DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Showing posts with label Legenda dan Dongeng (Folk Tales). Show all posts
Showing posts with label Legenda dan Dongeng (Folk Tales). Show all posts

Tuesday, 1 January 2019

KIM YUSHIN DAN LEGENDANYA



Jenderal Kim Yushin adalah jenderal terbesar dalam sejarah Silla dan salah-satu jenderal terbesar sepanjang sejarah Korea. Popularitas nama besarnya sebagai seorang jenderal besar hanya bisa disandingkan dengan Laksamana Yi Sun-shin dari Joseon.

Kim Yushin adalah jenderal yang berjasa besar dalam berbagai perang besar sejak era Raja Jinpyeong dan juga dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan. Dalam semua catatan sejarah Silla, Kim Yushin disebut sebagai Hwarang terhebat yang pernah ada.

Kim Yushin adalah putra sulung Jenderal Kim Sohyeon (cucu Raja Guhae, raja terakhir Kerajaan Geumgwan Gaya). Ibunya adalah Putri Manmyeong (putri Raja Jinheung). Beliau adalah sepupu maternal Raja Jinpyeong.

Sebagai hwarang terhebat dalam sejarah Silla, ada banyak sekali legenda tentang beliau. Bahkan, legenda tentangnya sudah diceritakan sebelum dia lahir.




LEGENDA KELAHIRAN KIM YUSHIN

Kelahiran Kim Yushin diramalkan bukan di Silla, melainkan di wilayah musuh mereka, Goguryeo.

Ramalan kelahiran Kim Yushin diketahui oleh orang-oran Silla dari seorang yang bernama Baek-seok. Pada Kim Yushin, Baek-seok berkata bahwa para pejabat istana Goguryeo meyakini jika Kim Yushin adalah reinkarnasi dari Chunam (peramal terkenal di Goguryeo). Seperti inilah penuturan Baek-seok:

Di perbatasan antara Silla dan Goguryeo, ada sungai yang mengalir tapi arusnya berlawanan arah. Raja Bojang lalu memanggil Chunam kedalam istana dan berkata padanya:

Lihatlah ini! Mengapa arus air dari sungai ini mengalir berlawanan arah, yang diatas mengalir kebawah sedangkan arus yang didalam justru meluap keluar. Mengapa mereka menyebut ini ‘Ungja-su’ (arus pria dan wanita) sedangkan arus air lainnya disebut Jaung-su (arus wanita dan pria)? Apakah ini hal yang tidak biasa?”

Yang Mulia”, kata Chunam, “ini karena perilaku ratu berlawanan dengan prinsip alam ‘eum (yin) dan yang’, dan keadaan yang tidak seharusnya terjadi di ranjang itu digambarkan layaknya cermin melalui aliran sungai ini”, kata Chunam.

Rupanya aku dikelabui secara memalukan” ucap raja.

Ratu sangat marah mendengar hal ini. “Dia berkata omong-kosong”, kata ratu. “Ini adalah tanda ketidak-setiaan rubah serakah yang ingin mengancam posisi ratu.”

Saya mengatakan yang sebenarnya, Yang Mulia” kata Chunam. “Apa yang telah terjadi telah diungkapkan secara terang benderang pada saya melalui kemampuan ghaib saya.”

Yang Mulia Raja,” ujar ratu, “jika dia mengetahui segalanya, biarlah dia menjawab satu pertanyaan lagi, dan bila dia salah maka diharus dihukum mati dengan hukuman yang sangat menyakitkan,” kata ratu.

Ratu lalu mengundurkan diri untuk sementara dari hadapan raja untuk kembali ke kemarnya dan saat dia kembali dia membawa sebuah kotak, yang dikatakannya berisi tikus besar.

Raja Bojang lalu bertanya pada Chunam, “apa isi dalam kotak ini?”
Tikus,” jawab Chunam.
Berapa banyak,” tanya ratu.
delapan ekor,” jawab Chunam.
Jawabanmu salah,” kata ratu sambil tertawa dengan penuh kemenangan, “dan kau pantas mati.”

Dengan berat hati raja mengumumkan bahwa Chunam dihukum mati dengan cara disiksa sampai mati. Tapi, sebelum Chunam menghadapi hukumannya, dia berkata:
Saat aku mati, aku akan lahir kembali sebagai seorang jenderal besar yang akan menghancurkan Goguryeo.”

Chunam pun dihukum mati.

Tapi, saat mereka membelah perut tikus tadi mereka menemukan bahwa ada 7 janin tikus didalamnya. Semua orang di istana akhirnya menyadari bahwa apa yang dikatakan Chunam adalah benar. Pada suatu malam setelah peristiwa itu, Raja Bojang bermimpi, dia melihat roh Chunam masuk kedalam tubuh istri Jenderal Kim Sohyeon (ayah Kim Yushin) di Silla. Raja terbangun dengan keheranan dan mendiskusikan penglihatannya itu bersama para pejabat istana (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78-80, tahun 1972).

Akhirnya, mereka mengirimkan seorang mata-mata ke Silla untuk memastikan hal itu. Mata-mata itu membawa kabar bahwa penglihatan Raja Bojang itu memang menjadi kenyataan. Mata-mata itu lalu diberi tugas baru, membunuh Kim Yushin. Mata-mata itu adalah Baek-seok.




BATU YANG TERBELAH

Suatu hari, Kim Yushin dihadapkan pada masalah yang cukup berat, diperkirakan saat dia baru menjadi hwarang atau saat dia akan menjadi menghadapi ujian akhir seleksi pungwolju. Sebab saat itu belum ada hwarang keturunan Gaya yang menjadi pungwolju. Memang Munno juga berdarah Gaya tapi secara maternal dari generasi ke-3 (kakeknya berasal dari Gaya), bukan seperti Kim Yushin yang ayahnya adalah orang Gaya asli.

Ketika itu, usaha Kim Yushin selalu gagal dan perjuangannya selalu sia-sia. Melihat usaha dan perjuangan anaknya yang tampak mustahil, ayahnya, Jenderal Kim Sohyeon, lalu meminta Kim Yushin untuk menyerah saja, dan berkata, “batu yang keras tidak akan terbelah jika dipukul dengan kayu (atau pedang kayu) walau dipukul dengan sekeras apapun” (ko.wikipedia/김유신)

Mendengar kata-kata ayahnya, entah justru termotivasi atau karena memang sudah putus-asa, Kim Yushin lalu pergi ke sebuah bukit dan menemukan batu yang besar. Dengan menggunakan pedang kayu (pedang latihan) Kim Yushin memukul-mukul batu itu, tentu saja batu tidak mengalami perubahan. Justru pedang kayu Kim Yushin yang patah.

Aktivitas ini menjadi rutinitasnya setiap hari, dan seakan-akan juga menjadi pelariannya dan hiburan bagi Kim Yushin. Dia selalu datang ke bukit itu dan memukul batu yang sama di sudut yang sama. Tidak terhitung sudah berapa banyak pedang kayu yang patah. Ayah dan keluargnya yang mengetahui hal ini akhirnya hanya bisa membiarkan saja.

Suatu hari, entah ahri keberapa setelahnya, seperti biasa Kim Yushin datang ke bukit itu dan kembali memukul batu besar tersebut dengan pedang kayunya. Dia terus memukul batu itu, dan seperti biasa setiap pedangnya patah dia mengganti dengan pedang lainnya. Saat Kim Yushin kembali memukul batu itu dengan pedang kayu untuk kesekian kalinya, secara mengejutkan batu itu terbelah.

Kejadian ini membuat Kim Yushin takjub sekaligus kegirangan. Dia melaporkan peristiwa ini pada ayahnya yang langsung segera pergi melihat kondisi batu besar itu. Ayahnya sangat takjub melihat batu yang telah terbelah itu, dan Kim Yushin memberitahu pada ayahnya bahwa dia tidak akan menyerah, karena ketekunan dan keteguhan akan membuahkan hasil.

Pada akhirnya, Kim Yushin berhasil menjadi pungwolju setelah mengalahkan Bojong (Pungwolju ke-16), padahal saat itu dia baru berusia 15 tahun, sedangkan Bojong sudah berusia 30 tahun. Saat Kim Yushin berusia 18 tahun, dia berhasil menguasai ilmu pedang tertinggi di Silla dan menjadi seorang pendekar pedang terhebat Silla yang pernah ada.




ADIK-ADIK KIM YUSHIN

Kim Yushin adalah senior Pangeran Chunchu (Raja Muyeol). usia mereka berbeda 7 tahun tapi persahabatan mereka berdua sangat terkenal dalam sejarah Silla. Mereka berdua sering bermain dan berlatih bersama.

Kim Yushin memiliki beberapa orang adik. Adik laki-lakinya yang paling terkenal adalah Kim Heumsun (pungwolju ke-16) sedangkan diantara adik-adik perempuannya, Munhee dan Bohee adalah yang paling terkenal.

Pada suatu malam, Bohee bermimpi, dia mendaki Gunung Seoak dan buang air kecil, dan air (air seni) yang mengalir keluar dari tubuhnya membajiri Gyeongju (wilayah tempat Seorabeol berada). Bohee lalu menceritakan mimpi itu pada Munhee. Mimpi itu menarik perhatian Munhee dan berkata pada adiknya,
Aku mau membeli mimpimu...” kata Munhee.
Lalu, sebagai gantinya apa yang akan kau berikan kepadaku?” Tanya Bohee.
Aku akan memberikan rok brokat milikku..”
Baiklah, aku setuju....”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 80-81, tahun 1972)

Sepuluh hari kemudian, saat Kim Yushin dan Pangeran Chunchu bermain bola bersama, secara tidak sengaja dia menginjak jubah Pangeran Chunchu sehingga pakaian pangeran menjadi rusak. Kim Yushin lalu mengajak Pangeran Chunchu ke rumahnya untuk memperbaiki pakaiannya.

Saat tiba dirumah, Kim Yushin memanggil Bohee untuk memperbaiki jubah Pangeran Chunchu tetapi Bohee sangat malu jika berduaan dengan seorang pria, sehingga akhirnya Munhee lah yang pergi dan memperbaiki pakaian pangeran. Saat melihat Munhee, Pangeran Chunchu langsung jatuh-cinta padanya.

Semenjak saat itu, Pangeran Chunchu sangat rajin ke rumah Kim Yushin untuk menemui Munhee.

Tidak lama setelah pertemuan Munhee dan Pangeran Chunchu, Kim Yushin mengetahui bahwa Munhee hamil. Hal ini membuat Kim Yushin sangat marah sebab Munhee hamil diluar nikah, dan tidak mau memberi-tahu siapa ayah bayi dalam kandungannya itu. Dengan penuh kemarahan, Kim Yushin membakar tumpukan kayu yang sangat tinggi di halaman rumahnya, dengan maksud akan membakar adiknya yang mempermalukan keluarga besarnya itu.

Pemimpin Silla saat itu, Ratu Seondeok, sedang berjalan-jalan ke sebuah bukit tinggi tidak jauh dari rumah Kim Yushin. Ratu didampingi oleh para pengawalnya, kasim, dayang, beberapa pejabat istana, dan juga Pangeran Chunchu. Saat menengok ke arah yang sama dengan rumah Kim Yushin dan heran mengapa ada asap dari arah kediaman jenderal kepercayaannya itu. 

Berbagai laporan pun datang dari para pengawal dan pejabatnya tentang Kim Yushin termasuk mengenai desas-desus kehamilan adik Kim Yushin. Ratu yang cerdas itu langsung menyadari bahwa asap itu berasal dari api yang dibuat oleh Kim Yushin untuk membakar adiknya sebab sang ratu tahu betul karakter Kim Yushin yang sangat tegas dan mudah marah serta sangat menjunjung tinggi kehormatan. Ratu lalu menengok satu persatu orang-orang yang mengiringnya, termasuk para pejabat istananya. Saat ratu melihat pada Pangeran Chunchu yang wajahnya saat itu sangat pucat seperti orang mati, ratu akhirnya mengetahui ‘dalang’ masalahnya dan berkata:

Jadi kau rupanya,” ujar ratu kesal. “Cepat pergi dan selamatkan gadis itu!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Pangeran Chunchu segera pergi dan memacu kudanya kediaman Kim Yushin, dan berteriak pada Kim Yushin:
Perintah ratu! Perintah ratu! Jangan bunuh dia!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Beberapa hari kemudian, ratu mengadakan pesta pernikahan yang besar bagi keponakan kesayangannya itu. Munhee lalu melahirkan 6 orang putra bagi Pangeran Chunchu (Beopmin/Raja Munmu, Inmun, Munwang, Notan, Chigyeong, dan Gaewon). Setelah Pangeran Chunchu menjadi raja, Munhee pun menjadi permaisuri dan ratu, sehingga anak-anak selir dan dayang yang dilahirkan bagi raja juga menjadi anaknya secara hukum.

Ini menggenapi mimpi Bohee yang dibeli Munhee,
"Air (anak-anak) yang mengalir keluar dari tubuhnya (dilahirkannya) membajiri Gyeongju (Silla)."




KIM YUSHIN DAN PARA DEWI

Pada masa ketika Kim Yushin masih menjadi hwarang, ada seorang di pasukan hwarang (besar kemungkinan dia adalah seorang nangdo) yang asal-usulnya tidak jelas. Orang itu bernama Baek-seok (artinya batu putih). Baek-seok sudah bergabung dalam Pasukan Hwarang bertahun-tahun lamanya, mungkin sebelum Kim Yushin menjadi hwarang. Tidak seorang-pun yang tahu dari wilayah mana dia berasal (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Saat Kim Yushin menjadi hwarang, Baek Seok sangat tertarik padanya dan mendekatinya. Entah saat itu dia menjadi nangdo Kim Yushin atau tidak, tapi tepatnya dia sudah menjadi nangdo yang mengabdi pada seorang hwarang.

Baek-seok tahu Kim Yushin selalu ingin menaklukan Baekje dan Goguryeo dan membuat rencana untuk impiannya itu. Pada suatu malam (kemungkinan saat Kim Yushin sudah menjadi pungwolju dan memimpin Pasukan Hwarang dalam perang perang 100 hari atau pertempuran di Benteng Mosan) Baek-seok menemui Kim Yushin secara rahasia dan berbisik padanya:

Komandan, kita harus memata-matai kekuatan musuh sebelum kita menyerang mereka,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Kim Yushin menyetujui saran Baek-seok dan segera memulai perjalanan untuk memata-matai wilayah musuh. Suatu hari saat mereka tiba suatu pegunungan dan beristirahat, ada dua gadis yang muncul dari hutan. Mereka lalu mengikuti Kim Yushin kemanapun Kim Yushin pergi. Akhirnya, Kim Yushin dan Baek-seok kembali melanjutkan perjalanan, dan tetap dibuntuti oleh dua gadis itu. Kim Yushin dan Baek-seok akhirnya tiba disebuah desa yang bernama Geolhwacheon, dan saat itu munculah gadis lain, sehingga jumlah gadis-gadis yang mengikuti Kim Yushin ada tiga orang.

Ketiga gadis itu, dengan penuh kesopanan, menyajikan cemilan yang lezat untuk Kim Yushin (saat itu Baek-seok sedang tidak bersama-sama dengan mereka). Kehadiran tiga gadis ini dan kebaikan mereka membuat Kim Yushin sangat senang.Kim Yushin memuji mereka dan menjuluki ketiganya sebagai ‘Tiga Bunga Bahagia’, sebab mereka sering tersenyum dan tertawa.

Gadis-gadis ini lalu mengajak Kim Yushin masuk ke hutan tanpa mengajak Baek-seok. Sebagai balasan atas kebaikan mereka, Kim Yushin menyetujui ajakan mereka. Setibanya dihutan, tiba-tiba tiga gadis itu berubah wujud dan terlihat seperti dewi-dewi yang agung, dan mereka berkata pada Kim Yushin:

Kami bukanlah Tiga Gadis Bahagia, melainkan tiga dewi yang menjaga tiga gunung keramat, Naerim, Hyeolhye, dan Geolhwa. Kami datang untuk memperingatkanmu bahwa kau sudah diperdaya oleh seorang mata-mata musuh. Berjaga-jagalah. Selamat tinggal.” Setelah mereka berkata seperti itu, tiga dewi ini terbang ke langit (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Kim Yushin sangat takjub, untunglah dia masih sempat menunjukan rasa terima-kasihnya sebelum dewi-dewi itu meninggalkannya. Kim Yushin lalu kembali ke kedai di desa tempat dia dan Baek-seok, dan langsung tertidur. 

Pada pagi harinya, Kim Yushin membangunkan Baek-seok dan berkata,
Lihatlah! Kita berdua telah memulai perjalanan panjang ke negeri asing dengan terburu-buru sehingga lupa membawa kantong uang (dompet pada masa itu), saya meninggalkannya dirumah. Ayo kita kembali sebelum kita pergi lebih jauh,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Baek-seok yang tidak mencurigai apapun mengikuti Kim Yushin kembali ke Gyeongju (wilayah dimana Seorabeol berada). Begitu tiba di Seorabeol, Kim Yushin langsung segera menangkap Baek-seok dan mengikat tangan dan kakinya.

Kawan”, teriak Kim Yushin, “bukalah topeng penyamaran hwarang-mu itu dan mengakulah!
Baek-seok yang sudah tidak bisa kabur akhirnya mengaku,
Aku adalah seorang Goguryeo...” (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972) sambil menceritakan alasannya dikirim ke Silla yaitu untuk memata-matai Kim Yushin, karena seorang peramal terkenal Goguryeo yang bernama Chunam berkata bahwa kelak dia akan lahir kembali menjadi seorang jenderal besar yang meruntuhkan Goguryeo. Ramalan itu diucapkannya sebelum dia dihukum mati oleh Raja Bojang. Tidak lama kemudian Raja Bojang bermimpi, roh Chunam masuk ke tubuh ibu Kim Yushin. Baek-seok adalah orang yang dikirim untuk mencari tahu apakah mimpi Raja Bojang itu benar adanya, dan dia melihat kenyataan yang membenarkan mimpi raja itu.

Setelah mendengar pengakuan Baek-seok, Kim Yushin pun menebas leher Baek-seok. Tidak beberapa lama setelah peristiwa itu, Kim Yushin mempersembahkan berbagai makanan lezat pada Tiga Dewi yang menyelamatkan nyawanya (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Ramalan Chunam terbukti benar. Puluhan tahun kemudian, Kim Yushin berhasil memimpin pasukan Silla, sebagai Jenderal Utama Pasukan Kerajaan, meruntuhkan Baekje (660). Tujuh tahun setelah itu, Kim Yushin memimpin pasukan Silla menuju Goguryeo dan mengepung ibukota Pyeongyang. Setahun setelah pengepungan Pyeongyang, Kerajaan Goguryeo berhasil ditaklukan (668) dan Raja Bojang ditawan.




PEMBERONTAKAN BIDAM

Pada era pemerintahan Ratu Seondeok, Kim Yushin kembali memperoleh kepercayaan besar dari ratu dan diangkat menjadi “Panglima Utama Pasukan Kerajaan”. Era Ratu Seondeok ditutup oleh pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla (647) yang dipimpin oleh Sangdaedung Bidam.

Pasukan Bidam terdiri atas berbagai pasukan dari 30an orang pendukungnya, sedangkan pasukan ratu terdiri atas pasukan kerajaan, pasukan para loyalis ratu dan mendiang Raja Jinpyeong, seperti Pangeran Chunchu (Raja Muyeol), Alcheon, Putri Seungman (Ratu Jindeok), bangsawan-bangsawan Gaya, dan lainnya. Pasukan ratu dipimpin oleh Kim Yushin.

Awalnya, pasukan Bidam memenangkan berbagai pertempuran dan mampu mendekati istana. Ketika pertempuran semakin berat bagi pasukan Silla, tiba-tiba terlihat oleh kedua pasukan ada bintang jatuh (meteor) yang arah jatuhnya mengarah ke istana utama Silla di Seorabeol. Bidam menggunakan hal itu untuk membenarkan pemberontakannya dan berkata bahwa meteor itu merupakan tanda langit, ‘Ratu Seondeok akan jatuh melalui melalui pemberontakan mereka’, dan semangat pasukannya semakin membara.

Peristiwa ini justru menjadi malapetaka bagi pasukan ratu dan juga KIm Yushin. Semangat tempur pasukan pendukung Ratu Seondeok anjlok karena “bintang yang jatuh ke arah istana” itu. Para tentara bahkan menolak untuk bertempur karena menganggap perjuangan mereka sia-sia. Hanya pasukan hwarang yang tetap teguh melawan pasukan pemberontak. 

Kim Yushin berusaha mencari akal agar semangat tempur pasukan kerajaan naik kembali. Beliau lalu mendapat ide dan segera mengkoordinasikan rencananya pada pasukan hwarang. Kim Cheon-gwang (pungwolju ke-24, Komandan Resimen Hwarang saat itu) memerintahkan beberapa Hwarang mengikuti Kim Yushin, sedangkan yang lainnya pergi ke bukit yang paling tinggi. Dibukit itu, para Hwarang menerbangkan layang-layang berapi dari arah istana ke langit, sesuai dengan perintah Kim Yushin. Diwaktu yang tepat, para hwarang berteriak sambil pura-pura terkejut dan menengok kearah istana, dan terlihatlah layang-layang berapi itu oleh pasukan ratu.

Kim Yushin lalu berteriak, “Bintang yang tadi jatuh ke istana telah naik kembali ke langit”, sambil berteriak bahwa langit memihak pada Ratu Seondeok. Para Hwarang pun meneriakan kembali kata-kata Kim Yushin itu sambil berkeliling ke seluruh perkemahan pasukan Silla dan meminta mereka melihat ‘bintang’ di langit.

Pasukannya kembali bersemangat sambil menggaungkan teriakan perang yang terdengar hingga ke perkemahan pasukan Bidam. Melalui mata-mata mereka, pasukan Bidam akhirnya tahu penyebab naiknya semangat tempur pasukan ratu.

‘Bintang’ yang tadi jatuh telah naik kembali ke langit.

Seketika itu juga semangat tempur pasukan Bidam jatuh. 

Strategi sederhana ini mampu membalikkan keadaan dimedan perang. Perang pun dimenangkan oleh pasukan pendukung ratu dan ribuan tentara pemberontak ditahan, termasuk Bidam dan para pendukungnya yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Pemberontakan besar yang hanya memakan waktu 10 hari inipun berhasil dipadamkan.

Sayangnya, pemberontakan Bidam ini membuat ratu begitu syok sehingga Ratu Seondeok wafat pada 17 Februari 647, ditahun yang sama ketika pemberontakan itu terjadi.




PERTEMUAN DI GUNUNG NAMSAN

Kitab Samguk Yusa memuat sebuah pertemuan legendaris di Pegunungan Selatan (Namsan), salah satu tempat keramat Silla. Pertemuan ini dilakukan pada masa kepemimpinan Ratu Jindeok dan disinyalir sebagai tradisi pertemuan yang dilakukan para pemimpin klan di Silla. Pertemuan yang dilakukan enam pemimpin klan ini diduga membahas posisi-posisi pemerintahan. Diantara enam pejabat tinggi yang bertemu itu, Kim Yushin yang berusia paling muda.

Pertemuan ini diceritakan secara mitologi dalam kitab Samguk Yusa sebagai berikut:

Pada suatu hari enam pejabat tinggi kerajaan, Alcheon, Suljong, Horim (Pungwolju ke-14), Yeomjang (Pungwolju ke-17), dan Kim Yushin, mengadakan pertemuan di bukit batu di Gunung Namsan untuk membahas mengenai permasalahan negara. Tiba-tiba, seekor harimau besar muncul dan menyerang mereka. Pejabat-pejabat yang lain sangat ketakutan, tetapi Alcheon hanya tertawa. Dia menangkap ekor harimau itu, memutar dan melemparnya hingga membentur karang dan otak harimau itu pecah”,
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 76, tahun 1972).

Menurut Samguk Yusa, setelah harimau itu mati, Alcheon mendapat penghormatan oleh lima pejabat lainnya karena keberanianannya sehingga Alcheon-lah yang ditunjuk untuk memimpin rapat legendaris itu, tapi mereka semua memuji Kim Yushin karena kebijaksanannya dalam bertindak dan taktiknya untuk mengalahkan harimau itu.




PERANG HWANGSANBEOL

Goguryeo adalah kerajaan pertama yang diserang pasukan Silla dalam Perang Penyatuan Tiga Kerajaan, tetapi Baekje adalah kerajaan pertama yang ditaklukan Silla. Perang terberat melawan Kerajaan Baekje adalah perang Hwangsanbeol. Dalam perang melawan Baekje ini Kim Yushin menjadi Komandan Pasukan Utama Kerajaan.

Setelah gagal menaklukan Goguryeo (658) Kim Yushin menganjurkan pada Raja Muyeol untuk menyerbu Baekje lebih dulu. Silla yang berkoalisi dengan Tang langsung mempersiapkan perang melawan Kerajaan Baekje setelah mendapat laporan dari anak angkat Kim Yushin, Kim Gwan-chang yang memata-matai Baekje bahwa Kerajaan Baekje tidak sekuat dulu.

Pasukan Kim Yushin lalu memimpin 50.000 pasukan Silla menuju wilayah yang bernama Hwangsan (Nosan modern). Disitu, dia menghadapi dengan 5.000 pasukan Baekje yang dipimpin oleh Jenderal Gyebaek. 

Jumlah pasukan Silla yang lebih banyak rupanya tidak menciutkan nyali tentara Baekje. Mereka bertempur dengan gagah berani. Korban dalam jumlah besar-pun berjatuhan di pihak Silla. Mengetahui mental pasukan Silla menurun, nyali pasukan Baekje semakin tinggi dan mereka membabat habis lini terdepan Silla. Para hwarang pun berguguran, termasuk Kim Gwan-chang dan Kim Ban-geul (keponakan Kim Yushin).

Ketika itu, tiba-tiba ada burung pemangsa yang terbang mengitari kepala jenderal Tang. Peramal yang melihat itu lalu berkata bahwa itu adalah pertanda buruk, tapi Kim Yushin segera menebas burung itu dengan pedangnya, dan berkata,

seekor burung kecil yang aneh tidak akan mempengaruhi perang kami melawan raja yang jahat.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 85, tahun 1972).

Keteguhan hati Kim Yushin membuahkan hasil. Pertempuran sengit kembali berkecamuk, tapi kali ini, Jenderal Gyebaek-pun harus mengakui keunggulan pasukan Silla dan Tang. Sang jenderal dan 5.000 prajuritnya gugur dalam perang legendaris ini.

Saat melihat jasad musuhnya itu, Kim Yushin justru sedih. Yushin sangat kagum dan tersentuh melihat perjuangan dan pengorbanan Jenderal Gyebaek bagi negaranya, dan mengumumkan bahwa Jenderal Gyebaek dan 5.000 prajuritnya adalah patriot. Jenazah mereka diperlakukan dengan layak oleh Kim Yushin dan pasukan Silla.

Perang dengan Baekje ini berlanjut dengan penyerahan diri Raja Uija dan putra-mahkotanya dan dibukanya gerbang kota Buyeo (ibukota Baekje) serta jatuhnya Istana Sabi ke-tangan Pangeran Beopmin (putra mahkota Silla). Perang berakhir dengan keruntuhan kerajaan Baekje (660).




KIM YUSHIN DAN PEDANG TERBANGNYA

Perang Hwangsanbeol memiliki banyak sekali cerita. Selain cerita tentang kepahlawanan hwarang Kim Gwan-chang, cerita mengenai pedang Kim Yushin juga adalah kisah yang paling terkenal dalam perang ini.

Saat itu, para jenderal Tang yang frustasi karena berbagai kekalahan pasukan mereka dari pasukan Baekje di pertempuran datang menemui Kim Yushin dan berdiskusi dengannya.

Diskusi yang seharusnya membuahkan jalan keluar ini berjalan dengan alot dan justru menghasilkan banyak perbedaan pendapat antara Kim Yushin dan jenderal-jenderal Tang, terutama Jenderal So Jung-bang.

Tensi yang tinggi membuat suasana ditengah para jenderal pasukan koalisi ini kian panas. Perdebatan bahkan menyulut amarah Kim Yushin. 

Dengan penuh kemarahan, Kim mengambil pedang dari pinggangnya dan mengarahkannya pada para jenderal Tang. Jenderal-jenderal Tang ini sangat kaget dan ketakutan melihat amarah Kim Yushin. 

Penyebab ketakutan mereka sebenarnya bukan karena amarah Kim Yushin, tapi karena mereka bukan melihat Kim Yushin menghunus pedang dari sarung pedangnya melainkan melihat pedang itu yang melompat ke tangan Kim Yushin dengan sendirinya.

Jenderal So Jung-bang yang takjub karena ‘kesaktian’ Kim Yushin itu akhirnya menurut pada setiap keputusan Kim Yushin dalam perang fenomenal itu.

Kesaktian dan cerita pedang Kim Yushin ini terus diceritakan sehingga menjadi cerita umum diantara para jenderal Tang dan prajurit mereka saat itu.

Lama kemudian, setelah perang Hwangsanbeol, pasukan Silla justru berseteru dengan pasukan pemerintah Tang. Kaisar Tang sangat marah akan hal ini dan mempersiapkan pasukan besar untuk menggempur ibukota Silla (Seorabeol). Tapi, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang menolak permintaan kaisar mereka sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Mereka memilih dihukum mati ketimbang harus memusnahkan seluruh pasukan mereka saat berhadapan dengan Kim Yushin.

Dalam setiap pembicaraan mereka pada kaisar atau pada siapapun tentang Kim Yushin, mereka selalu menceritakan kembali tentang kesaktian Kim Yushin dan cerita pedangnya yang pernah mereka saksikan dengan mata mereka sendiri.




LUKISAN JENDERAL SU DINFANG

Setelah menaklukan Baekje (660) pasukan Tang langsung bergerak menuju ke Goguryeo pada tahun berikutnya. Perang ini adalah perang terberat bagi koalisi Tang dan Silla dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol. Periode ini juga adalah periode terberat Silla dalam perang Penyatuan Korea. Ini karena Goguryeo adalah kerajaan terkuat diantara tiga kerajaan kuno Korea. Selain wilayah yang lebih besar dan perekonomian yang relatif stabil dan makmur, kekuatan militer Goguryeo juga sangat kuat. Jika Baekje adalah kerajaan maritim terkuat di Asia Timur dan kerajaannya para ilmuwan, dan Silla adalah kerajaan aristokrat, maka Goguryeo terkenal sebagai kerajaan perang.

Semenjak Goguryeo berdiri, kerajaan ini adalah momok yang paling menakutkan bagi dinasti-dinasti Tiongkok. Goguryeo adalah wilayah pertama yang mampu memerdekakan diri dari Kekaisaran Han dan setelah mengalahkan Balatentara Han, Goguryeo mulai menaklukan wilayah-wilayah disekitarnya. Luas wilayah mereka menjadi sangat besar, mencakup seluruh wilayah Korea Utara modern, juga sebagian besar Manchuria, dan beberapa wilayah selatan Rusia.Mereka kemudian menjadi musuh yang paling rajin menyerbu Han. Kedigdayaan militer Goguryeo dalam mengalahkan serbuan satu juta tentara Kekaisaran Sui juga menjadi indikator utama keruntuhan dinasti itu.

Selain mampu mengusir balatentara Kekaisaran Han dan Sui, Goguryeo juga adalah satu-satunya kerajaan di Asia yang selalu mengalahkan balatentara Kekaisaran Tang.

Pada invasi kedua ke Goguryeo (662), Silla tidak dilibatkan secara maksimal melainkan hanya sebagai penyedia logistik makanan dan logistik perang.

Permintaan Tang pada Silla untuk membawa logistik sangat susah karena Tang tidak mengijinkan Silla membawa banyak tentara. Kendala-kendala ini membuat Raja Munmu sangat bimbang, sebab jika mereka berangkat menuju Goguryeo maka pasukan kecil Silla bisa dibantai habis oleh pasukan penjaga perbatasan Goguryeo, sedangkan jika mereka menolak maka pihak Tang akan menganggap hal itu sebagai tindaka yang tidak setia.

Ditengah-tengah kebimbangan itu, Kim Yushin mengajukan diri untuk memimpin pasukan menuju Goguryeo beserta logistik yang diminta oleh Tang. Mereka pun berangkat disertai hwarang-hwarang yang dipimpin oleh pungwolju saat itu, Kim Cheon-gwan.

Pasukan Silla harus melalui medan yang berat dan musim dingin telah tiba dan pasukan Silla harus melalui medan yang berat.

Ketika Kim Yushin dan pasukannya memasuki ke wilayah Goguryeo, Kim Yushin mengirimkan pesan pada Jenderal Su Dinfang (jenderal utama pasukan Tang), apakah mereka sudah diijinkan bergabung dengan pasukan Tang. Su Dinfang membalas pesan Kim Yushin itu dengan lukisan seekor anak sapi dan seekor burung phonix muda yang dilukisnya sendiri.

Lukisan ini tentu memiliki arti yang penting bagi keselamatan kedua pasukan. Kim Yushin lalu meminta saran pada Biksu Wonhyo untuk mengartikan pesan dalam lukisan itu. 

Biksu Wonhyo yang bijak lalu memberitahu arti lukisan Su Dinfang tersebut. Arti lukisan itu adalah: "kedua hewan itu adalah hewan muda yang kehilangan induknya. Hewan-hewan itu adalah Silla dan Tang. Operasi pasukan Silla di Goguryeo sedang dalam bahaya sehingga harus kembali ke induknya (Silla)", (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 87, tahun 1972).

Mendengar hal itu Kim Yushin langsung menarik mundur pasukannya, sayangnya saat mereka sedang menyeberangi sungai pasukan Goguryeo menyerang dari belakang. Banyak prajurit Silla tewas. Kim Yushin yang sangat menjunjung tinggi kehormatan prajurit sangat marah saat pasukan Goguryeo menyerang mereka dengan cara yang dianggap Kim Yushin sangat pengecut. Dengan marah Kim Yushin menyerang balik dan membantai prajurit-prajurit Goguryeo juga ksatria-ksatria mereka.

Setelah melalui banyak kendala, akhirnya logistik itu pun bisa sampai ke pasukan Tang. Misi Kim Yushin pun terpenuhi.




ALTAR DI GUNUNG SEONGBU

Setelah menaklukan Baekje (660), dan gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (662) pasukan Tang meninggalkan wilayah Korea, sedangkan Silla harus menghadapi serangan balasan dari pasukan Goguryeo. Serbuan-serbuan ini berlangsung selama lebih lima tahun, dan merupakan periode terberat dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol dan juga perang melawan Tang.

Koalisi Silla-Tang gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (661-662). Invasi itu membuat Goguryeo marah lalu melakukan serangan balasan. Ini menjadi mimpi buruk bagi koalisi Silla-Tang. Tang memang langsung direpotkan oleh serbuan Kekaisaran Tibet setelah itu tapi letak ibukota Tang yang jauh dari Goguryeo membuat pihak istana Tang bisa sedikit lega. Konsekuensi terburuk itu justru harus di alami oleh Silla yang letaknya berbatasan dengan Goguryeo dan posisi Seorabeol yang tidak jauh dari Goguryeo.

Saat itu, Raja Munmu mengirim pasukan untuk operasi pembersihan di sekitar perbatasan. Tidak berapa lama kemudian pasukan Silla mencapai Benteng Hansan. Celakanya, di Benteng itulah mereka dikepung oleh pasukan gabungan Goguryeo dan Malgal (suku bangsa Manchuria yang mengabdi pada Goguryeo).

Pasukan Goguryeo-Malgal mengepung selama 40 hari, dan ini membuat mereka frustasi. Jika Benteng Hansan jatuh maka hilanglah pertahanan wilayah utara yang melindungi Gyeongju dan jalan pasukan musuh ke Seorabeol terbuka lebar.

Peristiwa ini membuat pejabat-pejabat istana dan para menteri Silla frustasi. Dengan ketakutan, Raja Munmu mengumpulkan menteri-menterinya dan meminta saran mereka, tapi para menterinya memutuskan untuk menggantung diri sebagai pengunduran diri mereka. Jenderal Kim Yushin akhirnya mengumpulkan para bangsawan dan mengadakan pertemuan kerajaan (pertemuan dewan negara), dan berkata pada raja,

Yang Mulia, ini adalah masalah yang terlalu berat untuk diatasi oleh kekuatan manusia. Hanya keajaiban yang dapat menolong pasukan kita,”(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).

Kim Yushin lalu mendaki Gunung Seongbu dimana dia membangun sebuah altar untuk memohon keajaiban dari langit. Tiba-tiba, sebuah bola api besar keluar dari altar itu dan terbang ke arah utara sambil mengeluarkan lidah-lidah api. Ketika pasukan musuh akan menyerang pasukan Silla yang bertahan di benteng itu, bola api besar tersebut lalu menjadi sangat terang dan menghantam pelontar-pelontar batu (ketapel raksasa dalam perang) milik pasukan Goguryeo-Malgal. Dengan suara yang sangat mengerikan, bola api raksasa itu lalu menabrak pelontar-pelotar panah (busur raksasa dalam perang), panah-panah, tombak, dan proyektil-proyektil, dan juga menghantam banyak tentara musuh. Orang-orang yang selamat dari bola api itu kocar-kacir dan melarikan diri, dan hanya pasukan Silla yang selamat (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).




JAMUAN MAKAN BAGI TENTARA TANG

Usai penaklukan Goguryeo, terjadi gesekan antara pemerintah Silla dan Tang.

Penulis kitab Samguk Yusa, Biksu Ilyeon menulis ulang salah-satu legenda Silla tentang Kim Yushin yang berlatarkan beriode ini. Dikatakan bahwa:
“..setelah keruntuhan Baekje dan Goguryeo, pasukan Tiongkok (Tang) yang sedang berada di Sangju menunggu kesempatan untuk menyerang Silla dan menjadikan seluruh wilayah Semenanjung Korea menjadi bagian Kekaisaran Tang.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Pasukan Tang memang menyerbu Silla setelah penaklukan Goguryeo. Rupanya, hal ini dipicu oleh keserakahan Kaisar Gaozong yang ingin menguasai seluruh Korea dengan menempatkan pemerintahan proktetorat Kekaisaran Tang di bekas istana Sabi dan di Pyeongyang. Hal ini membuat marah seluruh Silla sehingga pecah perang antara Silla dengan Tang yang dimulai oleh penyerbuan Pasukan Hwarang ke Sabi, dan juga merebut Pyeongyang. Kaisar Tang sangat marah, dan mempersiapkan pasukan besar untuk menghalau pasukan Silla dari Pyeongyang sekaligus menggempur ibukota Silla, Seorabeol. 

Menurut catatan biksu Ilyeon, legenda Silla itu mengatakan bahwa:
“...Kim Yushin mencegah rencana mereka dengan mengundang tentara Tang dalam jamuan makan yang besar dan menyajikan daging burung beracun...”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Menurut legenda ini, para prajurit Tang yang hadir dalam jamuan makan itu semua tewas dan dikuburkan menjadi satu. Ada gundukan di Sangju, bagian barat-laut Gyeongju yang diklaim sebagai kuburan massal para prajurit Tang yang tewas itu.

Tapi, kebenaran legenda ini diragukan oleh sejarawan.
Alasan pertama adalah karakter Kim Yushin.

Kim Yushin adalah seorang jenderal yang memiliki harga diri tinggi dan menjalani hidup dengan penuh kehormatan. Sebagai seorang jenderal terhormat yang memiliki reputasi tinggi yang sangat menghormati perjuangan para prajurit, baik itu prajurit Silla maupun prajurit musuh, sangat tidak mungkin melakukan tindakan yang saat itu dianggap sangat picik. 

Karakter Kim Yushin ini bisa dilihat pada salah satu peristiwa pada periode ini juga. Ketika itu beberapa utusan Tang datang ke Silla menemui Kim Yushin dan mengultimatum Silla agar meninggalkan Pyeongyang. Kim Yushin sangat berang berang dan hampir membunuh utusan-utusan itu. Tapi, beliau sangat menjunjung tinggi kehormatan dan sikap seorang prajurit, juga etika. Para Hwarang saat sudah bersiap memenggal kepala para komandan Tang, jika diperintahkan Kim Yushin, tetapi Kim Yushin tidak melakukan hal itu.

Alasan kedua adalah tidak adanya catatan sejarah yang memuat peristiwa ini, baik dalam catatan  resmi sejarah Silla (yang dirangkum dalam Samguk Sagi) maupun catatan pemerintahan Tang.

Para utusan Tang tadi sangat ketakutan melihat kemarahan Yushin dan para Hwarang. Mereka pulang ke Tang dan menyarankan agar kaisar tidak meremehkan Kim Yushin.

Selain utusan-utusan itu, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang juga menolak permintaan kaisar sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Bagi mereka, menghadapi Kim Yushin dan Resimen Hwarang jauh lebih menakutkan dibandingkan menghadapi amarah kaisar. Sebab, walaupun mereka harus kehilangan nyawa ditangan kaisar namun setidaknya seluruh pasukan mereka selamat, sedangkan jika mereka menaati perintah kaisar dan berperang melawan Silla maka selain kehilangan nyawa, sebagian besar pasukan Tang akan musnah.




PRAJURIT LANGIT DAN KEMATIAN KIM YUSHIN

Diceritakan dalam Samguk Yusa bahwa pada bulan Juni tahun 673, beberapa rakyat Silla menyaksikan beberapa lusin pasukan berbaju besi dan lengkap dengan senjata masing-masing dan berjalan keluar dari rumah Yushin yang kemudian menghilang tanpa bekas. Mendengar kejadian aneh tersebut, Yushin pun berkata, “Mereka adalah prajurit penjaga langit yang melindungiku. Sekarang keberuntunganku sudah punah. Aku akan segera meninggal." (ko.wikipedia/김유신).

Hanya satu bulan setelah kejadian itu, pada tanggal 1 Juli 673 di masa pemerintahan Raja Munmu, Kim Yushin wafat pada usia 79 tahun, padahal saat itu Silla masih berperang dengan Tang. Kematian Kim Yushin ini membuat gempar seluruh Silla. Kematian Yushin itu juga membuat Munmu kehilangan guru yang telah mengajar dan mendampinginya selama 47 tahun.

Dua tahun setelah itu (675) pasukan Silla berhasil mengusir pasukan Tang dari seluruh Korea berkat peran besar dari putra kedua Kim Yushin, Jenderal Kim Wonsul.




KAISAR TANG DAN SUARA DARI LANGIT

Setelah Kim Yushin meninggal (675), tak berapa lama kemudian Raja Munmu juga meninggal (681). Raja Munmu digantikan oleh putranya (yang juga cucu Kim Yushin), Raja Sinmun.

Walaupun diawal masa pemerintahannya, Sinmun berselisih dengan para bangsawan termasuk dari keluarga Kim Yushin dan mengeksekusi mereka, tapi beliau tetap menghormati jenderal besar ini.

Saat itu, Kaisar Gaozong kembali berulah. Kali ini sama-sekali tidak berhubungan dengan Kim Yushin, melainkan dengan mendiang Raja Muyeol (kakek Raja Sinmun). Kaisar mengirim utusan dan disertai pesan, yang isinya meminta Sinmun mengganti gelar “Taejong” yang diberikan kepada kakeknya, Raja Muyeol (Pangeran Chunchu) sebab itu adalah gelar yang sama yang dimiliki oleh ayah Kaisar Gaozong, Kaisar Taizong (Taizong = Taejong), setelah Kaisar Taizong mempersatukan seluruh China, dan sangat tidak sepadan dengan Raja Muyeol yang hanya berasal dari kerajaan kecil yang meninggal sebelum mempersatukan Korea.

Tapi, Raja Sinmun menolak dengan sopan melalui sebuah surat yang berbunyi:
Walaupun Silla adalah kerajaan kecil, raja kami mampu mempersatukan tiga kerajaan (Samhan/Tiga Konfederasi) melalui kebaikan Kim Yushin yang membantu raja dengan keberanian yang tidak tertandingi. Oleh sebab itu, raja kami dianugerahi gelar Taejong.
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972).

Sesaat setelah kaisar membaca surat dari Sinmun itu, tiba-tiba terdengar suara dari langit, yang berkata bahwa salah-satu pria terhebat di surga ke-33 dilahirkan di Silla, dan orang itu bernama Kim Yushin. Sehingga, jangan coba-coba mengganggu Silla karena Kim Yushin yang kuat itu akan membalasnya. Suara itu membuat Kaisar Gaozong ketakutan dan kembali mengingat apa yang dulu pernah dikatakan para jenderalnya tentang Kim Yushin. Kaisar pun langsung mengirim utusan ke Silla dengan pesan yang berbunyi:

Tidak perlu mengganti gelar ‘Taejong’ itu.
Nama itu terlalu bagus untuk diganti.
Dari Kaisar Tang
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972)

200 tahun setelah kematian Kim Yushin, Raja Gyeongmyeong (raja Silla ke-54) menganugerahi Kim Yushin gelar anumerta kerajaan, “Kaisar Heungmu”.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Sumber Pustaka:
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul

Sumber Web:
wikipedia.org/kimyushin


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Monday, 1 October 2018

RATU SEONDEOK DAN RAMALANNYA



Ratu Seondeok adalah penguasa ke-27 Kerajaan Silla. Ratu Seondeok diangkat menjadi Ratu Silla setelah kematian ayahnya, Raja Jinpyeong (632). Nama lahir beliau adalah Kim Deokman sehingga beliau juga dikenal sebagai Putri Deokman. Beliau adalah putri Raja Jinpyeong dan Ratu Maya. Ratu Seondeok memerintah Silla selama 15 tahun (632-647).

Ratu Seondeok adalah ratu pertama dalam sejarah Silla dan merupakan pemimpin wanita pertama sepanjang sejarah Korea. Selain itu, beliau juga merupakan pemimpin wanita kedua terkuat dalam sejarah kuno di Asia Timur. Nama besarnya sebagai pemimpin wanita di Asia Timur hanya tidak lebih besar dari Kaisarina Wu Zetian dari Kekaisaran Tang.

Menurut Samguk Sagi, Ratu Seondeok adalah putri pertama Raja Jinpyeong, namun menurut catatan-catatan yang lainnya, Ratu Seondeok adalah putri kedua, adik dari Putri Cheonmyeong. Catatan-catatan diluar Samguk Sagi mengindikasikan dia diangkat sebagai pewaris bukannya Putri Cheonmyeong (yang menurut catatan-catatan itu adalah anak tertua) dikarenakan Putri Cheonmyeong telah terlebih dahulu meninggal.

Sebenarnya, Putri Deokman memiliki adik laki-laki yang bernama Pangeran Borochun (putra tunggalnya dengan cucunya sendiri, Putri Bomyeong). Tapi karena intrik-intrik politik istana yang di dalangi oleh Ratu Seungman (ratu kedua Raja Jinpyeong), nama Pangeran Borochun dicoret dari daftar pewaris Raja Jinpyeong sebagai imbas dari diusirnya Putri Boryang dari istana. Saat itu, ibu Pangeran Borochun, Putri Bomyeong (yang juga adalah cucu Raja Raja Jinpyeong) memiliki posisi yang kuat di istana karena melahirkan satu-satu pangeran bagi raja. Tapi, Ratu Seungman dan kubu pendukungnya melakukan konspirasi sehingga Putri Bomyeong dituduh berkhianat pada raja dan diusir dari istana. Kastanya juga diturunkan menjadi bangsawan Jin-geol. Otomatis, kasta Pangeran Borochun sudah bukan kasta Seon-geol murni (kastanya raja) melainkan kasta campuran (Seon-geol dan Jin-geol) seperti Pangeran Chunchu (bakal Raja Muyeol). Inilah yang membuat Putri Deokman menjadi anak raja tertua yang berasal dari kelas Seon-geol murni dan dinobatkan sebagai pewaris raja.

Sebenarnya, selain Putri Deokman masih ada bangsawan lainnya yang berasal dari kelas Seon-geol murni tapi Raja Jinpyeong bersikeras menjadikan putrinya yang sangat cerdas itu sebagai seorang ratu.

Sejak kecil, Ratu Seondeok telah menunjukkan kepandaiannya sehingga beliau menjadi kesayangan Raja Jinpyeong. Beliau sangat tertarik dibidang astronomi dan memberi sumbangan besar bagi ilmu astronomi Korea dan Asia melalui berbagai penelitian dan penemuan melalui observatorium yang dibangunnya (yang tertua di Asia Timur), yang lalu menjadi acuan bagi berbagai studi astronomi di-era setelahnya.

Ratu Seondeok juga membangun berbagai kuil, meskipun peninggalan arkeologi yang paling terkenal yang dibangunnya adalah observatorium di Gyeongju tersebut.

Ada satu lagi yang paling dikenal dari sosok Ratu Seondeok. Ramalan.

Catatan-catatan sejarah Silla yang memuat kisah Ratu Seondeok seakan-akan mengklaim bahwa ramalan-ramalan sang ratu memang menjadi kenyataan. Dari begitu banyak ramalan yang pernah diucapkannya, ada tiga ramalannya yang paling terkenal dan dicatat kembali oleh Biksu Ilyeon dalam kitab Samguk Yusa.




LUKISAN KAISAR TAIZONG DARI TANG

Saat ratu masih muda dan masih menjadi seorang putri mahkota, ayahnya, Raja Jinpyeong mendapat hadiah dari Kaisar Taizong dari Dinasti Tang, berupa satu kotak benih bunga dan lukisan yang menggambarkan bunga tersebut. Banyak orang memuji keindahan lukisan tersebut, namun Ratu Seondeok lebih tertarik pada benih bunga.

Banyak orang memuji keindahan lukisan tersebut, namun Ratu Seondeok lebih tertarik pada benih bunga. Ratu lalu berkata pada raja bahwa bunga dari bibit bunga yang dihadiahkan oleh kaisar itu tidak akan memiliki bau, karena “....jika lukisan itu wangi, maka akan ada kupu-kupu dan lebah disekitarnya,” (en.wikipedia/queenseondeok).

Jawaban Ratu Seondeok ini sangat mengesankan raja dan orang-orang disekitarnya. Prediksi Ratu Seondeok benar. Bibit yang ditanam itu memang tumbuh dan berbunga, tapi bunga yang tumbuh dari bibit itu memang tidak berbau, baik itu bau yang busuk maupun wangi.

Ratu Seondeok juga menyadari bahwa lukisan itu bukan sekedar hadiah melainkan sindiran pada ayahnya yang tidak memiliki keturunan laki-laki, dan kemudian digunakan oposisinya sebagai sindiran padanya karena ketidak-mampuannya memiliki suami, seperti bunga yang indah tapi tidak ada kupu-kupu hinggap padanya.

Menurut kitab Samguk Yusa, dalam lukisan yang dikirim oleh Kaisar Taizong itu bukan cuma ada satu kuntum bunga, melainkan tiga kuntum bunga yang melambangkan tiga ratu Silla, oleh karena itu beberapa orang juga meyakini Kaisar Taizong memiliki kemampuan yang sama seperti Ratu Seondeok, kemampuan meramal masa depan. Sebab, ketidak-mampuan Ratu Seondeok dalam memiliki keturunan memang bisa diprediksi saat itu sebab Ratu Seondeok hidup dimasa yang sama dengan Kaisar Taizong. Tapi, penggantinya, Ratu Jindeok (ratu kedua Silla) baru naik tahta tahun 647, dua tahun setelah Kaisar Taizong meninggal, dan Ratu Jinseong (ratu ketiga Silla) baru naik tahta tahun 888, lama setelah Kaisar Taizong meninggal, sehingga orang-orang juga berpendapat bahwa Kaisar Taizong juga mampu meramal masa depan




KATAK-KATAK DI KOLAM PERMATA

Suatu hari, saat beliau sudah menjadi ratu, Ratu Seondeok mendengar suara katak-katak yang sangat ribut dan terus-menerus menimbulkan kebisingan di Kolam Eokmun disekitar Gerbang Permata, padahal saat itu adalah musim dingin.

Ratu lalu memerintahkan para pengawalnya melihat apa yang terjadi. Rupanya, suara ribut itu berasal dari gerombolan katak putih.

Mendengar informasi itu, ratu langsung memerintahkan jenderal-jenderalnya untuk mempersiapkan pasukan menuju arah barat-laut tepatnya ditempat yang dikenal dengan nama “Lembah Wanita” untuk menahan serbuan pasukan Baekje.

Tidak ada laporan dari pasukan mata-mata mengenai pergerakan tentara Baekje menuju Silla, namun ratu bersikeras agar perintahnya segera dilaksanakan, dan menjelaskan alasan mengapa perintah itu diberikan.

Bagi ratu, suara katak-katak itu terdengar seperti suara teriakan prajurit sehingga sehingga ratu menganggap itu merupakan pertanda adanya pasukan yang akan menyerang Silla di wilayah barat-daya (katak putih diartikan sebagai warna putih yang dalam astronomi Asia menandakan arah barat), tepatnya di Lembah Wanita (Gerbang Permata, permata dianggap menggambarkan wanita).

Diantara semua jenderal hanya Pildan (ajudan ratu), Kim Yushin (panglima utama kerajaan), dan Alcheon (kepala pasukan pengawal) yang percaya pada ratu. Ratu lalu memerintahkan Pildan dan Alcheon menuju ke tempat yang disebutkannya itu.

Secara tak terduga sebelumnya, pasukan Silla berhasil menangkap 2.000 tentara Baekje yang sedang bersiap menyerbu Silla tepat ditempat yang disebutkan oleh Ratu Seondeok.




DUA SURGA, DORICHEON DAN SACHEONWANGCHEON

Suatu hari ketika kondisi Ratu Seondeok sedang sangat sehat, tiba-tiba ratu memanggil seluruh pejabat istana dan berkata bahwa dia mungkin tidak berumur panjang. Dia meminta dimakamkan di Doricheon. Pildan dan para jenderalnya juga para pejabat, termasuk Bidam (sangdaedung saat itu), bingung akan nama tempat yang disebutkannya sebab tidak ada tempat dengan nama itu. Tapi ratu berkata bahwa tempat itu terletak di dekat pegunungan di wilayah selatan Silla.

Secara mengejutkan, Silla diguncang pemberontakan terbesar dalam sejarah yang justru dikobarkan oleh Perdana Menteri-nya sendiri, Bidam (647).

Bidam melakukan pemberontakan (647) dengan menggemakan semboyan “seorang wanita tidak mampu memimpin negara”, sebagai kritik dan responnya terhadap pemerintahan Ratu Seondeok, dan ketidak-puasannya atas skema pewarisan tahta yang juga akan diwariskan pada seorang wanita sebab selain Ratu Seondeok, hanya Putri Seungman (Ratu Jindeok) yang tersisa dari kasta Seon-geol yang artinya beliau yang akan menggantikan Ratu Seondeok.

Bidam didukung oleh para oposan Ratu Seondeok, terutama para bangsawan dan pejabat yang memiliki hubungan dengan bangsawan yang menjadi oposan Raja Jinpyeong saat pemberontakan Chilsuk-Seok Phum. Karena pengangkatan Ratu Seondeok sebelumnya menyebabkan konflik besar di istana maka Bidam dengan mudah dapat mengumpulkan pengikut dalam jumlah yang sangat besar. Ratu Seondeok didukung penuh oleh Kim Yushin dan kubunya didominasi oleh para bangsawan campuran (Seongeol-Jinggeol) terutama Pangeran Chunchu (bakal Raja Muyeol), Putri Seungman (bakal Ratu Jindeok), Alcheon, dan Horim. Ratu Seondeok juga tetap didukung oleh para komandan hwarang ibukota Seorabeol dan para bangsawan, pejabat, dan jenderal-jenderal keturunan suku Gaya.

Pemberontakan Bidam ini menjadi pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla, bukan karena lama pemberontakannya melainkan karena banyaknya para pejabat, bangsawan, dan perwira-perwira militer yang terlibat. Kubu Bidam terdiri dari 30-an lebih pendukung yang masing-masing memiliki pasukan pribadi atau merupakan komandan dari salah-satu pasukan kerajaan, atau merupakan pejabat yang memiliki koneksi dengan para komandan pasukan kerajaan sehingga 30-an orang pendukung Bidam ini mampu mengumpulkan pasukan dalam jumlah besar.

Demi menyemangati pasukannya, Ratu Seondeok bergabung dengan pasukannya di perkemahan pasukan utama.

Pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla yang hanya memakan waktu 10 hari inipun berhasil dipadamkan. Sayangnya, pemberontakan Bidam, yang sebelumnya adalah salah-seorang kepercayaannya dan yang pernah mendukungnya disaat-saat sulit, membuat ratu sangat syok. Perang ini menyita pikiran ratu dan menghabiskan energinya. Kesehatan ratu merosot drastis selama 10 hari pemberontakan ini. Ratu Seondeok akhirnya wafat pada 17 Februari 647, ditahun yang sama ketika pemberontakan itu terjadi.

Sang ratu dikuburkan ditempat yang ditunjuknya (tapi saat itu belum bernama Doricheon). 10 tahun kemudian penerusnya membangun kuil diatas makamnya dan menamainya “Kuil Sacheonwang”. Saat itu barulah pejabat-pejabat kepercayaannya yang masih hidup sadar bahwa didalam teks-teks Buddha ada tertulis tentang nama dua surga, Sacheonwangcheon dan Doricheon, sehingga jika kuilnya dinamakan Sacheonwang maka otomatis kuburannya akan disebut Doricheon yan seakan menggambarkan dua surga itu, Sacheonwangcheon dan Doricheon. Pada akhirnya makam ratu ini dinamakan Doricheon.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Sumber Pustaka:
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul

Sumber Web:
wikipedia.org/queen seondeok


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Wednesday, 1 August 2018

SOLON YANG BIJAK DAN KEBAHAGIAAN RAJA CROESUS YANG SEMU




Alkisah pada jaman dahulu kala, pada masa yang sudah lama sekali, ada sebuah kerajaan yang sangat kaya yang bernama Kerajaan Lydia yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Croesus. Rakyatnya memuji dan menyanjung-nyanjung sang raja sebagai 'Pria Paling Berbahagia Di Bumi' sebab sang raja sangat kaya dan memiliki segalanya yang penting dalam hidup yaitu teman, wanita, dan tahta.

Ditempat yang lain, di kerajaan lain pula, yang letaknya jauh dari negerinya Raja Croesus tepatnya di kota Athena, hiduplah seorang yang bijaksana yang bernama Solon. Dia tidak kaya dan juga tidak banyak memiliki banyak hal penting dalam hidup, baik itu teman, wanita, dan tahta. Tapi, rakyat dinegerinya memperlakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh rakyat Lydia pada Raja Croesus, yaitu menyanjung dan memuji-mujinya.

Raja Croesus dan Solon memiliki satu persamaan, yaitu bahwa mereka adalah pembuat hukum dinegeri mereka, namun ada banyak hal yang berbeda dari mereka. Raja Croesus mengumpulkan banyak sekali harta benda diperbendaharaan sedangkan Solon justru kehilangan banyak hartanya. Raja Croesus memiliki banyak sekali abdi yang bersumpah-setia padanya dan juga memiliki banyak teman dan sekutu dalam kerajaannya dan juga dari luar negerinya tetapi Solon justru ditinggalkan oleh teman-temannya. Raja Croesus memiliki banyak wanita yang mendampinginya sedangkan Solon tidak. Raja Croesus juga duduk diatas tahta salah-satu kerajaan paling makmur pada masa itu, sedangkan Solon justru kehilangan jabatannya sebagai Archon kota Athena. Tetapi, baik Raja Croesus dan juga Solon sama-sama disanjung-sanjung oleh rakyat mereka. Raja Croesus disanjung sebagai pemimpin agung Kerajaan Lydia, sedangkan Solon disanjung sebagai reformator besar kota Athena.

Ketika Solon menuntaskan reformasi-nya, ia meninggalkan Athena untuk berlayar keliling dunia hingga kemudian dia tiba di negeri Lydia.

Ketika Solon berjalan-jalan dinegeri itu, dia mendengar percakapan-percakapan rakyat Lydia yang menyanjung-nyanjung raja mereka dengan sebutan “Pria Paling Berbahagia Di Bumi”. Karena penasaran tentang hal itu, bertanyalah Solon pada sekelompok rakyat Lydia,
Wahai rakyat kota Lydia yang berbahagia, mengapakah kalian mengatakan bahwa raja kalian sebagai Pria Paling Berbahagia Di Bumi’?”

Sekelompok rakyat Lydia yang ditanyai Solon itu lalu menjawab,
Ooh kau orang asing rupanya. Selamat datang dinegeri kami yang bahagia ini, yang dipimpin oleh raja kami, Yang Mulia Baginda Raja Croesus. Tetapi dibandingkan dengan kami, beliau adalah yang paling berbahagia dimuka bumi ini sebab beliau memiliki segala hal yang penting dalam hidup ini. Kekayaan, sahabat, wanita, dan tahta.”

Namun Solon menjawab,
Wahai orang Lydia yang berbahagia, sesungguhnya tidak ada kebahagiaan yang mutlak sama seperti tidak ada orang yang benar-benar bahagia sebelum dia meninggal.”

Setelah Solon berkata demikian, pergilah dia meninggalkan sekelompok orang itu. Maksud Solon adalah bahwa keberuntungan dapat berubah dengan tiba-tiba sebab setiap hal mungkin berubah dari satu hari ke hari lain. Namun, kata-kata Solon itu terlanjur tersebar hingga sampai ke istana Kerajaan Lydia dan terdengar pula oleh Raja Croesus. Kata-kata Solon sangat mengusik hati raja sehingga beliau mengundang Solon untuk datang dan mengunjunginya di istana. Solon-pun menghormati undangan raja dan mengunjungi istana sang raja yang sangat besar.

Setelah memasuki istana, Solon melihat seorang pria berpakaian mewah dan disertai oleh rombongan budak dan tentara, sehingga Solon berpikir bahwa orang itu pastilah Raja Croesus. Tapi ternyata dia hanya seorang pejabat kecil di pengadilan kerajaan. Solon kemudian melanjutkan langkahnya memasuki istana, ia melihat beberapa pejabat lain yang berpakaian sangat mewah dan juga disertai oleh serombongan budak dan pengawal. Semakin tinggi jabatannya, semakin besar rombongan yang menyertainya. Akhirnya Solon dipersilahkan masuk ke ruangan raja.

Raja Croesus telah menunggu Solon diruangannya. Beliau mengenakan pakaian yang sangat indah dan perhiasan yang sangat mewah, dan dengan bangganya beliau membuka tangannya menyambut kedatangan Solon. Namun, sang raja heran sebab raut wajah Solon tampak tidak silau dengan kemewahan itu. Raja Croesus tersinggung dengan sikap yang ditunjukan oleh Solon, sehingga beliau kemudian memerintahkan agar rumah-rumah tempat penyimpanan hartanya dibuka agar Solon bisa melihat banyaknya pakaian yang indah yang Raja Croesus miliki miliki, juga banyaknya emas, perak, dan permata milik sang raja. 

Solon tetap tenang dan berlaku sopan saat memandang semua itu. Sang raja-pun datang kembali menemui Solon dan berkata,
"Wahai Solon yang bijak dari Athena," kata Croesus, "pernahkah kamu melihat orang yang lebih beruntung dari aku, Raja Croesus ini?" Tanya sang Raja dengan bangganya.

Solon menjawab, "Ya, aku pernah.”

Raja Croesus terkejut mendengar jawaban Solon.

Siapa??? Siapa dia yang lebih berbahagia daripada aku??!” Tanya Raja Croesus dengan sangat penasaran.

Dia adalah Tellus, warga Athena.” Jawab Solon. “Dia adalah pria jujur yang mendidik anak-anaknya dengan baik dan mempersiapkan anak-anaknya dengan baik untuk mengabdi pada Athena. Dia terus hidup hingga memperoleh cucu, lalu ia meninggal dengan mulia, yaitu saat berjuang untuk negaranya." Kata Solon.

Jawaban Solon itu mengejutkan seisi istana yang mendengarnya, dan tentunya membuat Raja Croesus marah.

Berani sekali kau menganggap seorang rakyat jelata dinegerimu itu lebih bahagia dariku, raja yang agung dari Lydia ini??!” Teriak Raja Croesus.

Namun Solon kembali menjawab,
Oh baginda Raja Croesus, Tellus itu bukanlah satu-satunya yang aku kenal sebagai orang paling paling berbahagia. Masih ada lagi, yaitu Kleobis dan Biton dari kota Argive. Mereka meninggal dengan damai dalam tidur mereka setelah ibunda mereka mendoakan kebahagian mereka pada Dewi Hera sebab mereka telah menunjukan pengabdian dan penghormatan mereka pada orang-tua dengan membawa ibundanya itu ke pesta besar bagi Dewi Hera dengan menggunakan sebuah gerobak dan menarik sendiri gerobak itu sejauh 6 mil jauhnya. Dewi Hera memberikan mereka kematian yang indah dalam damainya tidur mereka. Merekalah orang-orang yang paling berbahagia di bumi ini.”

Sang raja yang semakin marah lalu memerintahkan para pengawalnya untuk menahan Solon dan memberikan hukuman yang berat. Namun Solon yang bijaksana dan cerdik lalu menenangkan sang raja dengan berkata,
"Oh raja perkasa dari Lidya, para dewa telah memberi kita, orang-orang Yunani, hanya hal-hal kecil, dan kebijaksanaan kita hanya hal-hal kecil, bukan suatu hal penting yang setara pentingnya dengan yang anda miliki, wahai Yang Mulia Baginda Raja Croesus. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mempertimbangkan bagaimana kehidupan seseorang begitu banyak tergantung pada kesempatan, dan bagaimana bencana bisa datang kepada kita yang membuat kita benar-benar terkejut, jadi aku tidak menganggap siapa-pun untuk menjadi benar-benar bahagia sampai ia meninggal dengan baik, dan nasib baiknya utuh sampai akhir. Jika kita mengatakan bahwa seorang pria itu benar-benar bahagia, namun ada begitu banyak yang masih bisa terjadi padanya, kita akan seperti tentara merayakan kemenangan sebelum pertempuran berakhir." Demikian penjelasan Solon, yang mengandung siratan bahwa Solon mengharapkan kebahagian sang raja terus berlangsung hingga sang raja tutup usia.

Kata-kata Solon itu akhirnya dapat diterima oleh raja sehingga Raja Croesus mengijinkan Solon pergi dengan selamat.

Saat berjalan keluar dari istana, secara kebetulan Solon bertemu dengan Aesop, penulis dongeng terkenal, yang juga telah diundang ke istana oleh Raja Croesus. Aesop, yang juga melihat Solon, lalu bertanya,
"Apakah seharusnya kita tidak datang ke orang-orang yang perkasa, atau haruskah kita mencoba untuk menyenangkan mereka?"

Dan Solon-pun menjawab,
"Apakah seharusnya kita tidak datang ke orang-orang yang perkasa, atau haruskah kita memberitahu mereka kebenaran?", sambil berjalan pergi dari istana meninggalkan Aesop dan kemudian meninggalkan negeri Lydia.

Tidak berapa lama setelah kepergian dari negeri Lydia, datanglah balatentara Kekaisaran Persia yang dipimpin oleh Maharaja Cyrus Yang Agung dan mengepung kerajaan Lydia. Dalam peperangan, Raja Croesus pada akhirnya harus takluk pada Maharaja Cyrus Yang Agung. Raja Croesus-pun kehilangan hartanya, wanita-wanitanya, sekutu-sekutunya, dan juga tahtanya. Dia lalu ditawan dan diikat ditiang, dan hendak dibakar hidup-hidup sebagai hiburan bagi Maharaja Cyrus Yang Agung.

Raja Croesus begitu pilu meratapi nasibnya. Dia menangis meratapi kematian keluarganya, pembesar-pembesarnya, dan juga rakyatnya ditangan orang-orang Persia. Ditengah-tengah keputus-asaannya itu, Raja Croesus-pun berteriak,
Solon...... Solon.... Oh Solon” sambil menangis sedih.

Maharaja Cyrus Yang Agung mendengar teriakan Raja Croesus itu dan penasaran dengan maksudnya sehingga beliau memerintahkan untuk menghentikan proses hukuman mati pada Raja Croesus dan semua orang Lydia yang akan dihukum-mati saat itu. Maharaja Cyrus Yang Agung memerintahkan agar Raja Croesus dibawa dihadapannya. Setelah Raja Croesus berada dihadapan sang maharaja maka bertanya Maharaja Cyrus Yang Agung padanya,
Siapakah atau apakah Solon yang kau panggil-panggil itu?”

Raja Croesus-pun menjawab,
wahai Maharaja Cyrus Yang Agung, yang kupanggil namanya adalah Solon yang bijak dari Athena....”

Hmmm apakah Solon ini adalah seorang manusia saja atau salah-satu dari dewa-dewa orang Athena?” Tanya Maharaja Cyrus Yang Agung.

Raja Croesus lalu menjawab, "Dia bukanlah dewa tetapi adalah salah-satu dari orang-orang bijak dari Yunani. Dahulu aku mengundangnya ke istana-ku untuk mendengar kata-kata bijak darinya. Bukannya belajar darinya, aku malahan begitu marah padanya saat ia sedang menganjurkan hal-hal yang bijak dan baik adanya padaku saat itu.”

Maharaja Cyrus Yang Agung menjadi sangat penasaran pada penjelasan Raja Croesus dan kembali bertanya, “Hal bijak apakah yang dikatakan padamu saat itu?”

Mendengar pertanyaan Maharaja Cyrus Yang Agung itu, hati Raja Croesus menjadi sangat sedih dan diapun berkata,
Wahai Maharaja Cyrus Yang Agung, dahulu baginda pasti tahu dan mendengar tentang kekayaanku dan kemakmuran negeriku. Ditengah-tengah semua kelimpahan yang diberikan oleh dewa padaku, rakyatku menyanjung-nyanjung aku dan menyebutku sebagai ‘Pria Paling Bahagia di Dunia’. Namun, saat Solon Yang Bijak mendengar hal itu dari rakyatku, justru berkata pada mereka bahwa ‘sesungguhnya tidak ada kebahagiaan yang mutlak sama seperti tidak ada orang yang benar-benar bahagia sebelum dia meninggal’. Setelah kata-katanya sampai ke telingaku yang pongah ini, akupun memanggilnya ke istanaku dan menunjukan semua kekayaanku dan kemegahanku untuk menegaskan padanya bahwa akulah orang yang paling berbahagia di bumi. Tapi, Solon justru berkata bahwa ‘kehidupan seseorang begitu banyak tergantung pada kesempatan, dan bagaimana bencana bisa datang kepada kita yang membuat kita benar-benar terkejut, sehingga siapa-pun tidak menjadi benar-benar bahagia sampai ia meninggal dengan baik, dan nasib baiknya utuh sampai akhir.’ Demikianlah kata-kata Solon Yang Bijak itu wahai Maharaja Cyrus Yang Agung.” Ujar Raja Croesus.

Maharaja Cyrus Yang Agung begitu tersentuh mendengar nasehat Solon yang diceritakan kembali oleh Raja Croesus dan beliau-pun bertanya lagi,
Adakah lagi kata-kata yang diucapkannya padamu?”

Solon Yang Bijak itu juga menasehatiku agar aku jangan hanya menilai kebahagiaan yang sekarang ini saja sebab jika seseorang menganggap dirinya benar-benar bahagia namun ada begitu banyak yang masih bisa terjadi padanya maka orang itu hanya akan menjadi seperti tentara yang merayakan kemenangan sebelum pertempuran berakhir,” ujar Raja Croesus.

Maharaja Cyrus Yang Agung termenung saat mendengar nasehat Solon yang diceritakan kembali oleh Raja Croesus. Saat melihat sang maharaja duduk termenung setelah mendengar kata-katanya maka Raja Croesus-pun berkata,
Wahai Maharaja Cyrus Yang Agung, sungguh alangkah baiknya jika baginda bisa bertemu langsung dengan Solon Yang Bijak itu dan mendengar langsung kata-katanya yang bijak. Oh Maharaja Cyrus Yang Agung, sesungguhnya kehilangan segalanya sekarang ini lebih menyakitkan daripada kehilangan kenikmatan dunia yang menyenangkan. Kini, kekayaanku yang sesungguhnya hanyalah berupa kata-kata dan pendapatku semata, dan sekarang aku akan dibawa untuk dibakar di tiang. Solon Yang Bijak melihatku dalam sebuah kemewahan yang bodoh dan dia telah meramalkan penderitaanku yang terjadi sekarang ini. Dia memperingatkanku bahwa aku harus mempertimbangkan akhir hidupku, dan tidak membanggakan sebuah tanah yang menjerumuskan, karena tidak ada manusia yang bahagia sampai ia meninggal dengan baik" ujar Raja Croesus sambil meratapi nasibnya kini.

Maharaja Cyrus Yang Agung begitu tersenutuh mendengarkan nasehat-nasehat Solon yang diceritakan kembali oleh Raja Croesus. Maharaja Cyrus Yang Agung menilai ajaran Solon adalah suatu hal yang baik adanya dan sangat penting bagi kehidupan. Sang maharaja beranggapan bahwa jika dia tidak bijaksana dalam menjalani hidupnya maka mungkin dia akan mengalami apa yang terjadi pada Raja Croesus yang sedang berlutut dihadapannya sekarang ini. Sang maharaja-pun membebaskan dan mengangkat Raja Croesus sebagai salah satu penasihat yang paling dihormati di istananya.



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kisah ini adalah kisah populer dari Yunani yang diceritakan secara turun-temurun dan ditulis kembali dalam berbagai kitab sejarah dan kitab-kitab hikayat dari masa penyebaran budaya Helenis.

Solon adalah tokoh sejarah nyata yang merupakan seorang reformator klasik terbesar dan terpenting dalam sejarah Athena dan Yunani. Beliau pernah menjabat sebagai archon (penguasa tahunan) kota Athena.

Raja Croesus adalah tokoh sejarah nyata. Beliau adalah putra dari Raja Alyates II yang lahir sekitar tahun 595 SM, dan memerintah Kerajaan Lydia selama sekitar 14 tahun (560 SM - 546 SM). Pada masa itu, beliau adalah raja terkaya di dunia barat. Raja Croesus adalah raja kerajaan kuno yang bernama Kerajaan Lydia. Kerajaan Lydia adalah kerajaan makmur yang wilayahnya cukup luas pada masa itu, dan kini terletak di negara Turki modern. Kerajaan ini telah berdiri sejak 1200 SM.

Maharaja Cyrus Yang Agung adalah tokoh sejarah nyata yang merupakan maharaja dan raja terbesar dalam sejarah Kekaisaran Persia. Beliau-lah yang mengakhiri pemerintahan orang-orang Media (Medes) dan juga menaklukan kerajaan terbesar didunia pada masa itu yaitu Kekaisaran Babilonia. Beliau berhasil merebut wilayah-wilayah taklukan Babilonia. Dalam ekspedisi militernya untuk menaklukan wilayah-wilayah Asia Minor itulah Kerajaan Lydia berhasil ditaklukan (546 SM) dan Raja Croesus ditawan.

Kerajaan Lydia menjadi salah-satu sasaran utama penaklukan Cyrus Yang Agung sebab Raja Croesus merupakan salah-satu sekutu utama Maharaja Astyges dari Kekaisaran Media yang berhasil ditaklukan oleh Cyrus Yang Agung sebab saudari Raja Croesus merupakan ratu dari Maharaja Astyges. Croesus juga merupakan salah-satu raja yang mengerahkan pasukan untuk melawan Cyrus Yang Agung.

Tellus dari Athena yang dikatakan oleh Solon sebagai orang yang paling berbahagia di bumi kemungkinan adalah memang tokoh nyata, namun kisahnya hanya ditemukan melalui cerita Solon ini yang ditulis oleh Herodotus. Menurut catatan Herodotus, Tellus adalah seorang pria dari Athena yang memiliki dua orang putri yang cantik dan baik hati. Dia meninggal sebagai seorang patriot dalam peperangan antara Athena melawan Eleusis. Kematian Tellus dianggap indah sebab sebagai prajurit dia meninggal dalam perang, dan kehidupannya dianggap bahagia sebab dia hidup bahagia dengan keluarganya dan sempat melihat kelahiran dan pertumbuhan semua cucu-cucunya.

Kleobis dan Biton yang dikatakan oleh Solon sebagai yang termasuk orang-orang paling berbahagia di bumi kemungkinan adalah memang tokoh-tokoh nyata, namun kisah mereka hanya ditemukan melalui cerita Solon ini yang ditulis oleh Herodotus. Menurut catatan Herodotus, Kleobis dan Biton adalah dua pemuda dari Argive (kota utama dari sebuah polis di Yunani yang bernama Argos). Dikisahkan bahwa mereka membawa ibu mereka yang bernama Cydippe yang ingin sekali menghadiri festival untuk memuja Dewi Hera dengan gerobak sapi dengan menarik sendiri gerobak itu sejauh 6 mil. Setibanya dikuil, sang ibu lalu mendoakan agar Dewi Hera memberikan mereka hadiah atas kekuatan hati dan kesetian mereka. Dikisahkan bahwa Dewi Hera yang mendengar doa Cydippe ini lalu berkenan mengabulkan permintaan sang ibu itu dengan membiarkan Kleobis dan Biton, yang saat itu tertidur di kuil, meninggal dengan damai dalam tidur mereka. Kematian mereka dianggap indah sebab mereka meninggal dalam damai di kuil tanpa merasakan kesakitan, dan kehidupan mereka dianggap bahagia sebab mereka berhasil memberikan pengabdian pada orang-tua mereka dan meninggal dengan bahagia setelah melihat kebahagiaan ibu mereka yang berhasil menghadiri festival tahunan itu. Sebagai penghormatan pada Kleobis dan Biton, rakyat kota Delphi (polis lainnya di Yunani) mendirikan patung mereka berdua di kuil Dewa Apollo.

Tujuh Orang Bijak (Seven Sages of Greece atau Seven Wise Men) adalah gelar yang diberikan pada tujuh orang yang dianggap paling bijaksana pada masa Yunani Kuno. Nama-nama ketujuh orang bijak ini memiliki perbedaan antara sumber yang satu dengan lainnya. Umumnya, daftar Tujuh Orang Bijak itu adalah Thales dari Miletus, Chilon dari Sparta, Cleobulus dari Lindos, Solon dari Athena, Bias dari Priene, Pittacus dari Mytilene, dan Periander dari Korintus. Tetapi, Plato memiliki daftar yang berbeda, yaitu Thales dari Miletus, Chilon dari Sparta, Cleobulus dari Lindos, Solon dari Athena, Bias dari Priene, Pittacus dari Mytilene, dan Myson dari Chenae. Namun, menurut Diogenes Laertius (sejarawan abad 3 Masehi yang fokus pada ahli filsafat Yunani kuno), Tujuh Orang Bijak itu adalah Thales dari Miletus, Chilon dari Sparta, Cleobulus dari Lindos, Solon dari Athena, Bias dari Priene, Pittacus dari Mytilene, dan memasukan Periander dari Korintus dan juga Anacharsis dari Skit sebagai orag bijak yang ketujuh. Pendapat yang sama juga dikeluarkan oleh para sejarawan seperti Ausonius (penyair Romawi abad ke-2 Masehi), Ephorus, dan Plutarch.

_________________________________________________________________________________

Kisah ini adalah kisah klasik populer dari Yunani yang dimuat dalam berbagai buku sejarah yang untuk pertama kalinya dimuat dalam buku “Historia” yang ditulis oleh sejarawan besar Yunani, Herodotus. Kisah ini disusun kembali oleh Deleigeven Media dengan beberapa perubahan yaitu perubahan gaya tulisan dan susunan dialog tanpa mengubah inti cerita dan unsur sejarah dalam kisah ini.


TIM PENYUSUN:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Penerbit : Deleigeven Media


DAFTAR PUSTAKA:
A History of Ancient Greece; George Grote
History; Herodotus
Solon, The Lawmaker of Athens; Plutarch
The Heritage Of Persia; Richard N.Frye


SUMBER WEBSITE:
Ensiclopedia Britanica (Solon)
Greeka.com (Solon)
Livius.org/lydia
wikipedia.com/solon
wikipedia.com/croesus


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------