.

Sadaham dan kakaknya, Toham, sebenarnya adalah keturunan raja namun mereka tidak diakui sebagai anggota keluarga kerajaan meskipun tetap diakui sebagai bangsawan. Ayah Sadaham bernama Guriji dan ibunya bernama Lady Geumjin Nangju. Guriji adalah anak dari Putri Byeok-hwa (putri dari Raja Beopheung) sebagai hasil dari hubungan gelapnya dengan seorang anggota keluarga kerajaan yang bernama Pangeran Biryang. Putri Byeok-hwa menamainya “Guriji” karena itu adalah nama kamar kecil (mungkin wc istana) tempat Guriji dilahirkan. Guriji lalu hidup diistana sebagai seorang pelayan (mungkin pelayan kuil) dan jatuh cinta pada Lady Geumjin Nangju yang merupakan putri dari Wiwha (pungwolju pertama) dengan Lady Seonhye (adik dari putri Okjin, selir Raja Beopheung). Lady Geumjin Nangju sebenarnya adalah salah-satu selir Raja Beopheung namun tidak memiliki anak dengan raja (setelah Raja Beopheung meninggal, Lady Geumjin Nangju diangkat menjadi salah-satu selir dari Raja Jinheung). Hubungan ibunya dengan ayahnya ini membuat ibu Sadaham sempat diusir dari istana, tapi ibunya dipanggil kembali ke istana oleh Ibu Suri Jisoo untuk menjadi perawat bagi seorang putrinya, dan Guriji juga dikatakan tinggal diistana sekembalinya dari medan perang dan menjadi seorang tabib akupuntur. Mungkin juga Sadaham dan saudara-saudara nya hidup didalam istana.

Hwarang Sagi menggambarkan Sadaham sebagai seorang bangsawan tampan yang berkharisma tinggi dan mempesona. Dikatakan kharismanya setara dengan kharisma Raja Jinheung dan bahkan lebih. Kharisma inilah yang membuatnya dengan mudah diterima sebagai pungwolju oleh para Hwarang lainnya meskipun Sadaham adalah “... seorang pemuda yang tidak memiliki teman yang berusia sebaya dengannya...” (Hwarang Sagi).

Banyak yang menyimpulkan bahwa Sadaham adalah seorang yang pendiam dan tidak banyak bergaul, sehingga banyak orang yang semakin mempertanyakan dan mengagumi kharismanya sebab dengan sifat yang seperti itu Sadaham masih mampu mengumpulkan 1000 nangdo yang secara sukarela bergabung dengan pasukannya, padahal para Hwarang lain rata-rata hanya memiliki 100 orang nangdo.

Ada dua hal yang mengingatkan orang jika berbicara tentang sosok hwarang Sadaham. Pertama adalah penaklukkan Kerajaan Daegaya dan yang kedua adalah Mishil. 

Penaklukan Kerajaan Daegaya merupakan perang paling fenomenal dalam sejarah Hwarang dan hanya bisa disaingi oleh penaklukan Semenanjung Korea diera Raja Muyeol, sebab perang ini adalah kali pertama para Hwarang berperan besar di seluruh pertempuran. Pada masa itu di Semenanjung Korea, Kerajaan Daegaya merupakan kerajaan perang terkuat kedua setelah Kerajaan Goguryeo. Sulitnya menaklukkan Kerajaan Daegaya adalah karena Silla harus berperang sendirian, sebab lokasi Kerajaan Gaya terlalu jauh dari Tiongkok jika Silla ingin meminta bantuan, dan juga balatentara dari Tiongkok harus melewati wilayah Goguryeo atau wilayah Baekje jika ingin bergabung dengan Silla menggempur Daegaya, yang mana kedua hal itu mustahil dilakukan karena kedua kerajaan itu adalah musuh-musuh Silla. Untuk memenangkan perang ini maka Silla harus memaksimalkan semua sumber daya yang menunjang perang termasuk mengerahkan resimen Hwarang. Pada saat perang dengan Daegaya diumumkan raja, pungwolju terdahulu (Yihwa) meminta pensiun, padahal Sadaham telah mengajukan diri secara sukarela untuk terjun di medan perang. Saat itu, keterlibatan para Hwarang dalam perang masih belum menjadi suatu kewajiban sehingga keikut-sertaan adalah sukarela. Melihat semangat Sadaham ini, raja pun menunjuk Sadaham, yang saat itu adalah wakil pungwolju, untuk menggantikan Yihwa sebagai Pungwolju. Sadaham dianggap mampu menjadi pungwolju walaupun dia baru berusia 17 tahun karena dia adalah hwarang yang berpengalaman di medan-perang sebab beliau adalah salah-satu komandan Hwarang dalam rangkain perang melawan Kerajaan Baekje. Setelah ditunjuk sebagai pungwolju, Sadaham lalu bergerak cepat dan berhasil mengumpulkan prajurit dalam jumlah besar. Pasukannya merupakan pasukan Hwarang terbesar di Silla pada saat itu. Sebagai seorang Hwarang yang berpengalaman di medan tempur, Sadaham sangat paham dengan berbagai strategi perang. Saat itu Sadaham menerapkan strategi yang mengejutkan yaitu dengan membunyikan suara-suara yang mirip dengan suara derik pintu. Pasukan musuh yang mendengar suara itu mengira gerbang benteng telah terbuka dan berlari ke pintu gerbang sehingga melonggarkan penjagaan ditembok-tembok benteng. Pasukan Sadaham lalu dengan mudah memanjat tembok benteng tanpa perlawanan yang berarti. Benteng terdepan Daegaya itupun berhasil direbut dan pasukannya dapat menerobos masuk ke wilayah musuh dan memberi jalan bagi pasukan Silla lainnya. Pasukan Sadaham merupakan kunci kemenangan pasukan Silla dalam perang ini karena pasukannya berhasil menaklukkan benteng-benteng Kerajaan Daegaya dan menjadi pasukan penerobos yang membuka jalan bagi pasukan utama. Daegaya pun berhasil diruntuhkan Silla pada tahun 564. Sayangnya, pada pertempuran terakhir Sadaham terluka parah. Sadaham pun meninggal karena luka-lukanya, namun dia masih sempat mendengar berita kemenangan pasukan Silla atas Daegaya.

Kehidupan asmara Sadaham sebenarnya tidak serumit para pungwolju pendahulunya, namun kisah cintanya merupakan kisah cinta yang paling terkenal dalam sejarah Silla. Sadaham tidak pernah menikah hingga kematiannya, namun dia sempat menjalin kasih dengan seorang wanita yang masih merupakan sepupu jauhnya. Dikatakan, Wanita itu adalah wanita tercantik di Silla pada masanya, dan wanita itupun jatuh cinta pada Sadaham. Wanita itu bernama Mishil. Saat itu Mishil masih sangat muda sehingga diperkirakan usianya sebaya dengan Sadaham. Karena merupakan seorang bangsawan tinggi, para bangsawan termasuk para pangeran berebut untuk memiliki Mishil, tapi Mishil menolak semuanya dan hanya mau menikah dengan Sadaham. Mishil dan Sadaham berjanji akan menikah sepulangnya Sadaham dari perang melawan Baekje. Pasukan Silla sering memenangkan peperangan melawan Baekje termasuk juga pertempuran yang melibatkan Sadaham. Pada saat Sadaham kembali ke Silla sambil membawa berita kemenangan, dia harus menerima kenyataan pahit bahwa Mishil telah menikah dengan orang lain. Sebenarnya, Mishil adalah wanita yang setia, tapi Sejong (juga ditulis dengan nama lain Noribu) yang merupakan putra dari Ratu Jisoo dan saudara-tiri Raja Jinheung jatuh cinta pada Mishil. Noribu lalu membujuk ibunya untuk menikahkannya dengan Mishil. Ratu Jisoo pun berusaha untuk memenuhi keinginan putranya. Karena Ratu Jisoo merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Mishil maka dia pun berhasil menikahkan putranya dengan Mishil. Ironisnya, Sejong adalah wakilnya Sadaham (wakil pungwolju). Sadaham tentu sangat patah hati saat mengetahui hal ini. Diam-diam Mishil menemuinya dan memintanya tetap menikahinya. Mishil berjanji pasti akan menikah dengan Sadaham. Namun, Sadaham telah terlanjur secara sukarela mengajukan diri pada raja untuk terjun dalam perang melawan Kerajaan Daegaya. Mishil pun berjanji akan menunggu Sadaham dan meminta pada raja untuk mengijinkannya menikah dengan Sadaham sebab Sadaham telah berjasa bagi kerajaan, karena walaupun bisa membujuk ibunya tapi Sejong tentu tidak bisa melawan perintah raja. Sadaham pun berangkat ke medan perang meninggalkan Mishil yang penuh penantian menunggunya. Perang dengan Kerajaan Daegaya ini memakan waktu dua tahun. Daegaya pun berhasil diruntuhkan Silla. Mishil selalu mendapatkan kabar tentang kepahlawanan Sadaham dalam setiap pertempuran yang dimenangkannya sehingga dia sangat senang saat mendengar berita kepulangan pasukan Silla dan pasukan Hwarang dengan harapan dapat segera bertemu dengan Sadaham. Raja Jinheung sangat sayang pada Sadaham dan nama Sadaham menjadi sangat terkenal diseluruh penjuru Silla sehingga Mishil yakin dia bisa mendapat restu raja untuk menikah dengan Sadaham. Sayangnya, Mishil belum mengetahui bahwa pada pertempuran terakhir Sadaham terluka parah. Pada akhirnya, Sadaham pun meninggal karena luka-lukanya. Kematian Sadaham ini sangat sulit diterima oleh Mishil dan bahkan mengubah pendirian dan jalan hidupnya. Kematian Sadaham ini membuat Mishil menjadi wanita dingin yang tidak mempercayai pria manapun dan memanfaatkan para pria dalam hidupnya sebagai pion-pion kekuasaannya saja. Dia tetap menjadi istri dari Sejong tapi juga menjalin hubungan dengan banyak pria, termasuk dengan beberapa pungwolju. Mishil bahkan menjadi selir dari Raja Jinheung, putranya (Raja Jinji), dan cucunya (Raja Jinpyeong). Sikap ini bukan demi membalas kematian Sadaham, tapi karena Mishil berpendapat bahwa dia adalah korban dari cinta buta pria yang justru menghancurkan hidupnya sehingga dia harus balas-dendam pada pria-pria yang mencoba memanfaatkannya. Ironisnya, adik-tiri Sadaham adalah salah-satu dari pria-pria Mishil itu.

Meskipun Sadaham tidak pernah menikah seumur hidupnya, namun ada tercatat bahwa dia memiliki putra (Hwarang Sagi). Besar kemungkinan ini adalah putranya dengan Mishil, yang sangat mungkin diasuh oleh saudaranya diluar istana. Putranya ini bernama Kim Won-hoon yang kemudian menjabat sebagai Sangdaedung (perdana menteri) Silla pada tahun-tahun awal pemerintahan Raja Jinpyeong, sejak Agustus 579 hingga Desember 588. Salah satu keturunan dari Kim Won-hoon ini bernama Kim Hyobang, yang adalah ayah dari raja ke-37 Silla, Raja Seondeok. Pendapat bahwa sangdaedung Kim Won-hoon adalah anak dari Sadaham menjadi sangat mungkin mengingat orang yang menggulingkan Raja Jinji dan mengangkat Raja Jinpyeong sebagai raja adalah Mishil.

Jika seluruh kisah dalam kitab Hwarang Sagi benar adanya, maka kematian Sadaham yang mengubah jalan hidup seorang Mishil merupakan momen yang sangat berpengaruh dalam sejarah Silla sejak era Raja Jinheung hingga era Raja Jinpyeong, sebab pada periode itulah seorang Mishil memiliki kekuasaan yang begitu besar dan bahkan mampu menggulingkan seorang raja, yang semuanya diawali oleh kematian Sadaham.

Aktor yang memerankan Sadaham
(Copyrights: MBC)


Tokoh Sadaham muncul dalam drama “The Great Queen Seondeok” sebagai cinta pertama Penjaga Stempel Kerajaan, Mishil.






6. SEJONG

Sejong adalah Pungwolju keenam. Nama lainnya adalah Noribu (masih dalam perdebatan). Tahun kelahiran Sejong tidak diketahui namun sejarah mencatat Sejong meninggal pada tahun 572. Sejong sudah menjabat sebagai Pungwolju sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Sejong adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsan. Nama Sejong menjadi judul bab keenam dalam kitab Hwarang Sagi. Nama lainnya adalah Noribu. Nama beliau ditulis sebagai “Sejong-gong” yang menandakan beliau adalah seorang keturunan raja yang saat itu diakui sebagai anggota keluarga kerajaan. Sejong adalah salah-satu putra dari Ratu Jisoo dan adik dari Raja Jinheung, sedangkan ayah Sejong adalah jenderal paling terkenal era Beopheung, Kim Isabu. Sejong adalah suami sah Mishil.

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, namun Sejong tercatat menjadi pungwolju setelah kematian Sadaham pada tahun 564 dan pensiun pada tahun 568, digantikan oleh Seolwon. Sejong menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung.

Sebagai seorang keluarga raja, Sejong beruntung karena dibesarkan di istana bersama-sama dengan cucu-cucu raja Beopheung lainnya.

Kehidupan asmara Sejong sebenarnya tidak rumit. Dia menikahi gadis pujaan yang dicintainya namun ironisnya dia tidak menjalani biduk perkawinan yang diinginkannya. Beliau menikah dengan Mishil, yang dikatakan sebagai gadis tercantik di Silla saat itu. Sejong berhasil menikahi Mishil berkat peran ibundanya yang masih berkerabat dengan ayah dan ibu Mishil. Sayangnya, Mishil telah jatuh cinta pada pemuda lain, yaitu pada Sadaham, komandannya sendiri. Mishil terus menantikan kepulangan Sadaham dari medan perang, meskipun dia telah resmi menjadi istri Sejong. Kenyataan tentang kematian Sadaham di medan perang bukan mendekatkan hubungannya dengan Mishil tapi justru menjadi malapetaka bagi kehidupan pernikahannya. Kematian Sadaham rupanya mengubah jalan hidup seorang Mishil dan juga pendiriannya. Mishil menjadi wanita dingin yang memanfaatkan para pria dalam hidupnya sebagai pion-pion kekuasaannya, termasuk Sejong. Mishil tetap menjadi istri Sejong tapi juga menjalin hubungan dengan banyak pria, bahkan dengan kakak Sejong, Raja Jinheung, keponakannya (Raja Jinji), dan cucu-keponakannya (Raja Jinpyeong). Meski begitu, pernikahannya dengan Mishil melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Hajong (pungwolju ke-11).

Setelah pensiun sebagai seorang pungwolju, Sejong mengabdi pada Silla sebagai pejabat kerajaan. Jika dibandingkan dengan para Hwarang pendahulunya yang unggul di bidang militer, Sejng justru lebih unggul dibidang pemerintahan sipil. Mungkin ini dikarenakan kenyamanan statusnya sebagai seorang pangeran kerajaan. Sejong sempat menjabat sebagai seorang Sangdaedung (perdana-menteri) yang merupakan jabatan tertinggi dalam pemerintahan Silla. Meskipun demikian, dalam sejarah Sejong hanya dikenang sebagai salah-satu suami nyonya Mishil.

Aktor yang memerankan Sejong
(Copyrights: MBC)

Tokoh Sejong muncul dalam drama “The Great Queen Seondeok” sebagai suami Penjaga Stempel Kerajaan, Mishil.






7. SEOLWON

Seolwon lahir tahun 549 pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Beliau adalah pungwolju ketujuh dan riwayat para komandan Hwarang. Seolwon sudah menjabat sebagai Pungwolju sebelum resimen Hwarang resmi dibentuk. Marga Seolwon adalah “Kim” yang berasal dari klan Kim Gyeongsan. Nama Seolwon menjadi judul bab kedelapan dalam kitab Hwarang Sagi. Seolwon adalah pungwolju pertama yang menjabat saat Hwarang pertama diresmikan sebagai suatu resimen elit pada tahun 576 oleh Raja Jinheung. 

Seolwon adalah seorang keturunan raja meskipun tidak diakui sebagai anggota keluarga kerajaan. Ayah Seolwon adalah seorang bangsawan yang bernama Kim Seolseong, sedangkan ibunya adalah Geumjin Nangju, sehingga membuat Seolwon menjadi adik tiri seibu dengan Sadaham (pungwolju kelima). Seolwon juga adalah ayah dari Bojong (pungwolju ke-16).

Tidak diketahui dengan pasti kapan beliau menjadi seorang Hwarang, tapi jika usia penerimaan Hwarang adalah 14 tahun maka kemungkinan Seolwon menjadi Hwarang pada tahun 563, di tahun-tahun terakhir kakak-tirinya, Sadaham menjabat sebagai pungwolju. Seolwon lalu menjabat sebagai seorang Pungwolju pada tahun 572 diusia 23 tahun. Saat itu dia menggantikan Sejong. Penunjukkan Seolwon membuktikan keterampilannya sebagai pemimpin karena saat itu dia bukanlah Hwarang tertua. Usia Seolwon jauh lebih muda dari Munno. Saat Seolwon yang berusia 23 tahun dilantik sebagai pungwolju, Munno telah berusia 34 tahun. Selain itu, Seolwon juga lebih dipilih sebagai pungwolju ketimbang Misaeng yang adalah adik kandung Mishil dan merupakan seorang bangsawan dari kasta yang lebih tinggi. Usia Misaeng hanya lebih muda satu tahun dibawah Seolwon. Penunjukkan Seolwon dan lama waktunya sebagai seorang pungwolju menunjukkan bahwa saat itu dia adalah pilihan yang paling pas dan paling logis bagi Raja Jinheung dan Mishil sebagai pemimpin pasukan elit yang sekaligus mendukung pemerintahan Silla. Seolwon pensiun sebagai pungwolju diusia 30 tahun pada tahun 579 setelah menjabat selama 7 tahun, dan digantikan oleh Munno. Seolwon menjadi seorang Hwarang dan menjabat sebagai pungwolju pada masa pemerintahan Raja Jinheung. 

Seolwon adalah seorang pria yang mencurahkan hidupnya dimedan perang demi memperjuangkan Silla. Mungkin dia ingin mendapatkan pengakuan yang setara atau bahkan lebih dari kakak-tirinya, Sadaham yang termasyur itu. Kehidupan pribadi Seolwon juga tidak terlalu muluk, karena dia bukanlah tipe seorang bangsawan atau seorang jenderal yang suka kemewahan. Tapi, kehidupan asmara Seolwon berbanding terbalik dari kisah kepahlawanannya di medan perang. Kisah cinta Seolwon sebenarnya tidak rumit. Dia menjalin cinta dengan gadis pujaan yang dicintainya namun ironisnya dia hanya menjadi satu dari sekian banyak pria dalam kehidupan wanita itu dan hanya dimanfaatkan sebagai pion-pion kekuasaan seorang Mishil. Meski begitu, pernikahannya dengan Mishil menghasilkan seorang anak laki-laki bernama Bojong (pungwolju ke-16) yang lahir saat Seolwon berusia 31 tahun dan ketika Mishil mungkin telah berusia 33 atau 35 tahun. Selain itu, pasangan ini juga memiliki seorang putri yang kelak menikah dengan Raja Muyeol.

Mengacu pada peresmian resimen Hwarang pada tahun 576, maka ini menjadikan Seolwon sebagai pungwolju pertama yang memimpin resimen Hwarang secara resmi, sehingga membuat kedudukannya hampir sama dengan para jenderal Silla saat itu. Kitab-kitab sejarah tentang Silla mencatat Seolwon sebagai salah satu Hwarang ternama dan legendaris. Seolwon digambarkan sebagai seorang hwarang dan jenderal yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang tinggi. Meskipun beliau menjadi seorang jenderal di masa yang relatif damai namun beliau tetap digambarkan sebagai komandan militer tangguh karena memenangkan banyak pertempuran penting yang menjadi momok bagi Silla diperiode damai tersebut. Banyak sekali peristiwa penting yang terjadi selama masa jabatannya sebagai seorang pungwolju. Sebagai seorang Hwarang dan pungwolju, Seolwon terlibat dalam banyak pertempuran termasuk rangkaian pertempuran dengan Baekje, Daegaya, dan juga dengan Goguryeo, baik itu pada masa pemerintahan Raja Jinheung maupun di era Raja Jinji dan juga menjadi ujung tombak resimen hwarang disaat-saat genting akibat berbagai konflik internal istana. Seolwon adalah pungwolju yang menjabat pada saat Raja Jinheung meninggal dunia yang menggagalkan rencana Ratu Sado (ratu mendiang Raja Jinheung) yang berupaya mengangkat adiknya, Sejong (suami Mishil) sebagai raja menggantikan Raja Jinheung karena bagi para Hwarang, keturunan raja terdahulu harus diutamakan sebagai pewaris tahta, sehingga akhirnya Raja Jinji (putra kedua Raja Jinheung) diangkat sebagai raja. Namun, Seolwon juga-lah pungwolju yang memimpin para Hwarang untuk mendukung Mishil yang mengkudeta Raja Jinji demi menjalankan wasiat Raja Jinheung yang mewariskan tahta kepada cucunya (Raja Jinpyeong). kepiawainnya menghadapi berbagai konflik istana dan pemerintahan yang menyeret resimen hwarang membuatnya dipercayai memimpin resimen itu dalam kurun waktu yang cukup lama. Pada saat itu, andaikan bukan Seolwon yang menjabat sebagai pungwolju maka kemungkinan resimen hwarang bisa bubar. Eksistensi resimen Hwarang yang terus tersambung dari era Raja Jinheung ke era Raja Jinpyeong adalah berkat peran besar dari Seolwon sebagai pungwolju yang menjabat diera transisi kekuasaan yang sarat konflik itu.

Kesuksesan kudeta terhadap Raja Jinji dan pengangkatan Raja Jinpyeong merupakan tahun terakhir Seolwon menjabat sebagai pungwolju dan seorang Hwarang. Seolwon pensiun sebagai pungwolju pada tahun 579 diusia 30 tahun. Seolwon dipensiunkan bukan karena dia tidak mampu memimpin resimen hwarang lagi atau karena usianya, namun karena beliau sangat dibutuhkan untuk memimpin pasukan kerajaan Silla dan mengambil-alih pasukan-pasukan yang dipimpin oleh para komandan yang pro pada Raja Jinji. Tugas pertama Seolwon setelah pensiun sebagai pungwolju dan mengabdi sebagai salah-satu komandan kerajaan adalah membersihkan kubu oposan Mishil dan Raja Jinpyeong. Karena kecakapannya, beliau diangkat sebagai jenderal tertinggi yang membawahi pasukan utama Silla. Saat itu, posisi Seolwon sebagai pemimpin militer hanya tidak lebih tinggi dari Sejong yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan/Menteri Perang. Meski sibuk mengawal pertahanan Silla namun Seolwon tetap memperhatikan resimen Hwarang. Bersama dengan Munno, Seolwon terus mengawal perkembangan resimen hwarang dan memastikan resimen ini mampu melewati masa-masa transisi kekuasaan yang sarat konflik itu. Sangat mungkin jika Seolwon sempat menjabat sebagai Gukseon (guru para Hwarang) jika melihat kemampuan memimpinnya. Seiring dengan kesuksesannya sebagai seorang hwarang, karir militer Seolwon juga sangat cemerlang. Beliau adalah salah-satu jenderal senior Silla yang memimpin pasukan Silla saat menghadapi rangkaian serbuan Baekje dan Goguryeo pada kurun tahun 602 hingga kematiannya ditahun 606. Bersama dengan Munno yang menjadi Gukseon, Seolwon menghadapi serbuan pasukan gabungan Baekje dan Goguryeo. Perang ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Silla namun kedua Hwarang ini gugur dalam perang tersebut sebelum mereka mendengar berita kemenangan. Seolwon berhasil mengukirkan namanya sebagai salah-satu komandan perang yang disegani. Mungkin, nama besarnya sebagai seorang Hwarang dan komandan militer hanya tidak bisa mengungguli Kim Yushin dan Sadaham.

Seolwon meninggal pada tahun 606 di usia 57 tahun disaat Silla sedang berperang melawan Baekje. Beliau meninggal ditahun yang sama dengan Munno. Dia tidak sempat melihat putra tunggal kebanggaannya menjadi seorang pungwolju tapi dia masih sempat melihat putranya itu mengabdi sebagai seorang hwarang. Meskipun ia menjadi salah-satu pria Mishil, namun nama Seolwon mendapat tempat yang lebih terhormat dalam sejarah dibandingkan suami sah Mishil. Seolwon digambarkan sebagai seorang Hwarang yang sangat setia karena berusaha mengembalikan titah Raja Jinheung dan juga berjuang di medan perang demi Silla hingga hari tuanya bahkan hingga kematiannya, dan tetap setia pada Mishil dan berjuang bersama dengan Mishil, sehingga Seolwon dihormati sebagai seorang Hwarang yang setia pada negara, raja, dan wanita-nya.

Aktor yang memerankan Seolwon
(Copyrights: MBC)

Tokoh Seolwon muncul dalam drama “The Great Queen Seondeok” sebagai salah-satu suami Penjaga Stempel Kerajaan, Mishil, dan juga sebagai Komandan Utama Pasukan Kerajaan Silla.







------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (drama "The Great Queen Seondeok", 2009), KBS (drama "The King's Dream", 2011), Chocolate.blogspot.idwikipedia.org/Silla

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------