DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Wednesday, 7 December 2016

HWARANG, THE FLOWER KNIGHTS OF SILLA




Hwarang? Siapa dan seperti apakah para Hwarang itu?

Hwarang adalah resimen khusus dari Kerajaan Silla, suatu kerajaan kuno di Semenanjung Korea yang pertama kali mempersatukan kawasan semenanjung tersebut dibawah satu pimpinan. Prajurit resimen ini disebut dengan "Ksatria Hwarang". Uniknya, walaupun mereka selalu mendandani wajahnya layaknya wanita saat berperang, namun mereka adalah pasukan yang paling mematikan pada masanya. Mereka tidak mengenal kata mundur apalagi menyerah. Keberanian mereka terus digaungkan hingga lebih dari seribu tahun setelah kerajaan yang mereka bela itu runtuh. Bahkan, keberanian mereka menjadi pegangan bagi para pejuang Korea di modern ketika pejuang generasi baru itu berjuang merebut kembali wilayah semenanjung yang dulunya ditaklukkan oleh para Hwarang. Sumpah setia para Hwarang juga menjadi pegangan bagi para pejuang Korea di masa modern sebagai tanda nasionalisme mereka pada tanah air.

Inilah riwayat resimen khusus tersebut 
yang sejarahnya terukir cantik, secantik namanya.





KERAJAAN SILLA, NEGERI  PARA HWARANG

Kerajaan Silla adalah kerajaan yang terletak dibagian tenggara negara Korea Selatan. Kerajaan Silla dikenal dengan nama “Shinluo” oleh orang Tiongkok, dan orang Jurchen (leluhur bangsa Manchu) menyebut Silla dengan sebutan “Sholgo” atau “Solho”. Sedangkan bangsa Jepang kuno menyebut Silla dengan nama “Shiragi” dalam catatan-catatan kerajaan Yamato (nama kerajaan kuno di Jepang). Ibukota Kerajaan Silla berada di kota Gyeongju pada masa kini, yang pada masa Silla kuno bernama “Seorabeol”. Nama Seorabeol (diucapkan: Sorabol) diambil dari bahasa Silla kuno, yaitu “syeo-beul” yang artinya “ibukota kerajaan”. Kata ini kalau diucapkan dengan cepat dapat disingkat menjadi “syeo-ul”, yang menjadi akar kata dari “Seo-ul” atau “Seoul”, ibukota Korea Selatan saat ini. 

Masyarakat Silla adalah percampuran dari pribumi Korea dan bangsa pendatang yang sangat mungkin berasal dari Manchuria dan Asia Barat. Percampuran-percampuran ini membuat Silla memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa dua kerajaan lain karena budaya Goguryeo dan Baekje berasal dari Buyeo, dan juga memiliki postur tubuh dan perawakan wajah yang berbeda sehingga dapat dibedakan dari perawakan rakyat dua kerajaan lainnya yang cenderung memiliki perawakan khas mongoloid. Dua kerajaan lain memang juga memiliki percampuran karena dua kerajaan itu berada diwilayah yang lebih mudah dijangkau dari utara, dibandingkan dengan Silla yang tergolong terpencil sehingga dua kerajaan tadi sangat mungkin mendapat pengaruh dari kerajaan-kerajaan utara khususnya Tiongkok.

Silla pada masa itu adalah kerajaan di Korea yang paling minim mendapatkan pengaruh budaya dari negara lain, termasuk dari Tiongkok. Namun, negeri ini sangat makmur yang bahkan kabar kemakmurannya dicatat oleh beberapa saudagar dari Arab. 






LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN HWARANG

Masyarakat Silla sejak masa-masa awal kerajaan ini berdiri dikenal sebagai masyarakat bermoral yang cinta damai dan memiliki peradaban yang tinggi. Silla pada awalnya merupakan kerajaan yang paling lemah diantara tiga kerajaan di Semenanjung Korea. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Silla yang lebih kecil dari wilayah kerajaan lainnya, juga letak Silla yang dikepung oleh berbagai negara yang justru berusaha memperluas wilayah mereka masing-masing dengan mencaplok wilayah Silla. Saat Silla berhasil menguasai seluruh wilayah di Konfederasi Jinhan, Silla langsung mulai mendapat gangguan dari selatan yaitu dari Konfederasi Gaya yang telah semakin kuat. Silla juga sering berhadapan dengan Kerajaan Baekje dibagian barat yang selalu ingin memperluas wilayah mereka. Selain itu, Kerajaan Goguryeo dibagian utara dan negeri Wa diseberang lautan juga cukup menjadi ancaman serius bagi Silla. Silla selalu berperang dengan para tetangganya dimasa-masa awal kerajaan ini berdiri karena Silla selalu diserang oleh tetangga-tetangganya.

Silla lalu menerapkan kebijakan diplomasi dan berusaha menjalin persahabatan dengan tetangga-tetangganya, sambil terus memperkuat angkatan perangnya. 

Pada masa-masa ini, seorang Raja Silla, yaitu Raja Beopheung memikirkan untuk membentuk suatu pasukan khusus. Raja memimpikan suatu pasukan elit yang berjumlah besar dan menjadi pondasi militer dan pertahanan Silla. Para anggota pasukan ini haruslah mampu menjadi pasukan yang mencerminkan kerajaan Silla dengan sempurna, yaitu sempurna secara fisik, pengetahuan, kemampuan bertarung, budaya, pengetahuan agama, dan akhlak yang mengikuti norma-norma yang dianut oleh orang Silla. 

Raja Beopheung pun mulai mempersiapkan pasukan ini. Raja mengumpulkan para pemuda dan melatih mereka tapi raja tidak meresmikan atau membentuk mereka sebagai resimen militer. Kelompok inipun belum memiliki pemimpin. Kemudian, raja membentuk pasukan khusus wanita yaitu Resimen Wonhwa. Resimen ini terdiri dari dua pasukan. Pasukan pertama dipimpin oleh komandan Junjeong dan pasukan kedua dipimpin oleh komandan Nammo. Namun, rupanya para komandan pasukan ini saling berebut pengaruh dan akhirnya memulai pertikaian terbuka. Pada pertikaian ini, Komandan Nammo terbunuh oleh Komandan Junjeong sehingga membuat resimen Wonhwa dibubarkan pda tahun 540, yang juga menjadi tahun terakhir pemerintahan Raja Beopheung. 

Walaupun pertikaian internal resimen Wonhwa ini sangat mempengaruhi dukungan para bangsawan agar Silla memiliki suatu pasukan khusus, namun Ratu Jisoo sebagai wali Raja Jinheung (pengganti Beopheung) dan para bangsawan istana pro raja tetap bersikeras agar resimen pasukan elit Silla yang dibentuk dan ditempa dengan sangat sistematis dapat dibentuk.

Resimen Hwarang langsung dibentuk pada tahun 540 M setelah resimen Wonhwa dibubarkan. Namun, baru pada tahun 576 M, resimen elit ini diresmikan oleh Raja Jinheung. Tapi, karena resimen ini dibentuk tepat setelah pembubaran Wonhwa maka besar kemungkinan raja yang membentuk hwarang adalah raja Beopheung bukan Raja Jinheung.

Dalam Samguk Yusa tertulis “.. Raja menaruh perhatian yang tinggi pada peningkatan kekuatan negara... kembali mengeluarkan dekrit dan memilih pemuda-pemuda yang bermoral baik lalu menamai mereka Hwarang”, yang menandakan bahwa Jinheung yang pada tahun 540 masih berusia belia tidak mungkin menjadi raja yang dimaksud, sehingga teori bahwa Beopheung-lah yang membentuk Resimen Hwarang sebelum dia meninggal lebih masuk akal.

Kelompok Hwarang pada mulanya adalah sekelompok pemuda bangsawan cendekia yang dikumpulkan raja untuk belajar di istana (semacam perguruan tinggi pada masa itu). Namun, para pemuda bangsawan ini tidak hanya menguasai pengetahuan biasa melainkan memiliki kemampuan beladiri dan kecakapan sebagai pemimpin militer sehingga kelompok pemuda ini lalu mengabdi kepada raja sebagai suatu resimen militer, yang dinamakan kelompok “Hwarang”. Resimen ini awalnya secara sukarela terlibat dibanyak pertempuran sebelum mereka diresmikan sebagai resimen militer. Baru pada tahun 576 M, resimen elit ini pun diresmikan oleh Raja Jinheung dan resmi dinamai resimen Hwarang (nama yang sebelumnya memang sudah digunakan oleh resimen ini). Sayangnya, Raja Jinheung wafat ditahun yang sama dengan tahun peresmian Hwarang ini. 

Sebelum resimen ini diresmikan, Raja Beopheung (dan juga Raja Jinheung) turun tangan langsung menangani resimen ini. Raja mengawasi tiap proses seleksi anggota pasukan Hwarang yang dikumpulkan melalui seleksi yang ketat. Setelah bertahun-tahun mengumpulkan pemuda dari berbagai wilayah yang memiliki moral yang baik, maka para pemuda ini diajarkan ilmu bela-diri dan ilmu agama. Pasukan ini pun menjadi matang dan ikut mendampingi Raja Jinheung diberbagai pertempuran. Awalnya, pasukan ini hanyalah pasukan sukarela yang mendampingi raja, hingga kemudian pasukan ini dibentuk menjadi pasukan resmi dan dilatih secara sistematis menjadi ahli strategi perang, ahli penyusupan, dan pasukan tempur yang mematikan. Tugas pertama resimen hwarang adalah mengawal keselamatan Raja Jinheung sebab raja baru ini naik tahta diusia yang sangat muda.

Meskipun awalnya, resimen Hwarang ini hanyalah pasukan bayangan kerajaan Silla dan bukanlah prajurit militer namun tahun demi tahun kurikulum pendidikan para Hwarang ditingkatkan dan mendidik mereka menjadi prajurit-prajurit tangguh yang juga berilmu dan bermoral tinggi. Jumlah pasukan Hwarang lalu dikembangkan dan tersebar diberbagai wilayah Silla. Kemudian, seluruh bangsawan Silla diwajibkan untuk mendaftarkan anaknya sebagai Hwarang. Keharusan ini juga berlaku bagi para keturunan raja, dan bahkan bagi putra-putra raja. Para Hwarang dan pasukan yang dipimpinnya dilatih untuk bertempur didarat dan dilaut. Mereka juga dilatih untuk mampu membuat artileri dan infrastruktur militer seperti jembatan dan peralatan perang, bahkan sebagai mata-mata dan kontra-spionase. Para Hwarang juga diwajibkan memiliki moral yang tinggi sehingga mereka mampu berperang tanpa mempedulikan harta rampasan. Karena para Hwarang direkrut sejak usia belia, itu artinya Silla telah memiliki komandan-komandan perang yang berusia sangat muda. 

Para Hwarang yang dikenal sangat disiplin dan unggul diberbagai aspek (kemampuan militer dan beladiri, moral, ilmu pengetahuan, dan ilmu agama) terus membawa semua kemampuan itu hingga mereka dewasa dan mengabdi pada negara. Saat seorang Hwarang melepas tugas sebagai Hwarang dan mengabdi dipemerintahan dan militer, maka artinya Silla telah menambah kekuatan militernya karena bergabungnya seorang komandan muda yang terlatih secara fisik dan mental sebagai prajurit yang memiliki naluri bertempur yang tinggi. 

Pasukan Hwarang yang terlibat disetiap pertempuran menjadi pasukan mematikan bagi semua lawan-lawan Silla dan menjadi salah satu pasukan yang paling mematikan di kawasan Asia Timur dan dunia pada masa kuno bahkan sepanjang masa. Di Asia Timur, kesuksesan resimen khusus ini hanya bisa disaingi oleh: Bala-tentara Dinasti Qin dibawah pimpinan Kaisar Qin Shi Huang Di, Balatentara Lelang (tentara khusus Dinasti Han), dan pasukan Samurai Jepang. Kekuatan dan kesuksesan resimen ini juga bersanding dengan resimen-resimen pasukan khusus terbaik dimasa kuno, yaitu: Laskar Janissari dari Kesultanan Ottoman, Pasukan Abadi dari Kerajaan Persia, Pasukan Sparta dari Yunani, Resimen Legiun dari Romawi, Pasukan Jaguar dari Kerajaan Indian Aztec, dan Resimen Bhayangkara dari Kerajaan Majapahit. Meskipun banyak resimen pasukan khusus didunia pada masa itu, namun Hwarang diakui sebagai pasukan elit terbaik di Asia pada masanya.







ETIMOLOGI  NAMA  HWARANG

Nama “Hwarang” diambil dari akar kata dalam bahasa asli Silla, yaitu “Hwa” dan “Rang”. Meskipun pada masa setelah keruntuhan Silla, terutama pada masa Kerajaan Goryeo, penyebutan Hwarang mengalami penurunan makna namun pada dasarnya nama ini merupakan nama yang diambil dari dua kata yang pada masa itu dianggap sebagai penggambaran yang paling pas untuk menggambarkan resimen khusus ini. 

Kata “Hwa” memiliki arti “bunga” sedangkan kata “Rang” berarti “pria”, sehingga ketika dua kata ini digabung maka artinya adalah “Pria Secantik Bunga”.

Wajah Para Hwarang
Sumber: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Tidak dikeketahui apakah itu adalah alasan nama Hwarang ini dipilih karena walaupun rata-rata pria dan wanita Silla berwajah oval tapi itu tidak berarti semua pria Silla berwajah cantik. Namun, alasan itu sepertinya tidak salah karena lukisan kerajaan dari Tiongkok menggambarkan seorang Hwarang yang menjadi utusan raja Silla sebagai seorang yang berkulit putih, berambut panjang tanpa diikat, hidung mancung dan memiliki mata yang tidak sipit dengan wajah yang oval dan cantik serta bertubuh tinggi yang melebihi tinggi badan utusan dari Jepang dan dari Baekje.

Walau demikian, kemungkinan besar mengapa nama ini dipilih adalah karena kebiasaan para Hwarang yang mendandani wajahnya terutama disaat bertempur atau bertarung. Dikatakan riasan wajah ini membuat para Hwarang terlihat sangat cantik.

Kebiasaan Merias Wajah Para Hwarang
Sumber: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Perlu dipahami bahwa kebiasaan merias wajah ini bertujuan agar mereka terlihat sangat cantik. Jadi, mereka mendandani wajahnya dengan berbagai kosmetik wanita pada masa itu, bukan sekedar men-'cat' wajah atau mewarnai wajah seperti kebiasaan bangsa Indian. Sebab, dalam sejarah tertulis bahwa wajah para Hwarang aslinya memang cantik karena berbentuk oval (sebab salah-satu syarat utama penerimaan Hwarang adalah berwajah cantik), dan wajah mereka semakin terlihat seperti wanita karena riasan wajah yang digunakan.

Hwarang hanya akan mencat wajah mereka dengan 'tidak cantik' khusus untuk keadaan darurat seperti penyamaran atau kamufase. Jika sedang menghadapi perang terbuka atau jika mereka memiliki waktu berdandan walau disaat-saat genting sekalipun maka mereka akan berdandan secantik mungkin, lengkap dengan berbagai perhiasan seperti anting, karena tampil cantik dan menawan adalah harga-diri para Hwarang.

Alasan para Hwarang berdandan adalah karena mereka menganggap kehormatan mereka sebagai seorang Hwarang adalah "tetap berwajah cantik saat mereka meninggal".

Meskipun memiliki kenyataan demikian, namun teori bahwa nama “Hwarang” diambil sebagai nama resimen ini karena para Hwarang selalu merias wajahnya masih ditolak oleh beberapa sejarawan Korea karena mereka berpendapat bahwa meskipun para Hwarang mempunyai kewajiban merias wajah namun alasan itu tidak mungkin digunakan oleh raja untuk secara resmi menamai mereka “Hwarang”. Mereka berpendapat bahwa pemilihan nama Hwarang bukan karena kebiasaan merias wajah namun lebih karena wajah tampan para anggota Hwarang, atau gaya hidup para Hwarang, dan karena prinsip hidup para Hwarang yang diibaratkan dengan bunga, yaitu memiliki moral yang baik, serapuh kelopak bunga yang walaupun rontok jika tertiup angin keras namun mampu beradaptasi di situasi sesulit apapun, mampu berjuang tanpa menyerah dan berani berkorban bagi negara, serta memiliki kesetiaan yang abadi bagi Silla dan ketulusan mengikuti arah matahari (raja).

Namun, setiap arti Hwarang melalui filsafat bunga ini bukanlah hal yang paling diingat dalam setiap catatan sejarah diluar Korea karena rata-rata catatan sejarah Jepang dan China mencatat Hwarang sebagai: “...resimen tempur dari Korea yang terdiri dari para pemuda cantik yang mengangkat senjata dan bertempur secara buas...”







FUNGSI  RESIMEN  HWARANG

Pada awal pembentukan resimen ini, pemuda-pemuda bangsawan dikumpulkan dari berbagai wilayah di Silla. Mereka diseleksi dan diuji, dididik dengan berbagai ilmu. Tidak diketahui apa yang membuat raja begitu ingin memiliki suatu resimen seperti resimen Hwarang, namun yang pasti awal-mula pembentukkan resimen ini bukan sebagai resimen militer.

Sejarawan meyakini, awalnya resimen ini hanyalah sekelompok pemuda bangsawan yang telah lulus seleksi khusus. Para pemuda ini dididik dengan dibawah pengawasan langsung istana dan diajari bermacam-macam ilmu. Ilmu-ilmu yang diajarkan diharapkan dapat membuat para pemuda ini menjadi pemuda yang unggul diberbagai lini dan kelak mengabdi kepada raja. Setelah mempelajari ilmu yang diadakan, para Hwarang ini dikirim kembali ke daerah asalnya untuk mengaplikasikan ilmu itu ke masyarakat. Mungkin pada masa modern ini, para Hwarang itu layaknya para mahasiswa sebuah universitas yang mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu perang. Fungsi Hwarang saat itu sebagai perpanjangan tangan raja ke masyarakat dimana mereka menjadi pendamping para biksu mengajarkan agama Buddha pada masyarakat, menjadi penari-penari istana, mendampingi para utusan ke Tiongkok, dan bahkan menjadi shaman (dukun/pemimpin spiritual shamanisme, agama leluhur Korea).

Awalnya, kelompok pemuda ini adalah kelompok aristokrat intelektual (bangsawan cendekia) yang menguasai berbagai ilmu termasuk ilmu militer. Karena pada masa itu Silla masih merupakan negara yang selalu berperang, maka para Hwarang pun menguasai ilmu pertahanan dan beladiri. Mereka menjadi kelompok khusus yang bekerja dan mengabdi langsung kepada raja dengan menerapkan semua ilmu yang mereka kuasai. Saat itu mereka tidak diterjunkan disetiap pertempuran secara resmi melainkan menjadi kelompok bayangan yang menggunakan kemampuan beladiri mereka untuk melindungi raja, dan kemungkinan besar fungsi mereka akan tetap demikian hingga akhirnya meletus insiden berdarah di resimen Wonhwa yang menewaskan salah-satu komandannya. 

Pertikaian internal resimen Wonhwa ini lalu menjadi momentum bagi Hwarang untuk menjadi resimen militer. Penerus Raja Beopheung dan Kim Wihwa lalu menjadikan Hwarang dari sekedar kelompok pemuda aristokrat menjadi resimen militer pada tahun 540 M. Baru pada tahun 576 M hwarang diresmikan sebagai resimen militer resmi oleh penerus Beopheung, Raja Jinheung. Tidak lama setelah meresmikan Hwarang, Raja Jinheung pun meninggal.

Pengganti Raja Jinheung adalah putra keduanya, Raja Jinji. Raja Jinji berusaha merangkul Resimen Hwarang tapi dia justru di kudeta oleh oposannya yang didukung oleh para Hwarang sebab Raja Jinji memalsukan surat wasiat Raja Jinheung sehingga membuat para Hwarang menolak menganggap Jinji sebagai raja mereka.

Pasca kudeta, Jinji digantikan oleh keponakannya, Raja Jinpyeong. Pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong, Resimen Hwarang semakin diperkuat dan dipertegas sebagai salah-satu kelompok militer yang independen yang tidak berada dibawah komando pemimpin militer manapun. Namun, mereka harus bekerja-sama dengan para jenderal militer dan berada dibawah komando para komandan militer saat mereka diterjunkan ke medan perang.

Ini memang salah-satu fungsi para Hwarang pada awal-mula pembentukannya sebagai resimen militer, yaitu sebagai pasukan cadangan, masih belum sebagai pasukan khusus. Raja Jinpyeong membuat peran dan kemampuan Hwarang dibidang pertahanan negara dimaksimalkan. Raja Jinpyeong-lah yang pertama-kali mewajibkan para bangsawan mengirim putra-putranya untuk ditempa dan dididik sebagai seorang Hwarang, yang meskipun begitu para pemuda ini tetap harus lulus seleksi. Era Jinpyeong adalah era restorasi birokrasi Silla dan juga menjadi era saat Sumpah Hwarang yang terkenal itu dibuat. Dibawah pemerintahan Raja Jinpyeong, kurikulum Hwarang pun dilengkapi. Raja menunjuk Gukseon sebagai guru para Hwarang yang bertugas untuk mendidik, mengawasi, dan menguji kemampuan para Hwarang. Selain itu, raja mewajibkan para Hwarang untuk belajar agama Buddha dari para biksu. Raja juga menunjuk pemimpin Hwarang layaknya seorang komandan militer dan melatih mereka secara sistematis menjadi ahli militer, ahli strategi perang, dan ahli penyusupan, hingga mereka lalu beralih fungsi menjadi pasukan tempur yang mematikan. Peraturan wajib militer bagi para bangsawan untuk mengirim anak-anak laki-lakinya menjadi Hwarang ini agak mirip dengan sistem wajib militer bangsa Assyria di Asia Barat. Sistem wajib militer ini jugalah yang diadopsi bangsa Jepang dan menjadi cikal-bakal golongan militer yang disebut "Samurai".

Dibawah pemerintahan Raja Jinpyeong, Hwarang menjadi sangat matang sebagai suatu resimen militer yang tetap mampu mengayomi warga Silla melalui berbagai ilmu yang mereka kuasai.

Awalnya, para Hwarang berdiri sendiri dan tanpa bawahan sebab mereka hanyalah kelompok pemuda aristokrat cendekia, namun raja menginstruksikan masing-masing Hwarang untuk membentuk kelompok dengan menghimpun anggota yang lalu dilatih bela-diri dan militer sehingga menjadi seperti pasukan pribadi namun tetap diawasi oleh raja, mereka lalu menjadi kepala dari setiap kelompoknya sendiri yang anggotanya disebut “Nangdo”. Inilah asal-mula terbentuknya pasukan Hwarang.

Pada masa itu, Hwarang bukan lagi menjadi kelompok kecil yang terdiri dari ratusan pemuda melainkan suatu pasukan yang berkekuatan ribuan orang. Mengapa? Karena seorang Hwarang membawahi puluhan Nangdo, sedangkan jumlah Hwarang mencapai lebih dari 150 orang, yang artinya ada 150 orang komandan dan mereka tersebar diseluruh wilayah Silla. Ini membuat para Hwarang dihormati oleh para komandan militer Silla sebagai bagian dari suatu pasukan yang disegani, terlebih lagi sebagian besar komandan militer itu berasal dari kalangan Hwarang. Para Hwarang yang awalnya hanyalah resimen pendukung, namun karena kehebatannya mereka lalu berubah menjadi resimen khusus yang bergerak langsung dibawah perintah raja, dan bukan lagi berada di istana maupun di ibukota melainkan disebarkan diseluruh penjuru Silla. Mereka juga tidak lagi hanya belajar berbagai ilmu melainkan terjun di medan perang dan memimpin pasukannya sendiri. Mereka bukan lagi menjadi pemuda bangsawan cendekia, melainkan seorang komandan pasukan elit kerajaan. Para Hwarang lalu diterjunkan ke setiap medan perang pada periode penyatuan Semenanjung dan menjadi momok yang menakutkan bagi para lawan mereka.

Setelah Silla memenangkan berbagai pertempuran, dan berhasil menyatukan Semenanjung Korea serta mengusir tentara dinasti Tang, maka peran Hwarang dibidang militer mulai berkurang sebab Silla sudah tidak lagi berperang. Pemberontakan yang dipimpin oleh mantan hwarang dan pungwolju dimanfaatkan oleh Raja Sinmun untuk menghapus fungsi Hwarang sebagai resimen militer. Fungsi Hwarang lalu dikembalikan sebagai kelompok pemuda bangsawan cendekia yang mempelajari berbagai ilmu selama menjadi Hwarang lalu kemudian pensiun dan kembali ke masyarakat untuk mengabdi pada kerajaan dengan berbagai profesi.







SYARAT UTAMA MENJADI SEORANG HWARANG

Pada awalnya, raja memilih pemuda-pemuda yang bermoral baik untuk menjadi Hwarang sehingga syarat utama untuk menjadi Hwarang awalnya adalah pemuda Silla yang memiliki moral yang baik, yang meliputi kesetiaan pada negara, keberanian, dan akhlak yang mengacu pada nilai-nilai moral dalam budaya Silla dan pemahaman pada agama Buddha sebagai agama negara. Kecerdasan yang baik juga menjadi syarat utama sebagai Hwarang sebab mereka wajib mempelajari banyak ilmu. Selain itu, kemampuan beladiri yang baik juga adalah salah-satu syarat utama menjadi Hwarang.

Ada satu syarat unik untuk menjadi Hwarang yang tidak dituntut oleh resimen khusus bangsa lain namun menjadi poin mutlak dan syarat utama menjadi Hwarang yaitu "berwajah cantik".


Wajah Cantik adalah Salah-satu Syarat Utama Menjadi Hwarang
copyrights : atas -MBC (drama "The Great Queen Seondeok")
dan bawah - KBS (drama Hwarang, The Beginning)


Empat poin diatas menjadi syarat utama untuk menjadi Hwarang (bermoral baik, cerdas, pandai beladiri, dan berwajah cantik). Karena pada awalnya Hwarang bukanlah pasukan militer (walaupun mereka dilatih khusus untuk mengabdi pada raja), maka pasukan Hwarang awalnya tidak dilatih kemampuan berperang. Mereka juga bukan pengawal khusus raja karena raja juga sudah memiliki pasukan pengawalnya yang dipimpin oleh seorang Komandan Pasukan Pengawal Istana yang resimennya berbeda dengan Hwarang. 

Setelah Hwarang dibentuk, para pemimpin militer Silla menyarankan kepada raja agar raja menerapkan pelatihan yang sistematis bagi para Hwarang. Pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong kurikulum pelatihan pasukan Hwarang menjadi lebih kompleks dan juga syarat dan tradisi penerimaan Hwarang bertambah.

Awalnya, syarat utama menjadi anggota Hwarang adalah memiliki moral yang tinggi, cerdas, mampu bela-diri, dan berwajah cantik. Syarat kemampuan beladiri meliputi kemampuan bertarung satu lawan satu dengan tangan kosong maupun menggunakan senjata (pedang dan pisau). Selain itu, kemampuan berkuda juga menjadi syarat penting untuk menjadi Hwarang.

Lama-kelamaan syarat ini ditambah. Para calon Hwarang lalu dituntut untuk menguasai berbagai ilmu. Untuk itu, seleksi masuk pun diperketat. Para Hwarang harus lulus berbagai tahap seleksi, diantaranya kemampuan membaca dan menulis, pengetahuan ajaran Buddha, kemampuan bela-diri, kemampuan menggunakan senjata, kemampuan berkuda, lolos ujian kesetiaan pada raja dan kerajaan. Setelah lulus maka para Hwarang dilatih dan diajarkan ilmu militer dan berbagai ilmu termasuk ilmu yang tidak berhubungan dengan militer. Ilmu militer yang mereka pelajari terutama adalah strategi perang, kemampuan bertempur beregu, kemampuan menggunakan persenjataan, kemampuan membuat artileri (persenjataan tempur) dan membangun infrastruktur perang termasuk jembatan dan benteng, serta pelatiahan sebagai seorang mata-mata dan kontra spionase. Sedangkan, ilmu-ilmu yang tidak berhubungan dengan militer yang juga harus dipelajari oleh mereka adalah pendalaman agama Buddha, filsafat, sastra, dan seni.

Selain seleksi Hwarang, ada pula seleksi Nangdo. Nangdo adalah anggota grup yang dipimpin oleh Hwarang. Seorang Hwarang akan mengepalai beberapa nangdo. Jadi, satu orang Hwarang memimpin sebuah grup yang terdiri dari beberapa orang nangdo. Jumlah Nangdo yang dikepalai oleh seorang Hwarang ini variatif, tergantung seberapa sanggup Hwarang itu memimpin grupnya. 

Menjadi seorang Nangdo bisa berasal dari kalangan mana saja asalkan dia adalah warga Silla dan bisa menulis dan membaca serta memiliki pengetahuan agama Buddha yang baik. Namun, menjadi seorang Hwarang memiliki syarat khusus, yaitu harus berasal dari kalangan bangsawan. Oleh karena itu seorang Nangdo yang tidak berlatarkan keluarga bangsawan maka otomatis tidak akan bisa menjadi seorang Hwarang kecuali dia disponsori oleh keluarga bangsawan, seperti direkomendasikan oleh keluarga bangsawan tinggi atau oleh Gukseon yang menjabat.








ETOS DAN SUMPAH HWARANG

Moralitas yang tinggi adalah syarat wajib bagi seorang Hwarang dan mereka harus lulus ujian mengenai hal ini sehingga moralitas para Hwarang tidak perlu dipertanyakan, namun standar etos sebagai seorang Hwarang tetaplah ada.

Dikisahkan dua orang pemuda dari resimen Hwarang yang bernama Chwihang dan Gwisan menemui biksu ternama Silla yang bernama Won Gwang. Won Gwang adalah seorang biksu yang hidup dimasa pemerintahan Raja Jinheung hingga Ratu Seondeok. Beliau sempat dikirim oleh Raja Jinpyeong ke Tiongkok di ibukota dinasti Sui untuk mendalami agama Buddha. Sekembalinya dari Sui, Won Gwang mendapat penghormatan yang tinggi dari raja dan menjadi biksu tertinggi Silla. Kedua pemuda ini menganggap tepat untuk menemui Won Gwang, dan merekapun berkata padanya: “Kami adalah orang yang tidak tahu apa-apa dan minim pengetahuan. Tolong berikanlah kami kata-kata bijak yang dapat kami abdikan sebagai petunjuk jalan seumur hidup kami.” Won Gwang mendengar permintaan kedua pemuda ini dengan seksama, dan lalu membuat “Lima Perintah Kehidupan Sekuler” atau “Sae Sa O-gye” yang diberikan kepada mereka sebagai jawabannya. Lima Perintah Kehidupan Sekuler inilah yang lalu menjadi prinsip hidup dan etos para Hwarang. Lima Perintah Kehidupan Sekuler ini berbunyi:

1. Kesetiaan Kepada Raja (Sagun Ichung/사군이충)

2. Mencintai dan Menghormati Orang-tua (Sachin Inhyo/사친이효)

3. Kepercayaan diantara Teman (Gyo-u Ishin/교우이신)

4. Pantang Mundur dari setiap pertempuran (Imjeon Mu-twae/임전무퇴)

5. Pantang mengambil nyawa tanpa alasan (Salsaeng Yutaek/살생유택)


Kelima Prinsip ini mejadi sumpah para Hwarang yang diucapkan saat pelantikkan mereka sebagai seorang Hwarang dan akan mereka dengungkan disetiap pertempuran, dan bahkan disaat pertempuran yang paling berat dan disaat tidak ada harapan untuk menang.

"Lima Perintah Kehidupan Sekuler" ini dibuat dan diberikan kepada para Hwarang pada masa pemerintahaan Raja Jinpyeong, dengan tiga waktu yang salah-satunya menjadi kemungkinan waktu yang tepat bagi pembuatan “Lima Perintah Kehidupan Sekuler”, yaitu sebelum keberangkatan biksu Won Gwang ke ibukota Dinasti Sui di Tiongkok pada tahun 589, atau pada kurun waktu antara tahun 589 - 600 M yaitu selama keberadaan Won Gwang di Tiongkok, atau setelah Won Gwang kembali ke Silla dari ibukota Dinasti Sui di Tiongkok pada tahun 600 M. Namun, yang paling mungkin adalah kode etik “Lima Perintah Kehidupan Sekuler” diberikan setelah Won Gwang kembali ke Silla dari ibukota Dinasti Sui di Tiongkok pada tahun 600 M, yaitu pada saat dia diangkat menjadi Biksu Tertinggi Silla oleh Raja Jinpyeong.

Para Hwarang Harus Melindungi Raja dan Ratu
Sumber: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Kelima prinsip para Hwarang ini sempat menghilang gemanya setelah keruntuhan Silla. Namun, pada masa pendudukan Jepang dan masa-masa perjuangan kemerdekaan Korea, prinsip hidup para Hwarang ini kembali didengungkan dan menjadi salah-satu acuan nasionalisme orang Korea. Para pejuang Korea lalu sedikit memodifikasi “Lima Perintah Kehidupan Sekuler” bagi para Hwarang ini dengan mengubah kalimat “Kesetiaan pada Raja” menjadi “Kesetiaan Kepada Negara”. Prinsip para Hwarang ini lalu didengungkan kembali oleh seluruh pejuang kemerdekaan Korea dan menjadi salah-satu pegangan mereka untuk merebut kemerdekaan.







ILMU YANG WAJIB DIPELAJARI OLEH HWARANG

Salah-satu syarat menjadi anggota Hwarang adalah mampu memiliki kemampuan bela-diri dan moral yang tinggi. Namun, para Hwarang pun dituntut untuk memiliki kecerdasan dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Untuk itu, para Hwarang harus lulus berbagai tahap seleksi, diantaranya kemampuan membaca dan menulis, pengetahuan ajaran Buddha, dan lolos ujian kesetiaan pada raja dan kerajaan. 

Kemampuan membaca sudah tentu harus dimiliki oleh seorang Hwarang karena mereka harus mempelajari berbagai ilmu secara tertulis. Melalui tulisan maupun lisan mereka juga wajib menguasai ajaran agama Buddha.

Para Hwarang Belajar Berbagai Ilmu Pengetahuan
copyrights : MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Para Hwarang dituntut menguasai ajaran Buddha dan berbagai pengetahuan dan etika yang didasari oleh agama Buddha. Mereka wajib membaca berbagai ajaran Buddha yang diajarkan oleh para biksu, dan kemudian menjadi salah-satu materi yang diujikan pada mereka. Adapun “Lima Perintah Kehidupan Sekuler” diberikan oleh Won Gwang yang menjadi prinsip hidup para Hwarang juga didasari oleh ajaran Buddha.

Sebagai resimen khusus, sudah tentu para Hwarang diwajibkan menguasai ilmu militer, baik ilmu militer Silla maupun ilmu militer Tiongkok. Para Hwarang juga diwajibkan menguasai sejarah kerajaan dan mendalami sastra yang juga merupakan syarat yang harus oleh para bangsawan yang merupakan kalangan dimana para Hwarang itu berasal. Mereka juga diwajibkan menguasai ilmu pemerintahan dan diplomasi luar-negeri karena dianggap akan sangat berguna bagi penerepan strategi militer dan menjadi bekal bagi mereka kelak jika mereka pensiun sebagai seorang Hwarang dan mulai mengabdi pada pemerintahan Silla.







PELATIHAN BAGI HWARANG

Syarat utama menjadi anggota Hwarang sebagai anggota resimen khusus tentunya adalah kemampuan bela-diri dan juga memiliki kecerdasan sebagai calon perwira militer dimasa-depan sehingga para Hwarang juga dituntut untuk menguasai berbagai ilmu. Ada ilmu yang sudah mereka pelajari sebelum menjadi anggota Hwarang, namun tentunya mereka juga harus mendalami ilmu tersebut dan mempelajari ilmu lainnya selama mereka menjadi seorang Hwarang, dan ilmu-ilmu itu mereka peroleh dari berbagai pelatihan yang mereka jalani.

Pelatihan utama bagi para Hwarang adalah beladiri. Penguasaan beladiri adalah salah-satu tuntutan wajib bagi para Hwarang sebelum mereka diterima menjadi anggota Hwarang. Kemampuan beladiri ini adalah kemampuan martial art, yaitu kemampuan bertarung satu lawan satu dan bertarung menghadapi banyak orang, baik dengan ‘tangan kosong’ atau dengan menggunakan senjata pedang maupun pisau. Kemampuan berpedang merupakan salah-satu syarat utama kelulusan mereka sebagai seorang Hwarang dan merupakan salah satu ujian terpenting mereka. Kemampuan beladiri para Hwarang ini akan terus diuji hingga mereka pensiun sebagai Hwarang oleh karena itu mereka harus selalu meningkatkan kemampuan beladiri mereka.

Selain kemampuan beladiri, para Hwarang juga dituntut mampu memanah tepat sasaran dan mampu menunggang kuda sebelum mereka menjadi Hwarang. Mengenai kecepatan dan kemahiran mereka saat berkuda dapat ditingkatkan semasa mereka menjadi Hwarang namun mereka dituntut mampu berkuda sebelum menjadi Hwarang dan menjadi salah-satu syarat kelulusan mereka sebagai Hwarang.

sumber gambar: Wikipedia

Setelah lulus kemampuan fisik ini, maka para Hwarang pun dilatih dan ditingkatkan kemampuannya. Mereka dilatih berbagai jurus berkelahi dengan tangan kosong. Teknik-teknik berkelahi para Hwarang ini memiliki perbedaan dengan teknik beladiri dari Tiongkok, karena disesuaikan dengan kondisi geografis Korea dan kebiasaan orang-orang Silla. Teknik beladiri Hwarang ini terkenal cepat saat menyerang maupun saat bertahan. Teknik bertarung para Hwarang lebih menggunakan tangannya untuk bertahan dan menggunakan kaki mereka untuk menyerang. Hal ini mungkin dipilih sebagai cara mereka bertarung karena saat mereka bertempur maka tangan mereka menggenggam pedang sedangkan mereka harus tetap menyerang dengan cepat oleh karena itu mereka juga memanfaatkan kaki mereka untuk menyerang. Melalui pelatihan beladiri para Hwarang inilah lahir olah-raga beladiri ternama, Taekwondo.

Para Hwarang Harus Mahir Berpedang dan Memanah
sumber gambar : atas- KBS (drama "Hwarang, The Beginning)
dan bawah- MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Selain teknik beladiri dengan tangan kosong, para Hwarang juga harus meningkatkan kemampuan berpedang mereka. Para Hwarang sangat dikenal sebagai para ahli pedang di Asia pada saat itu. Mereka mengembangkan teknik pedang yang mengutamakan kecepatan menyerang dan kekuatan bertahan. Jika para prajurit Romawi dan bangsa Yunani yang rata-rata menggunakan pedang pendek menggenggam pedang mereka dengan satu tangan saat mereka bertempur maka para Hwarang cenderung tidak menggenggam pedang mereka dengan satu tangan melainkan dengan dua tangan, yang dapat dinilai dari panjang pedang mereka. Dengan menggenggam pedang dengan kedua tangan mereka maka mereka dapat tetap melakukan pertahanan diri dan tetap menyerang musuhnya dengan kekuatan penuh. Teknik ini perlu bagi mereka sebab berbeda dengan prajurit Silla lainnya dan juga para Nangdo, para komandan Hwarang tidak bertempur dengan menggunakan perisai (tameng) karena dianggap menghalangi kecepatan mereka.

Konon, teknik berpedang para Hwarang inilah yang menjadi asal mula teknik berpedang para Samurai Jepang. Teori ini diterima oleh sejarawan Korea dan banyak sejarawan Jepang, namun ditolak oleh sejarawan Jepang lainnya dan sejarawan Tiongkok. Teori bahwa teknik berpedang para Samurai berasal dari teknik berpedang para Hwarang dianggap masuk akal karena sistem bangsawan militer yang menjadi cikal-bakal Samurai mulai diterapkan di Jepang pada tahun 702 M, seratus dua puluh enam tahun setelah Hwarang diresmikan sebagai resimen khusus Silla. Awal mula sistem bangsawan militer ini berawal pada tahun 646 M, ketika pasukan gabungan Jepang dan Baekje kalah melawan pasukan gabungan Silla dan Dinasti Tang yang menandai keruntuhan Kerajaan Baekje, Jepang yang sadar akan kekurangan militernya lalu melakukan reformasi yang sangat terkenal di Jepang, yaitu Reformasi Taika yang dicetuskan oleh Pangeran Naka-no-Oe (kelak menjadi Kaisar Tenji). Reformasi ini mereformasi sistem birokrasi dan sistem militer Jepang yang lama menjadi sistem ala dinasti Tang. Imbas dari reformasi ini, pada tahun 702, penerus Kaisar Tenji, yaitu Kaisar Monmoku menerapkan sistem “Bangsawan Militer” yang mewajibkan 3-4 anggota keluarga laki-laki tiap bangsawan untuk mengabdi kepada kekaisaran sebagai perwira militer. Sistem bangsawan militer inilah yang menjadi cikal-bakal Samurai Jepang. Jepang kembali membangun hubungan diplomatik dengan Silla. Secara diam-diam, para utusan Jepang mempelajari sistem militer Silla dan juga ilmu beladiri dan ilmu berpedang para Hwarang yang berbeda dengan ilmu beladiri dan ilmu berpedang Tiongkok. Periode inilah yang diklaim oleh para sejarawan Korea dan sebagian sejarawan Jepang sebagai awal mula para samurai Jepang mendalami ilmu berpedang yang mencontoh teknik berpedang para Hwarang, sehingga para sejarawan ini beranggapan bahwa ilmu pedang para Samurai asalnya adalah dari Silla, yaitu tepatnya berasal dari teknik berpedang para Hwarang.

Para Hwarang Sedang Berlatih
sumber gambar : MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Para Hwarang juga diberikan pelatihan kemiliteran. Melalui pelatihan ini, para Hwarang diwajibkan menguasai dan unggul disemua cabang militer saat itu. Pada masa itu, sistem dinasti Tiongkok adalah acuan utama, oleh karena itu para Hwarang diwajibkan menguasai strategi militer ala Tiongkok.

Penguasaan strategi tentu sangat penting bagi para Hwarang karena salah-satu sumpah mereka adalah “Pantang mundur disetiap pertempuran” membuat mereka harus tetap bertahan atau terus menyerang meskipun pasukan Silla yang lain sudah diperintahkan untuk mundur. Mereka hanya bisa mundur jika diperintah langsung oleh Jenderal Utama Silla atau oleh raja. Oleh karena itu mereka harus menguasai berbagai strategi yang membuat mereka mampu memenangkan pertempuran atau paling tidak mampu bertahan dan menahan serangan musuh hingga pasukan utama berada di posisi yang aman.

Selain strategi perang, para Hwarang juga diwajibkan mampu membuat perlengkapan artileri dan infrastruktur pendukung yang diperlukan dalam perang seperti pembangunan benteng dan jembatan. 

Pelatihan mata-mata juga adalah salah-satu bagian pelatihan militer yang paling penting bagi para Hwarang. Semua Hwarang mendapat pelatihan ini tapi tidak semua Hwarang diijinkan menjadi mata-mata. Namun, penunjukkan menjadi mata-mata lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Selain pelatihan mata-mata, pelatihan yang selaras dengan itu yang tidak kalah pentingnya juga adalah pelatihan kontra-spionase untuk mencegah mata-mata dari wilayah musuh bisa masuk ke Silla.

Selain pelatihan militer dan penguasaan terhadap agama dan sastra serta ilmu pemerintahan, hal unik yang harus dipelajari para Hwarang adalah kesenian. Para Hwarang diwajibkan mampu menari dan memainkan alat musik. Oleh sejarawan asing, kewajiban ini menandakan para Hwarang kerap dijadikan sebagai penghibur para pembesar istana namun sejarawan Korea menolak pendapat ini. Menurut beberapa sejarawan, kewajiban untuk memiliki kemampuan dibidang kesenian adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh para bangsawan dan ahli militer di Asia Timur pada masa kuno. Penguasaan sastra dan musik juga dimiliki oleh para pemimpin militer ternama dari Tiongkok dan itu bukan hal yang aneh. Mereka juga berpendapat bahwa kegemaran pada kesenian termasuk tari-tarian dan permainan alat musik merupakan kebiasaan orang Silla Kuno dan Hwarang yang juga merupakan warga Silla harus menguasainya.

Model pelatihan para Hwarang khususnya pelatihan militer menjadi tolak-ukur pelatihan para prajurit diberbagai wilayah khususnya Jepang, dan juga tetap dilestarikan oleh kerajaan yang kelak meruntuhkan Silla. Meskipun pada masa-masa setelah Silla, nama Hwarang dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami penurunan makna namun pada era Korea modern, para Hwarang dan juga semua kebiasaan mereka menjadi simbol dari nasionalisme orang Korea. 







SERAGAM HWARANG

Hidup di Kerajaan Silla yang menerapkan sistem aristokrasi yang sangat ketat yang juga diterapkan pada cara dan gaya berpakaian tentunya juga berpengaruh pada seragam Hwarang. 

Pada kehidupan sehari-hari, para Hwarang tidak menggunakan baju zirah seperti yang sering digambarkan oleh beberapa film dan drama dalam budaya populer. Hwarang hanya menggunakan baju zirah jika mereka sedang berperang, atau baju zirah sederhana saat sedang bertugas pada saat mengalami situasi yang berhubungan dengan keamaan negara atau dalam keadaan darurat.

Seragam Militer sehari-hari Hwarang menurut budaya populer
sumber gambar: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Baju perang para Hwarang terdiri dari Sokgui (kemeja panjang), Durumagi (semacam jaket lengan panjang) yang dilengkapi dengan ikat pinggang, juga Baji (celana panjang) serta Beoseon (kaus kaki) dan Kkotsin (sepatu) yang kemudian dilapisi dengan baju zirah. Baju zirah para Hwarang senada dengan baju zirah para komandan perang Silla lainnya. Hanya warna baju dan lambang kesatuan menjadi pembeda antara para Hwarang dan komandan lainnya. Karena para Hwarang adalah seorang komandan di setiap regu yang mereka pimpin, maka saat berperang baju zirah para Hwarang dihiasi oleh jubah seperti yang dipakai oleh para komandan Silla.

Pakaian kebesaran militer Hwarang
copyrights: atas -MBC (drama "The Great Queen Seondeok")
dan bawah -KBS (drama The King's Dream)


Jika tidak sedang berperang, para Hwarang akan menggunakan seragam Hwarang sehari-hari. Model seragam mereka senada dengan baju bangsawan Silla, namun tentunya memiliki perbedaan dengan baju bangsawan sipil. Para Hwarang menggunakan seragam yang terdiri dari Sokgui (kemeja panjang), Jeogori (rompi) yang dilengkapi dengan ikat pinggang, juga Baji (celana panjang), serta Beoseon (kaus kaki), dan Kkotsin (sepatu). Namun, yang menjadi ciri-khas para Hwarang adalah hiasan bulu angsa pada penutup kepala para Hwarang. Ketopong dan penutup kepala para Hwarang juga dihiasi dengan bulu angsa disisi kiri dan kanan.

copyrights: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Diluar keadaan darurat maka para Hwarang akan menggunakan seragam dengan warna yang sama saat mereka bertugas dan mengabdi sebagai Hwarang tapi mereka tetap menggunakan penutup kepala yang dilengkapi dengan bulu angsa yang menjadi ciri-khas seragam Hwarang. Selain pada topi, ikatan rambut yang disatukan oleh tusuk konde juga berhiaskan hiasan bulu angsa.

Seragam harian Hwarang di Museum Militer Korea Selatan
(sumber gambar: christinafarley.blogspot.co.id)


Baju kebangsawanan Silla termasuk baju yang digunakan oleh para Hwarang lalu diadopsi oleh dinasti-dinasti setelahnya dan mulai lazim digunakan oleh para bangsawan diera Raja Gongmin karena ‘lebih Korea’ sebab minim pengaruh Tiongkok. Model seragam para bangsawan Silla lalu dilestarikan pada masa dinasti Goryeo dan Joseon, dan bisa dibilang merupakan cikal bakal baju tradisional Korea pada masa sekarang. 







MASA BAKTI SEORANG HWARANG

Ketetapan masa bakti yang ditempuh oleh seorang Hwarang tidak diketahui berapa lama. Namun, yang jelas usia mereka saat mereka diterima sebagai seorang Hwarang adalah diusia remaja (sekitar 14 tahun). Kim Yushin mungkin adalah Pungwolju termuda. Beliau lahir pada tahun 595 dan diangkat menjadi Pungwolju pada tahun 610 diusia 14 tahun, kemudian dia pensiun pada tahun 613 sebagai Pungwolju dan sebagai seorang Hwarang diusia 18 tahun. Khusus bagi Kim Yushin, beliau dikenal sebagai seorang jenderal hebat yang sudah menguasai ilmu pedang sejak kecil dan karena merupakan keturunan bangsawan dari pihak ayah dan ibunya, maka beliau juga menguasai ilmu-ilmu dasar bagi bangsawan Silla termasuk filsafat dan pengamalan moralitas. Inilah yang mungkin membuatnya menduduki jabatan sebagai seorang komandan Hwarang (Pungwolju) diusia 15 tahun. Sangat mungkin beliau menjadi Pungwolju setelah menguasai para pesaingnya. Pada saat itu, Raja yang memerintah adalah Raja Jinpyeong dan pada masanya Silla sedang dalam masa perang dengan Baekje. Raja Jinpyeong dikenal sebagai seorang birokrat ulung yang berani menempatkan sesorang siapapun dia asal memiliki kemampuan yang tinggi diposisi yang penting. Karakter raja inilah yang mungkin membuat Kim Yushin terpilih sebagai seorang Hwarang, yaitu karena raja menilai dia memiliki kemampuan bela-diri yang baik dan menguasai strategi perang sebab kakek dan ayahnya adalah jenderal-jenderal ternama Silla. Namun, ini menunjukkan sehebat apapun Kim Yushin dia tidak dapat menjadi seorang Hwarang jika usianya masih belum mencukupi.

Para Hwarang Remaja
copyrights: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Kim Yushin pensiun sebagai seorang Hwarang diusia 18 tahun setelah menjadi Hwarang dan menjabat sebagai seorang Pungwolju selama 3 tahun. Setelah itu dia digantikan oleh Bojong yang menjadi Pungwolju diusia 36 tahun. Tentu saja Bojong adalah senior Kim Yushin saat Yushin pertama kali diterima sebagai Hwarang, namun kemunginan Yushin yang terpilih sebagai Pungwolju setelah mengalahkan Bojong karena jika Bojong yang menggantikan Kim Yushin sebagai Pungwolju maka ada Bojong adalah Hwarang kedua terhebat setelah Kim Yushin. Penjelasan yang paling mungkin mengapa dia tertunda saat menjadi seorang Pungwolju adalah karena ketika Kim Yushin mendaftar sebagai Hwarang dan diuji, dia lulus seleksi dan baru sebentar dia mengabdi sebagai seorang Hwarang, dia dianggap layak untuk mengikuti seleksi sebagai Pungwolju, dan pada ujian akhir Kim Yushin berhasil mengalahkan Bojong.

Menurut catatan, baik Kim Yushin maupun Bojong menjadi anggota Hwarang diusia 14 tahun. Mengacu pada catatan mengenai kedua tokoh ini, bisa diketahui bahwa usia masuk para Hwarang adalah sekitar 14/15. Hal ini wajar karena syarat masuk seorang Hwarang adalah mampu beladiri dan menguasai beberapa ilmu dasar terutama filsafat agama Buddha, sehingga tidak mungkin anak dibawah usia tersebut menguasainya.

Para Hwarang usia awal 20-an
copyrights: KBS (drama "Hwarang, The Beginning")


Lalu, berapa tahun masa pengabdian para Hwarang? 

Kim Yushin dan Sadaham adalah kasus yang spesial dimana Kim Yushin menjadi Hwarang dan Pungwolju diusia yang sangat muda dan juga pensiun diusia yang sangat muda kemudian langsung mengabdi sebagai seorang komandan Silla, sedangkan Sadaham yang menjadi Hwarang diusia 17 tahun langsung ikut berperang dan meninggal dimedan perang. Oleh karena itu, untuk mengetahui masa bakti Hwarang ini alangkah baiknya kita mengambil contoh dari Pungwolju lainnya, Seolwon dan Hajong. Seolwon adalah Pungwolju ketujuh. Beliau dilahirkan pada tahun 549 M, dan menjadi Pungwolju pada tahun 572 M diusia 26 tahun, kemudian pensiun sebagai Pungwolju dan sebagai seorang Hwarang pada tahun 579 diusia 33 tahun setelah mengabdi sebagai seorang Pungwolju selama 7 tahun. Adapun Hajong adalah adalah Pungwolju kesebelas. Beliau dilahirkan pada tahun 564 M, dan menjadi Pungwolju pada tahun 588 M diusia 24 tahun, kemudian pensiun sebagai Pungwolju dan sebagai seorang Hwarang pada tahun 591 diusia 27 tahun setelah mengabdi sebagai seorang Pungwolju selama 3 tahun.

Jika mengacu pada tokoh-tokoh ini, maka mereka mengabdi sebagai Pungwolju setelah diterima sebagai seorang Hwarang pada rentang usia 20an tahun. Ini menandakan menjadi seorang Pungwolju tidak memandang usia. Meskipun demikian, kecuali Bojong, para Hwarang rata-rata pensiun diusia pertengahan awal 30an tahun. Artinya, jika mereka mengabdi sebagai seorang Hwarang diusia 14 tahun, maka rata-rata lama pengabdian para Hwarang adalah 15 tahun lamanya.

Para Hwarang usia akhir 20-an atau awal 30-an
copyrights: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Setelah para Hwarang ini pensiun sebagai Hwarang, maka mereka akan kembali ke masyarakat dan mendukung pemerintahan dengan menjadi pejabat sipil maupun pejabat militer. Ini bukanlah hal yang mustahil karena mereka menguasai ilmu yang tinggi dan juga telah dipersiapkan dan menjalani latihan baik melalui pelatihan maupun melalui keterlibatan mereka diberbagai medan perang sebagai komandan-komandan perang yang berbakat.







STRATA KEPEMIMPINAN RESIMEN HWARANG

Seorang Hwarang adalah komandan bagi regunya, itu artinya mereka adalah seorang komandan bagi pasukannya sendiri, namun bukan berarti para Hwarang tidak memiliki seorang pemimpin. 

Beberapa Hwarang akan ditunjuk sebagai “Wonsanghwa”, yaitu Hwarang senior yang menjadi pemimpin para Hwarang disetiap daerah. Seorang Wonsanghwa bertanggung-jawab melatih para yunior-nya, dan para Hwarang yunior harus patuh pada seorang Wonsanghwa apapun kasta mereka.

Seorang Wonsanghwa sedang mengarahkan beberapa Hwarang Junior
sumber gambar: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Diatas dari para Wonsanghwa dan para Hwarang adalah seorang ketua Hwarang yang ditunjuk langsung oleh raja. Ketua Hwarang ini disebut “Pungwolju”. Penunjukkan Pungwolju ini tidak berdasarkan senioritas maupun kasta, melainkan kemampuan mereka. Selain itu, situasi dan kondisi yang dihadapi oleh kerajaan juga menjadi pertimbangan penunjukkan seorang Pungwolju. Contohnya dalam penunjukkan Sadaham dan Kim Yushin sebagai Pungwolju. Kedua Hwarang ini ditunjuk sebagai Pungwolju diusia yang masih sangat muda, namun mereka dikenal sebagai komandan tempur terbaik Silla. Penunjukkan mereka sebagai seorang Pungwolju dikarenakan negara sedang membutuhkan seorang pemimpin yang siap berperang dan mampu memimpin resimennya dimedan tempur.

Atasan seorang Pungwolju selain raja adalah “Gukseon”. Gukseon ini adalah guru para Hwarang yang bertugas membimbing dan mengajar berbagai ilmu pada para Hwarang. Seorang Gukseon biasanya juga adalah mantan Hwarang.

Selain jabatan-jabatan ini, ada kelompok Hwarang yang ‘diistimewakan’ yaitu kelompok “Hwarang Seorabeol”. Para Hwarang Seorabeol ini disebut “Hwarang Elit” karena mereka bertugas di Seorabeol dan seringkali berhubungan langsung dengan raja karena memang biasanya mereka adalah kerabat raja dan bahkan putra raja. Selain itu, tugas mereka sebagai Hwarang yang bertugas di Seorabeol seringkali membuat pengaruh mereka sama besarnya dengan para komandan pasukan kerajaan di daerah lain. Mereka disinyalir selalu berjumlah sepuluh orang yang dipimpin oleh seorang Wonsanghwa, yang biasanya yang paling senior diantara mereka.

Seorang Hwarang di depan para Nangdo-nya
sumber gambar: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Selain memiliki atasan, para Hwarang juga memiliki bawahan yaitu para Nangdo. Nangdo adalah prajurit yang dipimpin oleh Hwarang yang jumlahnya tidak ditentukan karena walaupun rata-rata Hwarang memimpin puluhan hingga seratus orang Nangdo namun seorang Hwarang dan Pungwolju yang bernama Sadaham mampu memiliki dan memimpin seribu orang Nangdo. Saat berperang, para Nangdo ini terhitung sebagai anggota pasukan Hwarang meskipun mereka bukanlah seorang Hwarang. Para Nangdo ini bertempur layaknya seorang Hwarang dan keganasan mereka menjadi salah-satu pendukung reputasi seorang Hwarang.

Para Nangdo sebagai bagian dari pasukan Hwarang
sumber gambar: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")


Pada saat perang usai dan para Hwarang dikembalikan fungsinya sebagai resimen pemuda bangsawan cendekia, maka para Nangdo pun bertugas untuk melayani para Hwarang yang menjadi junjungannya.

Hierarki para Hwarang yang sangat terstruktur ini membuat kecepatan mobilisasi resimen Hwarang ini menandingi pasukan kerajaan dan bahkan lebih jauh lebih cepat. 







KETERLIBATAN PARA HWARANG DALAM POLITIK INTERNAL SILLA

Pada masa-masa awal resimen Hwarang terbentuk, alam politik internal Silla para Hwarang terlibat sebagai para pemikir karena para Hwarang ini mirip dengan para sarjana Sungkyunkwan diera Joseon. Mereka bukanlah para pengambil keputusan melainkan para penasihat raja. 

Tidak beberapa lama setelah peresmian resimen ini, fungsi Hwarang lalu berevolusi dari sekedar para bangsawan cendekia menjadi resimen militer. Fungsi mereka sebagai salah satu pilar pertahanan Silla semakin kuat pada masa pemerintahan Raja Jinpyeong hingga Raja Munmu, karena pada masa-masa itulah Silla berada pada masa perang.

Keterlibatan Hwarang di politik juga disebabkan karena para pangeran dan putri raja dan juga raja akan memiliki minimal seorang Hwarang yang bertugas mendampingi mereka. Para Hwarang pendamping ini biasanya akan memberikan nasihat dan menjadi orang yang akan dimintai pertimbangan.

Seorang Hwarang sedang bersama dengan seorang Anggota Keluarga Kerajaan
copyrights: MBC (drama "The Great Queen Seondeok")

Setelah Silla berhasil mempersatukan Semenanjung Korea dan mengusir tentara Tang, maka perang sudah tidak diperlukan lagi. Para Hwarang lalu dikembalikan fungsi mereka sebagai para pemuda bangsawan cendekia. 

Pada masa-masa Silla bersatu, para Hwarang terlibat dalam politik namun tetap sebagai penasihat kerajaan. Mereka baru bisa terlibat dalam politik praktis jika mereka pensiun sebagai Hwarang dan menjadi pejabat sipil maupun pejabat militer. 

Keterlibatan para Hwarang dipolitik Silla pada periode ini hampir sama dengan para sarjana Sungkyunkwan di era Joseon. Perbedaan antara para Hwarang dan para sarjana Sungkyunkwan adalah para Hwarang lebih condong pada anjuran (kepada raja) yang bersifat praktis ketimbang teoritis, dan juga para Hwarang terlatih dan unggul di bidang militer, sedangkan para sarjana Sungkyunkwan lebih memilih anjuran yang sifatnya teoritis (sesuai dengan dogma kongfusius) dan tidak wajib menguasai ilmu perang atau terlibat di kemiliteran.

Namun, pada akhir pemerintahan Raja Munmu dan awal pemerintahan Raja Sinmun, para hwarang terlibat secara frontal dalam konflik istana dan terlibat dalam pemberontakan melawan raja sebab para pemimpin pemberontakan adalah mantan hwarang dan mantan pungwolju. Keterlibatan para hwarang dalam konflik istana ini dijadikan pembenaran oleh Raja Sinmun atas tindakannya menghapus fungsi hwarang sebagai resimen militer.







KETERLIBATAN PARA HWARANG DALAM HUBUNGAN LUAR-NEGERI SILLA

Lukisan Tiongkok tentang para utusan dari: 
Jepang (kiri), Silla (tengah), dan Baekje (kanan)
(sumber gambar: wikipedia)


Silla adalah kerajaan yang cenderung defensif dan menganut politik banyak kawan. Kerajaan ini menjalin hubungan bilateral dengan berbagai negeri termasuk musuh mereka agar mereka tidak diserang. Dalam hubungan bilateral dengan kerajaan lain, resimen Hwarang dilibatkan. Mereka seringkali bertugas sebagai pendamping dan penasihat para utusan raja dan bahkan sebagai utusan resmi kerajaan Silla. Ini dicatat dalam dokumen-dokumen dinasti Sui yang mencatat: 
“....kerajaan Silla mengutus utusan yang terdiri dari...... dan beberapa pemuda bangsawan....” 

Pemuda bangsawan yang dimaksud disini diyakini sebagai anggota Hwarang karena tidak mungkin pemuda dari kalangan bangsawan biasa yang kualifikasinya dibawah para Hwarang yang diutus ke kerajaan seperti Sui.

Salah-satu pensiunan anggota Hwarang yang merupakan satu dari dua diplomat dan negosiator ulung paling terkenal dalam sejarah Silla adalah Kim Chunchu, yang menjadi Pungwolju ke-18. Beliau kemudian diangkat menjadi raja Silla dengan gelar Raja Taejong Muyeol, dan menjadi salah-satu tokoh utama penyatuan Semenanjung Korea selain mantan Hwarang lainnya, Jenderal Kim Yushin.







AKHIR KISAH PARA HWARANG

Kisah resimen fenomenal ini ditutup dengan ketidak-pastian sebab pungwolju hwarang yang terakhir tercatat menjabat hingga tahun 681 M padahal Silla ditaklukkan baru oleh Kerajaan Goryeo pada tahun 935 M. Kuat dugaan setelah penyatuan Semenanjung Korea dan konfrontasi Tang, Resimen Hwarang bukan dibubarkan melainkan dikembalikan seperti semula, yaitu menjadi kelompok pemuda cendekia yang belajar di istana sebab saat itu Silla sudah tidak berperang lagi dan menikmati era kedamaian.

Penghapusan fungsi sebagai resimen militer ini diduga kuat akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Kim Heumdol (mantan pungwolju hwarang). Pemberontakan ini dijadikan pembenaran oleh Raja Sinmun yang memang tidak memiliki hubungan yang baik dengan para Hwarang untuk membubarkan Resimen Hwarang (sebagai resimen militer) dan mengesekusi-mati Heumdol. Pemberontakan ini mengakibatkan pungwolju terakhir terbunuh.

Pembubaran Resimen Hwarang oleh Raja Sinmun ini menyebabkan ketidak-stabilan dalam pemerintahan Silla sebab tidak ada lagi resimen khusus yang membela raja. Belum genap dua puluh bubarnya Resimen Hwarang, Silla menghadapi rentetan pemberontakan tak berkesudahan hingga kerajaan ini runtuh. Hampir semua pemberontakan-pemberontakan ini mengakibatkan kematian raja yang berkuasa.

Ketika kerajaan Hu-Baekje dan Goryeo menyerbu Silla, sudah sangat terlambat bagi raja Silla saat itu untuk membangkitkan kembali resimen Hwarang seperti pada masa kejayaannya sebab pada masa akhir Silla, fungsi militer kelompok pemuda cendekia ini telah dicabut.

Itulah mengapa pada masa Goryeo dan Joseon, para Hwarang disalah-artikan sebagai sekelompok shaman dan bahkan gisaeng pria sebab mereka berwajah cantik dan mahir bermusik dan menari serta menguasai ilmu shamanisme, padahal semua itu hanyalah beberapa ilmu yang wajib dikuasai oleh para Hwarang.

Baru pada masa Pendudukan Jepang di Semenanjung Korea, kisah-kisah Hwarang dijadikan sebagai pemacu semangat nasionalisme, sebab pada masa kejayaannya Hwarang berperan besar menyatukan Semenanjung Korea dan menjadikan Silla sebagai satu-satunya di Asia Timur yang mampu mengalahkan dan mengusir balatentara Tang dan Pasukan Jepang dikurun waktu yang berdekatan.






HWARANG DALAM BUDAYA POPULER

Walaupun Hwarang adalah resimen tempur terbaik sepanjang sejarah Korea dan salah-satu yang terbaik di dunia, namun belum banyak film atau drama yang menceritakan tentang mereka secara khusus.

Atas: Para Hwarang dalam drama "The Great Queen Seondeok"
Bawah: Para Hwarang dalam drama "Hwarang, The Begining"



Awalnya, para Hwarang hanya muncul dalam drama-drama yang menceritakan tentang Jenderal Gyebaek dari Baekje, atau tentang kerajaan Goguryeo, dan tidak menjadi inti dari cerita drama tersebut. Namun, pada tahun 2009 sebuah drama dari MBC yang berjudul "The Great Queen Seondeok" yang menceritakan tentang Ratu Seondeok dan merupakan drama pertama tentang Kerajaan Silla mengambil cerita Hwarang sebagai salah-satu pokok cerita dalam drama tersebut. Setelah itu, Hwarang pun muncul dalam drama-drama yang mengambil latar era Kerajaan Silla.

Para Hwarang juga menjadi tokoh-tokoh utama dalam drama "Hwarang, The Begining" yang dirilis pada akhir tahun 2016.




Dilanjutkan Oleh:
PARA PUNGWOLJU HWARANG PERIODE AWAL
PARA PUNGWOLJU HWARANG ERA RAJA JINPYEONG
PARA PUNGWOLJU ERA RESTORASI JINPYEONG DAN ERA PARA PANGERAN
PARA PUNGWOLJU ERA RATU SEONDEOK
PARA PUNGWOLJU PERIODE PERSIAPAN PERANG PENYATUAN TIGA KERAJAAN
HWARANG-HWARANG PENAKLUK BAEKJE


Artikel yang berhubungan dengan Hwarang:
KERAJAAN SILLA
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno
PANDUAN SEJARAH: DRAMA "HWARANG: POET OF YOUT" ATAU "HWARANG, THE BEGINING" (KBS 2017)


Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (drama "The Great Queen Seondeok", 2009), KBS (drama "The King's Dream", 2011), Chocolate.blogspot.idwikipedia.org/Silla

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website:
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------