DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Showing posts with label Korean History. Show all posts
Showing posts with label Korean History. Show all posts

Tuesday, 1 January 2019

KIM YUSHIN DAN LEGENDANYA



Jenderal Kim Yushin adalah jenderal terbesar dalam sejarah Silla dan salah-satu jenderal terbesar sepanjang sejarah Korea. Popularitas nama besarnya sebagai seorang jenderal besar hanya bisa disandingkan dengan Laksamana Yi Sun-shin dari Joseon.

Kim Yushin adalah jenderal yang berjasa besar dalam berbagai perang besar sejak era Raja Jinpyeong dan juga dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan. Dalam semua catatan sejarah Silla, Kim Yushin disebut sebagai Hwarang terhebat yang pernah ada.

Kim Yushin adalah putra sulung Jenderal Kim Sohyeon (cucu Raja Guhae, raja terakhir Kerajaan Geumgwan Gaya). Ibunya adalah Putri Manmyeong (putri Raja Jinheung). Beliau adalah sepupu maternal Raja Jinpyeong.

Sebagai hwarang terhebat dalam sejarah Silla, ada banyak sekali legenda tentang beliau. Bahkan, legenda tentangnya sudah diceritakan sebelum dia lahir.




LEGENDA KELAHIRAN KIM YUSHIN

Kelahiran Kim Yushin diramalkan bukan di Silla, melainkan di wilayah musuh mereka, Goguryeo.

Ramalan kelahiran Kim Yushin diketahui oleh orang-oran Silla dari seorang yang bernama Baek-seok. Pada Kim Yushin, Baek-seok berkata bahwa para pejabat istana Goguryeo meyakini jika Kim Yushin adalah reinkarnasi dari Chunam (peramal terkenal di Goguryeo). Seperti inilah penuturan Baek-seok:

Di perbatasan antara Silla dan Goguryeo, ada sungai yang mengalir tapi arusnya berlawanan arah. Raja Bojang lalu memanggil Chunam kedalam istana dan berkata padanya:

Lihatlah ini! Mengapa arus air dari sungai ini mengalir berlawanan arah, yang diatas mengalir kebawah sedangkan arus yang didalam justru meluap keluar. Mengapa mereka menyebut ini ‘Ungja-su’ (arus pria dan wanita) sedangkan arus air lainnya disebut Jaung-su (arus wanita dan pria)? Apakah ini hal yang tidak biasa?”

Yang Mulia”, kata Chunam, “ini karena perilaku ratu berlawanan dengan prinsip alam ‘eum (yin) dan yang’, dan keadaan yang tidak seharusnya terjadi di ranjang itu digambarkan layaknya cermin melalui aliran sungai ini”, kata Chunam.

Rupanya aku dikelabui secara memalukan” ucap raja.

Ratu sangat marah mendengar hal ini. “Dia berkata omong-kosong”, kata ratu. “Ini adalah tanda ketidak-setiaan rubah serakah yang ingin mengancam posisi ratu.”

Saya mengatakan yang sebenarnya, Yang Mulia” kata Chunam. “Apa yang telah terjadi telah diungkapkan secara terang benderang pada saya melalui kemampuan ghaib saya.”

Yang Mulia Raja,” ujar ratu, “jika dia mengetahui segalanya, biarlah dia menjawab satu pertanyaan lagi, dan bila dia salah maka diharus dihukum mati dengan hukuman yang sangat menyakitkan,” kata ratu.

Ratu lalu mengundurkan diri untuk sementara dari hadapan raja untuk kembali ke kemarnya dan saat dia kembali dia membawa sebuah kotak, yang dikatakannya berisi tikus besar.

Raja Bojang lalu bertanya pada Chunam, “apa isi dalam kotak ini?”
Tikus,” jawab Chunam.
Berapa banyak,” tanya ratu.
delapan ekor,” jawab Chunam.
Jawabanmu salah,” kata ratu sambil tertawa dengan penuh kemenangan, “dan kau pantas mati.”

Dengan berat hati raja mengumumkan bahwa Chunam dihukum mati dengan cara disiksa sampai mati. Tapi, sebelum Chunam menghadapi hukumannya, dia berkata:
Saat aku mati, aku akan lahir kembali sebagai seorang jenderal besar yang akan menghancurkan Goguryeo.”

Chunam pun dihukum mati.

Tapi, saat mereka membelah perut tikus tadi mereka menemukan bahwa ada 7 janin tikus didalamnya. Semua orang di istana akhirnya menyadari bahwa apa yang dikatakan Chunam adalah benar. Pada suatu malam setelah peristiwa itu, Raja Bojang bermimpi, dia melihat roh Chunam masuk kedalam tubuh istri Jenderal Kim Sohyeon (ayah Kim Yushin) di Silla. Raja terbangun dengan keheranan dan mendiskusikan penglihatannya itu bersama para pejabat istana (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78-80, tahun 1972).

Akhirnya, mereka mengirimkan seorang mata-mata ke Silla untuk memastikan hal itu. Mata-mata itu membawa kabar bahwa penglihatan Raja Bojang itu memang menjadi kenyataan. Mata-mata itu lalu diberi tugas baru, membunuh Kim Yushin. Mata-mata itu adalah Baek-seok.




BATU YANG TERBELAH

Suatu hari, Kim Yushin dihadapkan pada masalah yang cukup berat, diperkirakan saat dia baru menjadi hwarang atau saat dia akan menjadi menghadapi ujian akhir seleksi pungwolju. Sebab saat itu belum ada hwarang keturunan Gaya yang menjadi pungwolju. Memang Munno juga berdarah Gaya tapi secara maternal dari generasi ke-3 (kakeknya berasal dari Gaya), bukan seperti Kim Yushin yang ayahnya adalah orang Gaya asli.

Ketika itu, usaha Kim Yushin selalu gagal dan perjuangannya selalu sia-sia. Melihat usaha dan perjuangan anaknya yang tampak mustahil, ayahnya, Jenderal Kim Sohyeon, lalu meminta Kim Yushin untuk menyerah saja, dan berkata, “batu yang keras tidak akan terbelah jika dipukul dengan kayu (atau pedang kayu) walau dipukul dengan sekeras apapun” (ko.wikipedia/김유신)

Mendengar kata-kata ayahnya, entah justru termotivasi atau karena memang sudah putus-asa, Kim Yushin lalu pergi ke sebuah bukit dan menemukan batu yang besar. Dengan menggunakan pedang kayu (pedang latihan) Kim Yushin memukul-mukul batu itu, tentu saja batu tidak mengalami perubahan. Justru pedang kayu Kim Yushin yang patah.

Aktivitas ini menjadi rutinitasnya setiap hari, dan seakan-akan juga menjadi pelariannya dan hiburan bagi Kim Yushin. Dia selalu datang ke bukit itu dan memukul batu yang sama di sudut yang sama. Tidak terhitung sudah berapa banyak pedang kayu yang patah. Ayah dan keluargnya yang mengetahui hal ini akhirnya hanya bisa membiarkan saja.

Suatu hari, entah ahri keberapa setelahnya, seperti biasa Kim Yushin datang ke bukit itu dan kembali memukul batu besar tersebut dengan pedang kayunya. Dia terus memukul batu itu, dan seperti biasa setiap pedangnya patah dia mengganti dengan pedang lainnya. Saat Kim Yushin kembali memukul batu itu dengan pedang kayu untuk kesekian kalinya, secara mengejutkan batu itu terbelah.

Kejadian ini membuat Kim Yushin takjub sekaligus kegirangan. Dia melaporkan peristiwa ini pada ayahnya yang langsung segera pergi melihat kondisi batu besar itu. Ayahnya sangat takjub melihat batu yang telah terbelah itu, dan Kim Yushin memberitahu pada ayahnya bahwa dia tidak akan menyerah, karena ketekunan dan keteguhan akan membuahkan hasil.

Pada akhirnya, Kim Yushin berhasil menjadi pungwolju setelah mengalahkan Bojong (Pungwolju ke-16), padahal saat itu dia baru berusia 15 tahun, sedangkan Bojong sudah berusia 30 tahun. Saat Kim Yushin berusia 18 tahun, dia berhasil menguasai ilmu pedang tertinggi di Silla dan menjadi seorang pendekar pedang terhebat Silla yang pernah ada.




ADIK-ADIK KIM YUSHIN

Kim Yushin adalah senior Pangeran Chunchu (Raja Muyeol). usia mereka berbeda 7 tahun tapi persahabatan mereka berdua sangat terkenal dalam sejarah Silla. Mereka berdua sering bermain dan berlatih bersama.

Kim Yushin memiliki beberapa orang adik. Adik laki-lakinya yang paling terkenal adalah Kim Heumsun (pungwolju ke-16) sedangkan diantara adik-adik perempuannya, Munhee dan Bohee adalah yang paling terkenal.

Pada suatu malam, Bohee bermimpi, dia mendaki Gunung Seoak dan buang air kecil, dan air (air seni) yang mengalir keluar dari tubuhnya membajiri Gyeongju (wilayah tempat Seorabeol berada). Bohee lalu menceritakan mimpi itu pada Munhee. Mimpi itu menarik perhatian Munhee dan berkata pada adiknya,
Aku mau membeli mimpimu...” kata Munhee.
Lalu, sebagai gantinya apa yang akan kau berikan kepadaku?” Tanya Bohee.
Aku akan memberikan rok brokat milikku..”
Baiklah, aku setuju....”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 80-81, tahun 1972)

Sepuluh hari kemudian, saat Kim Yushin dan Pangeran Chunchu bermain bola bersama, secara tidak sengaja dia menginjak jubah Pangeran Chunchu sehingga pakaian pangeran menjadi rusak. Kim Yushin lalu mengajak Pangeran Chunchu ke rumahnya untuk memperbaiki pakaiannya.

Saat tiba dirumah, Kim Yushin memanggil Bohee untuk memperbaiki jubah Pangeran Chunchu tetapi Bohee sangat malu jika berduaan dengan seorang pria, sehingga akhirnya Munhee lah yang pergi dan memperbaiki pakaian pangeran. Saat melihat Munhee, Pangeran Chunchu langsung jatuh-cinta padanya.

Semenjak saat itu, Pangeran Chunchu sangat rajin ke rumah Kim Yushin untuk menemui Munhee.

Tidak lama setelah pertemuan Munhee dan Pangeran Chunchu, Kim Yushin mengetahui bahwa Munhee hamil. Hal ini membuat Kim Yushin sangat marah sebab Munhee hamil diluar nikah, dan tidak mau memberi-tahu siapa ayah bayi dalam kandungannya itu. Dengan penuh kemarahan, Kim Yushin membakar tumpukan kayu yang sangat tinggi di halaman rumahnya, dengan maksud akan membakar adiknya yang mempermalukan keluarga besarnya itu.

Pemimpin Silla saat itu, Ratu Seondeok, sedang berjalan-jalan ke sebuah bukit tinggi tidak jauh dari rumah Kim Yushin. Ratu didampingi oleh para pengawalnya, kasim, dayang, beberapa pejabat istana, dan juga Pangeran Chunchu. Saat menengok ke arah yang sama dengan rumah Kim Yushin dan heran mengapa ada asap dari arah kediaman jenderal kepercayaannya itu. 

Berbagai laporan pun datang dari para pengawal dan pejabatnya tentang Kim Yushin termasuk mengenai desas-desus kehamilan adik Kim Yushin. Ratu yang cerdas itu langsung menyadari bahwa asap itu berasal dari api yang dibuat oleh Kim Yushin untuk membakar adiknya sebab sang ratu tahu betul karakter Kim Yushin yang sangat tegas dan mudah marah serta sangat menjunjung tinggi kehormatan. Ratu lalu menengok satu persatu orang-orang yang mengiringnya, termasuk para pejabat istananya. Saat ratu melihat pada Pangeran Chunchu yang wajahnya saat itu sangat pucat seperti orang mati, ratu akhirnya mengetahui ‘dalang’ masalahnya dan berkata:

Jadi kau rupanya,” ujar ratu kesal. “Cepat pergi dan selamatkan gadis itu!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Pangeran Chunchu segera pergi dan memacu kudanya kediaman Kim Yushin, dan berteriak pada Kim Yushin:
Perintah ratu! Perintah ratu! Jangan bunuh dia!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Beberapa hari kemudian, ratu mengadakan pesta pernikahan yang besar bagi keponakan kesayangannya itu. Munhee lalu melahirkan 6 orang putra bagi Pangeran Chunchu (Beopmin/Raja Munmu, Inmun, Munwang, Notan, Chigyeong, dan Gaewon). Setelah Pangeran Chunchu menjadi raja, Munhee pun menjadi permaisuri dan ratu, sehingga anak-anak selir dan dayang yang dilahirkan bagi raja juga menjadi anaknya secara hukum.

Ini menggenapi mimpi Bohee yang dibeli Munhee,
"Air (anak-anak) yang mengalir keluar dari tubuhnya (dilahirkannya) membajiri Gyeongju (Silla)."




KIM YUSHIN DAN PARA DEWI

Pada masa ketika Kim Yushin masih menjadi hwarang, ada seorang di pasukan hwarang (besar kemungkinan dia adalah seorang nangdo) yang asal-usulnya tidak jelas. Orang itu bernama Baek-seok (artinya batu putih). Baek-seok sudah bergabung dalam Pasukan Hwarang bertahun-tahun lamanya, mungkin sebelum Kim Yushin menjadi hwarang. Tidak seorang-pun yang tahu dari wilayah mana dia berasal (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Saat Kim Yushin menjadi hwarang, Baek Seok sangat tertarik padanya dan mendekatinya. Entah saat itu dia menjadi nangdo Kim Yushin atau tidak, tapi tepatnya dia sudah menjadi nangdo yang mengabdi pada seorang hwarang.

Baek-seok tahu Kim Yushin selalu ingin menaklukan Baekje dan Goguryeo dan membuat rencana untuk impiannya itu. Pada suatu malam (kemungkinan saat Kim Yushin sudah menjadi pungwolju dan memimpin Pasukan Hwarang dalam perang perang 100 hari atau pertempuran di Benteng Mosan) Baek-seok menemui Kim Yushin secara rahasia dan berbisik padanya:

Komandan, kita harus memata-matai kekuatan musuh sebelum kita menyerang mereka,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Kim Yushin menyetujui saran Baek-seok dan segera memulai perjalanan untuk memata-matai wilayah musuh. Suatu hari saat mereka tiba suatu pegunungan dan beristirahat, ada dua gadis yang muncul dari hutan. Mereka lalu mengikuti Kim Yushin kemanapun Kim Yushin pergi. Akhirnya, Kim Yushin dan Baek-seok kembali melanjutkan perjalanan, dan tetap dibuntuti oleh dua gadis itu. Kim Yushin dan Baek-seok akhirnya tiba disebuah desa yang bernama Geolhwacheon, dan saat itu munculah gadis lain, sehingga jumlah gadis-gadis yang mengikuti Kim Yushin ada tiga orang.

Ketiga gadis itu, dengan penuh kesopanan, menyajikan cemilan yang lezat untuk Kim Yushin (saat itu Baek-seok sedang tidak bersama-sama dengan mereka). Kehadiran tiga gadis ini dan kebaikan mereka membuat Kim Yushin sangat senang.Kim Yushin memuji mereka dan menjuluki ketiganya sebagai ‘Tiga Bunga Bahagia’, sebab mereka sering tersenyum dan tertawa.

Gadis-gadis ini lalu mengajak Kim Yushin masuk ke hutan tanpa mengajak Baek-seok. Sebagai balasan atas kebaikan mereka, Kim Yushin menyetujui ajakan mereka. Setibanya dihutan, tiba-tiba tiga gadis itu berubah wujud dan terlihat seperti dewi-dewi yang agung, dan mereka berkata pada Kim Yushin:

Kami bukanlah Tiga Gadis Bahagia, melainkan tiga dewi yang menjaga tiga gunung keramat, Naerim, Hyeolhye, dan Geolhwa. Kami datang untuk memperingatkanmu bahwa kau sudah diperdaya oleh seorang mata-mata musuh. Berjaga-jagalah. Selamat tinggal.” Setelah mereka berkata seperti itu, tiga dewi ini terbang ke langit (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Kim Yushin sangat takjub, untunglah dia masih sempat menunjukan rasa terima-kasihnya sebelum dewi-dewi itu meninggalkannya. Kim Yushin lalu kembali ke kedai di desa tempat dia dan Baek-seok, dan langsung tertidur. 

Pada pagi harinya, Kim Yushin membangunkan Baek-seok dan berkata,
Lihatlah! Kita berdua telah memulai perjalanan panjang ke negeri asing dengan terburu-buru sehingga lupa membawa kantong uang (dompet pada masa itu), saya meninggalkannya dirumah. Ayo kita kembali sebelum kita pergi lebih jauh,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Baek-seok yang tidak mencurigai apapun mengikuti Kim Yushin kembali ke Gyeongju (wilayah dimana Seorabeol berada). Begitu tiba di Seorabeol, Kim Yushin langsung segera menangkap Baek-seok dan mengikat tangan dan kakinya.

Kawan”, teriak Kim Yushin, “bukalah topeng penyamaran hwarang-mu itu dan mengakulah!
Baek-seok yang sudah tidak bisa kabur akhirnya mengaku,
Aku adalah seorang Goguryeo...” (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972) sambil menceritakan alasannya dikirim ke Silla yaitu untuk memata-matai Kim Yushin, karena seorang peramal terkenal Goguryeo yang bernama Chunam berkata bahwa kelak dia akan lahir kembali menjadi seorang jenderal besar yang meruntuhkan Goguryeo. Ramalan itu diucapkannya sebelum dia dihukum mati oleh Raja Bojang. Tidak lama kemudian Raja Bojang bermimpi, roh Chunam masuk ke tubuh ibu Kim Yushin. Baek-seok adalah orang yang dikirim untuk mencari tahu apakah mimpi Raja Bojang itu benar adanya, dan dia melihat kenyataan yang membenarkan mimpi raja itu.

Setelah mendengar pengakuan Baek-seok, Kim Yushin pun menebas leher Baek-seok. Tidak beberapa lama setelah peristiwa itu, Kim Yushin mempersembahkan berbagai makanan lezat pada Tiga Dewi yang menyelamatkan nyawanya (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Ramalan Chunam terbukti benar. Puluhan tahun kemudian, Kim Yushin berhasil memimpin pasukan Silla, sebagai Jenderal Utama Pasukan Kerajaan, meruntuhkan Baekje (660). Tujuh tahun setelah itu, Kim Yushin memimpin pasukan Silla menuju Goguryeo dan mengepung ibukota Pyeongyang. Setahun setelah pengepungan Pyeongyang, Kerajaan Goguryeo berhasil ditaklukan (668) dan Raja Bojang ditawan.




PEMBERONTAKAN BIDAM

Pada era pemerintahan Ratu Seondeok, Kim Yushin kembali memperoleh kepercayaan besar dari ratu dan diangkat menjadi “Panglima Utama Pasukan Kerajaan”. Era Ratu Seondeok ditutup oleh pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla (647) yang dipimpin oleh Sangdaedung Bidam.

Pasukan Bidam terdiri atas berbagai pasukan dari 30an orang pendukungnya, sedangkan pasukan ratu terdiri atas pasukan kerajaan, pasukan para loyalis ratu dan mendiang Raja Jinpyeong, seperti Pangeran Chunchu (Raja Muyeol), Alcheon, Putri Seungman (Ratu Jindeok), bangsawan-bangsawan Gaya, dan lainnya. Pasukan ratu dipimpin oleh Kim Yushin.

Awalnya, pasukan Bidam memenangkan berbagai pertempuran dan mampu mendekati istana. Ketika pertempuran semakin berat bagi pasukan Silla, tiba-tiba terlihat oleh kedua pasukan ada bintang jatuh (meteor) yang arah jatuhnya mengarah ke istana utama Silla di Seorabeol. Bidam menggunakan hal itu untuk membenarkan pemberontakannya dan berkata bahwa meteor itu merupakan tanda langit, ‘Ratu Seondeok akan jatuh melalui melalui pemberontakan mereka’, dan semangat pasukannya semakin membara.

Peristiwa ini justru menjadi malapetaka bagi pasukan ratu dan juga KIm Yushin. Semangat tempur pasukan pendukung Ratu Seondeok anjlok karena “bintang yang jatuh ke arah istana” itu. Para tentara bahkan menolak untuk bertempur karena menganggap perjuangan mereka sia-sia. Hanya pasukan hwarang yang tetap teguh melawan pasukan pemberontak. 

Kim Yushin berusaha mencari akal agar semangat tempur pasukan kerajaan naik kembali. Beliau lalu mendapat ide dan segera mengkoordinasikan rencananya pada pasukan hwarang. Kim Cheon-gwang (pungwolju ke-24, Komandan Resimen Hwarang saat itu) memerintahkan beberapa Hwarang mengikuti Kim Yushin, sedangkan yang lainnya pergi ke bukit yang paling tinggi. Dibukit itu, para Hwarang menerbangkan layang-layang berapi dari arah istana ke langit, sesuai dengan perintah Kim Yushin. Diwaktu yang tepat, para hwarang berteriak sambil pura-pura terkejut dan menengok kearah istana, dan terlihatlah layang-layang berapi itu oleh pasukan ratu.

Kim Yushin lalu berteriak, “Bintang yang tadi jatuh ke istana telah naik kembali ke langit”, sambil berteriak bahwa langit memihak pada Ratu Seondeok. Para Hwarang pun meneriakan kembali kata-kata Kim Yushin itu sambil berkeliling ke seluruh perkemahan pasukan Silla dan meminta mereka melihat ‘bintang’ di langit.

Pasukannya kembali bersemangat sambil menggaungkan teriakan perang yang terdengar hingga ke perkemahan pasukan Bidam. Melalui mata-mata mereka, pasukan Bidam akhirnya tahu penyebab naiknya semangat tempur pasukan ratu.

‘Bintang’ yang tadi jatuh telah naik kembali ke langit.

Seketika itu juga semangat tempur pasukan Bidam jatuh. 

Strategi sederhana ini mampu membalikkan keadaan dimedan perang. Perang pun dimenangkan oleh pasukan pendukung ratu dan ribuan tentara pemberontak ditahan, termasuk Bidam dan para pendukungnya yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Pemberontakan besar yang hanya memakan waktu 10 hari inipun berhasil dipadamkan.

Sayangnya, pemberontakan Bidam ini membuat ratu begitu syok sehingga Ratu Seondeok wafat pada 17 Februari 647, ditahun yang sama ketika pemberontakan itu terjadi.




PERTEMUAN DI GUNUNG NAMSAN

Kitab Samguk Yusa memuat sebuah pertemuan legendaris di Pegunungan Selatan (Namsan), salah satu tempat keramat Silla. Pertemuan ini dilakukan pada masa kepemimpinan Ratu Jindeok dan disinyalir sebagai tradisi pertemuan yang dilakukan para pemimpin klan di Silla. Pertemuan yang dilakukan enam pemimpin klan ini diduga membahas posisi-posisi pemerintahan. Diantara enam pejabat tinggi yang bertemu itu, Kim Yushin yang berusia paling muda.

Pertemuan ini diceritakan secara mitologi dalam kitab Samguk Yusa sebagai berikut:

Pada suatu hari enam pejabat tinggi kerajaan, Alcheon, Suljong, Horim (Pungwolju ke-14), Yeomjang (Pungwolju ke-17), dan Kim Yushin, mengadakan pertemuan di bukit batu di Gunung Namsan untuk membahas mengenai permasalahan negara. Tiba-tiba, seekor harimau besar muncul dan menyerang mereka. Pejabat-pejabat yang lain sangat ketakutan, tetapi Alcheon hanya tertawa. Dia menangkap ekor harimau itu, memutar dan melemparnya hingga membentur karang dan otak harimau itu pecah”,
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 76, tahun 1972).

Menurut Samguk Yusa, setelah harimau itu mati, Alcheon mendapat penghormatan oleh lima pejabat lainnya karena keberanianannya sehingga Alcheon-lah yang ditunjuk untuk memimpin rapat legendaris itu, tapi mereka semua memuji Kim Yushin karena kebijaksanannya dalam bertindak dan taktiknya untuk mengalahkan harimau itu.




PERANG HWANGSANBEOL

Goguryeo adalah kerajaan pertama yang diserang pasukan Silla dalam Perang Penyatuan Tiga Kerajaan, tetapi Baekje adalah kerajaan pertama yang ditaklukan Silla. Perang terberat melawan Kerajaan Baekje adalah perang Hwangsanbeol. Dalam perang melawan Baekje ini Kim Yushin menjadi Komandan Pasukan Utama Kerajaan.

Setelah gagal menaklukan Goguryeo (658) Kim Yushin menganjurkan pada Raja Muyeol untuk menyerbu Baekje lebih dulu. Silla yang berkoalisi dengan Tang langsung mempersiapkan perang melawan Kerajaan Baekje setelah mendapat laporan dari anak angkat Kim Yushin, Kim Gwan-chang yang memata-matai Baekje bahwa Kerajaan Baekje tidak sekuat dulu.

Pasukan Kim Yushin lalu memimpin 50.000 pasukan Silla menuju wilayah yang bernama Hwangsan (Nosan modern). Disitu, dia menghadapi dengan 5.000 pasukan Baekje yang dipimpin oleh Jenderal Gyebaek. 

Jumlah pasukan Silla yang lebih banyak rupanya tidak menciutkan nyali tentara Baekje. Mereka bertempur dengan gagah berani. Korban dalam jumlah besar-pun berjatuhan di pihak Silla. Mengetahui mental pasukan Silla menurun, nyali pasukan Baekje semakin tinggi dan mereka membabat habis lini terdepan Silla. Para hwarang pun berguguran, termasuk Kim Gwan-chang dan Kim Ban-geul (keponakan Kim Yushin).

Ketika itu, tiba-tiba ada burung pemangsa yang terbang mengitari kepala jenderal Tang. Peramal yang melihat itu lalu berkata bahwa itu adalah pertanda buruk, tapi Kim Yushin segera menebas burung itu dengan pedangnya, dan berkata,

seekor burung kecil yang aneh tidak akan mempengaruhi perang kami melawan raja yang jahat.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 85, tahun 1972).

Keteguhan hati Kim Yushin membuahkan hasil. Pertempuran sengit kembali berkecamuk, tapi kali ini, Jenderal Gyebaek-pun harus mengakui keunggulan pasukan Silla dan Tang. Sang jenderal dan 5.000 prajuritnya gugur dalam perang legendaris ini.

Saat melihat jasad musuhnya itu, Kim Yushin justru sedih. Yushin sangat kagum dan tersentuh melihat perjuangan dan pengorbanan Jenderal Gyebaek bagi negaranya, dan mengumumkan bahwa Jenderal Gyebaek dan 5.000 prajuritnya adalah patriot. Jenazah mereka diperlakukan dengan layak oleh Kim Yushin dan pasukan Silla.

Perang dengan Baekje ini berlanjut dengan penyerahan diri Raja Uija dan putra-mahkotanya dan dibukanya gerbang kota Buyeo (ibukota Baekje) serta jatuhnya Istana Sabi ke-tangan Pangeran Beopmin (putra mahkota Silla). Perang berakhir dengan keruntuhan kerajaan Baekje (660).




KIM YUSHIN DAN PEDANG TERBANGNYA

Perang Hwangsanbeol memiliki banyak sekali cerita. Selain cerita tentang kepahlawanan hwarang Kim Gwan-chang, cerita mengenai pedang Kim Yushin juga adalah kisah yang paling terkenal dalam perang ini.

Saat itu, para jenderal Tang yang frustasi karena berbagai kekalahan pasukan mereka dari pasukan Baekje di pertempuran datang menemui Kim Yushin dan berdiskusi dengannya.

Diskusi yang seharusnya membuahkan jalan keluar ini berjalan dengan alot dan justru menghasilkan banyak perbedaan pendapat antara Kim Yushin dan jenderal-jenderal Tang, terutama Jenderal So Jung-bang.

Tensi yang tinggi membuat suasana ditengah para jenderal pasukan koalisi ini kian panas. Perdebatan bahkan menyulut amarah Kim Yushin. 

Dengan penuh kemarahan, Kim mengambil pedang dari pinggangnya dan mengarahkannya pada para jenderal Tang. Jenderal-jenderal Tang ini sangat kaget dan ketakutan melihat amarah Kim Yushin. 

Penyebab ketakutan mereka sebenarnya bukan karena amarah Kim Yushin, tapi karena mereka bukan melihat Kim Yushin menghunus pedang dari sarung pedangnya melainkan melihat pedang itu yang melompat ke tangan Kim Yushin dengan sendirinya.

Jenderal So Jung-bang yang takjub karena ‘kesaktian’ Kim Yushin itu akhirnya menurut pada setiap keputusan Kim Yushin dalam perang fenomenal itu.

Kesaktian dan cerita pedang Kim Yushin ini terus diceritakan sehingga menjadi cerita umum diantara para jenderal Tang dan prajurit mereka saat itu.

Lama kemudian, setelah perang Hwangsanbeol, pasukan Silla justru berseteru dengan pasukan pemerintah Tang. Kaisar Tang sangat marah akan hal ini dan mempersiapkan pasukan besar untuk menggempur ibukota Silla (Seorabeol). Tapi, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang menolak permintaan kaisar mereka sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Mereka memilih dihukum mati ketimbang harus memusnahkan seluruh pasukan mereka saat berhadapan dengan Kim Yushin.

Dalam setiap pembicaraan mereka pada kaisar atau pada siapapun tentang Kim Yushin, mereka selalu menceritakan kembali tentang kesaktian Kim Yushin dan cerita pedangnya yang pernah mereka saksikan dengan mata mereka sendiri.




LUKISAN JENDERAL SU DINFANG

Setelah menaklukan Baekje (660) pasukan Tang langsung bergerak menuju ke Goguryeo pada tahun berikutnya. Perang ini adalah perang terberat bagi koalisi Tang dan Silla dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol. Periode ini juga adalah periode terberat Silla dalam perang Penyatuan Korea. Ini karena Goguryeo adalah kerajaan terkuat diantara tiga kerajaan kuno Korea. Selain wilayah yang lebih besar dan perekonomian yang relatif stabil dan makmur, kekuatan militer Goguryeo juga sangat kuat. Jika Baekje adalah kerajaan maritim terkuat di Asia Timur dan kerajaannya para ilmuwan, dan Silla adalah kerajaan aristokrat, maka Goguryeo terkenal sebagai kerajaan perang.

Semenjak Goguryeo berdiri, kerajaan ini adalah momok yang paling menakutkan bagi dinasti-dinasti Tiongkok. Goguryeo adalah wilayah pertama yang mampu memerdekakan diri dari Kekaisaran Han dan setelah mengalahkan Balatentara Han, Goguryeo mulai menaklukan wilayah-wilayah disekitarnya. Luas wilayah mereka menjadi sangat besar, mencakup seluruh wilayah Korea Utara modern, juga sebagian besar Manchuria, dan beberapa wilayah selatan Rusia.Mereka kemudian menjadi musuh yang paling rajin menyerbu Han. Kedigdayaan militer Goguryeo dalam mengalahkan serbuan satu juta tentara Kekaisaran Sui juga menjadi indikator utama keruntuhan dinasti itu.

Selain mampu mengusir balatentara Kekaisaran Han dan Sui, Goguryeo juga adalah satu-satunya kerajaan di Asia yang selalu mengalahkan balatentara Kekaisaran Tang.

Pada invasi kedua ke Goguryeo (662), Silla tidak dilibatkan secara maksimal melainkan hanya sebagai penyedia logistik makanan dan logistik perang.

Permintaan Tang pada Silla untuk membawa logistik sangat susah karena Tang tidak mengijinkan Silla membawa banyak tentara. Kendala-kendala ini membuat Raja Munmu sangat bimbang, sebab jika mereka berangkat menuju Goguryeo maka pasukan kecil Silla bisa dibantai habis oleh pasukan penjaga perbatasan Goguryeo, sedangkan jika mereka menolak maka pihak Tang akan menganggap hal itu sebagai tindaka yang tidak setia.

Ditengah-tengah kebimbangan itu, Kim Yushin mengajukan diri untuk memimpin pasukan menuju Goguryeo beserta logistik yang diminta oleh Tang. Mereka pun berangkat disertai hwarang-hwarang yang dipimpin oleh pungwolju saat itu, Kim Cheon-gwan.

Pasukan Silla harus melalui medan yang berat dan musim dingin telah tiba dan pasukan Silla harus melalui medan yang berat.

Ketika Kim Yushin dan pasukannya memasuki ke wilayah Goguryeo, Kim Yushin mengirimkan pesan pada Jenderal Su Dinfang (jenderal utama pasukan Tang), apakah mereka sudah diijinkan bergabung dengan pasukan Tang. Su Dinfang membalas pesan Kim Yushin itu dengan lukisan seekor anak sapi dan seekor burung phonix muda yang dilukisnya sendiri.

Lukisan ini tentu memiliki arti yang penting bagi keselamatan kedua pasukan. Kim Yushin lalu meminta saran pada Biksu Wonhyo untuk mengartikan pesan dalam lukisan itu. 

Biksu Wonhyo yang bijak lalu memberitahu arti lukisan Su Dinfang tersebut. Arti lukisan itu adalah: "kedua hewan itu adalah hewan muda yang kehilangan induknya. Hewan-hewan itu adalah Silla dan Tang. Operasi pasukan Silla di Goguryeo sedang dalam bahaya sehingga harus kembali ke induknya (Silla)", (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 87, tahun 1972).

Mendengar hal itu Kim Yushin langsung menarik mundur pasukannya, sayangnya saat mereka sedang menyeberangi sungai pasukan Goguryeo menyerang dari belakang. Banyak prajurit Silla tewas. Kim Yushin yang sangat menjunjung tinggi kehormatan prajurit sangat marah saat pasukan Goguryeo menyerang mereka dengan cara yang dianggap Kim Yushin sangat pengecut. Dengan marah Kim Yushin menyerang balik dan membantai prajurit-prajurit Goguryeo juga ksatria-ksatria mereka.

Setelah melalui banyak kendala, akhirnya logistik itu pun bisa sampai ke pasukan Tang. Misi Kim Yushin pun terpenuhi.




ALTAR DI GUNUNG SEONGBU

Setelah menaklukan Baekje (660), dan gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (662) pasukan Tang meninggalkan wilayah Korea, sedangkan Silla harus menghadapi serangan balasan dari pasukan Goguryeo. Serbuan-serbuan ini berlangsung selama lebih lima tahun, dan merupakan periode terberat dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol dan juga perang melawan Tang.

Koalisi Silla-Tang gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (661-662). Invasi itu membuat Goguryeo marah lalu melakukan serangan balasan. Ini menjadi mimpi buruk bagi koalisi Silla-Tang. Tang memang langsung direpotkan oleh serbuan Kekaisaran Tibet setelah itu tapi letak ibukota Tang yang jauh dari Goguryeo membuat pihak istana Tang bisa sedikit lega. Konsekuensi terburuk itu justru harus di alami oleh Silla yang letaknya berbatasan dengan Goguryeo dan posisi Seorabeol yang tidak jauh dari Goguryeo.

Saat itu, Raja Munmu mengirim pasukan untuk operasi pembersihan di sekitar perbatasan. Tidak berapa lama kemudian pasukan Silla mencapai Benteng Hansan. Celakanya, di Benteng itulah mereka dikepung oleh pasukan gabungan Goguryeo dan Malgal (suku bangsa Manchuria yang mengabdi pada Goguryeo).

Pasukan Goguryeo-Malgal mengepung selama 40 hari, dan ini membuat mereka frustasi. Jika Benteng Hansan jatuh maka hilanglah pertahanan wilayah utara yang melindungi Gyeongju dan jalan pasukan musuh ke Seorabeol terbuka lebar.

Peristiwa ini membuat pejabat-pejabat istana dan para menteri Silla frustasi. Dengan ketakutan, Raja Munmu mengumpulkan menteri-menterinya dan meminta saran mereka, tapi para menterinya memutuskan untuk menggantung diri sebagai pengunduran diri mereka. Jenderal Kim Yushin akhirnya mengumpulkan para bangsawan dan mengadakan pertemuan kerajaan (pertemuan dewan negara), dan berkata pada raja,

Yang Mulia, ini adalah masalah yang terlalu berat untuk diatasi oleh kekuatan manusia. Hanya keajaiban yang dapat menolong pasukan kita,”(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).

Kim Yushin lalu mendaki Gunung Seongbu dimana dia membangun sebuah altar untuk memohon keajaiban dari langit. Tiba-tiba, sebuah bola api besar keluar dari altar itu dan terbang ke arah utara sambil mengeluarkan lidah-lidah api. Ketika pasukan musuh akan menyerang pasukan Silla yang bertahan di benteng itu, bola api besar tersebut lalu menjadi sangat terang dan menghantam pelontar-pelontar batu (ketapel raksasa dalam perang) milik pasukan Goguryeo-Malgal. Dengan suara yang sangat mengerikan, bola api raksasa itu lalu menabrak pelontar-pelotar panah (busur raksasa dalam perang), panah-panah, tombak, dan proyektil-proyektil, dan juga menghantam banyak tentara musuh. Orang-orang yang selamat dari bola api itu kocar-kacir dan melarikan diri, dan hanya pasukan Silla yang selamat (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).




JAMUAN MAKAN BAGI TENTARA TANG

Usai penaklukan Goguryeo, terjadi gesekan antara pemerintah Silla dan Tang.

Penulis kitab Samguk Yusa, Biksu Ilyeon menulis ulang salah-satu legenda Silla tentang Kim Yushin yang berlatarkan beriode ini. Dikatakan bahwa:
“..setelah keruntuhan Baekje dan Goguryeo, pasukan Tiongkok (Tang) yang sedang berada di Sangju menunggu kesempatan untuk menyerang Silla dan menjadikan seluruh wilayah Semenanjung Korea menjadi bagian Kekaisaran Tang.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Pasukan Tang memang menyerbu Silla setelah penaklukan Goguryeo. Rupanya, hal ini dipicu oleh keserakahan Kaisar Gaozong yang ingin menguasai seluruh Korea dengan menempatkan pemerintahan proktetorat Kekaisaran Tang di bekas istana Sabi dan di Pyeongyang. Hal ini membuat marah seluruh Silla sehingga pecah perang antara Silla dengan Tang yang dimulai oleh penyerbuan Pasukan Hwarang ke Sabi, dan juga merebut Pyeongyang. Kaisar Tang sangat marah, dan mempersiapkan pasukan besar untuk menghalau pasukan Silla dari Pyeongyang sekaligus menggempur ibukota Silla, Seorabeol. 

Menurut catatan biksu Ilyeon, legenda Silla itu mengatakan bahwa:
“...Kim Yushin mencegah rencana mereka dengan mengundang tentara Tang dalam jamuan makan yang besar dan menyajikan daging burung beracun...”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Menurut legenda ini, para prajurit Tang yang hadir dalam jamuan makan itu semua tewas dan dikuburkan menjadi satu. Ada gundukan di Sangju, bagian barat-laut Gyeongju yang diklaim sebagai kuburan massal para prajurit Tang yang tewas itu.

Tapi, kebenaran legenda ini diragukan oleh sejarawan.
Alasan pertama adalah karakter Kim Yushin.

Kim Yushin adalah seorang jenderal yang memiliki harga diri tinggi dan menjalani hidup dengan penuh kehormatan. Sebagai seorang jenderal terhormat yang memiliki reputasi tinggi yang sangat menghormati perjuangan para prajurit, baik itu prajurit Silla maupun prajurit musuh, sangat tidak mungkin melakukan tindakan yang saat itu dianggap sangat picik. 

Karakter Kim Yushin ini bisa dilihat pada salah satu peristiwa pada periode ini juga. Ketika itu beberapa utusan Tang datang ke Silla menemui Kim Yushin dan mengultimatum Silla agar meninggalkan Pyeongyang. Kim Yushin sangat berang berang dan hampir membunuh utusan-utusan itu. Tapi, beliau sangat menjunjung tinggi kehormatan dan sikap seorang prajurit, juga etika. Para Hwarang saat sudah bersiap memenggal kepala para komandan Tang, jika diperintahkan Kim Yushin, tetapi Kim Yushin tidak melakukan hal itu.

Alasan kedua adalah tidak adanya catatan sejarah yang memuat peristiwa ini, baik dalam catatan  resmi sejarah Silla (yang dirangkum dalam Samguk Sagi) maupun catatan pemerintahan Tang.

Para utusan Tang tadi sangat ketakutan melihat kemarahan Yushin dan para Hwarang. Mereka pulang ke Tang dan menyarankan agar kaisar tidak meremehkan Kim Yushin.

Selain utusan-utusan itu, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang juga menolak permintaan kaisar sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Bagi mereka, menghadapi Kim Yushin dan Resimen Hwarang jauh lebih menakutkan dibandingkan menghadapi amarah kaisar. Sebab, walaupun mereka harus kehilangan nyawa ditangan kaisar namun setidaknya seluruh pasukan mereka selamat, sedangkan jika mereka menaati perintah kaisar dan berperang melawan Silla maka selain kehilangan nyawa, sebagian besar pasukan Tang akan musnah.




PRAJURIT LANGIT DAN KEMATIAN KIM YUSHIN

Diceritakan dalam Samguk Yusa bahwa pada bulan Juni tahun 673, beberapa rakyat Silla menyaksikan beberapa lusin pasukan berbaju besi dan lengkap dengan senjata masing-masing dan berjalan keluar dari rumah Yushin yang kemudian menghilang tanpa bekas. Mendengar kejadian aneh tersebut, Yushin pun berkata, “Mereka adalah prajurit penjaga langit yang melindungiku. Sekarang keberuntunganku sudah punah. Aku akan segera meninggal." (ko.wikipedia/김유신).

Hanya satu bulan setelah kejadian itu, pada tanggal 1 Juli 673 di masa pemerintahan Raja Munmu, Kim Yushin wafat pada usia 79 tahun, padahal saat itu Silla masih berperang dengan Tang. Kematian Kim Yushin ini membuat gempar seluruh Silla. Kematian Yushin itu juga membuat Munmu kehilangan guru yang telah mengajar dan mendampinginya selama 47 tahun.

Dua tahun setelah itu (675) pasukan Silla berhasil mengusir pasukan Tang dari seluruh Korea berkat peran besar dari putra kedua Kim Yushin, Jenderal Kim Wonsul.




KAISAR TANG DAN SUARA DARI LANGIT

Setelah Kim Yushin meninggal (675), tak berapa lama kemudian Raja Munmu juga meninggal (681). Raja Munmu digantikan oleh putranya (yang juga cucu Kim Yushin), Raja Sinmun.

Walaupun diawal masa pemerintahannya, Sinmun berselisih dengan para bangsawan termasuk dari keluarga Kim Yushin dan mengeksekusi mereka, tapi beliau tetap menghormati jenderal besar ini.

Saat itu, Kaisar Gaozong kembali berulah. Kali ini sama-sekali tidak berhubungan dengan Kim Yushin, melainkan dengan mendiang Raja Muyeol (kakek Raja Sinmun). Kaisar mengirim utusan dan disertai pesan, yang isinya meminta Sinmun mengganti gelar “Taejong” yang diberikan kepada kakeknya, Raja Muyeol (Pangeran Chunchu) sebab itu adalah gelar yang sama yang dimiliki oleh ayah Kaisar Gaozong, Kaisar Taizong (Taizong = Taejong), setelah Kaisar Taizong mempersatukan seluruh China, dan sangat tidak sepadan dengan Raja Muyeol yang hanya berasal dari kerajaan kecil yang meninggal sebelum mempersatukan Korea.

Tapi, Raja Sinmun menolak dengan sopan melalui sebuah surat yang berbunyi:
Walaupun Silla adalah kerajaan kecil, raja kami mampu mempersatukan tiga kerajaan (Samhan/Tiga Konfederasi) melalui kebaikan Kim Yushin yang membantu raja dengan keberanian yang tidak tertandingi. Oleh sebab itu, raja kami dianugerahi gelar Taejong.
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972).

Sesaat setelah kaisar membaca surat dari Sinmun itu, tiba-tiba terdengar suara dari langit, yang berkata bahwa salah-satu pria terhebat di surga ke-33 dilahirkan di Silla, dan orang itu bernama Kim Yushin. Sehingga, jangan coba-coba mengganggu Silla karena Kim Yushin yang kuat itu akan membalasnya. Suara itu membuat Kaisar Gaozong ketakutan dan kembali mengingat apa yang dulu pernah dikatakan para jenderalnya tentang Kim Yushin. Kaisar pun langsung mengirim utusan ke Silla dengan pesan yang berbunyi:

Tidak perlu mengganti gelar ‘Taejong’ itu.
Nama itu terlalu bagus untuk diganti.
Dari Kaisar Tang
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972)

200 tahun setelah kematian Kim Yushin, Raja Gyeongmyeong (raja Silla ke-54) menganugerahi Kim Yushin gelar anumerta kerajaan, “Kaisar Heungmu”.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Sumber Pustaka:
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul

Sumber Web:
wikipedia.org/kimyushin


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Monday, 1 October 2018

RATU SEONDEOK DAN RAMALANNYA



Ratu Seondeok adalah penguasa ke-27 Kerajaan Silla. Ratu Seondeok diangkat menjadi Ratu Silla setelah kematian ayahnya, Raja Jinpyeong (632). Nama lahir beliau adalah Kim Deokman sehingga beliau juga dikenal sebagai Putri Deokman. Beliau adalah putri Raja Jinpyeong dan Ratu Maya. Ratu Seondeok memerintah Silla selama 15 tahun (632-647).

Ratu Seondeok adalah ratu pertama dalam sejarah Silla dan merupakan pemimpin wanita pertama sepanjang sejarah Korea. Selain itu, beliau juga merupakan pemimpin wanita kedua terkuat dalam sejarah kuno di Asia Timur. Nama besarnya sebagai pemimpin wanita di Asia Timur hanya tidak lebih besar dari Kaisarina Wu Zetian dari Kekaisaran Tang.

Menurut Samguk Sagi, Ratu Seondeok adalah putri pertama Raja Jinpyeong, namun menurut catatan-catatan yang lainnya, Ratu Seondeok adalah putri kedua, adik dari Putri Cheonmyeong. Catatan-catatan diluar Samguk Sagi mengindikasikan dia diangkat sebagai pewaris bukannya Putri Cheonmyeong (yang menurut catatan-catatan itu adalah anak tertua) dikarenakan Putri Cheonmyeong telah terlebih dahulu meninggal.

Sebenarnya, Putri Deokman memiliki adik laki-laki yang bernama Pangeran Borochun (putra tunggalnya dengan cucunya sendiri, Putri Bomyeong). Tapi karena intrik-intrik politik istana yang di dalangi oleh Ratu Seungman (ratu kedua Raja Jinpyeong), nama Pangeran Borochun dicoret dari daftar pewaris Raja Jinpyeong sebagai imbas dari diusirnya Putri Boryang dari istana. Saat itu, ibu Pangeran Borochun, Putri Bomyeong (yang juga adalah cucu Raja Raja Jinpyeong) memiliki posisi yang kuat di istana karena melahirkan satu-satu pangeran bagi raja. Tapi, Ratu Seungman dan kubu pendukungnya melakukan konspirasi sehingga Putri Bomyeong dituduh berkhianat pada raja dan diusir dari istana. Kastanya juga diturunkan menjadi bangsawan Jin-geol. Otomatis, kasta Pangeran Borochun sudah bukan kasta Seon-geol murni (kastanya raja) melainkan kasta campuran (Seon-geol dan Jin-geol) seperti Pangeran Chunchu (bakal Raja Muyeol). Inilah yang membuat Putri Deokman menjadi anak raja tertua yang berasal dari kelas Seon-geol murni dan dinobatkan sebagai pewaris raja.

Sebenarnya, selain Putri Deokman masih ada bangsawan lainnya yang berasal dari kelas Seon-geol murni tapi Raja Jinpyeong bersikeras menjadikan putrinya yang sangat cerdas itu sebagai seorang ratu.

Sejak kecil, Ratu Seondeok telah menunjukkan kepandaiannya sehingga beliau menjadi kesayangan Raja Jinpyeong. Beliau sangat tertarik dibidang astronomi dan memberi sumbangan besar bagi ilmu astronomi Korea dan Asia melalui berbagai penelitian dan penemuan melalui observatorium yang dibangunnya (yang tertua di Asia Timur), yang lalu menjadi acuan bagi berbagai studi astronomi di-era setelahnya.

Ratu Seondeok juga membangun berbagai kuil, meskipun peninggalan arkeologi yang paling terkenal yang dibangunnya adalah observatorium di Gyeongju tersebut.

Ada satu lagi yang paling dikenal dari sosok Ratu Seondeok. Ramalan.

Catatan-catatan sejarah Silla yang memuat kisah Ratu Seondeok seakan-akan mengklaim bahwa ramalan-ramalan sang ratu memang menjadi kenyataan. Dari begitu banyak ramalan yang pernah diucapkannya, ada tiga ramalannya yang paling terkenal dan dicatat kembali oleh Biksu Ilyeon dalam kitab Samguk Yusa.




LUKISAN KAISAR TAIZONG DARI TANG

Saat ratu masih muda dan masih menjadi seorang putri mahkota, ayahnya, Raja Jinpyeong mendapat hadiah dari Kaisar Taizong dari Dinasti Tang, berupa satu kotak benih bunga dan lukisan yang menggambarkan bunga tersebut. Banyak orang memuji keindahan lukisan tersebut, namun Ratu Seondeok lebih tertarik pada benih bunga.

Banyak orang memuji keindahan lukisan tersebut, namun Ratu Seondeok lebih tertarik pada benih bunga. Ratu lalu berkata pada raja bahwa bunga dari bibit bunga yang dihadiahkan oleh kaisar itu tidak akan memiliki bau, karena “....jika lukisan itu wangi, maka akan ada kupu-kupu dan lebah disekitarnya,” (en.wikipedia/queenseondeok).

Jawaban Ratu Seondeok ini sangat mengesankan raja dan orang-orang disekitarnya. Prediksi Ratu Seondeok benar. Bibit yang ditanam itu memang tumbuh dan berbunga, tapi bunga yang tumbuh dari bibit itu memang tidak berbau, baik itu bau yang busuk maupun wangi.

Ratu Seondeok juga menyadari bahwa lukisan itu bukan sekedar hadiah melainkan sindiran pada ayahnya yang tidak memiliki keturunan laki-laki, dan kemudian digunakan oposisinya sebagai sindiran padanya karena ketidak-mampuannya memiliki suami, seperti bunga yang indah tapi tidak ada kupu-kupu hinggap padanya.

Menurut kitab Samguk Yusa, dalam lukisan yang dikirim oleh Kaisar Taizong itu bukan cuma ada satu kuntum bunga, melainkan tiga kuntum bunga yang melambangkan tiga ratu Silla, oleh karena itu beberapa orang juga meyakini Kaisar Taizong memiliki kemampuan yang sama seperti Ratu Seondeok, kemampuan meramal masa depan. Sebab, ketidak-mampuan Ratu Seondeok dalam memiliki keturunan memang bisa diprediksi saat itu sebab Ratu Seondeok hidup dimasa yang sama dengan Kaisar Taizong. Tapi, penggantinya, Ratu Jindeok (ratu kedua Silla) baru naik tahta tahun 647, dua tahun setelah Kaisar Taizong meninggal, dan Ratu Jinseong (ratu ketiga Silla) baru naik tahta tahun 888, lama setelah Kaisar Taizong meninggal, sehingga orang-orang juga berpendapat bahwa Kaisar Taizong juga mampu meramal masa depan




KATAK-KATAK DI KOLAM PERMATA

Suatu hari, saat beliau sudah menjadi ratu, Ratu Seondeok mendengar suara katak-katak yang sangat ribut dan terus-menerus menimbulkan kebisingan di Kolam Eokmun disekitar Gerbang Permata, padahal saat itu adalah musim dingin.

Ratu lalu memerintahkan para pengawalnya melihat apa yang terjadi. Rupanya, suara ribut itu berasal dari gerombolan katak putih.

Mendengar informasi itu, ratu langsung memerintahkan jenderal-jenderalnya untuk mempersiapkan pasukan menuju arah barat-laut tepatnya ditempat yang dikenal dengan nama “Lembah Wanita” untuk menahan serbuan pasukan Baekje.

Tidak ada laporan dari pasukan mata-mata mengenai pergerakan tentara Baekje menuju Silla, namun ratu bersikeras agar perintahnya segera dilaksanakan, dan menjelaskan alasan mengapa perintah itu diberikan.

Bagi ratu, suara katak-katak itu terdengar seperti suara teriakan prajurit sehingga sehingga ratu menganggap itu merupakan pertanda adanya pasukan yang akan menyerang Silla di wilayah barat-daya (katak putih diartikan sebagai warna putih yang dalam astronomi Asia menandakan arah barat), tepatnya di Lembah Wanita (Gerbang Permata, permata dianggap menggambarkan wanita).

Diantara semua jenderal hanya Pildan (ajudan ratu), Kim Yushin (panglima utama kerajaan), dan Alcheon (kepala pasukan pengawal) yang percaya pada ratu. Ratu lalu memerintahkan Pildan dan Alcheon menuju ke tempat yang disebutkannya itu.

Secara tak terduga sebelumnya, pasukan Silla berhasil menangkap 2.000 tentara Baekje yang sedang bersiap menyerbu Silla tepat ditempat yang disebutkan oleh Ratu Seondeok.




DUA SURGA, DORICHEON DAN SACHEONWANGCHEON

Suatu hari ketika kondisi Ratu Seondeok sedang sangat sehat, tiba-tiba ratu memanggil seluruh pejabat istana dan berkata bahwa dia mungkin tidak berumur panjang. Dia meminta dimakamkan di Doricheon. Pildan dan para jenderalnya juga para pejabat, termasuk Bidam (sangdaedung saat itu), bingung akan nama tempat yang disebutkannya sebab tidak ada tempat dengan nama itu. Tapi ratu berkata bahwa tempat itu terletak di dekat pegunungan di wilayah selatan Silla.

Secara mengejutkan, Silla diguncang pemberontakan terbesar dalam sejarah yang justru dikobarkan oleh Perdana Menteri-nya sendiri, Bidam (647).

Bidam melakukan pemberontakan (647) dengan menggemakan semboyan “seorang wanita tidak mampu memimpin negara”, sebagai kritik dan responnya terhadap pemerintahan Ratu Seondeok, dan ketidak-puasannya atas skema pewarisan tahta yang juga akan diwariskan pada seorang wanita sebab selain Ratu Seondeok, hanya Putri Seungman (Ratu Jindeok) yang tersisa dari kasta Seon-geol yang artinya beliau yang akan menggantikan Ratu Seondeok.

Bidam didukung oleh para oposan Ratu Seondeok, terutama para bangsawan dan pejabat yang memiliki hubungan dengan bangsawan yang menjadi oposan Raja Jinpyeong saat pemberontakan Chilsuk-Seok Phum. Karena pengangkatan Ratu Seondeok sebelumnya menyebabkan konflik besar di istana maka Bidam dengan mudah dapat mengumpulkan pengikut dalam jumlah yang sangat besar. Ratu Seondeok didukung penuh oleh Kim Yushin dan kubunya didominasi oleh para bangsawan campuran (Seongeol-Jinggeol) terutama Pangeran Chunchu (bakal Raja Muyeol), Putri Seungman (bakal Ratu Jindeok), Alcheon, dan Horim. Ratu Seondeok juga tetap didukung oleh para komandan hwarang ibukota Seorabeol dan para bangsawan, pejabat, dan jenderal-jenderal keturunan suku Gaya.

Pemberontakan Bidam ini menjadi pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla, bukan karena lama pemberontakannya melainkan karena banyaknya para pejabat, bangsawan, dan perwira-perwira militer yang terlibat. Kubu Bidam terdiri dari 30-an lebih pendukung yang masing-masing memiliki pasukan pribadi atau merupakan komandan dari salah-satu pasukan kerajaan, atau merupakan pejabat yang memiliki koneksi dengan para komandan pasukan kerajaan sehingga 30-an orang pendukung Bidam ini mampu mengumpulkan pasukan dalam jumlah besar.

Demi menyemangati pasukannya, Ratu Seondeok bergabung dengan pasukannya di perkemahan pasukan utama.

Pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla yang hanya memakan waktu 10 hari inipun berhasil dipadamkan. Sayangnya, pemberontakan Bidam, yang sebelumnya adalah salah-seorang kepercayaannya dan yang pernah mendukungnya disaat-saat sulit, membuat ratu sangat syok. Perang ini menyita pikiran ratu dan menghabiskan energinya. Kesehatan ratu merosot drastis selama 10 hari pemberontakan ini. Ratu Seondeok akhirnya wafat pada 17 Februari 647, ditahun yang sama ketika pemberontakan itu terjadi.

Sang ratu dikuburkan ditempat yang ditunjuknya (tapi saat itu belum bernama Doricheon). 10 tahun kemudian penerusnya membangun kuil diatas makamnya dan menamainya “Kuil Sacheonwang”. Saat itu barulah pejabat-pejabat kepercayaannya yang masih hidup sadar bahwa didalam teks-teks Buddha ada tertulis tentang nama dua surga, Sacheonwangcheon dan Doricheon, sehingga jika kuilnya dinamakan Sacheonwang maka otomatis kuburannya akan disebut Doricheon yan seakan menggambarkan dua surga itu, Sacheonwangcheon dan Doricheon. Pada akhirnya makam ratu ini dinamakan Doricheon.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Sumber Pustaka:
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul

Sumber Web:
wikipedia.org/queen seondeok


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sunday, 20 May 2018

HUBUNGAN JEPANG-KOREA DARI MASA KE MASA: PENAKLUKAN KOREA OLEH JEPANG



Sejarah adalah kenangan yang menjadi refleksi masa lalu yang merupakan salah-satu guru terbaik yang mengajarkan bagaimana cara mengambil keputusan yang tepat bagi masa depan. Hal-hal yang baik di masa lalu selalu menjadi acuan bagi apa yang ingin dicapai dimasa depan. Demikian juga sebaliknya, hal-hal yang buruk dimasa lalu berkontribusi pada keputusan yang diambil dimasa-masa mendatang.

Intinya adalah belajar dari pengalaman masa lalu atau melupakannya.

Menoleh pada sejarah atau mengabaikannya.

Pilihan inilah yang dihadapkan pada Jepang. Jepang adalah bangsa yang paling berhasil mengubah nasib mereka berkat pengalaman-pengalaman mereka dimasa lalu. Pengalaman-pengalaman masa lalu Jepang yang selalu kalah dari Korea dan Tiongkok membuat mereka memperbaiki kondisi negeri mereka dan proses ini dijalani selama lebih dari seribu tahun. Selama kurun waktu itu, timbulah ambisi terbesar Jepang, menaklukan Asia.

Bagi Jepang, Asia adalah Tiongkok!

Ini membuat mereka harus menaklukan Tiongkok apapun yang terjadi. Satu-satunya penghalang impian mereka ini dari masa ke masa adalah Korea. Oleh karena itu, dalam setiap rencana invasi mereka ke Tiongkok, Jepang selalu mengawali semua itu dengan menyerang Korea.




PELAJARAN SEJARAH BAGI JEPANG

Ada dua contoh yang sangat baik untuk menilai keputusan mana yang tepat mengenai sikap seseorang atau kelompok dalam mengambil hikmah dan belajar dari sejarah. Apakah menoleh pada sejarah atau mengabaikannya? Contoh pertama adalah penyerbuan Hitler ke Rusia, dan contoh kedua adalah penyerbuan Jepang ke Korea.

Mari menengok pada Hitler, diktator dan tiran terbesar sepanjang sejarah modern.

Pada masa Perang Dunia II, Jerman menjalin persekutuan dengan Italia dan memusuhi negara-negara sekutu terutama Inggris. Jerman menggempur Inggris habis-habisan setelah mereka berhasil menaklukan sebagian besar Eropa, namun Inggris berhasil bertahan dari gempuran-gempuran itu. Selain Inggris, ada satu negara yang sangat ingin ditaklukan oleh Jerman. Negara itu adalah Rusia. 

Jerman sangat percaya diri saat memutuskan berperang dengan Rusia. Dengan penuh percaya diri, Hitler memerintahkan pasukan infanteri lengkap dengan artileri mereka bergerak menuju Rusia. Semua persiapan sudah lengkap, tapi, hanya satu saja yang diabaikan oleh Hitler:
Sejarah Penyerbuan Napoleon ke Rusia.

Seakan ingin menantang sejarah, Hitler mengerahkan pasukannya di musim yang sama dengan saat Napoleon membawa pasukan Prancis menyerbu Rusia. Akhir kisah yang dicatat dalam sejarah tentang kedua penyerbuan ini adalah kedua pasukan berbeda bangsa dan negara ini dibantai berkali-kali dalam berbagai penyerbuan ke Rusia. Pembunuh pertama adalah cuaca dingin yang ekstrim, dan yang kedua dan seterusnya tentunya adalah tentara-tentara Rusia. 

Hampir semua orang di seluruh dunia yang mengetahui peristiwa ini tahu bahwa pasukan Rusia adalah pasukan yang paling banyak membunuh tentara Jerman, tapi, tidak banyak yang tahu berapa banyak tentara Jerman yang dibunuh oleh pasukan Rusia.

60% prajurit Jerman yang tewas dalam perang dunia dibunuh prajurit-prajurit Rusia!

Intinya, perang melawan Rusia yang dikobarkan Hitler itu menjadi malapetaka bagi negerinya, yang ironisnya justru telah dialami oleh pendahulunya, Napoleon.

Ambisi yang sama juga dimiliki Jepang, yakni menaklukan Tiongkok. Untuk memenuhi ambisi ini, Jepang harus menaklukan daratan Korea karena wilayah ini adalah wilayah terdekat dari Jepang untuk menuju ke daratan Tiongkok baik jika akan melalui darat maupun laut dan udara. Penyerbuan pertama Jepang ke Korea (Perang Baekgang) memang masih jauh jika ingin dikatakan bahwa itu adalah perang untuk menyerbu Tiongkok. Tapi, perang ini menjadi pengalaman yang sangat penting bagi Jepang. Saat itu, Jepang adalah pihak yang kalah dan mengalami kerugian yang sangat besar. Untuk itu, mereka berdiam diri selama ratusan tahun dan mempelajari kekurangan-kekurangan mereka, merestorasi dan mereformasi sistem pemerintahan mereka, dan mempersatukan klan-klan yang bertikai. Mereka baru menyerang Korea untuk kedua kalinya 600 tahun kemudian dalam “Perang Tujuh Tahun”. Perang ini hampir berhasil mewujudkan ambisi mereka, tetapi kekuatan angkatan perang Korea rupanya tidak sekecil negaranya. Perang ini berhasil dimenangkan pasukan Korea dengan pasukan dan armada yang jauh lebih kecil dari Jepang. Saat itu, hampir tidak ada armada yang tersisa dari armada Jepang.

Meskipun kalah telak, tetapi perang ini memiliki sisi positif bagi Jepang yang dampaknya tidak kecil di masa depan. Selama menginjakan kaki di Korea pada perang itu, Jepang sangat kagum ketika mereka mengetahui dan melihat bahwa hampir tidak ada orang yang buta huruf di Korea karena orang-orang Korea, termasuk generasi tua, bisa membaca (setidaknya huruf Han-geul). Jepang juga sangat heran saat mengetahui bahwa orang Korea bisa membuat senapan sendiri padahal mereka harus mengimpor senapan dari Tiongkok atau dari pedagang-pedagang Portugis dan Belanda. Lebih-lebih lagi saat mereka melihat teknologi militer Korea. Mereka terkaget-kaget saat melihat kapal perang besi yang dibuat sendiri oleh orang Korea sebab kapal perang itu tidak pernah dilihat atau diketahui kabarnya oleh orang-orang Jepang, baik melalui orang-orang Eropa (Belanda dan Portugis) yang pernah berkontak dengan Jepang atau dari Tiongkok. Oleh karena itu, walaupun mereka kalah dalam perang ini tapi mereka juga belajar bahwa teknologi mereka wajib ditingkatkan. Mereka lalu mengadopsi teknologi Korea dengan cara menculik seniman-seniman, pengrajin, guru-guru, dan teknisi dari Korea ketika mereka mundur dari dan pulang ke Jepang, untuk mengajar orang Jepang dan mengembangkan kesenian dan kebudayaan Jepang. Melalui politik isolasi di era Tokugawa, Jepang berusaha menstabilkan negaranya dari berbagai konflik sipil dan militer sehingga ketika Kaisar Meiji naik tahta beliau mendapatkan situasi yang, walaupun belum sangat damai dan stabil tapi, jauh lebih baik daripada masa sebelumnya. Beliau lalu mencontoh apa yang dilakukan bangsa Korea pada masa lalu, yang justru ditinggalkan oleh mereka (orang Korea): Modernisasi.

Kecepatan modernisasi dan restorasi Kaisar Meiji hingga kini tetap yang paling mengagumkan yang pernah terjadi. Ironisnya, restorasi era modern yang kedua terbaik di dunia adalah yang dilakukan oleh Raja Gojong dari Korea. Tapi, ada perbedaan besar antara restorasi yang tepat waktu dan restorasi yang terlambat. Dalam hal ini, Jepang melakukan restorasi yang tepat waktu sedangkan Korea berada disisi yang sebaliknya.

Dibilang tepat waktu sebab Restorasi Meiji dilakukan ketika persaingan antar bangsa-bangsa Eropa, yang gencar melebarkan pengaruh mereka melalui kolonialisme, sedang pada puncaknya ketika itu namun belum berhasil mencengkram Jepang, sedangkan Korea baru merestorasi negerinya saat Raja Gojong memerintah, saat Jepang sudah menjadi sangat kuat. Saat itu, Jepang bersekutu dengan Kekaisaran Jerman, Inggris, dan Amerika, sedangkan sekutu terkuat Korea adalah Kekaisaran Qing dan Kekaisaran Rusia. Kita tentu tahu bahwa kedua sekutu Korea ini adalah negara yang sudah sangat lemah karena pertikaian dalam negeri dan pada akhirnya runtuh bahkan sebelum Perang Dunia I meletus. Ironisnya, saat Gojong merestorasi Korea, kekuatan militer Korea dan juga infrastruktur Korea menjadi sangat maju dan menyamai Jepang dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun masa restorasi, padahal Meiji merestorasi Jepang dalam waktu puluhan tahun. Jepang dan Korea adalah dua negara tetangga yang sama-sama melakukan politik isolasi dalam jangka waktu yang sangat lama, tetapi pada akhirnya Jepang menjadi negara pertama yang berani melangkah dan membuka diri. Inilah mengapa, secepat apapun Korea memodernisasi negaranya tetap ada banyak hal yang lebih lambat mereka lakukan dan justru merupakan hal yang fatal. 

Kecepatan dan ketepatan mencari sekutu adalah salah-satu keterlambatan Korea pada masa itu yang berakibat sangat fatal. Andaikan tetangga mereka adalah negara yang pasif dan bersahabat seperti Kekaisaran Ming tempo dulu maka hal itu bukan masalah besar, tetapi tetangga mereka adalah negara yang sedang agresif dan berambisi besar, dan justru menjadikan Korea sebagai batu loncatan pertama untuk mewujudkan ambisi dan mimpi mereka.

Restorasi dan Modernisasi Kaisar Meiji adalah keputusan yang dibuat beliau setelah mengacu pada masa lalu yang tertulis dalam catatan-catatan sejarah mereka. Keberhasilan ini membuat mereka kembali berusaha mewujudkan impian leluhur mereka, menaklukan Tiongkok. Dan sebagai awal dari semua itu, mereka kembali harus berusaha menaklukan Korea. Jika dalam perang yang pertama dan kedua mereka gagal, maka pada usaha yang ketiga kalinya, Jepang berhasil.





MODERNISASI JEPANG DAN KOREA

Lama setelah Perang Tujuh Tahun terjadi, Jepang berhasil mempersatukan seluruh wilayah yang bergejolak akibat perang sipil dan memodernisasi negara mereka berkat Restorasi Meiji. Kabar mengenai kemajuan Jepang yang pesat ini sampai kepada Raja Gojong (raja terakhir Joseon) dan ratunya, Ratu Min.

Raja Gojong dan Ratu Min menugaskan Kim Gwang-jip untuk belajar tentang westernisasi Jepang (1877) dan tentang apa tujuan Jepang. Saat itu Kim Gwang-jip dan tim-nya terkejut ketika melihat kemajuan Jepang. Dulu Busan dan Hanyang (Seoul) adalah kota-kota metropolitan di Asia Timur, yang hanya kalah dari Nanking dan Peking di Qing (Tiongkok modern) serta Batavia dan Surabaya di Hindia Timur (Indonesia modern). Tapi saat mereka datang ke Jepang, Tokyo dan Osaka sudah jauh berubah setelah menerapkan budaya barat. Teknologi militer Jepang juga berkembang sangat pesat. Saat itu, militer Korea adalah militer asli Asia yang menyandang predikat sebagai pemilik teknologi militer terbaik di Asia, tetapi kini predikat itu telah beralih ke Jepang. Suatu perubahan yang sangat mengejutkan para diplomat Korea.

Kim Gwang-jip lalu bertemu dengan duta besar Kekaisaran Qing, Ho Ju-chang dan penasehatnya (Huang Tsun-hsien), yang memberikan sebuah buku berjudul “Strategi Korea” pada Kim Gwang-jip. Mereka mengakui bahwa saat itu Kekaisaran Qing sudah tidak menjadi kekuatan politik utama di Asia Timur, dan juga memperingatkan pada pra diplomat Joseon itu bahwa Korea sudah bukan lagi pemilik teknologi militer terbaik di Asia. Fatalnya, kedua kenyataan ini luput dari pengamatan pemerintah Kerajaan Korea dan bahkan tidak diketahui oleh mereka. Pada akhirnya, para diplomat inipun menyadari bahwa situasi Korea dipercaturan politik Asia Timur sudah sangat tidak aman, dan sudah semakin terdesak. Ditambah lagi, Kekaisaran Rusia juga mulai memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Manchuria, ke bekas-bekas wilayah Kerajaan Goguryeo dulu, sehingga Korea harus mencari sekutu baru.

Huang Tsun-hsien menasehatkan agar Korea bergabung dengan Kekaisaran Qing namun tidak hanya mengambil kebijakan pro-Qing tapi juga mempertahankan perjanjian dengan Jepang untuk sementara waktu guna melihat keadaan. Ia juga menyarankan agar bersekutu dengan Amerika Serikat untuk mencegah invasi Rusia. Inti dari pembicaraan mereka adalah Korea harus mencoba membuka hubungan dagang dengan bangsa barat dan menerapkan teknologi barat. Qing pernah mencoba melakukan hal yang sama seperti Jepang namun tidak begitu sukses karena wilayah mereka yang terlalu luas. Tapi, wilayah Korea lebih kecil daripada Qing dan Jepang sehingga seharusnya Korea akan lebih berhasil daripada Qing (id.wikipedia/gojong). Huang Tsun-hsien juga mengusulkan agar pemuda-pemuda Korea belajar di Jepang dan mengundang guru-guru ilmu teknik dan sains dari negara barat ke Korea (id.wikipedia/gojong).

Saat Kim Gwang-jip kembali ke Korea, beliau membicarakan ide-ide itu pada Raja Gojong dan Ratu Min. Banyak pejabat, terutama yang berasal dari partai Noron, yang menentang usul keterbukaan itu, tapi Ratu Min membungkam para oposannya dengan mengubah tatanan pemerintahan dan membentuk biro-biro baru yang menangani hubungan luar negeri dengan Qing, Jepang dan Barat, yang berupa biro dagang dan biro teknologi militer. Ratu Min juga menandatangani perjanjian pengiriman tentara lulusan terbaik untuk belajar di Qing.

Gebrakan Ratu Min ini awalnya direspon positif oleh Jepang, yang dengan senang hati menyuplai peralatan perang untuk Korea. Ratu Min memang menyambut baik perjanjian dengan Jepang tersebut, tetapi, beliau menegaskan pada pihak Jepang bahwa Qing tetap akan menjadi tempat utama untuk pelatihan militer tentara-tentara Korea.

Modernisasi militer Korea mendapat kecaman dari berbagai pihak, khususnya dari pihak partai Noron dan para cendekiawan Universitas Sungkyunkwan sebab para tentara mendapat perlakuan khusus, seperti kesempatan belajar di Qing, yang membuat iri pihak lain. Buntut dari perselisihan itu, Heungseon Daewongun (ayah kandung Raja Gojong) merancang plot untuk menjatuhkan Ratu Min (1881) dan berusaha mengkudeta Raja Gojong ditahun berikutnya.

Pemberontakan ini berhasil mengurangi peran ratu sehingga Ratu Min sangat marah, tapi ratu tidak bisa berbuat apa-apa karena Heungson Daewongun adalah ayah raja. Buntut dari pemberontakan Pangeran Besar Heungseon (1882) menjadi awal intervensi Jepang di Korea. Tanpa sepengetahuan Ratu Min, pihak Jepang meminta Gojong menandatangani perjanjian penyerahan uang ganti rugi, yang dialami oleh tentara Jepang pada saat pemberontakan Heungson Daewongun, sebesar 550.000 Yen. Jepang juga diijinkan menggunakan pasukannya menjaga kedutaan Jepang di Hanyang.

Perjanjian dengan Jepang ini akhirnya diketahui Ratu Min. Ratu segera bertindak dengan memperbaharui perjanjian dengan Qing dengan memberikan hak-hak istimewa pada Qing. Ratu juga menutup pelabuhan-pelabuhan agar tidak dapat diakses oleh orang Jepang, dan mengundang panglima-panglima Qing untuk melatih kesatuan-kesatuan militer Korea dan mempekerjakan penasehat kelautan yang berasal dari Jerman (Paul George Von Moellendorff). Ratu juga mengambil tindakan yang lebih jauh dengan melawan kelompok-kelompok anti-Qing walaupun mereka berasal dari faksinya sendiri karena mereka berpendapat bahwa Korea harus memutuskan ikatan dengan Qing jika ingin mempercepat westernisasi. Tapi, ratu yang bijak itu ingin Korea maju secara bertahap agar tidak kaget dengan budaya asing.

Usaha Ratu Min ini berhasil merealisasikan pembaharuan di Korea, dan Korea menikmati ketenangan berkat pasukan Jepang yang masih berada di luar Korea dan keberadaan pasukan Qing di Korea yang turut menjaga keamanan.

Qing tentu dengan senang hati membantu Korea. Menjaga keamanan Korea adalah misi penting bagi Qing agar negeri mereka terlindungi dari serbuan Jepang, sebab mengacu pada sejarah masa lalu, Kekaisaran Qing berhasil mengganti Kekaisaran Ming berkat melemahnya militer Kekaisaran Ming setelah dilibatkan dalam Perang Tujuh Tahun (perang Korea-Jepang).

Proses modernisasi Korea yang dilanjutkan oleh pembangunan sekolah-sekolah modern bagi kalangan elit Korea (1885) oleh Ratu Min. Ratu juga mengijinkan pembangunan sekolah-sekolah swasta oleh para misionaris dari Amerika yang dipimpin oleh Dr. Homer B. Hulbert, dan mengadopsi kurikulum sekolah mereka di sekolah-sekolah negeri Korea. Mereka belajar dengan menggunakan bahasa Inggris dan buku pelajaran yang ditulis dengan bahasa Inggris. Ratu Min juga membangun sekolah khusus untuk wanita (Ewha Akademi). Kini sekolah itu menjadi “Universitas Ewha” yang sangat prestigius dan elit di Asia. Sekolah-sekolah lain bermunculan seperti Baekje Akademi dan Kyeongshin Akademi. Ini membuat Korea menjadi negara dengan prestasi sekolah dasar-menengah dan sekolah tinggi terbanyak di Asia, sekaligus menjadi negara pelopor sekolah wanita pertama di Asia (dan secara resmi juga di dunia).

Berkat politik keterbukaan dan bebas aktif yang lakukan ratu banyak misionaris asing datang ke Korea sehingga agama Kristen berkembang sangat pesat. Situasi ini berbeda dengan saat Heungseon Daewongun masih menjabat sebagai wali Raja Gojong. Saat itu, Heungseon Daewongun menekan agama Kristen dan melakukan banyak pembantaian karena dia tidak memperbolehkan penyebaran agama baru. Bagi para bangsawan konservatif saat itu, doktrin agama Kristen tentang kesetaraan akan menyebabkan konflik sosial sebab doktrin kesetaraan itu tidak memperbolehkan perbudakan, dan juga menyebarkan faham tentang kemerdekaan dan hak asasi manusia. Tapi, Ratu Min tidak melihat ada ajaran-ajaran dalam doktrin Kristen yang mengganggu ajaran moral Konfusianisme.

Ratu juga memiliki tujuan khusus saat mengijinkan perkembangan agama Kristen, yaitu agar para misionaris Kristen yang cerdas bisa dipekerjakan sebagai pegawai pemerintah tanpa mengeluarkan biaya yang mahal. Melalui para misionaris Kristen, Korea mengenal ilmu kedokteran modern sehingga ratu memberi ijin pada mereka untuk membuka klinik modern pertama di Korea yang bernama “Gwanghyewon”. Karena semakin banyak misionaris yang datang dan menyebarkan agama Kristen, semakin banyak pula orang Korea yang menganut ajaran tersebut, sehingga dibangunlah gereja-gereja di Hanyang (Seoul). Para misionaris juga memperkenalkan konsep belajar ala barat dan juga musik barat. Tak terasa, westernisasi dan perkembangan militer Korea berhasil dan dilaksanakan dalam waktu yang jauh lebih cepat dari Restorasi Meiji.




PEMBUNUHAN RATU MIN

Modernisasi dan kemajuan Korea yang berkembang pesat ini membuat Jepang menjadi takut. Terlebih lagi, Ratu Min terang-terangan menunjukan niatnya menghalangi apapun usaha Jepang yang mengarah pada kolonialisasi Jepang di Korea. Mereka lalu mulai merencanakan penggulingan Ratu Min.

Langkah pertama tentunya adalah dengan menghasut para bangsawan untuk memberontak, tapi pengaruh Ratu Min sudah sangat kuat terutama di kalangan militer, sehingga Jepang mengambil jalan pintas, membunuh Ratu Min.

Misi untuk menyingkirkan ratu direncanakan dengan matang dengan mulai mendatangkan para pasukan pembunuh Jepang secara diam-diam ke Hanyang secara bertahap sehingga terkumpul sejumlah besar pasukan. Waktu eksekusi pun ditentukan, dan waktu yang ditentukan adalah waktu ketika Ratu Min berada di istana.

Pasukan Jepang mempelajari jalur komunikasi antar pasukan pengawal istana, dan bagaimana mereka mendatangkan pasukan bantuan dari luar. Membunuh seorang ratu Korea bukanlah pekerjaan yang gampang, tapi pengkhianatan beberapa orang dalam istana mempermudah semua rintangan yang ada.

Sesuai dengan laporan dalam “Dokumen Eijoh”:

Pada 18 Oktober 1895 sekitar jam 5:30 sore, pasukan Jepang pimpinan Miura Goro yang diperlengkapi dengan peralatan perang mulai menyerbu pasukan pengawal istana diluar. Mereka berhasil membunuh Hong Gae-hoon (salah-satu komandan satuan unit pengawal istana) beserta anak buahnya yang melawan para pembunuh itu dan berusaha mencegah mereka masuk ke dalam istana. Tapi, pasukan pengawal setia ini berhasil dikalahkan. Pintu istana lalu dibuka oleh Letnan Kolonel Woo Beomseon, yang berkhianat, sehingga para pembunuh memasuki istana Gyeongbuk sehingga membuat pasukan penjaga istana di dalam sangat terkejut. Bukan hanya Letnan Kolonel Woo Beomseon yang berkhianat sebab ada perwira lain yang juga berkhianat, yaitu Letnan Kolonel Yi Du-hwang. Pasukan dua kolonel pengkhianat ini berjumlah 1.000 orang, yang hampir seluruhnya bergabung menyerbu istana. Merekalah yang menyerbu dan mengalahkan pasukan pengawal di luar gerbang istana, sebab pasukan Jepang tidak mampu mengalahkan pasukan Korea, apalagi pasukan istana.

Pertempuran sengit-pun terjadi. Tapi, jumlah yang tidak seimbang mematahkan perlawanan pasukan pengawal istana. Gabungan pengkhianat dan pembunuh itu membantai semua yang mereka temui termasuk para kasim dan dayang istana.

Pasukan pembunuh Jepang mulai berpencar mencari ratu, sebagian dari mereka berhasil mencapai dan menyerang paviliun raja. Raja Gojong yang murka langsung menolak permintaan mereka untuk menyerahkan ratu. Tidak hanya menolak, beliau juga melakukan perlawanan. Namun, pada perkelahian itu beliau dikalahkan oleh para pembunuh, yang dengan lancangnya menyakiti tubuh sang raja dan mengkoyak-koyakan pakaian raja.

Para pembunuh juga dengan lancang menarik rambut putra-mahkota (calon Raja Sunjong) ketika dia akan berlari ke pangkuan Raja Gojong yang terjatu, dan melemparkan putra-mahkota ke lantai lalu dipukuli hingga babak belur.

Sebagian pasukan pembunuh lainnya berhasil mencapai ke kediaman sang ratu, tetapi mereka justru berhadapan dengan Menteri Kerajaan, Yi Gyung-Shik. Sang menteri yang berusaha menghentikan aksi para pembunuh langsung ditebak ditempat. Saat tiba dikediaman ratu, mereka tidak langsung mendapati Ratu Min melainkan beberapa dayang ratu yang berpakaian seperti ratu untuk mengelabui para pembunuh. Tiga dayang yang menyamar sebagai ratu langsung dibunuh. Para pembunuh lalu menjumpai dayang-dayang ratu lainnya. Para dayang ratu ini menolak menundukan kepala mereka pada para pembunuh dan memilih berbaris rapi dengan anggun, mempertahankan kehormatan mereka sebagai dayang istana. Wanita-wanita pemberani itu dieksekusi satu persatu dengan pedang oleh para prajurit pembantai Jepang.

Sedari awal saat mendengar kekacauan, dan karena belajar dari pemberontakan Heungseon Daewongun, sang ratu mempersiapkan dengan segala kemungkinan yang terjadi. Beliau segera mengenakan pakaian kebesaran seorang Ratu Joseon.

Saat bertemu dengan para pembunuh Jepang itu, sang ratu menghardik dan menuntut hormat sebagai seorang ratu dari mereka. Para pengawal ratu dan para dayang istana yang tersisa mati-matian melawan untuk menyelamatkan ratu, dan dihadapan ratu mereka semua dibantai. Para pembunuh akhirnya berhasil mencapai dan Ratu Min. Sang ratu akhirnya dipukuli hingga tidak berdaya dan diseret ke halaman Istana Gyeongbok. Disitu, beliau ditelanjangi dan alat-alat vitalnya diperlakukan tidak senonoh, dan juga mengalami perkosaan (sesuai dengan isi Dokumen Eijoh). Akhirnya, setelah dianiaya oleh pasukan pembunuh itu, Ratu Min pun dibunuh dengan cara dibakar dalam keadaan masih hidup.

Kengerian itu dilihat langsung oleh Raja Gojong, namun semua itu belum berakhir. Mayat Menteri Yi Gyung-Shik, yang sebelumnya dibunuh di dekat kediaman Ratu Min, dibawa kehadapan Raja Gojong dan dimutilasi dihadapan raja.

Penyerbuan pasukan pembunuh Jepang ini menyebabkan raja dan putra-mahkota terpaksa mengungsi ke kedutaan besar Kekaisaran Rusia di Hanyang (Seoul). Setelah kematian istrinya, sang raja mengurung diri di kamarnya selama berminggu-minggu dan menolak melaksanakan tugas-tugasnya. Sikap raja ini menyebabkan Jepang bisa leluasa mengatur Korea. Buntut lain dari penyerbuan ini, Heungseon Daewongun mulai mendapatkan kembali kekuasaannya. Beliau membujuk Gojong untuk menandatangani perjanjian yang diminta pihak Jepang untuk menurunkan status Ratu Min menjadi warga biasa. Tapi, Gojong mengatakan,

Lebih baik aku mengiris lenganku dan membiarkan darahnya mengalir daripada mempermalukan seorang wanita yang telah menyelamatkan kerajaan ini,” dan mengusir mereka.

Pembunuhan Ratu Min (1895) ini adalah pembunuhan anggota keluarga kerajaan paling terkenal di era Joseon dan yang paling tragis setelah kematian Pangeran Sado. Semua yang tertulis dalam buku sejarah resmi adalah “ratu dibunuh dan jenasahnya dibakar setelah beliau meninggal,” tapi kejadian yang sesungguhnya lebih tragis itu. Kisah kematian tragis ratu yang ditulis diatas dimuat dalam sebuah dokumen yang bernama “Dokumen Eijoh”, yang ditemukan oleh seorang ahli sejarah Jepang, Amabe Gentaro. Dari dokumen inilah diketahui tentang kekejaman pembunuhan sang ratu. Dokumen yang dikenal dengan nama “Eijoh Report” (Laporan Eijoh) ini ditulis oleh salah-satu pimpinan regu pembunuh yang bernama Isujuka Eijoh.

Puluhan tahun setelah peristiwa ini, seorang Jepang yang adalah cucu dari salah satu pasukan pembunuh itu datang ke Korea Selatan dan mengunjungi makam Ratu Min. Beliau lalu meminta maaf secara terbuka atas nama kakeknya. Semasa hidup, kakeknya berkata bahwa dia adalah salah satu prajurit yang ditugaskan membunuh Ratu Min. Peristiwa pembunuhan sadis itu menghantui kakeknya hingga kematiannya, dan berulang-kali kakeknya mengutarakan penyesalannya sebab sang kakek menganggap dirinya telah melakukan hal yang tabu dalam budaya Jepang dan dalam tradisi samurai yaitu perbuatan amoral dengan ‘menikam sekutu dari belakang’. Bagi seorang samurai perbuatan yang sangat tidak ksatria dan memalukan. Pengakuan kakeknya ini membenarkan semua peristiwa dalam Dokumen Eijoh tentang peristiwa pembantaian di Istana Gyeongbok dan pembunuhan sadis Ratu Min.

Dimasa kini Ratu Min dihormati orang-orang Korea sebagai seorang patriot dan tokoh modernisasi Korea. Di-era pendudukan Jepang, Ratu Min dijadikan simbol kedaulatan Joseon selalu memicu keinginan masyarakat akan kebebasan dan kemerdekaan. Ratu Min juga dihormati para wanita modern Korea sebagai simbol awal feminisme Korea di-era modern.





PENDUDUKAN JEPANG DAN PERJUANGAN RAKYAT KOREA

Pendudukan Jepang adalah salah-satu dampak langsung dari peristiwa pembantaian Ratu Min. Saat itu, Raja Gojong meninggalkan kewajibannya selama berminggu-minggu karena kesedihannya. Tapi, hal itu justru membuat kekuasaan Jepang semakin besar dan mulai mencengkram pemerintahan diseluruh Korea.

Dua tahun setelah peristiwa pembunuhan Ratu Min, Raja Gojong memproklamirkan berdirinya Kekaisaran Han Raya (1897) di Istana Deoksu menggantikan Kerajaan Joseon sebagai tanda lepasnya Korea dari Kekaisaran Qing yang telah diruntuhkan oleh kaum revolusioner. Gojong lalu mengangkat dirinya sebagai Kaisar Korea dengan nama Kaisar Gwangmu. Peralihan bentuk negara dari “Kerajaan Joseon” menjadi “Kekaisaran Han Raya” membuat Gojong menjadi raja Joseon yang terakhir, meskipun Wangsa Yi tetap memerintah Korea. Oleh Gojong, impian bangsa Korea selama lebih dari 200 tahun, yang ingin merdeka dan menjadi negeri mandiri, akhirnya tercapai.

Kemandirian Korea ini tidak bertahan lama. Intervensi Jepang sudah sangat terasa dan semakin membuat orang Korea merasa tidak aman. Pemaksaan keinginan Jepang ini berujung pada perang Sino-Jepang (1904-1905) yang berakhir dengan kekalahan Korea. Hasil akhir dari perang ini adalah Perjanjian Protektorat antara Korea dan Jepang (1905) yang membuat Korea menjadi wilayah protektorat Jepang dan dilucuti haknya sebagai negara merdeka.

Perjanjian proktetorat ini membuat kepercayaan rakyat dan bangsawan pada raja semakin menurun. Sebagai raja mereka, Gojong mengupayakan berbagai cara agar kemerdekaan dan kedaulatan Korea bisa kembali. Raja Gojong mengirimkan perwakilannya ke Konvensi Perdamaian di Den Haag, Belanda pada 1907, untuk menegaskan kedaulatan Korea. Perwakilan Korea ini ditahan oleh delegasi Jepang, tapi mereka tidak menyerah dan berhasil diwawancara oleh wartawan-wartawan asing. Usaha mereka membuahkan hasil meskipun kecil. Perjuangan mereka terdengar oleh perwakilan pemerintah Amerika Serikat. Salah-satu delegasi AS mengkritik ambisi Jepang di Asia dengan berkata:

"Amerika Serikat tidak menyadari kebijakan Jepang di Timur Jauh dan apa yang akan ia lakukan terhadap orang Amerika. Jepang mengadopsi kebijakan yang pada akhirnya akan memberikannya penguasaan penuh atas perdagangan dan industri di Timur Jauh. Jepang menantang Amerika dan Inggris. Jika Amerika tidak memperhatikan Jepang dengan seksama, maka Jepang akan memaksa Amerika dan Inggris keluar dari Timur Jauh" (wikipedia/rajagojong)

Akibat keberaniannya ini, Gojong dipaksa turun tahta pada tahun itu juga (1907). Tahta lalu diberikan pada putranya, Sunjong, yang diangkat sebagai Kaisar Yanghui. Gojong-pun dijadikan tahanan rumah di Istana Deoksu oleh Jepang. Pemerintahan Sunjong tidak lama dan harus berakhir 3 tahun kemudian (1910) setelah nasibnya sama seperti ayahnya, abdikasi secara paksa.

Penurunan tahta Kaisar Yanghui ini menjadi awal pendudukan Jepang di Korea yang berlangsung selama 35 tahun.

Pejuang-pejuang kemerdekaan Korea pun bermunculan dimana-mana. Pusatnya di Tiongkok dan Rusia. Mereka terus-menerus berjuang, dan untuk menyatakan eksistensi bangsa Korea mereka membentuk Pemerintah Korea Sementara di Tiongkok.

Sembilan tahun setelah dihapusnya Kerajaan Korea, Kaisar Gojong wafat (21 Januari 1919). Ada banyak spekulasi bahwa beliau diracuni oleh pejabat militer Jepang. Kematiannya menimbulkan kemarahan besar rakyat Korea dan pergolakan besar di seluruh Semenanjung Korea. Dua bulan setelah kematiannya, Gerakan Kemerdekaan 1 Maret dilaksanakan di seluruh Korea (1919). Gerakan ini terkenal sebagai gerakan tanpa senjata terhadap tentara dan polisi Jepang yang bersenjata.

Para revolusioner Korea banyak bermunculan dan melakukan perlawanan. Pusat perlawanan mereka adalah Manchuria dan Shanghai. Perlawanan pejuang-pejuang revolusioner Korea berhasil membunuh Ito Hirobumi (perdana-menteri pertama Jepang) dalam sebuah serangan di Harbin, Manchuria. Selain perjuangan dari kalangan rakyat dan bangsawan, anggota keluarga kerajaan pun turut berjuang, diantaranya adalah Putri Deokhye dan Pangeran Gon.

Putri Deokhye adalah putri kesayangan Raja Gojong. Beliau dibawa paksa meninggalkan Korea menuju Jepang saat masih kecil. Di Jepang, Putri Deokhye melakukan perlawanan dengan mendukung para pelajar, para romusha, dan warga asal Korea di Jepang yang berjuang menghadapi diskriminasi dan penindasan pemerintah Jepang. Gebrakan Putri Deokhye ini menjengkelkan Jepang. Untuk membungkamnya, beliau dinikahkan dengan salah-seorang pangeran Jepang. Pernikahannya ini membuat marah seluruh rakyat Korea, sehingga wajah suaminya terpaksa dihapus dari berbagai berita surat-surat kabar Jepang untuk melindunginya dari ancaman pembunuhan orang Korea. Setelah pernikahan ini, pemerintah Jepang memerintahkan suaminya untuk membatasi gerakan Putri Deokhye sehingga lama-kelamaan Putri Deokhye dilupakan oleh generasi muda Korea yang lahir setelah tahun-tahun awal pendudukan.

Berbeda dengan Putri Deokhye yang secara terang-terangan menunjukan sikap yang sangat anti Jepang dan menolak melakukan apapun yang diperintahkan Jepang, keponakannya yang bernama Pangeran Gon lebih terbuka dan memanfaatkan berbagai fasilitas yang diberikan Jepang pada keluarga kerajaan Korea. Beliau menjadi tentara dan berhasil menjadi seorang perwira menengah di angkatan bersenjata Jepang. Tetapi, secara rahasia Pangeran Gon membantu para pelajar dan kaum revolusioner di Jepang yang melakukan berbagai aksi yang bertujuan untuk mendapatkan kembali kedaulatan Korea dan mendapatkan pengakuan di dunia internasional. Sumbangsih Pangeran Gon tidak berhenti sampai disitu. Saat berada di Manchuria beliau membantu perjuangan para gerilyawan melawan tentara-tentara Jepang.

Perjuangan orang Korea mendapat hasil positif melalui dukungan masyarakat dunia berkat kabar yang dibawa oleh pengungsi-pengungsi Korea dan para misionaris gereja ke berbagai komunitas dunia. Para pengungsi Korea yang tersebar di berbagai wilayah Rusia dan Pulau Shakalin, Tiongkok, bahkan di Kuba mengumpulkan uang untuk membantu perjuangan kemerdekaan Korea dari Jepang. Bahkan, perjuangan mereka juga didukung oleh orang-orang Jepang yang bersimpati pada nasib orang Korea.

Perjuangan bangsa Korea mendapat angin segar, yang justru disebabkan oleh ambisi Jepang. 

Usai berhasil menaklukan dan menduduki Tiongkok, Jepang masih belum puas dan memalingkan pandangan mereka ke Asia Tenggara. Perdana menteri Jepang saat itu, Hideki Tojo, menyarankan pada Kaisar Hirohito untuk mengusir orang Eropa dari Asia Tenggara. Kaisar Hirohito yang terdesak oleh kekuatan-kekuatan dan persaingan antar kubu dalam tubuh militer Jepang terpaksa mengikuti saran Perdana Menteri Tojo yang berasal dari kalangan militer. Akhirnya, balatentara Jepang pun diterjunkan dalam perang di Asia Tenggara. Kekurangan jumlah pasukan ditutupi dengan merekrut paksa para pemuda Korea dan Tiongkok untuk menjadi tentara Jepang. Penyerbuan mereka ke negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Myanmar, membuat mereka berhadapan langsung dengan blok Sekutu yang di motori oleh Inggris, sebagai satu-satunya negara Eropa penguasa Asia Tenggara yang tidak takluk pada Jerman. Parahnya, Jepang juga memutuskan untuk menyerang pangkalan utama Amerika Serikat di Pasifik: Pearl Harbour. 

Penyerbuan ke Pearl Harbour ini membangkitkan amarah Amerika Serikat dan memutuskan untuk terjun secara langsung ke perang global (Perang Dunia II). Keputusan gegabah Perdana Menteri ini menyeret Jepang dalam Perang Pasifik. Terseretnya Jepang dalam Perang Pasifik membuat keluarga kekaisaran Jepang murka, terutama Pangeran Misaka. Sedari awal Pangeran Misaka memang tidak menyukai ide kolonialisme Jepang, termasuk sejarah pendudukan Jepang di Korea. Namun, sikap penolakannya mulai terlihat saat beliau menggerutu dan memprotes pada kakaknya saat Jepang menduduki Manchuria. Beliau bahkan memukul dan menghukum didepan umum prajurit-prajurit Jepang yang berlaku sewenang-wenang pada rakyat lokal di Manchuria. Namun, statusnya sebagai pangeran bungsu membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Beliau memang tidak menyukai ide-ide ekspansi Jepang ke luar Kepulauan Jepang itu sendiri dan lebih memilih memperkuat pertahanan dalam negeri dari serbuan negara-negara barat sebab saat itu Jepang sudah menjadi target kolonialisasi negara-negara barat. Kesabaran Pangeran Misaka ada batasnya, dan pada akhirnya amarahnya memuncak saat Perdana Menteri Tojo memutuskan untuk menyerang Asia Tenggara, sehingga membuat Jepang justru bermusuhan langsung dengan negara-negara barat, yang justru ingin dihindari oleh Pangeran Misaka. Beliau, beserta kakak-kakaknya yang lain, berusaha mati-matian menggulingkan Perdana Menteri Tojo dari jabatannya. Namun, Kaisar Hirohito tidak menggubris saran dari adik-adiknya ini dan tetap mendukung keterlibatan Jepang dalam Perang Pasifik. Tujuan Kaisar Hirohito adalah agar konflik militer bisa teralih ke medan perang sebab para perwira militer angkatan darat dan angkatan laut Jepang telah beberapa kali melakukan pemberontakan dan mengakibatkan konflik terbuka. Beberapa jenderal penting Jepang tewas dalam berbagai penyerbuan antar resimen dalam konflik-konflik ini.

Tetapi, keputusan Kaisar Hirohito yang menyetujui saran Tojo berakibat sangat fatal. Keterlibatan Jepang dalam Perang Pasifik menguras anggaran negara dan juga membuat politik dalam negeri tidak stabil. Pemberontakan para jenderal angkatan darat Jepang di Tokyo semakin menunjukan bahwa ada perbedaan pendapat yang besar diantara para jenderal Jepang. Sekutu-sekutu Jepang, terutama Jerman, juga sudah sangat terdesak dan semakin tidak berkutik melawan pasukan sekutu. Jepang juga mulai mengalami berbagai kekalahan di wilayah-wilayah kekuasaannya, dan bahkan wilayah teritorinya sendiri dengan kalahnya pasukan Jenderal Kurobayashi di Pulau Iwojima dari serbuan pasukan Amerika Serikat. Tapi, malapetaka bagi Jepang yang sesungguhnya adalah dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Tak lama setelah Hiroshima dan Nagasaki di-bom, Jepang menyerah tanpa syarat. Kekalahan Jepang ini membuat Pangeran Misaka naik pitam, sehingga dalam rapat terbatas di istana, Pangeran Misaka menuntut agar Kaisar Hirohito turun tahta sebagai bentuk pertanggung-jawaban beliau, dan menyerahkan perwalian putra mahkota (calon Kaisar Akihito) pada salah-satu saudara kaisar. Wajah Kaisar Hirohito pucat-pasi saat mendengar tuntutan Pangeran Misaka. Namun, sang kaisar beruntung sebab komandan pasukan Amerika Serikat dalam Perang Pasifik, Jenderal Besar Douglas Mac Arthur, memiliki pendapat lain. Dengan mengenyampingkan tuntutan Pangeran Misaka dan Senat Amerika Serikat agar Kaisar Hirohito turun tahta dan menghapuskan kekaisaran Jepang, beliau justru memilih mempertahankan Kaisar Hirohito ditahtanya dan mempertahankan sistem monarki Jepang.

Saat Mac Arthur bersikeras mempertahankan Kaisar Hirohito dan monarki Jepang, banyak yang komplain padanya, tetapi Jenderal MAc Arthur memiliki alasan yang tidak terpikirkan oleh banyak kalangan barat saat itu: Agar dampak yang sama dari runtuhnya Kekaisaran Jerman tidak terulang-lagi.

Pada masa lalu, kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I membuat salah-satu kekaisaran terkuat itu terpaksa mengakhiri monarki mereka dan dipaksa untuk beralih menjadi republik. Akibatnya, banyak rakyat Jerman terutama dari kaum ultra-nasionalis yang merasa harga diri mereka sebagai orang Jerman diinjak-injak sehingga mereka memutuskan bahwa mereka harus melawan dan membalas dendam. Salah-satu rakyat Jerman yang berpikiran seperti ini adalah Adolf Hitler. Akibatnya, bangsa Eropa harus menghadapi perang yang lebih mengerikan dari yang sebelumnya pernah mereka alami.

Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah salah-satu penyebab menyerahnya Jepang pada sekutu tetapi itu bukanlah penyebab utama menyerahnya Jepang pada blok sekutu. Penyebab utamanya adalah keputusan Rusia. Tentara Jepang patriotis dan militan, dan persenjataan militer mereka sangat canggih. Balatentara Dai Nippon masih mustahil dikalahkan oleh pasukan Amerika jika mereka menyerang Jepang secara langsung. Tapi, saat Joseph Stalin mengumumkan bahwa Rusia juga akan berperang melawan Jepang, Kaisar Hirohito tidak bisa berkutik dan terpaksa menerima tawaran penyerahan tanpa syarat dari pasukan sekutu.

Penyerahan tanpa syarat Jepang itu membuat Jepang harus menarik semua pasukannya diseluruh wilayah jajahannya termasuk Korea. Sebagai tanda berdirinya kembali negara Korea yang berdaulat, maka Republik Korea diproklamasikan pada 15 Agustus 1945, dengan presiden pertamanya, Syngman Rhee. Pendudukan Jepang yang berlangsung selama 35 tahun ini pun resmi berakhir.

Ironisnya, Putri Deokhye tidak bisa langsung pulang ke Korea saat Korea merdeka dari Jepang karena dicekal oleh Presiden Syngman Rhee, yang takut kekuasaannya sebagai presiden terancam dan dikembalikan pada keluarga kerajaan, sebab masih banyak rakyat Korea yang rindu dipimpin oleh seorang raja. Sikap takut dan kekhawatiran Syngman Rhee ini membuatnya mengambil berbagai keputusan yang sangat tidak bijak dan justru memprovokasi kubu komunis pimpinan Kim Il-sung sehingga meletuslah Perang Korea (1950-1953) yang meluluh-lantakan Semenanjung Korea melebihi dari apa yang dialami bangsa Korea selama masa pendudukan Jepang.

Putri Deokhye akhirnya tetap tinggal di Jepang, dan karena stres pikiran beliau-pun terganggu sehingga oleh suaminya, yang memilih menikah lagi, beliau dimasukan ke rumah sakit jiwa. Putri Deokhye baru kembali setelah Presiden Park Chung-hye mengeluarkan keputusan untuk mengembalikan hak-hak anggota keluarga Kerajaan Korea dan memanggil pulang seluruh keturunan Raja Gojong dari pengasingan.

Sayangnya, kemerdekaan bangsanya tidak bisa dinikmati oleh Pangeran Gon. Beliau tewas saat sedang berada di kota Nagasaki tepat ketika bom atom dijatuhkan di kota itu. Kematian Pangeran Gon memupuskan harapan ayah dan keluarganya yang ingin menjadikannya sebagai raja Korea ketika Korea merdeka. Yang juga lebih menyesakan adalah kematian Pangeran Gon di Nagasaki justru terjadi di masa-masa akhir pendudukan Jepang di Korea.





PERKEMBANGAN HUBUNGAN ANTAR KEDUA NEGARA

Setelah Kekaisaran Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu, Semenanjung Korea pun merdeka sepenuhnya dari Jepang meskipun masih penuh gejolak antara kubu komunis dan kubu anti-komunis yang dikemudian hari justru memporak-porandakan Semenanjung Korea dalam perang Utara dan Selatan (1950-1953) sehingga membuat bangsa Korea menghadapi kehancuran fisik yang jauh lebih parah dibandingkan masa pendudukan Jepang.

Kini, hubungan kedua bangsa ini masih seperti air laut yang pasang surut akibat berbagai masalah termasuk sengketa wilayah, terutama sengketa Pulau Dokdo, dan juga tentang pelurusan sejarah semasa Pendudukan Jepang di Korea, termasuk perihal kompensasi dan permintaan maaf pada wanita-wanita Korea yang dipaksa menjadi Jugun Ianfu.

Namun, semakin bertambahnya waktu semakin banyak juga pencapaian-pencapaian positif antar kedua bangsa, seperti kerjasama kebudayaan dan ekonomi, kerjasama militer dan pertahanan serta intelijen, dan peran antar negara dalam percaturan politik dunia. Kedua negara dan bangsa yang bertetangga ini terus melakukan perbaikan hubungan dengan cara berinisiatif melakukan berbagai kerja-sama, juga pengakuan-pengakuan tentang apa yang dulu pernah terjadi dalam sejarah yang melibatkan kedua bangsa ini demi memperbaiki hubungan kedua bangsa dan juga mengurangi trauma akan masa-lalu.



DI DAHULUI OLEH:

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; the Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Koreana (Korean Culture & Art) Vol.25.No.1; 2011; National Museum Of Korea
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website:
www.asianresearch.org
en.wikipedia.org/wiki/Queen Maya of Silla
ko.wikipedia.org/King Jinheung


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------