Alkisah pada jaman dahulu, disuatu pulau besar yang dahulu dikenal dengan nama Suwarna Dwipa berdirilah sebuah kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Batubara. Raja sekaligus pendiri kerajaan dahulunya adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan besar penerus Kemaharajaan Sriwijaya, yaitu Kerajaan Pagaruyung, yang bernama Pangeran Belambangan.
Pangeran Belambangan mendirikan Kerajaan Batubara setelah sebelumnya beliau tinggal di wilayah Kerajaan Simalungun, negeri yang berhasil dicapainya setelah melalui hutan belantara akibat kehilangan arah ketika hendak berburu rusa. Oleh kebaikan hati Raja Simalungun, Pangeran Belambangan tinggal diistana raja layaknya anak sendiri. Setelah tinggal di istana Raja Simalungun, jatuh-hatilah Pangeran Belambangan pada sang putri raja. Rupanya, sang putri-pun telah jatuh cinta pada Pangeran Belambangan sejak pandangan pertama. Sang pangeran lalu melamar pujaan hatinya yang lalu disambut dengan restu dari Raja Simalungun. Akhirnya, kedua insan ini menikah dan menjadi pasangan yang serasi dan sepenanggungan.
Tidak lama kemudian, pihak istana Simalungun mengumumkan kepada rakyatnya bahwa sang putri telah hamil. Seluruh kerajaan-pun bersukacita mendengar berita itu. Sang putri mengutarakan kepada suaminya perihal keinginannya untuk melihat laut. Atas restu Raja Simalungun, Pangeran Belambangan dan istrinya bersama serombongan besar pengiring, mereka pun berangkat menuju pantai yang agak jauh letaknya. Setelah menempuh perjalanan berhari-hari lamanya, tibalah mereka didaerah pesisir pantai yang memiliki pemandangan yang indah. Sang putri dan sang pangeran lalu berkeliling daerah itu untuk melihat-lihat, maka jatuh hatilah mereka pada tempat itu. Mereka lalu bermaksud untuk membuat pemukiman ditempat itu sebagai tempat tinggal tetapnya dan juga ingin membangun daerah itu menjadi sebuah negeri yang beradab. Raja Simalungun merestui keinginan mereka dan negeri baru pun didirikan di pantai nan indah itu yang kemudian diberi-nama “Negeri Batubara”, dan Pangeran Belambangan diangkat menjadi raja pertama sehingga beliau dikenal dengan nama “Datuk Batubara”.
Tidak begitu lama setelah negeri baru itu dinamakan Negeri Batubara, tibalah waktunya bagi Permaisuri Negeri Batubara untuk bersalin. Berkat rahmat Tuhan, Sang permaisuri-pun berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik dengan selamat.
Kini, lengkaplah sudah kebahagiaan dari Datuk Batubara. Beliau menjadi raja dinegeri yang kaya dan juga makmur. Beliau juga memperistri seorang permaisuri yang cantik, dan juga telah memiliki keturunan yaitu seorang putri yang cantik jelita yang menjadi bayi pertama yang lahir di kerajaannya.
Putrinya tumbuh besar dan dididik dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan ilmu agama agar dia dapat tumbuh menjadi putri yang cantik, anggun, cerdas, bertaqwa.
Sang putri yang telah menjadi seorang gadis yang cantik ini selalu tertarik jika diceritakan mengenai kisah tentang petualang ayahnya dan kisah permulaan negerinya, dan dia meminta untuk diceritakan berulang-ulang sehingga dia hafal betul mengenai kisah ayahnya dan negerinya. Namun, semakin hari dia semakin bertanya-tanya, dimanakah kakek dan neneknya yang menjadi ayah dan ibu dari ayahnya?
Datuk Batubara tidak langsung menjawab pertanyaan putrinya. Beliau hanya terdiam dan bersedih. Beliau benar-benar rindu pada kedua orang-tuanya. Pertanyaan putrinya itu mengingatkan beliau bahwa sudah lama benar dia terpisah dari kedua orang-tuanya.
Tiba-tiba, salah-seorang hulubalangnya datang menghadap dan mendesak raja untuk segera keluar karena ada perihal yang begitu penting. Datuk Batubara begitu khawatir mengenai perihal yang dimaksudkan oleh hulubalangnya.
Ada apakah gerangan?
Datuk Batubara segera berjalan menuju halaman istananya dan alangkah terkejutnya beliau ketika melihat serombongan orang yang sebagian besar wajah mereka dikenali oleh beliau, yaitu orang-orang dari Negeri Pagaruyung. Rupanya mereka diutus oleh ayahanda Datuk Batubara, Baginda Raja Pagaruyung. Raja Batu Bara begitu gembira dan langsung menghampiri tetua-tetua rombongan itu dan memeluk mereka.
Sang raja mengajak rombongan yang dikirimkan oleh ayahandanya kedalam istananya, lalu memperkenalkan permaisurinya dan juga putrinya. Datuk Batubara segera menanyakan kabar dari kedua orang-tuanya. Pemimpin rombongan dari Pagaruyung itu memberi-tahukan bahwa kedua orang-tuanya sehat, demikian juga dengan saudara-saudaranya, bahwa kedua orang-tuanya begitu merindukan dan mengkhawatirkan dirinya sehingga Baginda Raja Pagaruyung mengirim rombongan itu khusus untuk mencari dan membawa pulang Datuk Batubara yang telah dianggap hilang ketika pergi berburu. Datuk Batubara lalu menyampaikan bahwa dirinya baik-baik saja. Beliau juga memberikan alasan mengapa dia memutuskan tidak kembali, yaitu karena beliau sedang membangun negeri barunya.
Setelah rombongan dari Pagaruyung itu tinggal untuk beberapa waktu lamanya di istana Negeri Batubara, menghadaplah pemimpin rombongan kepada Datuk Batubara untuk pamit untuk kembali ke Pagaruyung dan memohon restu dari Datuk Batubara. Datuk Batubara memberi restunya pada rombongan itu tapi beliau meminta agar beberapa dari mereka bisa tinggal untuk ikut membangun Negeri Batubara. Sang pemimpin rombongan lalu menyanggupi dengan meninggalkan beberapa orang termasuk ada empat orang pemuda yang masih merupakan keponakan Datuk Batubara untuk tinggal di Negeri Batubara. Sang Datuk Batubara senang mendengarnya. Setelah semua persiapan telah siap berangkatlah rombongan itu untuk kembali ke Negeri Pagaruyung.
Keempat pemuda dari Pagaruyung yang tinggal di Negeri Batubara mulai melakukan tugas-tugas mereka sebagai abdi raja. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan raja dan juga kerabat dekat Datuk Batubara, maka mereka seringkali mengunjungi istana. Hampir pada tiap kunjungan mereka ke istana, mereka bertemu dengan putri raja dan berbagi cerita dengan putri raja itu. Mereka berempat sangat kagum akan kecantikan dan juga kecerdasan sang putri.
Diam-diam, keempat pemuda ini menaruh hati pada putri raja, tetapi mereka saling tidak memberitahukan perasaan mereka satu sama lain.
Setelah sekian lama menyukai putri raja, maka menghadaplah keempat pemuda ini secara terpisah kepada ayahanda sang putri, yaitu Datuk Batubara. Mereka mengutarakan perasaan mereka secara terpisah. Datuk Batubara sangat terkejut mendengar pengakuan mereka berempat. Sebenarnya, beliau sangat menyukai keempat pemuda ini karena selain elok parasnya mereka juga memiliki pengetahuan yang baik tentang ilmu dunia dan ilmu agama. Sang raja memang berharap sekiranya salah seorang dari mereka kelak dapat menjadi menantunya yang juga sebagai penerus takhtanya, namun dia tidak pernah menyangka bahwa keempat pemuda itu menyukai putrinya.
Setelah menimbang-nimbang dan bermusyawarah dengan permaisurinya dan para penasehatnya, akhirnya sang raja memanggil keempat pemuda itu secara terpisah. Raja pun memberitahukan pada masing-masing pemuda itu bahwa beliau akan memberi jawaban asalkan mereka menunggu selama empat puluh hari.
Datuk Batubara-pun mulai mencari-cari jalan keluar mengenai permasalahan ini. Beliau tidak ingin jika masalah putrinya ini akan menciptakan pertengkaran diantara keempat pemuda itu yang mungkin akan menimbulkan perang diantara saudara. Raja juga tidak mau merusak tali silaturahmi dengan orang-tua para pemuda yang juga masih merupakan kerabat dekatnya sehingga kelak akan menyusahkan ayahandanya di Pagaruyung. Setelah tidak ada lagi jalan keluar yang bisa ditemukan olehnya, maka rajapun memasrahkan masalah itu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Masa empat puluh hari yang dijanjikan oleh raja semakin dekat. Raja, permaisuri, dan para penasehatnya semakin gugup menyongsong hari yang telah ditentukan. Pada saat itu, datanglah salah seorang pegawai istana yang melapor pada sang raja bahwa entah bagaimana petir menyambar kandang-kandang ternak peliharaan raja, termasuk kandang kuda istana dan membuat pintu-pintu kandang terbuka sehingga hewan-hewan telah berlarian keluar. Raja menanggapi laporan itu dengan dingin karena beliau tidak begitu menganggap hal itu adalah masalah yang penting. Raja lalu memerintahkan seorang hulubalang untuk memimpin prajuritnya mencari ternak-ternak itu. Tak beberapa lama kemudian, hulubalang yang ditugaskan oleh raja kembali menghadap baginda raja. Mereka melaporkan bahwa hampir semua ternak berhasil dikembalikan kekandang karena rupanya ternak-ternak itu tidak hilang melainkan hanya berkumpul disatu tempat dihutan. Hanya tiga hewan saja tidak bisa ditemukan, yaitu anjing penjaga, kuda kesayangan putri raja, dan seekor monyet peliharaan permaisuri. Hulubalangnya juga melaporkan bahwa dia melihat ada banyak kunang-kunang yang begitu cantik dan membentuk tiga kelompok besar, dan terbang menuju keistana. Raja tidak begitu terkesan mengenai laporan itu. Beliau lebih khawatir memikirkan permasalahan putrinya dan empat pemuda itu.
Hari telah malam dan sang rajapun telah sangat letih. Beliau lalu membubarkan pertemuannya dengan para penasehatnya dan bermaksud untuk pergi tidur. Namun, sang raja begitu terkejut ketika mendengar teriakan permaisurinya. Rajapun berlari menghampiri permaisurinya yang sedang berdiri didepan kamar putri mereka. Ketika sang raja bertanya penyebab permaisurinya berteriak, sang permaisuri menjawab dengan menunjuk kedalam kamar putrinya. Sang rajapun melangkah masuk kedalam kamar putrinya dan terkejutlah sang raja karena beliau melihat ada empat orang gadis yang memiliki wajah, tubuh, suara, dan pembawaan yang sama persis dengan putrinya. Ketika sang raja dan permaisuri bertanya, siapakah mereka, keempat gadis itu menjawab bahwa mereka adalah putri raja. Sang rajapun segera kembali mengumpulkan penasehat-penasehatnya dan juga rohaniawan dinegerinya dan menceritakan kejadian yang baru saja dialami olehnya.
Setelah mendengar penuturan raja, maka para rohaniawan berkata bahwa Tuhan telah menjawab doa sang raja, yaitu agar pernikahan putrinya tidak menimbulkan pertengkaran diantara keempat pemuda itu, sehingga Tuhan mengirimkan tiga orang gadis yang sama persis dengan sang putri agar jumlah putri raja menjadi empat orang. Rajapun teringat tentang petir yang menyambar kandang-kandang ternak dan kuda peliharaannya sehingga beliau kehilangan tiga hewan yang disukai olehnya dan putrinya. Beliau juga teringat pada cerita hulubalangnya yang melihat ada sekelompok besar kunang-kunang yang cantik yang membentuk tiga kelompok dan terbang kearah istana. Mungkinkah itu adalah kunang-kunang yang sama yang telah menuntunnya dulu ke Negeri Simalungun? Raja tidak mampu menebak hal itu. Beliau hanya berpendapat bahwa ketiga hewan peliharaannya telah diubah oleh Yang Maha Kuasa menjadi kunang-kunang dan terbang menuju kekamar putrinya diistana agar dapat menjelma menjadi serupa dengan putrinya. Sang raja dan juga permaisuri menjadi sangat terharu akan kebesaran dan rahmat Tuhan, dan mereka lalu menemui keempat gadis itu, yang adalah juga putri-putri mereka lalu bertanya apakah mereka bersedia untuk dipersunting oleh keempat pemuda itu, dan keempat putri ini menjawab bahwa mereka bersedia menjadi istri dari pemuda-pemuda itu.
Raja begitu bahagia mendengar keputusan putri-putrinya. Ketika masa penantian empat puluh hari telah genap, sang raja lalu memanggil keempat pemuda itu untuk menghadapnya secara bersamaan. Raja Batu Bara menyatakan bahwa beliau menerima pinangan putrinya oleh keempat pemuda itu. Keempat pemuda itu begitu terkejut mengetahuinya karena mereka saling tidak mengetahui bahwa tiga pemuda lainnya juga menyukai sang putri dan telah meminangnya. Keempat pemuda ini juga terlihat bingung dan heran karena raja menyatakan menerima pinangan mereka berempat, sedangkan yang mereka berempat ketahui adalah Baginda Raja Batu Bara hanya memiliki seorang putri. Namun, sang raja meminta agar mereka tenang. Beliau mensyaratkan pada keempat pemuda itu agar mereka memperlakukan putrinya dengan baik, dan tidak mempermasalahkan kenyataan yang mereka lihat mengenai putri raja, dan juga agar tidak penasaran mengenai apa yang telah terjadi pada putri raja. Keempat pemuda yang masih heran ini menyanggupi persyaratan dari sang raja. Sang rajapun mempersilahkan keempat putrinya itu memasuki Balairung Istana tempat raja berada. Terkejutlah keempat pemuda itu bersama dengan para penghulu dan pegawai kerajaan yang memang tidak mengetahui tentang keberadaan keempat gadis yang sama rupa, sama suara, dan sama lagaknya dengan sang putri raja. Namun, keempat pemuda ini lalu bergembira melihat kenyataan itu. Raja bersama permaisuri dan juga keempat pemuda itu serta segenap penghulu kerajaan dan para alim ulama segera bermusyawarah menentukan waktu pernikahan. Maka, waktu pernikahan-pun disepakati yaitu tujuh setelah hari itu. Waktu pernikahan segera diumumkan kepada segenap rakyat yang menyambutnya dengan penuh sukacita.
Setelah waktu penantian pernikahan telah genap, maka dilangsungkanlah pernikahan empat putri Baginda Raja Batubara dengan keempat pemuda dari Pagaruyung itu. Pesta pernikahan berlangsung dengan sangat meriah. Baginda Raja Batubara dan permaisurinya menjadi orang-orang yang paling berbahagia atas pernikahan itu. Bagi mereka, lengkaplah sudah rahmat yang Tuhan berikan pada mereka. Tuhan telah menganugerahkan pada mereka negeri yang makmur dan beradab, putri-putri yang cantik, dan menantu-menantu yang berparas elok, berhikmat, dan bertaqwa.
Baginda Raja Batu Bara terkenang tentang petualangannya berburu rusa yang begitu berat namun justru membuatnya tiba di Negeri Simalungun dan bertemu dengan istrinya serta bersama-sama menemukan dan membangun Negeri Batubara. Beliau mengucap syukur pada Tuhan karena mengijinkannya melalui begitu banyak petualangan dan mendapatkan banyak pengalaman dalam hidupnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Legenda ini merupakan cerita rakyat Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang diceritakan secara turun-temurun.
Kerajaan Batubara adalah pendahulu dari kedatuan-kedatuan yang lalu muncul di wilayah Batubara. Batubara adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kerajaan Batubara berdiri sekitar tahun 1676-1680 setelah jaman Hindu-Buddha sudah berakhir dan pada masa Islam sudah menjadi agama utama di Sumatera. Wilayah Batubara mulanya adalah salah-satu wilayah kekuasaan Kerajaan Simalungun yang menjadi bagian dari Kesultanan Asahan dan dibawahi oleh Kesultanan Aceh.
Inti cerita dalam kisah ini juga tokoh-tokoh utamanya adalah nyata.
Datuk Batubara adalah benar-benar putra raja Kerajaan Alam Minangkabau. Kerajaan Alam Minangkabau yang kemudian mendirikan kedatuan di wilayah Batubara setelah menikahi seorang putri raja dari Simalungun. Ayah Datuk Batubara adalah Raja Bujang. Raja Bujang adalah putra Yang Dipertuan Pagaruyung (penguasa utama Kerajaan Alam Minangkabau) saat itu, yaitu Raja Gamuyang. Raja Bujang dan ayahnya, Raja Gamuyang, adalah salah satu dari Tiga Raja Minangkabau (Rajo Tiga Selo) saat itu. Kisah perburuan Datuk Batubara yang gagal juga nyata namun memiliki selipan-selipan mitos.
_________________________________________________________________________________
Copyrights (Hak Cipta):
Legenda ini ditulis kembali berdasarkan cerita-cerita rakyat Batubara dan juga kisah yang dimuat dari buku “Sejarah Kabupaten Batubara Dari Masa ke Masa” yang ditulis oleh M.Yusuf Morna dan diterbitkan pertama-kali oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara (2010). Kisah ini disusun kembali oleh Deleigeven Media.
TIM PENYUSUN:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Penerbit : Deleigeven Media