Setelah Raja Muyeol wafat, tongkat estafet penyatuan Semenanjung Korea diberikan kepada putra sulungnya, Raja Munmu yang berhasil menguasai sebagian besar semenanjung hingga menaklukkan ibukota Goguryeo. Setelah Raja Munmu meninggal, putranya menjadi raja dan dilanjutkan oleh dan keturunan-keturunan Raja Muyeol yang menduduki tahta Silla selama lebih dari seratus tahun. Klan Kim menjadi penguasa tunggal diera ini.
Era ini merupakan era keemasan Silla dan bisa dibilang sebagai era keemasan Semenanjung Korea dimasa kuno. Kemakmuran bangsa Korea pada era ini belum bisa tertandingi oleh gabungan kemakmuran diera Kerajaan Goryeo dan Joseon. Uniknya, era ini diawali oleh pemerintahan putra Raja Muyeol namun diakhiri oleh keturunan terakhir Raja Muyeol.
Inilah nama para raja dan ratu yang memerintah pada periode awal penyatuan Korea sekaligus periode puncak kemakmuran Silla (nomor urut para raja disesuaikan dengan urutan raja-raja itu berkuasa sebagai raja Silla):
31. RAJA SINMUN
Raja Sinmun adalah raja Silla ke-31. Beliau adalah putra sulung Raja Munmu. Ibunya bernama Ratu Jaeui.
Sinmun ditunjuk sebagai putra mahkota oleh ayahnya pada tahun 665. Beliau memerintah Silla selama 11 tahun (681 M–692 M). Raja Sinmun menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Sinmun adalah salah-satu cucu Raja Taejong Muyeol.
Berbeda dengan kakek-kakeknya dan ayahnya yang hidup di medan perang, Sinmun lebih banyak tinggal di istana dan menikmati kehidupan aristokrat kelas atas Silla. Inilah yang menyebabkan Sinmun tidak mengetahui kehidupan di medan perang sehingga beliau tidak berempati pada para veteran perang dan juga para hwarang. Inilah yang membuat Sinmun sering berseteru dengan para veteran peran dan kelompok hwarang. Perseteruan ini mulai mengemuka pada masa-masa akhir pemerintahan Raja Munmu.
Tidak ada lagi perang pada masa itu. Sayangnya, justru terjadi konflik pelik di istana antar para pejabat teras dengan raja mengenai kelayakan putra-mahkota (Sinmun) menduduki tahta karena dianggap tidak kompeten dan anti-aristokrat serta tidak menghormati Resimen Hwarang.
Tradisi kebangsawanan Silla sejak kerajaan ini berdiri menganut sistem semi-demokratis. Raja pertama Silla, Park Hyeok-geose, diangkat atas musyawarah para pemimpin klan. Selanjutnya, walaupun rata-rata suksesi diturunkan turun-temurun tetapi dewan istana, yang terdiri dari para bangsawan tinggi, sangat berperan mempengaruhi keputusan raja atas suksesi. Itulah mengapa Raja Talhae, Raja Beolhyu, Raja Michu, Raja Heulhae, Raja Naemul, dan termasuk Raja Jinheung dan Raja Muyeol bisa bertahta walaupun mereka bukan putra raja terdahulu, padahal pendahulu mereka masih memiliki putra pewaris. Ini juga mengapa Raja Jinpyeong (kakek buyut) bekerja-keras melobi dewan istana agar putrinya bisa direstui sebagai pewaris.
Peran para bangsawan membuat kubu Raja Jinpyeong dan Putri Deokman (Ratu Seondeok) harus bergerak cepat dengan memanfaatkan pemberontakan yang dipimpin Chilsuk dan Seokphum untuk menyingkirkan para penentangnya. Inilah juga yang membuat Ratu Seondeok, yang berhasil menduduki tahta, menempatkan para pendukung-nya diberbagai posisi strategis. Dan untuk berjaga-jaga, Ratu Seondeok dan Jenderal Kim Yushin juga menempatkan para pendukungnya di dewan negara. Tujuan dari ratu adalah untuk memuluskan Pangeran Chunchu menjadi penerusnya jika kelak beliau nanti tidak memiliki keturunan. Rencana Ratu Seondeok ini awalnya berjalan mulus, tapi perseteruan antara Bidam dan Yushin membuyarkan rencana jangka panjang ratu sebab perseteruan ini membuat Bidam memberontak dan banyak bangsawan yang mendukungnya, termasuk para bangsawan yang dipercaya ratu akan dapat mendukung Pangeran Chunchu nanti. Untunglah pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Kim Yushin, dan Bidam serta semua pendukungnya dihukum mati. Sayangnya, Ratu Seondeok, yang sangat syok akan pemberontakan ini, meninggal tepat setelah pemberontakan padam. Pengganti Ratu Seondeok, Ratu Jindeok, melanjutkan kebijakan Ratu Seondeok mengenai posisi para bangsawan. Langkah Ratu Jindeok ini memuluskan upaya Ratu Seondeok untuk menjadikan Pangeran Chunchu sebagai raja sebab Ratu Jindeok juga tidak memiliki putra.
Akan tetapi, rupanya para bangsawan tidak sesolid dulu sebab suara mereka tidak mengerucut pada calon tunggal melainkan dua calon raja, Pangeran Alcheon dan Pangeran Chunchu. Pangeran Alcheon yang saat itu menjabat sebagai perdana-menteri mendapatkan mayoritas dukungan dari para pejabat dan bangsawan termasuk para keturunan raja. Namun, sahabat terdekat Alcheon, Jenderal Kim Yushin dan kubunya (para bangsawan Gaya) tetap konsisten mendukung Pangeran Chunchu sebagai pewaris. Pangeran Alcheon rupanya juga tetap konsisten dengan pendiriannya saat Ratu Seondeok masih hidup yaitu menjadikan Pangeran Chunchu sebagai raja.
Pangeran Alcheon lalu menolak dukungan para bangsawan yang ingin menaikkan dia ke atas tahta dengan cara yang cukup ekstrim pada masa itu, mengganti nama marganya dari “Kim” menjadi “So” sehingga otomatis membuatnya tidak bisa menjadi raja sebab syarat utama menjadi raja Silla saat itu adalah harus bermarga “Kim”. Dengan ini, suara para bangsawan mau tidak mau harus bulat untuk menjadikan Pangeran Chunchu sebagai calon tunggal pengganti Ratu Jindeok. Sikap Alcheon inilah yang membuatnya dikenal sebagai “Hwarang yang paling setia.”
Kebijakan-kebijakan kerajaan yang diputuskan oleh raja juga didiskusikan oleh raja kepada anggota dewan istana dan anggota dewan negara. Harmonisasi antara raja dan para bangsawan lah yang membuat Silla sangat solid selama berabad-abad. Percobaan pemberontakan pertama dalam sejarah Silla terjadi setelah 138 tahun kerajaan ini berdiri (165 M) oleh seorang menteri Silla. Tapi, para bangsawan menentang sehingga usahanya pemberontakan ini gagal. Pertikaian berdarah pertama di Silla baru terjadi 444 tahun setelah Silla berdiri ketika Raja Silseong dibunuh (417) oleh Raja Nulji, tapi tidak dikategorikan sebagai pemberontakan sebab saat itu Raja Silseong-lah berusaha membunuh Nulji sehingga Nulji membela-diri. Silla baru mengalami pemberontakan ketika Raja Jinji diturunkan dari tahta (579), 606 tahun setelah kerajaan itu berdiri. Bandingkan dengan pemberontakan besar yang meletus di dua kerajaan lainnya, Goguryeo dan Baekje, dan bahkan di-era dinasti-dinasti penerus mereka, Goryeo dan Joseon, yang rata-rata terjadi kurang dari sepuluh tahun setelah kerajaan-kerajaan ini berdiri.
Harmonisasi politik juga berhasil diciptakan oleh Raja Muyeol dengan menggandeng kelompok rahasia “Mumyeong” untuk membantunya memenangkan perang, padahal kelompok ini sebelumnya merupakan motor utama penggerak pemberontakan Bidam selain Yeomjong dan tentunya Bidam.
Namun, usaha kakeknya ini justru dirusak oleh Sinmun, sehingga para menterinya gencar memprotes raja. Sikap Sinmun inilah yang menjadi indikator pembubaran Resimen Hwarang.
Raja Sinmun selalu memimpikan sentralisasi kekuasaan ditangan raja. Impiannya ini terbaca oleh para bangsawan sehingga para bangsawan itu lalu meminta Raja Munmu mengganti putra-mahkota. Munmu marah mendengar hal ini, tapi Munmu tidak mau menyingkirkan para bangsawan itu karena sangat menghormati mereka sebab rata-rata para bangsawan itu adalah para veteran perang sejak pemberontakan Bidam dan perang penyatuan Tiga Kerajaan dan bahkan ada yang sudah membela tahta Silla sejak pemberontakan Chilsuk dan Seokpum meletus. Terlebih lagi, hampir semua bangsawan itu adalah mantan hwarang.
Perseteruan antara raja dan para bangsawan adalah hal yang biasa dan Silla telah memiliki pengalaman tentang bagaimana cara mengatasinya. Pada setiap perseteruan ini raja dan ratu selalu dibela oleh Resimen Hwarang, kecuali Raja Jinji yang dianggap mengkhianati Raja Jinheung karena memalsukan surat wasiat Raja Jinheung. Oleh karena itu, saat Sinmun tidak menghormati Resimen Hwarang maka para mantan Hwarang dan mantan Pungwolju pun marah.
Arogansi Sinmun ini tentu membuat banyak hal terjadi dimasa pemerintahannya. Inilah peristiwa-peristiwa terkenal sepanjang pemerintahannya:
- Musim semi 681, pemberontakan Kim Heumdol meletus.
Kim Heumdol adalah mertua Sinmun, tapi beliau memimpin para bangsawan memprotes sikap Sinmun yang selalu berseberangan dengan para bangsawan. Namun, raja menganggap protes ini sebagai pemberontakan. Akibat tekanan dari raja, Heumdol dan kelompoknya lalu mempertahankan diri dengan menggunakan pasukan-pasukan pribadi mereka. Gelombang protes ini melibatkan separuh menteri Silla termasuk menteri senior, Jin-gong (pungwolju ke-26). Bahkan, Kim Gun-gwan (sangdaedung, pungwolju ke-23) juga ikut memprotes raja walau tidak berniat memberontak. Konflik ini lalu semakin mengarah pada pemberontakan. Pemberontakan ini mendapat perlawanan dari kubu pendukung raja serta para Hwarang. Kim Sin-gong sebagai Pungwolju Hwarang tetap mendukung Raja Sinmun sebab sebagai seorang Hwarang dia tidak boleh membelot dari raja, walaupun Kim Sin-gong adalah putra dari Jin-gong. Pemberontakan ini dipadamkan dalam waktu yang sangat singkat, bahkan diyakini sudah diatasi sebelum sempat meletus.
- Tahun 681, Pungwolju Kim Sin-gong gugur dalam tugas di-usia 32 tahun saat memadamkan pemberontakan Kim Heum-dol. Tidak jelas apakah dia tewas akibat terbunuh oleh pemberontak atau karena di-eksekusi mati oleh raja. Kemungkinan besar dia gugur dalam tugas saat menghadapi pemberontak, tapi jika melihat sikap Raja Sinmun yang penuh curiga dan anti aristokrat bisa jadi Sin-gong tewas karena dieksekusi mati atas perintah raja, karena walaupun dia tetap membela raja namun dia adalah putra salah-satu pemimpin pemberontak. Kim Sin-gong adalah Pungwolju Resimen Hwarang terakhir.
- Tahun 681, Kim Heum-on (pungwolju ke-31, putra Kim Heumdol, keponakan Kim Yushin) terbunuh dalam pemberontakan.
- Tahun 681, para pemimpin pemberontak, Kim Heumdol dan Kim Jin-gong, dieksekusi.
- Tahun 681, Sangdaedung Kim Gun-gwan (pungwolju ke-23) dieksekusi mati diusia 79 tahun karena memprotes raja, tapi namanya tidak dimasukan dalam daftar pemberontak karena beliau memang tidak memberontak.
- Tahun 681, Resimen Hwarang dibubarkan oleh Raja Sinmun dan dikembalikan fungsinya sebagai Kelompok Hwarang (kelompok pemuda cendekia) yang bukan lagi berupa pasukan militer.
- Tahun 683, mantan pewaris tahta Goguryeo, Pangeran Anseung, datang ke Silla bersama para pendukungnya dan diterima oleh Raja Sinmun. Anseung dianugerahi gelar kebangsawanan Silla dan diijinkan tinggal di Silla.
- Tahun 684, para pendukung Anseung melakukan pemberontakan pada Silla di kota Iksan. Anseung tetap setia pada Silla dan tidak terlibat dalam pemberontakan ini. Pemberontakan mereka berhasil dipadamkan oleh pasukan Silla yang dipimpin oleh Jenderal Kim Young-yoon (putra Kim Ban-geul dan cucu Kim Heumsun/adik Kim Yushin).
- Tahun 689, Raja Sinmun mencoba memindahkan ibukota pemerintahan dari Seorabeol (Gyeongju) ke Dalgubeol (Daegu) untuk mencegah gangguan dari para bangsawan sebagai imbas dari pemberontakan Kim Heumdol, tapi usaha ini tidak berhasil.
Meskipun banyak pemberontakan terjadi pada masa pemerintahannya, tapi Silla juga menikmati kemajuan pesat selama pemerintahan Sinmun. Banyak sekali yang dilakukan sepanjang pemerintahannya, diantaranya:
- Tahun 682, Gukhak (universitas kerajaan di Silla) dibangun. Gukhak bertahan selama ratusan tahun dan menjadi cikal-bakal Universitas Sungkyunkwan (universitas kerajaan di Joseon).
- Pengiriman utusan pada Kaisarina Wu Zetian dari Kekaisaran Tang untuk meminta salinan “Buku Ritual” dan berbagai salinan buku-buku klasik dari China.
- Pembentukan 9 Provinsi di seluruh Silla yang meniru sistem pembagian provinsi oleh Raja Yu dari Kerajaan Xia (Kerajaan China kuno).
- Pembangunan “ibukota kedua” yang ditujukan untuk menampung bangsawan-bwangsawan pelarian dari Baekje dan Goguryeo.
- Pemulihan hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang yang sempat putus saat terjadi perang antara Silla dan Tang.
- Tahun 689, sistem pemberian upah dihapus dan digantikan dengan pemberian tanah.
- Penolakan Sinmun atas permintaan Kaisar Gaozong dari Tang. Saat itu, Gaozong mengirim utusan ke Silla dan disertai pesan yang meminta agar gelar “Taejong” yang diberikan kepada Raja Muyeol dihapus, sebab itu adalah gelar yang sama yang dimiliki oleh ayah Kaisar Gaozong, Kaisar Taizong (Taizong = Taejong), yang dianggap tidak sepadan dengan Raja Muyeol karena hanya berasal dari kerajaan kecil. Tapi, Raja Sinmun menolak dengan sopan melalui sebuah surat yang berbunyi:
“Walaupun Silla adalah kerajaan kecil, raja kami mampu mempersatukan tiga kerajaan (Samhan/Tiga Konfederasi) melalui kebaikan Kim Yushin yang membantu raja dengan keberanian yang tidak tertandingi. Oleh sebab itu, raja kami dianugerahi gelar Taejong.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972).
Sinmun adalah raja pertama Silla yang menggunakan sistem pemerintahan terpusat, meninggalkan sistem feodal yang sudah diterapkan Silla selama lebih dari 600 tahun. Sistem terpusat ini ditujukan untuk mengontrol wilayah Silla yang sudah semakin luas.
Terlepas dari semua upayanya membangun Silla, pemberontakan Kim Heumdol pada awal pemerintahan Sinmun tetap membekas dan berdampak luas. Pemberontakan Kim Heumdol memang tidak besar, tapi dampaknya sangat besar bagi Silla. Selain terbunuhnya pungwolju saat itu dan dieksekusinya mantan-mantan hwarang dan mantan pungwolju, pemberontakan ini juga mengakibatkan Resimen Hwarang dibubarkan. Kelompok Hwarang masih diijinkan tetap ada tapi tidak lagi sebagai resimen militer karena keberadaan mereka saat itu hanya sebagai kelompok pemuda bangsawan yang belajar berbagai ilmu dan kemudian membantu pemerintahan. Para Hwarang yang tersisa dilarang membentuk pasukan militer dan mengumpulkan nangdo. Hwarang juga tidak bisa lagi memiliki seorang Pungwolju sebab fungsi Pungwolju adalah sebagai komandan pasukan. Kelompok Hwarang dikembalikan fungsinya sebagai kelompok pemuda cendekia seperti saat mereka pertama kali dikumpulkan oleh Raja Beopheung.
Raja Sinmun meninggal pada tahun 692, 11 tahun setelah bertahta dan setelah pembubaran Resimen Hwarang. Sinmun digantikan oleh putranya, Raja Hyoso.
Kematian Sinmun tidak menyelesaikan perseteruan keluarga kerajaan dengan para bangsawan. Setelah Raja Sinmun meninggal, para penguasa Silla penerusnya justru menyesali keputusan Kim Sinmun sebab tidak ada lagi pasukan ‘berani mati’ yang setia membela raja hingga titik-darah penghabisan. Tidak ada lagi para pangeran dan bangsawan yang mempelajari dan mendalami berbagai ilmu serta teruji kesetiaannya pada raja dan negara melalui pengalaman mereka sebagai anggota Resimen Hwarang, sehingga kesetiaan pada raja mulai runtuh dan pemberontakan-pemberontakan besar terjadi secara konstan hingga kerajaan ini runtuh.
Pada beberapa pemberontakan, beberapa raja justru terbunuh oleh pengawal kerajaan. Serial pemberontakan-pemberontakan ini dimulai pada masa pemerintahan Sinmun, dan secara konstan terus berlangsung hanya 8 tahun setelah kematian Sinmun atau 19 tahun setelah pembubaran resimen hwarang. Pemberontakan itu terus berlangsung hingga akhir sejarah Silla.
Kurang dari seabad, tepatnya 99 tahun, setelah pembubaran Resimen Hwarang tidak ada lagi keturunan Raja Muyeol (juga Raja Sinmun) yang menduduki tahta Silla setelah Raja Hyegong terbunuh dalam sebuah pemberontakan yang membuatnya menjadi keturunan terakhir Raja Muyeol diatas tahta Silla. Raja-raja terakhir Silla juga semakin kewalahan menghadapi serbuan dari negara-negara musuh termasuk bekas wilayah Baekje dan Goguryeo, padahal wilayah-wilayah itu dulunya ditaklukkan oleh Resimen Hwarang dibawah pimpinan Kim Heumdol.
Raja-raja Silla diperiode itu sempat ingin kembali membangkitkan kelompok Hwarang sebagai resimen militer tapi hal itu sudah sangat terlambat.
196 tahun setelah pembubaran resimen hwarang seorang yang bernama Wang Geon lahir di Songak (Kaesong), wilayah yang dulu ditaklukkan pasukan hwarang saat menyerbu Goguryeo. Pria inilah yang meruntuhkan Silla 253 tahun setelah pembubaran Resimen Hwarang.
Tanda-tanda keruntuhan Silla sebenarnya mulai terlihat saat Gyeonhwon dari Hu-Baekje menjadi pemimpin asing pertama dalam sejarah Silla yang berhasil membuat seorang raja Silla terbunuh. Peristiwa ini terjadi pada tahun 927 atau 246 tahun setelah pembubaran Resimen Hwarang, dan 8 tahun kemudian kerajaan Silla resmi runtuh karena menyerah pada Wang Geon dari Goryeo.
Pada periode terakhir ini, banyak bangsawan Silla khususnya kalangan kongfusian yang kembali mengenang masa Silla lalu terutama pada masa-masa kejayaan hwarang.
Hampir tidak ada orang Silla yang setuju pada keputusan Raja Sinmun yang membubarkan Resimen Hwarang di masa-lalu.
32. RAJA HYOSO
Raja Hyoso adalah raja Silla ke-32. Beliau adalah putra tertua Raja Sinmun. Ibunya adalah ratu kedua Sinmun, Ratu Sinmok. Beliau dilahirkan ditahun ke-6 pemerintahan ayahnya, tahun 687 M.
Hyoso diangkat sebagai putra mahkota tidak lama setelah kelahirannya, dan saat ayahnya meninggal (692), Hyoso diangkat menjadi raja Silla diusia 5 tahun. Beliau memerintah Silla selama 10 tahun (692–702). Raja Hyoso menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Hyoso adalah cucu Raja Munmu Yang Agung.
Hyoso adalah raja Silla yang termuda saat naik tahta. Karena masih kecil saat masih menjadi raja, pemerintahan dijalankan oleh walinya. Cukup banyak peristiwa yang terjadi sepanjang masa pemerintahannya, diantaranya:
- Rangkaian pemberontakan para bangsawan dari kasta Jin-geol
- Tahun 702, seorang Ichan (bangsawan tingkat dua dari kasta Jin-geol) yang bernama Gyeong-yeong mencoba melakukan pemberontakan. Gyeong-yeong berhasil ditangkap dan dieksekusi.
- Tahun 702, Menteri Dalam Negeri Silla dipecat karena dianggap bertanggung-jawab atas meletusnya pemberontakan Gyeong-yeong.
- Penguatan sistem pemerintahan sentralisasi.
- Pengiriman utusan-utusan ke Kekaisaran Tang untuk mempererat hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang.
- Jepang mengirim utusan ke Silla untuk memulihkan hubungan diplomatik yang sempat putus sejak tahun 663 pasca Perang Baekgang.
Hyoso memerintah selama 10 tahun. Beliau meninggal karena sakit di Seorabeol pada musim gugur 702 saat dia baru berusia 15 tahun. Meskipun meninggal diusia muda tapi nama Hyoso sebagai raja Silla tercantum dalam catatan-catatan sejarah pemerintahan Tang dan Jepang (Shoku Nihongi). Hyoso meninggal tanpa keturunan sehingga beliau digantikan oleh adik kandungnya, Raja Seongdeok.
33. RAJA SEONGDEOK
Raja Seongdeok adalah raja Silla ke-33. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Sinmun. Seongdeok diangkat menjadi raja Silla pada tahun 702 M setelah kematian kakak-kandungnya, Raja Hyoso. Beliau memerintah Silla selama 34 tahun (702–736 M). Raja Seongdeok menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya, namun sejarah Silla menghormatinya dengan menyebut namanya “Seongdeok Daewang” yang artinya “Raja Seongdeok Yang Agung” (Seongdeok The Great). Seongdeok dihormati sebagai “raja agung” oleh sejarawan Silla karena pada masa pemerintahannya Silla memperoleh kedamaian dan mampu memperluas wilayahnya. Era Seondeok juga adalah puncak keemasan Silla.
Seongdeok adalah salah-satu raja Silla yang naik tahta saat masih belia, dan bahkan belum menikah. Pemerintahan sempat dijalankan oleh walinya. Dia baru menikah pada tahun 702 M dengan Lady Baeso.
Banyak sekali peristiwa yang terjadi sepanjang 35 tahun masa pemerintahannya, diantaranya:
- Tahun 702, Lady Baeso (putri dari Kim Muntae) diangkat sebagai permaisuri dengan gelar “Ratu Seongjong”.
- Terjadi perselihan antara Raja Seongdeok dengan para bangsawan dari kasta Jin-geol yang berasal dari klan Ratu Seongjeong.
- Tahun 715, Pangeran Jung-gyeong (putra pertama Raja Seongdeok yang lahir dari Ratu Seongjong) diangkat sebagai putra mahkota.
- Tahun 716, Ratu Seongjong digulingkan dari tahta ratu dan diusir dari istana.
- Tahun 717, Putra Mahkota Jung-gyeong meninggal karena penyebab yang tidak jelas.
- Tahun 718, Nugakjeon (Departemen Pemantau Waktu) diresmikan oleh raja.
- Tahun 720, Seongdeok menikahi ratu keduanya, Ratu Sodeok (putri dari Menteri Kim Sunwon). Ratu Sodeok adalah ibu dari Raja Hyoseong dan Raja Gyeongdeok.
- Tahun 721, Seongdeok memerintahkan pembangunan “Tembok Raksasa Silla Utara” (sekarang terletak di provinsi Hamgyeong, Korea Utara).
- Tahun 721, bajak laut Jepang merampok wilayah pantai selatan Silla.
- Tahun 722, Seongdeok memperluas benteng pertahanan di utara Seorabeol (Gyeongju) yang dibangun seluas 10 kilometer, yang dibangun menggunakan tenaga 40.000 orang. Benteng ini menjadi simbol otoritas raja Silla saat itu untuk memuluskan penerapan sistem pemerintahan sentralisasi.
- Pengiriman utusan-utusan ke Kekaisaran Tang untuk mempererat hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang.
- Tahun 733, Kerajaan Balhae menyerbu wilayah Kekaisaran Tang.
- Tahun 733, Kaisar Xuangzong dari Tang menganugerahi Seongdeok gelar “Komandan Pasukan Ninghai” dan seakan memerintahkan Seongdeok menyerbu Kerajaan Balhae, padahal Seongdeok memang berencana menyerbu Balhae.
- Tahun 733, Seongdeok menggalakan “Kampanye Militer ke Utara” untuk menekan Kerajaan Balhae.
- Tahun 735, Kaisar Xuanzong memberikan wilayah di selatan Sungai Taedong kepada Silla.
- Penguatan sistem pemerintahan sentralisasi.
Seongdeok memerintah selama 34 tahun. Selama pemerintahannya, beliau mencapai banyak hal termasuk penguatan hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan penting seperti Tang dan Jepang. Seongdeok juga mampu menstabilkan politik dalam negeri dengan merangkul banyak pihak dan membuat wilayah-wilayah taklukan Silla tunduk padanya.
Seongdeok meninggal pada tahun 736 saat dia berusia sekitar 45-47 tahun. Seongdeok digantikan oleh putra keduanya, Raja Hyoseong.
34. RAJA HYOSEONG
Raja Hyoseong adalah raja Silla ke-34. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Seongdeok, disekitar tahun 721. Hyoseong menjadi putra mahkota setelah sebelumnya, kakak tirinya, Putra Mahkota Jung-gyeong, meninggal. Hyoseong diangkat menjadi raja Silla pada akhir 736 M setelah kematian ayahnya. Beliau memerintah Silla selama 5-6 tahun (736–742 M). Raja Hyoseong menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya.
Hyoseong naik tahta saat dia masih berusia belasan tahun. Tidak banyak peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahannya yang dicatat dalam sejarah. Tetapi, konflik istana yang melibatkan ratu dan selirnya adalah salah satu konflik yang sangat terkenal dimasa pemerintahannya.
Hyoseong memiliki seorang ratu tapi dia lalu mengangkat putri dari seorang phajinchan (bangsawan Jin-geol tingkat ke-4), yang bernama Yeongjong, sebagai selirnya. Ratu utama Raja Hyoseong sangat cemburu melihat kehadiran selir baru itu dan membunuh selir itu. Phajinchan Yeongjong, yang sangat marah pada ratu atas kematian putri kesayangannya, membuat konspirasi membunuh ratu. Ratu pun tewas terbunuh. Kematian ratu ini membuat istana gempar, dan dengan mudah Yeongjong ditangkap atas tuduhan pembunuhan itu. Yeongjong akhirnya dihukum mati dan disaksikan sendiri oleh Hyoseong.
Tidak lama setelah konflik berdarah itu, Hyoseong meninggal, padahal dia baru memerintah sekitar 5 tahun, dan baru berusia sekitar 21 tahun. Jenasah Hyoseong, yang meninggal pada tahun 742, dikremasi di selatan Kuil Beomnyusa. Abunya ditaburkan di Laut Jepang (Laut Timur). Hyoseong digantikan oleh adik kandungnya, Raja Gyeongdeok.
35. RAJA GYEONGDEOK
Raja Gyeongdeok adalah raja Silla ke-35. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Seongdeok, disekitar tahun 723-726. Gyeongdeok diangkat menjadi raja Silla pada tahun 742 M setelah kematian kakaknya. Kakaknya, Raja Hyeoseong, meninggal setelah menghadapi konflik berdarah yang membuatnya kehilangan istri-istrinya.
Gyeongdeok memerintah Silla selama 23 tahun (742-765 M). Raja Gyeongdeok menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Gyeongdeok naik tahta saat dia berusia sekitar 17-18 tahun.
Ada banyak peristiwa yang terjadi pada jamannya tapi Gyeongdeok dikenang dalam sejarah bukan karena berbagai peristiwa yang terjadi pada jamannya, melainkan atas karya-karyanya yang masih dapat dilihat hingga sekarang. Karya-karyanya yang sangat terkenal adalah:
- Kuil Bulguksa. Gyeongdeok adalah raja yang membangun Kuil Bulguksa yang terkenal itu. Kuil ini dibangun pada tahun 751.
- Lonceng Perunggu Raja Seongdeok, yang dibuat sebagai penghormatan pada ayahnya, Raja Seongdeok.
- Gua Seokguram, yang berisikan relief-relief Buddha dan patung Buddha. Gua ini juga memuat fitur-fitur yang menceritakan tentang shamanisme kehidupan Silla sebelum shamanisme dianut oleh orang Silla.
Semua karya Gyeongdeok kini menjadi harta nasional Korea Selatan, dan juga termasuk dalam kumpulan peninggalan-peninggalan Buddhisme terpenting di seluruh dunia. Ada beberapa karya-karyanya diselesaikan pada masa pemerintahan anaknya. Gyeongdeok meninggal pada tahun 765 setelah memerintah selama 23 tahun. Saat itu dia berusia sekitar 42-45 tahun. Gyeongdeok digantikan oleh putranya, Raja Hyegong.
36. RAJA HYEGONG
Raja Hyegong adalah raja Silla ke-36. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Gyeongdeok, tahun 758. Hyegong diangkat menjadi raja Silla pada tahun 765 M setelah kematian ayahnya.
Hyegong memerintah Silla selama 15 tahun (765-780 M). Raja Hyegong menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Hyegong naik tahta saat dia baru berusia 8 tahun. Ibunya bernama, Lady Manwol.
Ada banyak peristiwa yang terjadi pada jamannya, dan yang paling terkenal adalah rangkaian pemberontakan yang meletus akibat ketidak-puasan para bangsawan yang tidak sudi dipimpin oleh anak kecil. Selain itu, sikap Hyegong yang sejak kecil sudah sering merisaukan banyak pihak juga membuat istana sering berada dalam kekacauan. Sebenarnya, usia Hyegong dan sifat kekanak-kanakannya tidak terlalu menjadi masalah, tapi yang menjadi masalah besar saat itu adalah sifat dan tingkah laku Hyegong yang sangat “kewanitaan”.
Hyegong naik tahta saat Silla sudah sangat makmur dan menjadi salah-satu kerajaan besar dan makmur di Asia. Seorabeol (Gyeongju) saat itu menjadi satu dari 4 kota terpadat didunia. Hidup makmur dan berada dalam masa keemasan membuat Hyegong yang sejak lahir dimanja oleh semua orang tidak bisa menyesuaikan diri pada tuntutan dan tanggung-jawab sebagai raja dalam menjalankan pemerintahan Silla. Saat itu, sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi pemberontakan di Silla, sehingga Hyegong terbuai dengan keadaan sebagai seorang bangsawan dan raja dari kerajaan yang damai dan makmur.
Adapun ciri khas pria-pria bangsawan Silla adalah suka berdandan (seperti para hwarang dulu) dan memakai berbagai perhiasan, dan juga banyak yang berwajah cantik. Para bangsawan muda Silla, terutama kelompok Hwarang, juga suka menari, menyanyi, dan memainkan berbagai alat musik. Semua perilaku orang-orang Silla ini dianggap sangat feminim oleh dinasti-dinasti penerusnya, terutama oleh orang-orang Goryeo, tetapi pada masa Silla, kebiasaan “feminim” ini adalah hal yang biasa. Namun, apa yang dilakukan oleh Raja Hyegong bukan sekedar melakukan hal-hal yang dianggap feminim itu, melainkan memiliki sifat, gaya, dan perilaku seperti seorang gadis.
Perilaku ini dianggap tidak pantas oleh bangsawan-bangsawan pada masa itu sehingga mereka melakukan pemberontakan, yang tidak terjadi hanya sekali tapi berkali-kali hingga Raja Hyegong tewas dalam salah-satu pemberontakan itu. Pemberontakan-pemberontakan itu dan peristiwa-peritiwa lainnya diantaranya adalah:
- Tahun 768, Kim Daegong (seorang pejabat tinggi) memberontak.
- Penyelesaian Lonceng Perunggu Raja Seongdeok, yang dibuat pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Gyeongdeok.
- Tahun 770, beberapa bangsawan tinggi memberontak.
- Tahun 775, beberapa bangsawan tinggi kembali memberontak.
- Kim Yang-sang (bakal Raja Seondeok) diangkat sebagai Sangdaedung (perdana-menteri)
Rangkaian pemberontakan ini ditutup oleh pemberontakan ichan Kim Ji-jeom pada tahun 780. untuk menumpas pemberontakan ini, Hyegong menugaskan Kim Yang-sang untuk menumpas para pemberontak. Pemberontakan ini tidak sebesar pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi di Silla pada masa lalu, tapi, ini adalah pemberontakan pertama yang menewaskan seorang raja Silla.
Memang Raja Silseong tewas terbunuh dalam pertikaian istana tapi dia tidak terbunuh oleh pemberontak melainkan karena ulahnya sendiri. Sedangkan, Raja Jinji, yang dikudeta dan kemudian meninggal, tidak tewas dalam pemberontakan melainkan beberapa saat lamanya setelah pemberontakan tersebut.
Pada saat itu, pemberontak berhasil memasuki istana dan mengacaukan seisi istana. Mereka langsung menuju ke paviliun raja. Raja Hyegong tidak sempat menyelamatkan diri dalam pemberontakan ini sehingga dia ditangkap oleh para pemberontak. Hyegong dibunuh bersama dengan ratunya. Setelah Hyegong terbunuh, barulah pasukan kerajaan yang dipimpin sangdaedung Kim Yang-sang dapat menembus istana dan membunuh para pemberontak, termasuk pemimpin mereka, Kim Ji-jeom.
Beberapa sejarawan berspekulasi bahwa sebenarnya Hyegong dibunuh oleh Kim Yang-sang, karena dialah yang mendapatkan keuntungan paling besar setelah kematian Hyegong. Atau, setidaknya Kim Yang-sang membiarkan para pemberontak itu membunuh Hyegong baru kemudian dia berpura-pura menumpas para pemberontak dan mengambil keuntungan dengan membunuh pemimpin pemberontakan saat itu. Tapi, sejarawan lainnya menolak hal ini, sebab saat itu Seondeok sudah tidak muda lagi dan juga dia tidak memiliki keturunan laki-laki.
Hyegong meninggal pada tahun 780 setelah memerintah selama 15 tahun. Saat itu dia berusia 23 tahun. Hyegong digantikan oleh perdana-menterinya, Kim Yang-sang, yang dinobatkan sebagai Raja Seondeok.
Kematian Hyegong ini menjadikannya sebagai keturunan Raja Muyeol terakhir yang menjadi raja Silla, karena walaupun keturunan Muyeol lainnya berusaha naik tahta tapi semua itu selalu gagal. Kematian Hyegong ini mengawali rangkaian pemberontakan dan kudeta berdarah, sehingga dia bukan satu-satunya raja Silla yang tewas saat dikudeta. Apa yang dialami oleh Hyegong dan raja-raja Silla sesudahnya yang juga tewas saat dikudeta seakan menjadi ironi dengan apa yang dilakukan oleh kakek buyutnya, Raja Sinmun, 99 tahun saat dia membubarkan Resimen Hwarang.
Notes (catatan):
*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
Didahului oleh:
KERAJAAN SILLA
Raja-raja Silla Pada Periode Awal (Era Klan Park)
Raja-raja Silla pada periode kekuasaan Klan Seok
Raja-raja Silla Pada Periode Awal Kekuasaan Klan Kim
KERAJAAN SILLA, PERSIAPAN PENYATUAN TIGA KERAJAAN
KERAJAAN SILLA, PENYATUAN TIGA KERAJAAN
Artikel yang berhubungan dengan Kerajaan Silla:
HWARANG, THE FLOWER KNIGHT OF SILLA
PARA PUNGWOLJU HWARANG
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno
*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
Didahului oleh:
KERAJAAN SILLA
Raja-raja Silla Pada Periode Awal (Era Klan Park)
Raja-raja Silla pada periode kekuasaan Klan Seok
Raja-raja Silla Pada Periode Awal Kekuasaan Klan Kim
KERAJAAN SILLA, PERSIAPAN PENYATUAN TIGA KERAJAAN
KERAJAAN SILLA, PENYATUAN TIGA KERAJAAN
Artikel yang berhubungan dengan Kerajaan Silla:
HWARANG, THE FLOWER KNIGHT OF SILLA
PARA PUNGWOLJU HWARANG
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (2009), KBS (2011)
Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media
Daftar Pustaka:
Copyrights Picture : MBC (2009), KBS (2011)
Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media
Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do
Sumber Website: