DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Saturday, 22 April 2017

KEKAISARAN HAN RAYA





Abad ke-18 dan ke-19 adalah era revolusi industri. Imbas dari revolusi ini adalah pencarian sumber daya besar-besaran untuk mendukung aktivitas produksi masing-masing negara. Pencarian sumber daya ini kemudian menyebabkan sebagian besar negara kapitalis menerapkan kebijakan luar negerinya demi kepentingan negaranya semata terutama kepentingan politik dan ekonomi, dan bila kepentingan-kepentingan itu tidak terpenuhi maka berbagai cara pun digunakan, mulai dari upaya diplomasi yang menghasilkan kebijakan bilateral dan multilateral, penyebaran agama, dan sebagainya, namun yang paling sering dilakukan adalah ekspansi militer.

Joseon pun tidak bisa luput gejolak dunia di abad-abad tersebut yang menyebabkan kerajaan ini runtuh dan negaranya hancur akibat perang. Hal yang menarik adalah Joseon tidak memiliki sumber-daya alam yang cukup memadai, Joseon juga tidak memiliki penduduk dalam jumlah yang besar. Lalu apa yang menyebabkan Joseon menjadi target invasi dari beberapa negara?

Berdasarkan letak geografi, Joseon adalah satu-satunya daratan penghubung dan jalur terdekat antara kepulauan Jepang dan wilayah Kekaisaran China, selain itu Joseon memiliki infrastruktur yang baik untuk memobilisasi sejumlah besar orang untuk menuju ke Cina dengan menggunakan jalur darat. Hal ini lah yang diincar oleh Jepang. Hal lain yang menjadi alasan Joseon di serang adalah faktor agama. Saat itu Joseon membantai ribuan umat Katholik, termasuk beberapa pastor asal Prancis, sehingga mengakibatkan Prancis menyerang pulau Ganghwa.

Namun, penyebab utama kejatuhan dinasti ini adalah konflik internal kerajaan yang mempengaruhi pengambilan kebijakan negara, juga kekuasaan raja-raja yang kian melemah, terjadinya beberapa pemberontakan, dan juga keputusan Joseon pada era sebelumnya untuk mengisolasi diri dari pengaruh asing menyebabkan Joseon tidak tersentuh oleh modernisasi terutama angkatan perangnya.

Berikut ini adalah para Kaisar Han Raya yang memerintah Korea di akhir era monarki (nomor urut berdasarkan uratan raja tersebut memerintah sebagai penguasa Joseon yang digabung dengan era Han Raya)





1. RAJA GOJONG (KAISAR GWANGMU)




Gojong adalah raja ke-26 dari Dinasti Joseon dan Kaisar pertama dari Kekaisaran Han Raya.

Beliau lahir pada 8 September 1852. Pada tahun 1864, Raja Cheoljong wafat dan Joseon tidak memiliki penerus tahta laki-laki. Wangsa Kim Andong perlahan merebut pengaruh istana dengan perkawinan anggota keluarga mereka dengan wangsa Yi. Ratu Cheolin, istri dari Raja Cheoljong dan juga putri dari wangsa Kim Andong, mengklaim punya hak untuk memilih raja yang baru, walaupun sebenarnya yang paling berhak adalah ibu suri. Saudara sepupu Cheoljong, Ibu Suri Sinjeong (janda dari ayah Heonjong) dari wangsa Jo Pungyang (yang bersaing dengan wangsa Kim) juga menyatakan diri berhak memilih raja pengganti yang baru.

Sinjeong melihat peluang ini untuk menancapkan pengaruh wangsa Jo Pungyang dalam perpolitikan Joseon di atas wangsa Kim Andong. Saat Cheoljong semakin tak berdaya akibat penyakit yang dialaminya, Ibu Suri dikunjungi oleh Yi Ha-eung, keturunan dari langsung dari Raja Injo (dan juga katanya adalah keturunan Putra Mahkota Sado).

Keluarga Yi Ha-eung memiliki darah raja-raja Joseon namun mereka merupakan garis keturunan raja yang sangat jauh. Saat itu hanya merekalah anggota wangsa Yi yang masih tersisa saat itu. Yi Ha-eung adalah keturunan Raja Injo dari garis Pangeran Besar Inpyeong. Oleh karena itu pihak istana menjatuhkan pilihan pada Yi Myeong-bok, putra kedua Yi Ha-eung yang dianggap paling pantas untuk naik tahta sebagai raja baru.

Klan Jo melihat Yi Myeong-bok hanyalah seorang remaja 12 tahun dan tidak mungkin dapat memerintah sendiri sampai ia dewasa. Wangsa Jo juga dapat dengan mudah memengaruhi Yi Ha-eung untuk berperan sebagai pengendali putranya. Saat berita kematian Cheoljong terdengar oleh Yi Ha-eung, Ibu Suri Sinjeong memerintahkannya untuk mengambil stempel resmi kerajaan (yang dianggap sebagai benda penting untuk melegitimasi pemerintahan yang baru). Dengan memiliki benda itu Ibu Suri mempunyai hak penuh untuk memilih calon raja dan memperlemah posisi wangsa Kim.

Pada musim gugur tahun 1864, Yi Myeong-bok dinobatkan menjadi Raja Gojong dan Yi Ha-eung diangkat menjadi Daewon-gun (Pangeran Internal Agung) yang bergelar Heungseon Daewon-gun. Heungseon Daewon-gun adalah penganut fanatik Konfusianisme. Ia merupakan sosok yang bijak dan cermat pada masa-masa awal pemerintahan Gojong. Ia menghapuskan peraturan-peraturan lama yang tidak lagi berguna karena disalahgunakan oleh wangsa-wangsa tertentu, juga merivisi undang-undang dan peraturan rumah tangga kerajaan serta tatacara upacara ritual kemudian mereformasikan militer. Dalam waktu yang cukup pendek, ia sudah dapat mengendalikan istana secara penuh. Ia memberikan hak-hak istimewa terhadap wangsa Jo Pungyang dan menyingkirkan anggota-anggota wangsa Kim Andong yang ia yakini bertanggung jawab atas korupsi yang merugikan negara.

Putra Yi Ha-eung, Raja Gojong, adalah seorang raja yang bijak. Pada tahun 1877, Raja Gojong dan Ratu Min menugaskan Kim Gwang-jip untuk belajar tentang westernisasi Jepang dan tujuan Jepang pada Korea. Saat itu Kim dan juga tim-nya terkaget-kaget ketika melihat keadaan Jepang sekarang, dulu Busan dan Seoul adalah kota metropolitan di asia timur, namun kini Tokyo dan Osaka benar-benar berubah setelah menerapkan budaya barat. Di sini pun, Kim bertemu dengan duta besar Cina di Tokyo Ho Ju-chang dan penasehatnya Huang Tsun-hsien. Mereka membicarakan tentang hubungan diplomatik Qing dan Jeoson, dan Huang Tsun-hsien memberikan sebuah buku pada Kim yang berjudul,‘Strategi Korea’. Saat itu, Cina tidak lagi mendominasi asia timur, dan Korea tidak lagi menikmati kecanggihan teknik militer yang terkalahkan oleh Jepang. Ditambah lagi, Rusia memulai perluasan daerah kekuasaannya hingga ke asia. Huang menasehatkan agar Korea bergabung dengan Cina mengambil kebijakan pro-cina, sedangkan perjanjian dengan Jepang untuk sementara waktu dipertahankan. Ia memberitahukan padanya agar mencoba bersekutu dengan Amerika Serikat untuk melindungi dari invasi Rusia, mencoba membuka hubungan perdagangan dengan bangsa barat dan mengambil teknologi barat. Huang menyadari bahwa Cina pernah mencoba namun gagal karena tempatnya yang luas, tetapi Korea lebih kecil daripada Jepang. Huang juga mengusulkan agar pemuda-pemuda Korea belajar di Cina dan Jepang, dan guru-guru ilmu teknik dan ilmiah dari negara barat diundang ke Korea untuk mengajar. Saat Kim kembali ke Korea, ia membicarakan ide-ide itu pada raja Gojong dan Min. Meskipun banyak kelompok yang menentang usul membuka jalur perdagangan denga negara-negara barat, hal itu tetap dilakukan oleh Min dengan mengubah tatanan pemerintahan dengan membentuk biro-biro yang menangani hubungan luar negeri dengan Cina, Jepang dan Barat, yaitu biro perdagangan, dan juga biro yang menangani teknologi militer. Pada tahun yang sama, Min menandatangani perjanjian tentang mengirim tentara lulusan terbaik untuk belajar di Qing, Cina. Dengan penuh semangat pihak Jepang pun menyuplai peralatan perang untuk dipakai oleh mereka di sana. Ratu Min menyetujui, namun ia mengingatkan pada pihak Jepang bahwa mereka tetap akan dikirim ke Cina untuk mengikuti latihan.

Modernisasi ini terlebih lagi militernya, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Karena perlakuan khusus para tentara yang mendapatkan kesempatan belajar itu membuat iri yang lain. Pada tahun 1881, sebuah plot politik dimulai untuk menjatuhkan Min, menggeser Gojong yang duduk sebagai Raja dengan memberikan posisi raja kepada anak ke tiganya Yi Jae-son oleh Heungson Daewangun. Mendengar hal itu, Min marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena Heungson Daewangun adalah ayah sang raja. Pemberontakan para bangsawan dan perwira militer dibawah pimpinan Pangeran Besar Heungseon pada tahun 1882 membuat pengaruh Jepang di Joseon kian kuat. Tanpa sepengetahuan ratu Min, pihak Jepang secara rahasia menyuruh Gojong menandatangani perjanjian tentang penyerahan uang ganti rugi yang dialamai oleh tentara Jepang sebesar 550.000 yen pada saat pemberontakan berlangsung, dan memperbolehkan pasukan Jepang menjaga kedutaan Jepang di Seoul. Ketika Min mengetahui tentang perjanjian itu, ia segera bertindak dengan memperbaharui perjanjian dengan Cina, dengan memberikan hak istimewa, menutup pelabuhan-pelabuhan agar tidak dapat diakses oleh orang Jepang. Mengambil panglima-panglima besar Cina untuk mengontrol kesatuan perang Korea, dan mengambil penasehat kelautan yang berasal dari Jerman yang bernama Paul George Von Moellendorff. Dua partai besar saat itu, Saedaedang dan partai progresif sedang marak-maraknya dengan kegiatan pro-barat tetapi sang ratu harus berbalik melawan partai progresif yang dinilai anti-cina, menurut mereka jika ingin mempercepat westernisasi di Korea, Korea harus memutuskan ikatan apapun yang terjalin dengan Cina. Sang ratu tidak mau itu terjadi, beliau ingin Korea maju secara perlahan agar tidak syok dengan kultur asing yang akan mereka terapkan, terlebih lagi sang ratu adalah anggota partai Saedaedang yang pro-cina dan juga pro-westernisasi

Setelah berbagai konflik yang timbul demi merealisasikan pembaharuan di Korea, akhirnya mereka menikmati ketenangan. Dengan pasukan Jepang berada di luar Jeoseon dan pasukan Cina turut menjaga keamanan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Oleh karena itu perubahan tatanan kehidupan masyarakat ke arah westernisasi tetap dilanjutkan, rencana-rencana itu salah satunya adalah membangun sekolah untuk kalangan elit yang telah direncanakan sejak tahun 1880 tetapi baru dilaksanakan tahun 1885 setelah mendapat ijin dari ratu Min. Kemudian Yugyong Kung-won didirikan, dengan bantuan misionaris dari Amerika Dr. Homer B. Hulbert dan tiga orang misionaris lainnya yang mengatur kurikulum sekolah. Mereka belajar dengan menggunakan bahasa Inggris dan buku pelajaran yang ditulis dengan bahasa Inggris. Pada bulan Mei, ratu Min juga membangun sekolah khusus untuk wanita dan diberi nama Euwha Akademi, kini menjadi Universitas Ewha yang dinilai sangat prestigius dan elit di Asia. lalu sekolah-sekolah lain bermunculan seperti Baekje Akademi, dan sekolah khusus laki-laki Kyeongshin Akademi. Bukan hanya itu saja yang dilakukan oleh sang ratu, dengan banyaknya misionaris asing datang ke Korea, agama Kristen pun mulai masuk dan berkembang sangat pesat. Tidak seperti yang dilakukan oleh Heungseon Daewangun yang menekan/tidak memperbolehkan penyebaran agama baru, beliau tidak melihat ancaman dari doktrin Kristen yang mengganggu ajaran moral konfusianisme tersebut.

Ratu memanggil Dr. Horace N.Allen dan dia meminta agar para misionaris lainnya bisa dipekerjakan sebagai pegawai pemerintah. Dia jugalah yang memperkenalkan ilmu pengobatan modern pada ratu dan membuka klinik modern pertama bernama Gwanghyewon pada bulan februari. Karena semakin banyak misionaris yang datang dan menyebarkan agama Kristen, semakin banyak pula orang Korea yang menganut ajaran tersebut, kemudian dibangunlah gereja-gereja di Seoul. Bangsa barat ini juga membuat kontribusi lainnya tentang faham kesejajaran, kemerdekaan, dan juga hak asasi manusia. Begitupula dengan musik, alat musik barat diperkenalkan pada masyarakat, dan konsep belajar musik barat diambil untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Perubahan lainnya diterapkan dibidang militer dan juga ekonominya. Tak terasa perkembangan militer Korea menjadi sangat kuat bahkan Jepang sendiri takut dengan keadaan seperti itu.

Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Raja Gojong, yang termasuk peristiwa-peristiwa besar yang kelak akan mengubah sejarah Joseon. Berikut ini adalah peristiwa-peristiwa yang dicatat sejarah: 

- Pembantaian umat Katholik, pada tahun 1864 oleh Pangeran Besar Heungseon.
Pada masa ini sebanyak 8000 orang Katolik tewas terbunuh termasuk beberapa misionaris Perancis.

- Perang antara Joseon dan Perancis pada tahun 1866.
Perancis meng-invasi Pulau Ganghwa untuk membalas penghukuman mati pastur Perancis yang menyebarkan agama Katolik di Korea. Perang yang berlangsung selama hampir enam minggu ini merupakan perang pertama antara Korea dengan Dunia Barat. Perancis kalah perang dan terpaksa mundur.

- Joseon membuka pelabuhan-pelabuhan dan memperbaharui hubungan dagang dengan Jepang pada tahun 1876.
Pemerintah Jepang yang terobsesi menyaingi kekaisaran Eropa dengan memakai tradisi perjanjian-timpang mengirin kapal perang Unyo ke Busan dan kapal perang lainnya ke teluk Yonghung dengan alasan alih perjalanan. Karena itu Korea terpaksa membuka pintu masuk jalur laut untuk Jepang. Kapal perang Unyo mengadu untung di perairan kepulauan Ganhwa yang sengaja dibatasi membangkitkan serangan dari tepi pantai Korea dan terjadi kerusuhan. Unyo langsung melarikan diri, tapi insiden ini dipakai oleh orang Jepang untuk membuka paksa perjanjian dengan pihak Korea. Pada tahun 1876, kapal angkatan perang Jepang dan seorang utusannya didatangkan untuk mengurusi perjanjian ini. Berbagai pelabuhan dibuka untuk melayani jalur perdagangan Jepang, yang mengakibatkan pedagang-pedagang Korea rugi, dan Jepang meraup untung besar.

- Pembukaan hubungan diplomatik dengan Rusia untuk pertama kali, bahkan konsul Rusia di Seoul, Karl Ivanovich Weber, mengembangkan hubungan persahabatan dengan Raja Gojong secara pribadi. 

- Pemberontakan Pangeran Besar Heungseung pada tahun 1882. Anggota militer dan bangsawan senior tidak senang dengan reformasi teknologi militer terbaru. Mereka marah dan menyerang rumah Min Kyeong-ho yang masih kerabat ratu dan juga pimpinan pasukan khusus tersebut. Kemudian pemberontak itu mencari bantuan pada Heungseon Daewangun, lalu ia mengambil alih kesatuan militer lama yang datang padanya. Ia memerintahkan untuk menyerang daerah administratif Seoul yang terletak di istana Gyeongbuk, markas hubungan diplomatik, pusat kajian militer, dan lembaga ilmu pengetahuan. Tentara menyerang kantor polisi untuk membebaskan kawan yang sudah ditangkap dan lalu memulai mengobrak-abrik perkebunan dan rumah besar pribadi keluarga Ratu. Kesatuan-kesatuan pemberontak ini mencuri senapan dan alat-alat perang lainnya dan mulai membunuh satu-persatu staff pengajar militer Jepang, hampir saja mereka membunuh sang utusan Jepang yang akan datang ke Seoul dan kabur ke Incheon. Pemberontak itu juga menyerang masuk ke dalam kerajaan, untungnya ratu dan raja menyamar dan mereka bisa melarikan diri ke Jeongju, dirumah salah satu kerabatnya untuk bersembunyi sementara waktu. Banyak pendukung ratu Min dihukum mati ketika Heungseon Daewangun mengambil alih kekuasaan dari istana Gyeongbuk. Ia membubarkan apa saja yang telah dibentuk oleh sang ratu, mengisolasi Korea, mengusir Cina dan Jepang keluar dengan paksa dari ibukota. Li Hung-chang dengan izin utusan Korea di Beijing mengirimkan 4.500 orang tentara Cina untuk membantu mengamankan Korea dan menangkap Heungseon Daewangun lalu dibawa ke Cina dengan tuduhan pengkhianatan. Min dan suaminya raja Gojong kembali ke istana dan melakukan pemulihan kekuasaan dan menghapus peraturan-peraturan yang dibuat oleh Heungseon Daewangun.

- Pemberontakan Donghak pada 1894 yang dipimpin oleh Jeon Bong-joon. Pemberontakan ini adalah buntut kekecewaan kepada pemerintah serta pergolakan sosial. Pemberontakan dimulai pada 8 Januari 1984 saat Joen Bong-jun bersama dengan seribu petani dan penganut agama Donghak menyerang kantor pemerintahan Gobu. Mereka berhasil menduduki kota Jeonju dalam waktu 1 bulan. Pemberontakan dapat dipadamkan oleh Jepang yang saat itu telah mulai mencampuri urusan dalam negeri Joseon. Jeon Bong-joon berhasil ditangkap dan dieksekusi pada tahun 1895.

- Pembunuhan Ratu Min (Permaisuri Raja Gojong) pada tahun 1895. Ini adalah pembunuhan anggota keluarga kerajaan paling terkenal dan tragis di era Joseon setelah peristiwa kematian Pangeran Sado. Prajurit Jepang menyerbu istana dan membunuh para pengawal, kasim, dan dayang-dayang istana. Para dayang Ratu Min berbaris dengan anggun dan mempertahankan kehormatan mereka sebagai dayang istana, dan kemudian dieksekusi satu persatu dengan pedang oleh para prajurit Jepang. Kemudian Ratu Min juga dibunuh. Saat mendengar kekacauan, ratu yang telah siap dengan semua kemungkinannya kemudian segera mengenakan pakaian kebesaran sebagai Ratu Joseon. Saat bertemu dengan para pembunuh Jepang, sang ratu menghardik dan menuntut hormat sebagai seorang Ratu Joseon dari mereka. Semua yang tertulis dalam buku sejarah Korea adalah ratu dibunuh, dan mayatnya dibakar. Tapi kejadian yang sesungguhnya bukan seperti itu. Setelah diselidiki, ratu Min sebelum ajalnya ditelanjangi, dianiaya, dan diperkosa. Kemudian dalam keadaan masih hidup tubuhnya di siram minyak sebelum akhinya dibakar hidup-hidup. Jepang membunuh Ratu Min karena ratu Min berniat untuk mendepak kolonialisasi Jepang di Korea. 

Sebuah dokumen penting tentang peristiwa ini akhirnya ditemukan oleh Amabe Gentaro, seorang ahli sejarah Jepang. Dari sinilah diketahui tentang kekejaman pembunuhan sang ratu, dokumen ini dikenal sebagai Eijoh Report (Laporan Eijoh). Sekitar jam 5:30 sore, pada bulan Oktober tanggal 18 tahun 1895. Sekumpulan prajurit Jepang diperlengkapi dengan peralatan perang bertugas dalam operasi khusus untuk membunuh ratu Min. Para pembunuh tersebut memasuki istana Gyeongbuk dengan sedikit mengalami kesulitan karena pada saat itu istana dalam penjagaan prajurit. Mereka membunuh Hong Gae-hoon, komandan satuan unit penjagaan beserta anak buahnya yang berusaha membarikade para pembunuh itu masuk ke dalam istana. Raja Gojong pada saat itu menolak interupsi yang datang secara mendadak menyerang kediamannya, namun dia dikalahkan oleh para prajurit Jepang tersebut. Pakaian sang raja terkoyak. Putera Gojong, sang pangeran yang berlari ke pangkuan ayahnya ditarik rambunya dan dilemparkan ke latai kemudian dipukuli. Kelompok yang lainnya mulai menyusup masuk ke kediaman sang ratu. Menteri kerajaan Lee Gyung-Shik yang juga berusaha menghentikan aksi pembunuh-pembunuh itu malah ditebak ditempat, lalu mayatnya dimutilasi dihadapan raja Gojong. Sang ratu pun di seret dan dibawa kehalaman istana Gyeongbuk, ditelanjangi, diperlakukan tidak senonoh dibagian kemaluannya, diperkosa, dan kemudian dibakar hidup-hidup.

Peristiwa ini menyebabkan Raja dan Putra Mahkota harus mengungsi ke kedutaan besar Rusia di Seoul. Di katakan kalau raja Gojong tetap setia pada ratu Min, malah setelah kematian istrinya itu sang raja mengurung diri di kamarnya selama berminggu-minggu, menolak untuk melaksanakan tugas-tugasnya, hingga menyebabkan Jepang punya kekuasaan lebih untuk mengatur Korea. Heungseon Daewangun yang mulai mendapatkan kekuasaannya lagi mendekati Gojong untuk menandatangani perjanjian untuk membantu pihak Jepang untuk menurunkan status ratu Min menjadi warga biasa. Tapi menurut para pelajar, saat itu Gojong mengatakan, “Lebih baik aku mengiris lenganku dan membiarkan darahnya mengalir daripada mempermalukan seorang wanita yang telah menyelamatkan kerajaan ini.” Dengan kesal, Raja Gojong menolak menandatangani surat tersebut dan mengusir mereka.

- Gojong memproklamirkan berdirinya Kekaisaran Han Raya pada tahun 1897 atas lepasnya Joseon dari pengaruh kekuasaan Qing. Ratu Myeongseong, yang oleh raja dijadikan simbol kedaulatan Joseon, berhasil memicu keinginan masyarakat akan kebebasan dan kemerdekaan.

- Perang Sino-Jepang (1904-1905)

- Perjanjian Protektorat antara Korea dan Jepang pada tahun 1905, yang membuat Korea menjadi protektorat Jepang dan dilucuti haknya sebagai bangsa merdeka.

Raja Gojong mengirimkan perwakilannya ke Konvensi Perdamaian 1907 di Den Haag, Belanda, untuk kembali menegaskan kedaulatannya atas Korea. Meskipun perwakilan Korea ditahan oleh delegasi Jepang, mereka tidak menyerah, dan kemudian mereka diwawancara oleh media surat kabar. Salah satu delegasi AS mengkritik ambisi Jepang di Asia: "Amerika Serikat tidak menyadari kebijakan Jepang di Timur Jauh dan apa yang akan ia lakukan terhadap orang Amerika. Jepang mengadopsi kebijakan yang pada akhirnya akan memberikannya penguasaan penuh atas perdagangan dan industri di Timur Jauh. Jepang menantang Amerika dan Inggris. Jika Amerika tidak memperhatikan Jepang dengan seksama, maka Jepang akan memaksa Amerika dan Inggris keluar dari Timur Jauh." Gojong lalu dipaksa melepaskan tahtanya kepada putranya, Sunjong.

Setelah turun tahta, Kaisar Gojong dijadikan tahanan rumah di Istana Deoksu oleh Jepang. Kaisar Gojong wafat pada tanggal 21 Januari 1919 di istana itu. Ada banyak spekulasi bahwa ia diracuni pejabat militer Jepang.

Raja Gojong memerintah Joseon saat Raja Edward VII telah memerintah Inggris. Gojong juga memerintah sebagai raja Joseon ketika Czar Nicholas II Romanov memerintah sebagai kaisar Rusia. Ia juga hidup saat revolusi Bolzhevic melanda Rusia yang melengserkan monarki Rusia. Gojong hidup dimasa yang sama saat wangsa Savoia sempat menguasai Spanyol namun takhta Spanyol dapat direbut kembali oleh wangsa Bourbon. Ia juga memerintah saat Raja Chulalangkorn menjadi raja Thailand. Ia juga memerintah Joseon saat Raja Manuel II memerintah Portugal sebagai raja Portugal yang terakhir sebagai akibat dari revolusi Portugal. Gojong hidup dimasa yang sama dengan masa-masa awal Soekarno menentang Belanda. Gojong merupakan penguasa Joseon saat Theodore Roosevelt menjadi presiden Amerika. Gojong juga hidup dimasa yang sama dengan R.A.Kartini, dan saat terjadinya Perang Aceh.

Kisah tentang Raja Gojong sempat diceritakan dalam serial drama "Jejoongwon", dan "Time Slip Dr.Jin" (ketika dia masih kecil, dan dibintangi oleh Song Seung Hoon, Lee Beom Soo, dan Kim Jae Joong). Drama atau film lainnya yang berlatarkan era Gojong adalah "Empress Myeongsung", film "Korean Peninsula", film "Ga Bi" (Dibintangi oleh aktor Kim Hee Soon dan aktor Jo Sang Mo), drama "Gunman Of Joseon" (dibintangi oleh aktor Lee Joon-ki), drama "The Merchant: Gaekju" (dibintangi oleh aktor Janghyuk), film "Kundo: The Age Of Rampant" (dibintangi oleh aktor Kang Dong-won), dan film fenomenal "The Sword With No Name".






2. RAJA SUNJONG (KAISAR YUNGHUI)

Beliau lahir pada 25 Maret 1874 dengan nama Yi-cheok, ia merupakan kaisar terakhir dari Dinasti Joseon dan Kekaisaran Han Raya di Korea. Beliau memerintah dari tahun 1907-1910. Ia merupakan putra keempat Raja Gojong (Kaisar Gwangmu). Ia wafat pada tanggal 24 April 1926 di Changdeokgung. Ia dimakamkan dengan kedua istrinya di pemakaman kerajaan Yureung (유릉) di kota Namyangju.

Putra Mahkota Yi Cheok diangkat menjadi Kaisar Yung-hui ketika Jepang memaksa abdikasi Kaisar Gwangmu dan pemerintahannya berakhir dengan Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea pada tahun 1910. Setelah Perjanjian Aneksasi, Kaisar Sunjong menjadi tahanan di Changdeokgung oleh Jepang, dan dimulailah era pendudukan Jepang.

Raja Sunjong memerintah Joseon saat Raja Edward VII masih memerintah Inggris. Sunjong juga memerintah sebagai raja Joseon ketika Czar Nicholas II Romanov memerintah sebagai kaisar Rusia. Ia juga hidup saat revolusi Bolzhevic melanda Rusia yang melengserkan monarki Rusia. Gojong hidup dimasa yang sama saat wangsa Savoia sempat menguasai Spanyol namun takhta Spanyol dapat direbut kembali oleh wangsa Bourbon. Ia juga memerintah saat Raja Chulalangkorn menjadi raja Thailand. Ia juga memerintah Joseon saat Raja Manuel II memerintah Portugal sebagai raja Portugal yang terakhir sebagai akibat dari revolusi Portugal.

Tidak banyak drama atau film yang menceritakan tentang dirinya, namun beliau sering muncul dalam drama yang menceritakan tentang ayahnya, Raja Gojong, atau tentang Maharani Min. Dia sempat muncul dalam film Korean Peninsula, dan juga dala film Ga Bi. Dia selalu diceritakan sebagai putra mahkta yang bernasib buruk karena karena harus menyaksikan ayahnya menandatangani perjanjian sebagai negara bawahan.




AKHIR DINASTI

Ratusan tahun yang lalu, saat Joseon didirikan oleh Yi Seong-gye, atau pada masa Raja Taejong yang brilian dalam banyak hal dan Raja Sejong Yang Agung, atau pada saat Raja Sejo mengambil alih tahta melalui kudeta berdarah, terlebih lagi pada saat Raja Sukjong yang kuat itu berkuasa, sepertinya tidak ada satupun dari mereka yang pernah berpikir bahwa Joseon akan jatuh secara menyakitkan, bukan oleh dinasti Yuan yang besar, bukan oleh dinasti Ming yang kaya, bukan juga oleh dinasti Qing yang kuat, melainkan oleh Jepang yang sejak awal Joseon berdiri dan bahkan sejak ratusan tahun sebelum Joseon dibentuk, merupakan negara yang selalu mengadopsi teknologi dari Korea.



Didahului oleh:

Postingan lain tentang Joseon:

Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
- Hanok, Where Science Meets Art; Jung Dong-muk; Korea (magazine) Edisi Maret, 2011
- Gyeongbuk Palace; Korea Tourist & Culture Department
- Chandeok Palace; Korea Tourist & Culture Department
- Korea Travel Guide; Korea Be Inspired
- Shaping Korea For 21st Century; Tariq Hussein
- Design Seoul Story
- Korea Food & Stories; Korea Tourist & Culture Department
- East Asia And 15th-19th Century Joseon; Kang Sung-ho; Sunchon National University
- Unexpected Treasures From Asia; National Library Of Australia; Edisi Juni 2011
- Joseon King's Personal Belief in Buddhism And Its Political Significance; Pu Nam Chul; Youngsan University
- Jongmyo (Royal Shrine): Iconography Of Korea; Han Eun-ri
- Joseon's Royal Heritage (500 Year of Splendor); Korea Essential No.7; Korea Foundation
- Marginalization Of Joseon Buddhism And Methods Of Research; Thomas Kim Sung-eun
- Verivication Of The Calender Days Of The Joseon Dynasti; Lee Ki-won, Ahn Young-sook, Min Byeong-hee; Journal Of Korean Astronomical Society; 2012
- Portrait Of The Joseon Dynasti; Journal Of Korean Art Vol.5; 2011



Sumber Website:
www.inisajamo.blogspot.com
www.kbs.co.kr


Beberapa paragraf disadur dari:
wikipedia.com


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tuesday, 18 April 2017

KERAJAAN SILLA (PENYATUAN TIGA KERAJAAN)





Ide awal mempersatukan Semenanjung Korea disinyalir berawal dari Raja Jinheung (raja Silla ke-24), walaupun ide ini juga diutarakan oleh pendahulu-pendahulunya dan juga raja-raja Goguryeo dan Baekje. Tapi, Raja Jinheung adalah raja yang sangat serius dengan gagasan ini, dan mempersiapkan jalannya dan juga penerus-penerusnya untuk mempersatukan Korea.

Raja Jinheung adalah seorang politikus dan ahli strategi yang hebat. Dia mulai menunjukkan ambisinya untuk mempersatukan Korea saat dia dipercayakan untuk menjalankan roda pemerintahan dari ibunya karena telah cukup umur. Kebijakan ekspansi militernya ini awalnya ditentang oleh para bangsawan dan pejabat istana yang tidak menghendaki Silla berperang karena sejak awal kerajaan ini adalah kerajaan yang cinta damai sehingga bersikap pasif (hanya berperang saat diserang) dan lebih mementingkan penguatan hubungan diplomatik. Namun, Jinheung berpendapat bahwa semua hubungan diplomatik tidak akan selamanya menguntungkan Silla dan Silla akan kembali diserang. Mengacu pada era sebelumnya saat Goguryeo dipimpin oleh Raja Gwangaeto “Yang Agung” dimana kerajaan ini menunjukkan ambisi besar sebagai penguasa tunggal Semenanjung Korea, maka Raja Jinheung menganggap jika lebih tepat bila upaya penyatuan ini dimulai oleh Silla ketimbang kelak harus menerima kenyataan bahwa kerajaan Silla justru menjadi kerajaan yang dihancurkan oleh kerajaan lain yang melakukan upaya penyatuan semenanjung. Sebenarnya, alasan lain mengapa ide ekspansi Jinheung ini ditentang oleh oposannya adalah karena para bangsawan ini tidak mau jika kekuasaan raja semakin besar, karena sejak system monarki turun-temurun diterapkan maka otomatis pengangkatan raja berdasarkan musyawarah yang diterapkan sejak Silla berdiri dihilangkan. Namun, berkat dukungan kuat pejabat-pejabat militer, kebijakan Jinheung melakukan ekspansi militer bisa diwujudkan.

Semua pengganti Jinheung meneruskan kebijakan ekspansinya, namun putranya, Raja Jinji, dikudeta saat baru 2 tahun memimpin sehingga belum sempat melakukan banyak hal sepanjang masa pemerintahannya.

Di-masa pemerintahan cucu Jinheung, Raja Jinpyeong, Silla banyak berbenah. Beliau melakukan restorasi diseluruh lini pemerintahan Silla dan memperkuat angkatan perang Silla termasuk memperkuat armada perang Silla dengan membangun galangan-galangan kapal di kota-kota pesisir pantai sehingga pada saat itu angkatan perang Silla sudah sama kuat dengan Baekje dan lebih kuat dari Jepang.

Penerus-penerus Jinpyeong, Ratu Seondeok dan Ratu Jindeok, juga mengambil kebijakan jangka panjang yang mendukung ekspansi Silla ke dua kerajaan lain. Tapi, kebijakan kedua ratu Silla ini lebih condong ke penguatan hubungan diplomatik dengan Tang.

Upaya dari raja dan raja terdahulu Silla untuk mempersatukan Korea diwujudkan oleh Raja Muyeol, dan diselesaikan oleh putranya, Raja Munmu.

Inilah riwayat kedua raja pemersatu Korea tersebut (nomor urut disesuaikan dengan urutan masing-masing raja memerintah sebagai Raja Silla).






29. RAJA TAEJONG MUYEOL

Raja Taejong Muyeol adalah penguasa ke-29 Kerajaan Silla. Raja Taejong Muyeol lebih dikenal hanya dengan nama Raja Muyeol, untuk membedakannya dengan Raja Taejong Yi Bang-won dari Joseon. Raja Muyeol lahir pada tahun 604 dan diangkat menjadi raja Silla setelah kematian bibinya, Ratu Jindeok, pada tahun 654 ketika beliau berusia 50 tahun. Beliau memerintah Silla selama 7 tahun (654-661). Raja Muyeol menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. 

Nama lahir Raja Muyeol adalah Kim Chunchu. Beliau adalah putra tunggal dari Kim Yongsu (putra sulung Raja Jinji dan adik Kim Yongchun) dengan Putri Cheonmyeong (putri Raja Jinpyeong dan saudari kandung Ratu Seondeok). Artinya, Raja Muyeol adalah cucu Raja Jinpyeong (maternal) dan Raja Jinji (paternal), dan keponakan Ratu Seondeok dan Ratu Jindeok.

Dalam sejarah, Raja Muyeol adalah salah-satu dari dua raja di Korea yang dikenal paling pandai berdiplomasi. Seorang raja lainnya yang mendapatkan predikat ini adalah Raja Gwanghae dari Joseon. Berbeda dengan Raja Gwanghae yang kemahiran berdiplomasinya dibuktikan oleh kesuksesan beliau meluputkan Joseon dari serangan bangsa-bangsa asing, maka Raja Muyeol adalah raja yang sukses melibatkan bangsa asing untuk melawan musuh-musuhnya dan bahkan mengusir bangsa asing lainnya dari Korea.

Sebagai seorang diplomat yang pernah tinggal di luar-negeri, Raja Muyeol menjadi Raja Silla yang namanya paling banyak ditemukan didalam catatan-catatan kuno dari Tiongkok dan Jepang. Nama Muyeol ditemukan dalam catatan-catatan Tiongkok sejak masa pemerintahan Kaisar Taizong dari Kekaisaran Tang, sedangkan di Jepang, nama Muyeol dapat ditemukan dalam catatan klasik “Nihon Shoki” sebagai seorang diplomat Silla yang diutus ke Jepang pada tahun 647, dimasa pemerintahan Kaisar Gotoku. Catatan Nihon Shoki juga menggambarkan penampilan dan wajah Raja Muyeol (saat itu masih sebagai Pangeran Kim Chunchu) sebagai “seorang diplomat yang berwajah cantik dari Korea/Silla”. Gambaran mengenai wajah Muyeol ini cukup mengagumkan sebab saat itu Muyeol telah berusia 43 tahun.



Istri-istri Muyeol adalah:

1.Putri Bora

Putri Bora adalah cucu Mishil dan Seolwon, dan putri Sulung Bojong (Pungwolju ke-16) dengan Putri Yangmyeong (anak raja Jinpyeong).
Pernikahan kedua pasangan ini menghasilkan dua orang anak, sayangnya Putri Bora meninggal saat melahirkan anak kedua. Putri Bora meninggal diusia muda sebelum Muyeol menjadi raja sebab statusnya dalam Hwarang Sagi tertulis sebagai seorang “Gungju” atau putri, bukannya “Wang-hu” yang artinya ratu.

Dalam catatan Samguk Sagi Putri Bora tidak ditulis memiliki anak (yang hidup hingga dewasa), tapi dalam catatan Hwarang Sagi Putri Bora ditulis memberikan Raja Muyeol anak perempuan yang bernama Putri Gotaso. Dalam catatan Samguk Sagi, Putri Gataso disebutkan sebagai anak Raja Muyeol dengan Ratu Munmyeong, bukan dengan Putri Bora. 

Putri Gotaso adalah putri kesayangan Raja MuyeolPutri Gotaso memiliki kisah hidup yang menyedihkan namun mengagumkan. Putri Gotaso adalah putri pertama dan putri kesayangan Chunchu. Beliau menikah dengan seorang jenderal keturunan Gaya yang bernama Kim Phum-seok (putra dari Jenderal Kim Pheum-il). Pada tahun 642, pasukan Kerajaan Baekje kembali menyerang wilayah Silla dan mengepung benteng Daeyaseong (wilayah Hapcheon, bekas wilayah Daegaya) padahal saat itu Silla dan Baekje sedang dalam perjanjian damai. Disaat yang sama, Putri Gotaso juga sedang berada disana. Pasukan Kim Phum-seok sudah terkepung disegala penjuru oleh tentara Baekje, tapi bukan itu membuat Kim Phum-seok tersudut melainkan berita bahwa sekutu-sekutu mereka, yang seharusnya datang membantu mereka, menyerah pada musuh. Berita ini menjatuhkan mental pasukannya. Ajudannya lalu meminta Kim Phum-seok untuk menyerah agar tentaranya tidak dibantai tapi Kim Phum-seok menolak. Diluar dugaan, Kim Phum-seok membuka pintu gerbang benteng. Rupanya dia menyuruh prajuritnya agar keluar dari benteng dan menyelamatkan diri. Setelah itu, Kim Phum-seok masuk kembali kedalam benteng, mencari istrinya dan bunuh diri dengan istrinya agar tidak ditawan musuh. Benteng Daejeong pun jatuh ke pasukan Baekje. Pasukan Baekje tidak mengembalikan tubuh Kim Phum-seok dan Putri Gotaso ke Silla melainkan memenggal dan membawa kepala mereka ke istana Sabi untuk dipersembahkan kepada raja sekaligus dipertontonkan ke khayalak umum.

Muyeol sangat syok mendengar kematian putrinya dan menangis sambil bersandar di sebuah pilar di benteng Daeyangseong yang ramai dilewati orang-orang. Orang-orang bahkan tidak mengetahui bahwa itu adalah Muyeol. 

Benteng Daeyangseong berhasil direbut kembali oleh Jenderal Kim Yushin tidak lama setelah peristiwa itu, namun Muyeol harus menunggu selama 5 tahun untuk memperoleh kembali dan menguburkan jenasah putri kesayangan dan menantunya itu karena baru pada tahun 647 pihak Baekje mau menukar delapan jenderal Baekje yang ditawan oleh Silla dengan kepala Putri Gotaso dan Kim Phum-seok.

Muyeol lalu berjanji akan menghancurkan Baekje hingga tidak bersisa apa-apa dari kerajaan itu. Janji Muyeol ini lalu di-tunaikan olehnya 13 tahun kemudian ketika dia menjadi Raja Silla yang kemudian menghancurkan dan meruntuhkan kerajaan Baekje.




2. Ratu Munmyeong

Ratu Munmyeong adalah adik Kim Yushin. Nama lahir Ratu Munmyeong adalah Kim Mun-hee. Pernikahan Raja Muyeol dan Ratu Munmyeong diawali oleh kisah cinta yang hampir berakhir dengan tragedi.

Dikisahkan bahwa awalnya Munhee-lah yang jatuh cinta pada Muyeol namun Muyeol tidak tertarik menikahinya sebab hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Pada saat itu, Muyeol sering bertandang ke rumah Yushin untuk berlatih pedang dan dalam suatu kesempatan Yushin yang selalu mengalahkan Muyeol merobek baju Muyeol saat bertarung. Munhee dan adiknya, Bohee lalu menjahitkan baju Chunchu. Sang adik pun berusaha mendekatkan Munhee dengan Muyeol. Muyeol lalu jatuh cinta pada Munhee dan sering mengajak bertemu. Tak lama kemudian, Munhee hamil.

Kim Yushin marah besar mendengar kehamilan ini. Ia lalu menyusun kayu dihalaman rumahnya dan menarik Munhee kedekat tumpukan kayu yang telah dibakar itu sambil memaksa Munhee mengatakan siapa yang menghamilinya namun Munhee menyangkalnya. Rupanya, asap yang muncul dari kayu yang dibakar Yushin ini terlihat oleh Ratu Seondeok yang sedang berjalan-jalan ke bukit yang letaknya lebih tinggi dari rumah Kim Yushin. Ratu Seondeok pun bertanya-tanya ada apa gerangan. Setelah mengatehui bahwa asap itu dari rumah Yushin, ratu pun bertanya pada para pengawalnya perihal Kim Yushin. Para pengawalnya menceritakan tentang gosip mengenai kehamilan Muhee.

Ratu yang cerdas ini mendengar dan mempelajari semua informasi yang baru diperolehnya dan tiba pada kesimpulan bahwa “Kim Yushin akan membunuh Munhee sebab adiknya itu hamil tanpa memiliki suami”. 

Ratu lalu melihat ke sekelilingnya, ke orang-orang yang berada bersama dengannya saat itu untuk mencari 'tersangka'-nya, dan ratu pun melihat Muyeol yang wajahnya sepucat orang mati. Ratu lalu dengan cepat mengambil kesimpulan bahwa Muyeol lah yang menghamili Munhee dan berkata pada Muyeol, "Kau rupanya. Cepat pergi dan selamatkan gadis itu!"

Muyeol lalu memacu kudanya menuju kediaman Kim Yushin, dan belum lagi tiba di rumah Yushin, Muyeol pun berteriak, "Perintah Ratu, perintah ratu!! Jangan bunuh gadis itu!!"

Nyawa Munhee akhirnya bisa diselamatkan dan Ratu Seondeok lalu memerintahkan Muyeol segera menikahi Munhee. Tak lama kemudian upacara pernikahan keduanya pun dilangsungkan.

Munhee kemudian diberi gelar Ratu Munmyeong setelah Muyeol naik tahta dan memberinya seorang putri, yaitu Putri Jiso (kelak menikah dengan Kim Yushin), dan enam putra, yaitu:

- Kim Beopmin (Raja Munmu), putra pertama Muyeol.
Dia adalah putra yang paling sering menemani Muyeol selama karir Muyeol sebagai diplomat Silla. Dia juga adalah putra Muyeol bersama dengan ayahnya itu selama berada di Chang’an (ibukota Kekaisaran Tang) dan di Jepang.

- Kim Inmun, putra kedua Muyeol.
Pangeran Inmun adalah putra Muyeol yang paling terkenal selain Raja Munmu. Mengikuti jejak ayahnya, Pangeran Inmun juga menjadi seorang diplomat. Dia adalah utusan yang diutus Ratu Jindeok ke istana Tang untuk melobi pihak Tang agar menekan Baekje. Negosiasi Pangeran Inmun berhasil sehingga selama masa pemerintahan Ratu Jindeok, Silla bisa dengan tenang memulihkan keadaan pasca pemberontakan Bidam. Pada masa perang penyatuan Tiga Kerajaan, Pangeran Inmun lebih sering berada di Chang’an sebagai penghubung antara pihak Silla dengan istana Tang. Setelah Muyeol meninggal dan digantikan oleh Kim Beopmin sebagai Raja Munmu, Pangeran Inmun diutus oleh kakaknya untuk berada di Tang. Peran Pangeran Inmun sangat besar. Dia adalah orang yang berjasa saat meyakinkan Kaisar Gaozong untuk kembali menyerbu Goguryeo pada tahun 667 padahal Tang sudah dua kali kalah secara memalukan dari Goguryeo. Setelah Tiga Kerajaan Korea bersatu, Pangeran Inmun terlibat dalam pusaran perselisihan antara Tang dengan Silla yang membuatnya berada dalam situasi terjepit. Saat itu, Kaisar Gaozong mengangkat Kim Inmun sebagai raja Silla dan mengirimnya ke Silla bersama dengan sepasukan besar tentara Tang sebagai respon kaisar atas keputusan Munmu yang mengusir pasukan Tang dari Korea. Pangeran Inmun tidak bisa menolak sebab nyawanya terancam. Dia terpaksa menuruti kemauan kaisar. Jauh di Silla, rupanya sang kakak memahami keadaan Pangeran Inmun, sehingga Raja Munmu menarik keputusannya. Tapi, Kaisar Gaozong kembali berulah dengan mengirim sepasukan tentara Tang yang berkoalisi dengan bangsa Mohe untuk menaklukan Silla dan merebut Semenanjung Korea. Pangeran Inmun, yang mengetahui hal ini, mengirim pesan rahasia pada kakaknya mengenai rencana kaisar. Upaya-upaya Pangeran Inmun dalam menyelamatkan negerinya berhasil. Pesan yang dikirimnya tiba sebelum terlambat sehingga kakaknya bisa memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan pasukan. Pasukan Silla memenangkan pertempuran. Kemenangan ini membuat tidak ada lagi pasukan Tiongkok yang menyerbu ke wilayah Korea. Korea memang ditaklukan oleh Kekaisaran Yuan, tapi saat itu Yuan bukanlah berasal dari Tiongkok melainkan dari Mongol. Selain itu, Kekaisaran Ming juga tidak sempat memasuki Korea pada masa pemerintahan Raja Woo dari Goryeo. Korea baru bisa ditaklukan oleh Tiongkok saat Joseon menjadi negara bawahan Kekaisaran Qing akibat kalah perang pada hampir seribu tahun setelah kekalahan balatentara Tang dari Silla.
Pangeran Inmun tinggal di Tang hingga hari kematiannya. Setelah dia meninggal, dia dianugerahi gelar-gelar kehormatan oleh istana Tang dan juga Silla. Jenasahnya dikirim ke Silla dan disambut oleh keponakannya, Raja Sinmun, yang lalu memakamkannya dengan upacara kerajaan.

- Kim Munwang, putra ketiga Muyeol.
Namanya cukup banyak ditemukan dalam catatan-catatan sejarah yang menuliskan tentang Silla. Sama seperti kakaknya, Kim Inmun, Pangeran Munwang juga sempat menjalani hidup sebagai seorang diplomat. Mungkin selain Kim Inmun, Pangeran Munwang adalah adik yang paling dekat dengan Raja Munmu.
Dia diutus Ratu Jindeok pada tahun 648 ke Tang saat menjabat sebagai Jenderal Pasukan Kiri (dimasa modern tugas Pangeran Munwang ini seperti Atase Militer di luar-negeri). Beliau baru kembali ke Silla pada tahun 655 dan status kebangsawanannya dinaikkan menjadi Ichan dan kemudian pada tahun 658 beliau diangkat sebagai Sijung (setingkat dengan perdana menteri tetapi wewenangnya dibawah Sangdaedung). Pangeran Munwang turut bertempur dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan. Dia terlibat dalam pertempuran melawan Baekje termasuk dalam Perang Hwangsanbeol yang legendaris itu, dan juga saat dia mendampingi kakaknya, Kim Beopmin (Raja Munmu) saat merebut dan memasuki Istana Sabi. Pangeran Munwang meninggal pada tahun 665 ketika Silla diserbu dengan intens oleh Goguryeo. Mungkin saat itu dia meninggal dalam salah-satu serangan Goguryeo. Pangeran Munwang adalah luluhur dari klan Gangreung Kim.

- Kim Nocha, putra kelima

- Kim Ji-gyeong, putra keenam

- Kim Gaewon, putra ketujuh




3. Selir Yeongchang

Selir Yeongchang adalah adik Kim Yushin dan Ratu Munmyeong. Nama lahirnya adalah Kim Bo-hee. Selir Yeongchang dinikahi Muyeol diduga untuk semakin mempererat hubungan kekeluargaan Muyeol dan Kim Yushin. Selir Yeongchang memberikan Muyeol empat putra dan seorang putri. Anak-anaknya bernama:

- Kim Gaejimun, putra keempat Muyeol.
Dalam kitab Hwarang Sagi, sosok Kim Gaejimun disebutkan. Beliau digambarkan sebagai “Kim Sohyeon yang bangkit melalui adik dari Ratu Munmyeong)”. Kim Sohyeon adalah jenderal ternama Silla dan ayah dari Kim Yushin dan Selir Yeongchang. Mungkin ini menjelaskan bahwa Kim Gaejimun memiliki wajah atau sifat yang mirip dengan kakeknya.

- Putri Yoseok, putri kedua Muyeol.
Beliau menikah dengan biksu terkenal Silla, Wonhyo, yang lalu menjadi ibu dari salah-satu sastrawan terbesar Silla, Suljong. Suljong adalah satu dari Tiga Sastrawan terbesar Silla. Dua lainnya adalah Kang Su dan Choi Chi-won.

- Kim Chadeuk, putra kedelapan Muyeol.
Dalam kitab Hwarang Sagi, nama Kim Chadeuk disebutkan dan ditulis sebagai suami dari salah-satu anak perempuan Kim Yongchun (paman dari Muyeol). Namanya juga ditemukan dalam kitab Samguk Yusa yang menceritakan perjalanan-perjalanannya keluar istana dan ibukota.

- Kim Madeuk, putra kesembilan Muyeol.
Dalam kitab Hwarang Sagi, nama Kim Madeuk disebutkan dan ditulis sebagai suami dari salah-satu anak perempuan Kim Yongchun (paman dari Muyeol).

- Kim Intae, putra kesepuluh dan anak bungsu Raja Muyeol.
Kim Intae adalah putra Muyeol yang mendedikasikan dirinya untuk mengabdi sebagai prajurit. Dia menjadi salah-satu jenderal Silla yang hebat dimasanya. Kehebatannya membuat status kebangsawanannya dinaikkan menjadi Gakchan (hampir setara dengan status kebangsawanan Kim Yushin, Gakkan).
Kemampuan Pangeran Intae membuatnya menjadi jenderal Silla yang ditunjuk sebagai Wakil Jenderal Yoo Inwon dari Balatentara Tang dan mendampingi pasukan Tang dalam perang penaklukan Goguryeo. Bersama dengan pasukan Silla-Tang, Pangeran Intae bertempur dalam perang melawan Goguryeo pada tahun 667. Satu tahun kemudian, Goguryeo berhasil direbut. Setelah keruntuhan Goguryeo, Pangeran Intae dikirim ke ibukota Tang sebagai wakil Silla (atase militer Silla di Tang). Dia berangkat bersama dengan pasukan Tang.
Meskipun mengabdi sebagai seorang jenderal, Pangeran Intae tetap diperlakukan sebagai seorang putra bungsu raja. Dia menjadi putra kesayangan Muyeol dan selalu menjadi adik kesayangan kakak-kakaknya. 



Melalui penjelasan diatas, bisa diketahui bahwa Raja Muyeol memiliki 10 orang anak laki-laki. Semua putranya ini diketahui turut berperang dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan. Raja Muyeol sendiri adalah putra tunggal dan merupakan salah-satu anggota dari sedikit sekali anggota keluarga kerajaan yang berasal dari golongan campuran Seong-geol dan Jing-geol. Pada saat sebelum pengangkatan Raja Muyeol, terjadi perdebatan di istana mengenai siapakah pengganti Ratu Jindeok yang paling pantas. Mayoritas bangsawan Silla lebih mendukung Kim Alcheon sebagai calon raja karena status kebangsawanan beliau yang merupakan keturunan raja dari kelas campuran (jing-eol dan seong-geol), pengalaman beliau dalam pemerintahan, dan statusnya sebagai perdana-menteri, namun Jenderal Kim Yushin lebih mendukung Pangeran Chunchu. Alasan Kim Yushin adalah karena sebelumnya Ratu Seondeok telah menunjuk Kim Chunchu sebagai pewaris namun terbentur oleh peraturan kasta kebangsawanan yang membuat Kim Chunchu dan Kim Alcheon masih berada dibawah Ratu Jindeok dalam daftar suksesi. Rupanya, pandangan Kim Yushin ini justru ikut didukung oleh Ratu Jindeok dan Kim Alcheon. Kim Alcheon, yang memang salah seorang abdi Ratu Seondeok yang paling setia dan sahabat Kim Yushin, lalu menyatakan dukungannya pada Pangeran Chunchu dan secara sukarela melepaskan haknya atas tahta Silla, lalu mengganti marganya dari “Kim” menjadi “So” agar luput dari kisruh suksesi dimasa mendatang, baik yang berpotensi menimpa dirinya maupun keluarga dan keturunannya. Dengan demikian, resmilah Pangeran Chunchu diangkat sebagai pewaris tahta Silla, dan kemudian menjadi raja Silla dengan nama Raja Muyeol.

Kebijakan politik utama Raja Muyeol adalah melakukan penguatan otoritas kerajaan dan memperkuat kubu pendukungnya. Prioritas berikutnya adalah memperkuat hubungan diplomatik dengan Dinasti Tang. Hal ini sangat penting karena kebijakan Raja Muyeol selanjutnya adalah memulai ekspansi untuk menyerang dua kerajaan lain di semenanjung, yaitu kerajaan Baekje dan Goguryeo. Dalam sejarah Silla, selain dikenal sebagai tokoh utama penyatuan Tiga Kerajaan, Raja Muyeol juga dikenal sebagai seorang diplomat yang ulung. Diplomasinya semakin mudah karena Raja Muyeol merupakan sahabat dari Kaisar Gaozong saat Raja Muyeol berada di Tiongkok. Raja Muyeol menghabiskan masa-kecilnya di Tiongkok ketika Dinasti Sui masih berkuasa, dan baru kembali ke Silla saat beliau telah remaja. Semasa itulah Raja Muyeol bertemu dan bersahabat dengan Kaisar Gaozong, jauh sebelum sang kaisar naik tahta bahkan sebelum Dinasti Tang stabil berdiri. Ketika Kaisar Gaozong menjadi penguasa Tiongkok, posisi Silla di semenanjung semakin aman karena melalui negosiasinya, Raja Muyeol berhasil menyakinkan Tiongkok bahwa penyatuan Korea justru akan lebih menguntungkan bagi Dinasti Tang. Akhirnya, dimasa pemerintahan Raja Muyeol impian para pendahulunya untuk menyatukan Semenanjung Korea mulai mendekati kenyataan. 

Raja Muyeol berhasil menerapkan kebijakan-kebijakan prioritasnya. Karena telah mendapat dukungan penuh dari para bangsawan yang berkuasa, Raja Muyeol bisa dengan leluasa menerapkan kebijakan luar-negeri dan melakukan invasi ke Baekje. Diantara para bangsawan pendukungnya, Jenderal Kim Yushin dan Perdana Menteri So Alcheon merupakan pendukung utama Raja Muyeol dan orang-orang kepercayaannya. Diantara mereka semua, Raja Muyeol paling dekat dengan Kim Yushin. Selain karena merupakan teman seperjuangan, Kim Yushin juga merupakan mentornya dan senior Raja Muyeol di resimen hwarang. Dibandingkan dengan So Alcheon yang usianya terpaut jauh dengan Raja Muyeol (usia So Alcheon sebaya dengan Ratu Seondeok), usia Raja Muyeol dan Kim Yushin hanya terpaut 10 tahun. Raja Muyeol bahkan mempererat tali kekeluargaan dengan Kim Yushin dengan menikahi adik kandung Kim Yushin.

Bersama dengan Kim Yushin, Raja Muyeol memulai serangkaian invasi dikawasan semenanjung dengan menjadi Kerajaan Baekje sebagai target pertama mereka. Serangkaian peristiwa-peristiwa penting di Silla yang terjadi dimasa pemerintahannya diantaranya adalah:

- Rangkaian penyerbuan ke Baekje

- Jabatan Kim Alcheon kembai diperpanjang sebagai Sangdaedung (perdana-menteri)

- Penguatan hubungan diplomatik dengan Dinasti Tang

- Pada tahun 654, paman raja, Kim Yongchun, diberikan gelar kehormatan “Raja Munheung” untuk menghormati jasa-jasanya pada kerajaan, dimana beliau telah mengabdi pada 5 orang raja dan ratu, yaitu Raja Jinji, Raja Jinpyeong, Ratu Seondeok, Ratu Jindeok, dan Raja Muyeol.

- Kim Heumdol diangkat sebagai Pungwolju ke-27 menggantikan Kim Jin-gong yang pensiun. Kim Heumdol (keponakan Jenderal Kim Yushin) diangkat sebagai pungwolju diusia 29 tahun sedangkan Kim Jin-gong pensiun diusia 34 tahun. Kim Heumdol adalah pungwolju yang memimpin Resimen Hwarang menaklukan Baekje.

- Kerajaan Baekje runtuh dan takluk pada Silla pada tahun 660


Selama periode singkat pemerintahannya, Raja Muyeol melakukan banyak hal bagi negaranya. Kontribusi Raja Muyeol bahkan telah terasa sebelum beliau naik tahta, yaitu sejak masa pemerintahan kakeknya dan bibi-bibinya. Raja Muyeol sangat fokus pada kebijakan ekspansi di kawasan semenanjung Korea. Beliau juga memperkuat hubungan diplomatik dengan Tiongkok yang merupakan modal politik dan menjadi bantuan militer besar bagi Silla dalam upaya mempersatukan Korea.

Raja Muyeol wafat pada bulan Juni 661, sebelum penaklukkan ke Goguryeo. Saat itu beliau berusia 57 tahun. Tugas beliau sebagai pemersatu Tiga Kerajaan dilanjutkan oleh sahabatnya, Kim Yushin, dan putra-mahkotanya, Kim Beopmin, yang kemudian diangkat menjadi Raja Munmu. 

Aktor-aktor Yang memerankan Raja Muyeol


Raja Muyeol diceritakan dalam drama-drama yang mengambil latar era Silla terutama diera penyatuan Tiga Kerajaan. Beliau sering muncul dalam drama-drama tentang Raja Jinpyeong, Ratu Seondeok, dan Raja Munmu. Drama-drama yang menceritakan tentang dirinya adalah drama “The Great Quee Seondeok” dan drama “Gyebaek”. Sedangkan drama yang fokus mengambil latar cerita tentang masa pemerintahannya adalah drama “The King’s Dream”.









30. RAJA MUNMU

Raja Munmu adalah raja ke-30 Silla. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan kakek-buyutnya, Raja Jinpyeong yaitu pada tahun 626 M, dengan nama Kim Beopmin. Kim Beopmin diangkat menjadi raja Silla pada tahun 661 M diusia 35 tahun, setelah kematian ayahnya, Raja Muyeol. Beliau mendapat nama gelar Raja Munmu. Beliau memerintah Silla selama 20 tahun (661 M–681 M). Raja Munmu menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya namun sejarah Silla menghormatinya dengan menyebut namanya “Munmu Daewang” yang artinya “Raja Munmu Yang Agung” (Munmu The Great). Raja Munmu adalah raja pertama dari Kerajaan Silla Bersatu sehingga beliau dikenang sebagai salah-satu raja terbesar dalam sejarah Silla. Munmu adalah cucu Raja Jipyeong.

Kiprah Munmu dalam percaturan politik Silla tidak lepas dari dua sosok penting dalam hidupnya yaitu ayahnya dan Jenderal Kim Yushin. Munmu telah mengikuti ayahnya, Kim Chunchu, sejak masih remaja. Mereka berdua bahkan mengunjungi ibukota Tang dan juga Jepang. Munmu juga menjalin hubungan yang sangat baik dengan sahabat-sahabat dan relasi-relasi ayahnya. Kubu pendukung ayahnya sangat menyadari bahwa Kim Chunchu telah dipersiapkan oleh Raja Jinpyeong dan Ratu Seondeok untuk menjadi raja Silla. Oleh karena itu berbagai bangsawan-pun merapat pada Kim Chunchu.

Akhirnya, setelah kematian bibi-bibinya, Kim Chunchu pun diangkat sebagai raja Silla dengan nama Raja Muyeol. Raja Muyeol inilah yang memulai ekspansi Silla dan Perang Penyatuan Tiga Kerajaan. Pada tahun 658, koalisi Silla-Tang mulai menyerbu Goguryeo. Sayangnya, Goguryeo masih sangat kuat sehingga mereka mengalihkan penyerbuan mereka ke Baekje. Saat penyerbuan ke Baekje, Raja Munmu masih menjadi putra mahkota dan dikenal dengan nama Pangeran Beopmin. Beliau dan adik-adiknya ikut berperang melawan Baekje. Perang Hwangsanbeol berhasil dimenangkan Silla sehingga dendam Munmu atas kematian saudarinya, Putri Gataso terbalas.

Sayangnya, ayahnya, Raja Muyeol, meninggal (661) satu-tahun setelah penaklukan Baekje. Kematian ayahnya ini membuat Pangeran Beopmin diangkat menjadi raja dengan nama Raja Munmu.

Kebijakan utama Raja Munmu tentu adalah melanjutkan kebijakan ayahnya, Penyatuan Korea.

Banyak sekali yang dilakukan oleh Raja Munmu selama 20 tahun masa pemerintahannya, diantaranya:

- Invasi kedua ke Goguryeo pada tahun 662

- Penyerbuan dan penaklukan Benteng Juryu (663) yang menjadi basis koalisi pasukan restorasi Baekje dan Jepang

- Penyerbuan ketiga ke Goguryeo pada tahun 667

- Penaklukan Goguryeo pada tahun 668

- Pengusiran pasukan Tang dari seluruh Korea pada tahun 675


Setelah berhasil menaklukan Goguryeo dan juga mengusir pasukan Tang dari seluruh Korea maka secara resmi Raja Munmu menjadi raja pertama Silla di-era Silla Bersatu (Unifikasi Silla) dan juga raja pertama seluruh Korea.

Selain peristiwa-peristiwa diatas, masih banyak peristiwa lainnya yang terjadi pada masa pemerintahan Munmu, antara lain:

- Agustus 661, bala bantuan pertama dari Jepang yang dikirim oleh Kaisarina Semei untuk Baekje tiba di wilayah Baekje. Balabantuan pertama ini terdiri dari 170 kapal dan 5.000 prajurit dibawah pimpinan Jenderal Abe no Hirafu.

- Tahun 661, pasukan Tang kembali menyerang Goguryeo dan berhasil mengepung Pyeongyang, sedangkan pasukan Silla menjadi penyedia logistik perang.

- Tahun 662, Jenderal Kim Yushin dan Pungwolju Kim Ohgi mengantar logistik perang bagi pasukan Tang di Goguryeo, namun mereka disergap oleh pejuang-pejuang Goguryeo sehingga banyak prajurit Silla yang tewas. Logistik akhirnya bisa diterima oleh pasukan Tang berkat perjuangan Kim Yushin.

- Tahun 662, gelombang kedua pasukan Jepang yang lebih besar tiba di wilayah Baekje, yang terdiri dari dua pasukan, pasukan pertama terdiri dari 27.000 prajurit pimpinan Jenderal Kamitsukeno no Kimi Wakako dan pasukan kedua terdiri dari 10.000 prajurit pimpinan Jenderal Iohara no Kimi.

- Tahun 662, Putra Raja Uija (raja terakhir Baekje), Pangeran Buyeo Pung, yang sudah tinggal selama 30 tahun di Jepang tiba di Korea sebagai calon raja Baekje.

- Tahu 662, Kim Ohgi (putra Kim Yewon dan cucu Raja Jinpyeong) diangkat menjadi Pungwolju Hwarang ke-28 menggantikan Kim Heumdol (keponakan Kim Yushin) dan menjabat selama 2 tahun.

- Agustus 663, ibukota restorasi Baekje di Benteng Juryu yang terletak di bagian selatan wilayah Baekje dikepung oleh pasukan Silla dan pasukan Hwarang pimpinan Kim Ohgi. Pasukan restorasi Baekje dipimpin oleh Gwisil Boksin (sepupu Raja Uija). Selain Gwisil Boksin, ada Pangeran Buyeo Pung dan Biksu Dochim (Biksu Kerajaan Baekje).

- 27 Agustus 663, Perang Baekgang (Perang Hakusukinoe) meletus di Sungai Geum. Saat itu, armada utama Jepang di Korea yang berada di wilayah pantai terluar dikirim menyusuri sungai Geum untuk membantu menghalau pengepungan pasukan Silla di Benteng Juryu. Tapi Tang memblokade pasukan bantuan Jepang itu sehingga meletuslah pertempuran sengit di Sungai Geum.

- 7 September 663, Pasukan Silla berhasil memenangkan perang di Benteng Juryu setelah mengepung Benteng Juryu selama berminggu-minggu. Penyebab utama kekalahan pasukan restorasi Baekje ini adalah karena kekalahan armada Jepang mengakibatkan pasukan Baekje terisolasi di Benteng Juryu. Sebelumnya, Gwisil Boksin berusaha untuk membunuh Pangeran Pung setelah sebelumnya Biksu Dochil tewas ditangannya. Namun, pada perkelahian itu Pangeran Pung berhasil membunuh Gwisil Boksin.

- Tahun 664, Kim Wonseon (putra Kim Heumsun dan keponakan Kim Yushin) menggantikan Kim Ohgi sebagai Pungwolju Hwarang ke-29, dan menjabat selama 3 tahun.

- Serbuan koalisi Goguryeo-Malgal di Benteng Hansan. Pasukan Goguryeo-Malgal mengepung selama 40 hari, dan membuat Seorabeol (ibukota Silla) dalam bahaya andaikan Benteng Hansan jatuh ke tangan Goguryeo. Tapi, pasukan koalisi Goguryeo-Malgal ini berhasil dikalahkan.

- Tahun 665, Pangeran Kim Munwang (adik kandung Raja Munmu) meninggal dunia.

- Tahun 665, Sinmun (penerus Munmu) ditunjuk sebagai putra mahkota.

- Tahun 666, Yeon Gaeseomun (diktator Goguryeo) meninggal.

- Tahun 667, Kim Cheon-gwan (putra Kim Gun-gwan/pungwolju ke-23) menggantikan Kim Wonseon sebagai Pungwolju Hwarang ke-30, dan menjabat selama 7 tahun.

- Tahun 667, Jenderal Su Dinfang (Jenderal Utama Tang di Perang Penyatuan Korea) meninggal sebelum sempat kembali memimpin pasukannya menyerbu Goguryeo.

- Tahun 667, Penyerbuan ke Goguryeo.

- Tahun 668, pasukan Silla berhasil menaklukan Goguryeo.

- Para hwarang pimpinan Kim Cheon-gwan menyerbu basis pemerintahan proktetorat Tang di Sabi (bekas istana dan ibukota Baekje). Penyerbuan ini mengawali perang Silla-Tang. Akar dari perang ini adalah ulah pemerintah Tang yang selalu mengambil alih kontrol atas bekas wilayah Baekje dan Goguryeo, dan saat Silla menyampaikan protes, Kaisar Tang justru memerintahkan pemerintahan proktetorat-nya juga mengatur wilayah utama Silla sehingga membuat seluruh pejabat Silla dan para hwarang murka.

- Agustus 672, pasukan Silla kalah perang melawan pasukan Tang di dekat benteng Baeksu. Perang ini membuat Silla kehilangan banyak tentara dan 7 jenderal terbunuh, bahkan putra kedua Kim Yushin, Jenderal Kim Wonsul terpaksa melarikan diri sehingga membuat ayahnya hampir membunuhnya. Pasukan Tang kembali menguasai Sabi. Karena malu, Kim Wonsul mengasingkan diri di pegunungan.

- Raja Munmu kembali mengirim para hwarang untuk menyerbu bekas wilayah Baekje dan berhasil kembali menguasai istana Sabi. Para Hwarang juga berhasil mengusir bala-tentara Tang dari seluruh wilayah Silla dan bekas wilayah Baekje.

- Para Hwarang dibawah pimpinan Kim Cheon-gwan bergabung dengan Pasukan Silla menyerbu basis pemerintahan proktetorat Tang di Pyeongyang.

- Tahun 673, Jenderal Kim Yushin meninggal. Kematian Kim Yushin membuat gempar seluruh Silla dan membuat Raja Munmu panik.

- Juni 674, Pangeran Kim Inmun (adik Raja Munmu) diangkat menjadi raja Silla oleh Kaisar Gaozong karena Raja Munmu terus menyerang Tang.

- Tahun 674, Kaisar Gaozong mengirim Kim Inmun ke Silla bersama dengan pasukan besar untuk menaklukan Seorabeol.

- Tahun 674, Raja Munmu menghentikan perang dengan Tang demi keselamatan adiknya, Kim Inmun.

- Tahun 674, Kim Cheon-gwan pensiun diusia 35 tahun dan digantikan oleh Kim Heum-on sebagai Pungwolju Hwarang ke-31.

- Akhir tahun 674 atau awal tahun 675, Raja Munmu menerima surat rahasia dari adiknya, Pangeran Kim Inmun, yang memberitahukan rencana invasi Tang ke Silla, juga terjalinnya koalisi Tang dan bangsa Mohe untuk merebut Seorabeol.

- Tahun 675, Kaisar Gaozong mengirimkan pasukan dalam jumlah besar dibawah pimpinan Jenderal Li Jinxing dan berhasil menerobos teritori tradisional Silla, dan juga berkoalisi dengan bangsa Mohe untuk menaklukan Seorabeol.

- Tahun 675, Munmu memberikan perintah untuk menyerbu pasukan Tang. Pasukan Utama Silla bersama dengan Resimen Hwarang diterjunkan dalam perang ini. Kim Cheon-gwan dan Kim Wonsul bergabung dengan pasukan Silla memerangi pasukan Tang.

- Tahun 675, pasukan Silla memenangkan perang melawan Tang-Mohe di Benteng Mosan. Pasukan Silla terdesak hingga harus bertahan di Benteng Mosan dan menjadi pertempuran penghabisan pasukan Silla melawan pasukan Tang-Mohe. Pertempuran di Benteng Mosan ini berjalan alot, tidak ada pihak yang mau mengalah dan mundur, tapi, para Hwarang dan pasukan Silla mampu mengalahkan pasukan koalisi Tang-Mohe. Dalam perang ini, Kim Cheon-gwan gugur.

- Tahun 675, Kaisar Gaozong menarik seluruh pasukannya dari wilayah-wilayah di Semenanjung Korea termasuk dibekas wilayah Baekje. Kekalahan di Benteng Mosan sangat memalukan bagi Tang sampai-sampai mereka menulis dalam laporan pemerintahannya bahwa perang ini dimenangkan oleh pasukan Tang. Tapi catatan Silla mencatatkan yang sebaliknya, dan juga kenyataan yang terjadi setelahnya menunjukan bahwa Tang tidak memenangkan perang itu. Kaisar juga memindahkan pemerintahan proktetorat Tang dari Pyeongyang ke Liaodong yang berada diseberang Sungai Taedong. Pihak istana Tang membiarkan pasukan Silla menguasai seluruh wilayah Semenanjung Korea dibagian selatan Sungai Taedong. Semua itu tidak mungkin dilakukan Tang jika mereka adalah pemenang perang.

- Tahun 678, Kim Heum-on pensiun diusia 33 tahun dan digantikan oleh Kim Sin-gong (putra Kim Jin-gong/pungwolju ke-26) yang menjadi Pungwolju Hwarang ke-32.

- Tahun 678-681, terjadi perselisihan tajam antara Raja Munmu dengan perdana-menterinya, Kim Gun-gwan (pungwolju ke-23), dan menteri-menterinya terutama Kim Heumdol (pungwolju ke-27, pemimpin para hwarang saat perang Hwangsanbeol). Perselisihan ini mengenai penunjukan putera mahkota (calon Raja Sinmun) yang dianggap tidak pantas menjadi raja Silla.


Raja Munmu wafat pada tahun 681 setelah memerintah Silla selama 20 tahun. Beliau digantikan oleh putra-nya, Raja Sinmun.


Aktor-aktor Yang memerankan Raja Munmu


Raja Munmu diceritakan dalam drama-drama yang mengambil latar era Silla terutama diera penyatuan Tiga Kerajaan. Beliau muncul dalam drama-drama tentang Ratu Seondeok dan Raja Muyeol. Drama yang memunculkan tokohnya adalah drama dokumenter “Samguk” dan drama “The King’s Dream”.



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)




Didahului oleh:


Artikel yang berhubungan dengan Hwarang:
KERAJAAN SILLA
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno


Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (drama "The Great Queen Seondeok", 2009), KBS (drama "The King's Dream", 2011)

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media


Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Daftar Website: