DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Saturday, 30 June 2018

TIGA NASEHAT




Pada suatu hari ada seseorang menangkap burung. Burung itu lalu berkata kepadanya,
"Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan. Lepaskan saja aku, nanti kuberi kau tiga nasehat."

Si Burung berjanji akan memberikan nasehat pertama ketika masih berada dalam genggaman orang itu, yang kedua akan diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon, dan yang ketiga jika ia sudah mencapai puncak bukit.

Orang itu setuju, dan meminta nasehat pertama.

Kata burung itu,
"Kalau kau kehilangan sesuatu, meskipun kau menghargainya seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal."

Orang itupun melepaskannya, dan burung itu segera melompat ke dahan.
Di sampaikannya nasehat yang kedua,

"Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal, apabila tak ada bukti."

Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung.
Dari sana ia berkata,
"O manusia malang! Didiriku terdapat dua permata besar, kalau saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya!"

Orang itu sangat menyesal memikirkan kehilangannya, namun katanya, "Setidaknya, katakan padaku nasehat yang ketiga itu!"

Si Burung menjawab,
"Alangkah tololnya kau, meminta nasehat ketiga sedangkan yang kedua pun belum kau renungkan sama sekali! Sudah kukatakan padamu agar jangan kecewa kalau kehilangan, dan jangan mempercayai hal yang bertentangan dengan akal. Kini kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang tak masuk akal dan menyesali kehilanganmu. Aku toh tidak cukup besar untuk bisa menyimpan dua permata besar itu! Kau tolol. Oleh karenanya kau harus tetap berada dalam keterbatasan yang disediakan bagi manusia."



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan:
Dalam lingkungan darwis, kisah ini dianggap sangat penting untuk "mengakalkan" pikiran siswa Sufi, menyiapkannya menghadapi pengalaman yang tidak bisa dicapai dengan cara-cara biasa.

Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan Sufi, kisah ini kedapatan juga dalam klasik Rumi, Mathnawi. Kisah ini ditonjolkan dalam “Kitab Ketuhanan” karya Attar, salah seorang guru Rumi.

Kedua pujangga tersebut hidup pada abad ke-13.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Copyrights (Hak Cipta):
Dituliskan kembali dari buku kumpulan “Kisah-kisah Sufi”, berupa kumpulan kisah nasehat para guru sufi selama seribu tahun yang lampau.


Writer: Idries Shah
Translator : Sapardi Djoko Damono
Publisher : Pustaka Firdaus, 1984
Re-published by : Deleigeven Media

Wednesday, 20 June 2018

YONATAN, PUTRA MAHKOTA YANG SETIA (bagian 1)


SIAPAKAH PUTRA MAHKOTA YONATAN?

Lebih dari tiga ribu tahun yang lalu, ketika kerajaan-kerajaan di wilayah Kanaan selalu berperang satu sama lain, berdirilah sebuah kerajaan baru di sekitar Sungai Yordan.
Kerajaan ini diapit oleh kerajaan-kerajaan besar pada masa itu sehingga mereka harus berperang mempertahankan wilayah mereka.
Raja kerajaan ini sangat perkasa, demikian juga putra-putra dan para panglimanya.
Sang raja memiliki beberapa putra tetapi hanya satu putranya yang termasyur.
Putranya ini kemudian menjadi putra-mahkotanya.
Nama putranya ini adalah Yonatan
___________________________________________________________________________



Yonatan ben Saul lebih dikenal sebagai Yonatan. Dia adalah salah-satu tokoh terkenal dalam sejarah kerajaan Israel. Ada banyak tokoh-tokoh dalam sejarah Israel yang dimuat dalam kitab suci Yahudi atau kitab suci Kristen yang bernama Yonatan1 tetapi Yonatan ben Saul adalah Yonatan yang paling terkenal2.

Ironis dengan statusnya sebagai putra mahkota pertama Kerajaan Israel, catatan tentang kisah hidup Pengeran Yonatan sangat sedikit dan hanya ditemukan dalam satu kitab saja yaitu salah-satu kitab sejarah di Perjanjian Lama yang bernama kitab Samuel.
Siapakah pangeran Yonatan dan bagaimanakah beliau hidup?
___________________________________________________________________________
1tokoh lain yang bernama Yonatan, yang cukup dikenal adalah Yonatan ben Abyatar (putra Abyatar, imam utama era Daud), seorang yang juga dikenal akan kesetiaannya pada Daud. Yonatan yang lain adalah Yonatan ben Yada dari klan Hezron dan sub-klan Onam, dan panitera Yonatan yang mengabdi di era Raja Zedekia
2dalam catatan sejarah Israel hanya Yonatan ben Saul yang bergelar pangeran




PUTRA MAHKOTA PERTAMA

Putra mahkota Yonatan adalah putra sulung dari Raja Saul (Arab: Thalud3). Ayahnya adalah raja pertama kerajaan Israel Bersatu4. Ini membuat Yonatan, de facto, menjadi putra mahkota pertama kerajaan ini. Yonatan lahir pada sekitar tahun 1060an SM5, atau sekitar 15-20 tahun sebelum Kerajaan Israel resmi berdiri. Tempat kelahiran Yonatan yang pasti belum di ketahui tetapi besar kemungkinan beliau lahir di kota kelahiran ayahnya yaitu di Gibea Benyamin6 tepatnya di Gibea Saul7, yaitu sebuah wilayah yang didiami suku Benyamin8. Wilayah ini dinamai Gibea sebab terdiri dari perbukitan (Ibrani: Gibea=bukit). Gibea Saul artinya wilayah tempat tinggal keluarga Saul (letaknya didalam wilayah Gibea Benyamin) atau secara harafiah berarti “bukit milik Saul”.

Nama Yonatan (Ibrani: יוֹנָתָן) adalah kependekan dari nama Yehonatan (Ibrani: יְהוֹנָתָן) yang artinya “Tuhan Yang Memberi”. Meskipun banyak nama Ibrani yang memiliki arti yang lebih indah namun banyak kalangan Kristen dan Ibrani menganggap nama “Yonatan” sebagai nama (pria) terindah dalam kitab suci Kristen dan Ibrani. Pangeran Yonatan bukanlah satu-satunya tokoh (dalam kitab suci Ibrani dan Kristen) yang menggunakan nama ini tetapi diantara semua pengguna nama ini Yonatan-lah yang paling dihormati karena dia terkenal sebagai sahabat yang paling tulus dan paling setia dalam kitab suci Ibrani dan Kristen. Dia juga termasuk dalam salah-satu tokoh Alkitab yang paling terkenal. Sifat setianya inilah yang membuat Yonatan sangat terkenal, selain karena persahabatannya dengan Daud9.

Tidak ada potret (lukisan) resmi dari masanya, atau potret wajahnya yang berasal dari masa yang sama, tentang wajah dan sosok Yonatan tetapi sebagian besar seniman di masa yang jauh setelah masa hidupnya menggambarkan Yonatan sebagai seorang pangeran yang sangat tampan dan gagah, berbadan tegap, serta bertubuh lebih tinggi dari orang-orang Israel dimasanya. Perkiraan tinggi Yonatan adalah sekitar 185 cm, jauh diatas tinggi rata-rata orang Israel pada masa itu (175 cm10). Ini karena catatan kitab Samuel menyebutkan bahwa ayahnya, Saul, adalah pria yang berwajah paling tampan di Israel dan bertubuh paling tinggi di seluruh Israel (kitab 1 Samuel pasal 9:211) sehingga para seniman beranggapan bahwa Yonatan mewarisi fisik ayahnya. Meskipun bertubuh tinggi tetapi Yonatan tidak lebih tinggi dari ayahnya karena catatan kitab Samuel menyebutkan bahwa ayahnya adalah pria yang paling tinggi di pasukan Israel pada masa hidupnya dan tingginya sangat mencolok12.

Sebagian besar sejarawan dan peneliti Ibrani dan Kristen sepakat bahwa Yonatan adalah seorang kakak yang ideal dan baik, serta kakak panutan bagi adik-adiknya. Melalui catatan dalam kitab Samuel beliau dikenal sebagai seorang pangeran bermoral tinggi dan baik-hati, bijaksana, berintegritas, dan sangat pemberani. Namun, dari semua sifat baiknya, Yonatan lebih dikenal tentang kesetiaannya.

Belum ada penemuan arkeologi atau setidaknya korespondensi kuno yang memuat nama Yonatan atau Wangsa Saul yang merujuk pada Yonatan, baik itu dalam Prasasti Mesa atau dalam surat-surat Amarna. Tetapi, dalam salah-satu surat Amarna ada seorang raja Kanaan yang bernama Raja Labayu, yang oleh sebagian kecil sejarawan, terutama pengikut teori “kronologi baru,” dihubungkan sebagai Raja Saul. Dalam surat Amarna, raja Labayu memberi-tahu Firaun (surat bernomor EA 25413) bahwa dia (Labayu) telah menegur putranya sebab putranya ini berteman dengan orang-orang Habiru (orang-orang Hebrew) tanpa sepengetahuannya. Oleh beberapa sejarawan, dan peneliti di kubu kronologi baru, orang-orang Habiru ini dihubungkan sebagai orang-orang Hebrew (salah-satu sebutan resmi orang Israel) yang menjadi pengikut Daud sebab menurut mereka pada masa itu sebutan “Hebrew” hanya diperuntukan untuk menyebut orang-orang Israel yang mengikut Daud (David Rohl, “A Test of Time: The Bible-From Myth To History,” 1995). Korespondensi kuno ini memang mirip dengan catatan kitab Samuel yang memuat kemarahan Saul pada Yonatan (kitab 1 Samuel pasal 20:3014) sebab Yonatan bersahabat erat dengan Daud dan selalu membela Daud (pemimpin orang Hebrew), bahkan membantu Daud tanpa sepengetahuan Saul.

Teori David Rohl ini belum diterima secara umum, terutama kalangan sejarawan di kubu kronologi ortodoks, dan bahkan ditentang keras oleh para sejarawan Mesir khususnya egyptologist kawakan Kenneth Kitchen. Tetapi, jika pendapat David Rohl benar maka surat-surat Amarna itu, sejauh ini, adalah satu-satunya catatan diluar kitab Samuel yang memuat tentang Yonatan.
__________________________________________________________________________________
3kemungkinan Saul dan Thalut dalam kitab suci Al-Quran adalah tokoh yang sama
4nama resmi kerajaan ini adalah “Kerajaan Israel,” tanpa kata “bersatu” tetapi dimasa-masa selanjutnya, era dari raja pertama hingga yang ketiga dikenal sebagai kerajaan “Israel Bersatu” untuk membedakannya dengan “Kerajaan Israel Utara” yang juga menggunakan nama resmi “Kerajaan Israel”, sebab setelah kerajaan ini terpecah menjadi dua, salah satu pecahannya dibagian utara menggunakan nama resmi “Kerajaan Israel” sedangkan pecahaannya dibagian selatan menggunakan nama resmi “Kerajaan Yehuda”
5mengacu pada perkiraan tahun berdiri kerajaan Israel (±1040 SM) dalam kronologi yang dibuat dan disepakati oleh para sejarawan Perjanjian Lama
6ibukota pertama kerajaan Israel
7lokasi istana pertama kerajaan Israel yang hanya digunakan di era Raja Saul
8Suku Benyamin adalah suku Israel ke-12. Nama Benyamin diambil dari nama patriak Benyamin ben Yakub, yaitu putra bungsu patriak Yakub ben Ishak ben Abraham. Nama sebelas suku lainnya juga diambil dari nama anak-anak Yakub yang menjadi leluhur masing-masing suku, yaitu: Ruben (anak sulung), Simeon, Lewi, Yehuda (suku asal Daud), Dan, Naftali, Gad, Asyer, Isakhar, Zebulon, dan Yusuf (yang memiliki dua anak dan keduanya diangkat menjadi kepala-kepala suku, yaitu Efraim dan Manasye).
9salah-satu raja terbesar Israel. Umumnya dia dikenal sebagai raja kedua, terutama dikalangan Kristen, tetapi secara de facto dia adalah raja ketiga karena sepeninggal Saul dia digantikan oleh putranya. Saat itu Daud hanya menjadi raja orang Yehuda. Daud baru resmi menjadi raja Israel setelah kematian putra Saul
10tinggi orang Israel kuno berhasil diperoleh dari penggalian-penggalian makam-makam kuno di Israel
111 Samuel pasal 9:2a-b: “…namanya Saul; seorang muda yang elok rupanya (tampan); tidak ada seorangpun di Israel yang lebih elok (tampan) rupanya (wajahnya)”
121 Samuel pasal 9:2c: “dari bahu keatas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya.”
13surat  Amarna nomor 254 terjemahan modern: “aku telah menegur putraku sebab dia membantu orang-orang Habiru dibelakangku”
14kitab 1 Samuel pasal 20:30: ”Lalu bangkitlah amarah Saul pada Yonatan, katanya kepadanya: … bukankah aku (Saul) tahu bahwa kau (Yonatan) telah memilih pihak anak Isai (Daud) dan itu noda bagi kau sendiri…..




KELUARGA YONATAN DAN WANGSA SAUL

Keluarga besar Yonatan adalah keluarga kaya dan terhormat yang nama besar dan kekayaan keluarganya ini telah ada jauh sebelum kerajaan Israel berdiri. Ayahnya adalah Raja Saul, raja pertama Israel.

Sesuai dengan catatan kitab Samuel, ibu Yonatan bernama Ahinoam, putri seorang yang bernama Ahimaas. Kakek paternalnya bernama Kish ben Abiel, seorang kaya dari suku Benyamin 15.

Menurut kitab 1 Samuel pasal 9:1, Yonatan berasal suku Benyamin dari sub-klan Afiah dan dari keluarga Abiel16 yang tinggal di wilayah Gibea Benyamin. Jika mengacu dari silsilah suku Benyamin dalam kitab 1 Tawarikh maka keluarga Yonatan berasal dari klan sub-klan besar Abiah17 yang berasal dari klan besar Bekher (putra kedua patriak Benyamin). Ayah Abiah bernama Bekher (kitab 1 Tawarikh pasal 9:8). Inilah mengapa Abiah memberikan nama Bekhorat (berasal dari  nama Bekher) pada putranya. Nama Bekhorat ini bisa ditemukan dalam silsilah ayah Yonatan (kitab 1 Samuel pasal 9:118).

Nama asli kakek buyut Yonatan masih belum jelas. Penulis kitab Samuel jelas menyebut bahwa kakek buyutnya bernama Abiel, tetapi dalam kitab Tawarikh tertulis bahwa kakek buyutnya bernama Ner, padahal dalam kitab Samuel, Ner (ayah Jenderal Abner) adalah paman paternal dari ayahnya yang artinya Kisy dan Ner adalah kakak-beradik. Mungkin penulis kitab Tawarikh bermaksud bahwa Ner ini adalah wali dari Kisy (sebagai saudara tertua) sebab ayah mereka (Abiel) telah meninggal. Dalam kitab Tawarikh, ayah Kisy (dan juga Ner) bukan bernama Abiel melainkan Yeiel sehingga penulis artikel ini berasumsi bahwa kedua nama ini berasal dari orang yang sama, yaitu dua-duanya adalah kakek buyut Yonatan. Nenek buyut Yonatan, sesuai dengan kitab Tawarikh, adalah Maakha. Kakek paternal Yonatan, Kisy, memiliki beberapa saudara laki-laki, yaitu Abdon, Zur, Baal, Nadab, Gedor, Ahyo, Zeker, dan Miklot (sesuai kitab Tawarikh), dan Ner (sesuai dengan kitab Samuel). Kakeknya adalah putra ketiga, dan ayahnya adalah putra pertama (atau mungkin putra tunggal).

Yonatan adalah anak sulung, dan memiliki enam adik laki-laki dan dua adik perempuan. Empat adik laki-laki adalah adik-adik kandungnya yaitu: Pangeran Yiswi (dipanggil juga Abinadab), Pangeran Malkisua, dan Pangeran Ishiboset (dipanggil juga Esybaal). Dua orang adik laki-laki lainnya adalah adik-adik tirinya (anak ayahnya dari seorang selir yang bernama Rizpah), yaitu Pangeran Armoni dan Pangeran Mefiboset (berbeda dengan putra kandung Yonatan yang juga bernama Mefiboset). Dua adik perempuan Yonatan adalah adik-adik kandung yang bernama Putri Merab dan Putri Mikhal.

Berdasarkan namanya, adik Yonatan yang bernama Ishiboset terindikasi cacat, sehingga tidak dilibatkan dalam pertempuran dan pemerintahan. Nama Ishiboset19 (Ibrani: pria yang memalukan) dan Esybaal20 (Ibrani: Prianya Baal atau pria penyembah Baal) masih menjadi perdebatan, tetapi penulis artikel ini berpendapat bahwa tidak ada satupun dari kedua nama itu yang adalah nama lahirnya melainkan hanya nama panggilan ejekan.

Ada dua kemungkinan mengapa adik Yonatan ini dipanggil demikian. Kemungkinan pertama adalah karena fisiknya yang cacat (seperti Mefiboshet yang ditulis dalam kitab Samuel: dinamakan demikian oleh karena dia cacat, dan juga disebut dalam kitab Tawarikh sebagai: Meribaal) sebab dulu orang cacat dianggap sangat memalukan, dan dewa Baal21 dianggap sebagai dewa yang paling menjijikan oleh orang Israel karena praktik penyembahan berhala yang sangat cabul dan tidak manusiawi sehingga apapun yang sangat memalukan dianggap setara dengan Baal. Kemungkinan kedua adalah karena Ishiboset terlibat dalam penyembahan berhala pada Baal sebab keluarga Saul juga tidak luput dengan praktek paganisme orang Kanaan dan Asia Barat lainnya, seperti yang dilakukan oleh Mikhal (putri Saul, istri Daud) yang memiliki patung pagan terafim (kitab 1 Samuel 19:13a22), oleh sebab itu diera Daud, yang ketat dengan sistem pemerintahan monarki-teokratik, kelakuan Ishiboset ini dianggap sangat memalukan sehingga namanya disebut demikian (Ishiboset), dan oleh penulis kitab Tawarikh (Nehemia ben Hakhalya) namanya diperjelas lagi menjadi Esybaal (pria penyembah Baal). Tidak mungkin kedua nama ini adalah nama aslinya sebab tidak ada orang-tua dari masa manapun yang akan memberi nama pada putranya dengan arti “pria yang memalukan.” Nama Ishiboset pertama kali dicatat ketika kitab Samuel ditulis oleh Natan (namanya tidak muncul saat kitab Samuel ditulis oleh Samuel) yang tidak pernah bertemu langsung dengan Ishiboset dan hanya mendengar perihal keadaan Ishiboset melalui orang lain, termasuk melalui Daud. Natan mengetahui nama ini melalui Daud dan orang-orangnya. Daud yang pernah tinggal di istana Saul mengenal siapa Ishiboset, sebab mereka berdua seumuran, tetapi Daud lebih mengenal pangeran itu dengan nama sindirannya, “Ishiboset,” sehingga dia meneruskan nama itu pada Natan. Sedangkan, penulis kitab Tawarikh mengutip nama Ishiboset dari kitab-kitab terdahulu dan menerjemahkan namanya keartian yang lebih rendah lagi yaitu “Esybaal”. Ishiboset bukanlah putra bungsu Saul (penulis-penulis kitab Samuel23 tidak menulis Ishiboset sebagai putra bungsu) tetapi namanya selalu tercatat terakhir. Ishiboset mungkin diasingkan oleh ayahnya sebab dia lahir pada masa, atau setelah, ayahnya berseteru dengan Nabi Samuel dan mendapat cap sebagai raja yang ditolak Tuhan. Ini mungkin membuat kondisi Ishiboset yang cacat dianggap sebagai tulah Tuhan pada keluarga Saul, atau juga karena sikapnya yang menganut paganism yang sangat ditentang oleh ayahnya yang juga membuat dia dianggap memalukan. Ishiboset yang sejak lahir dicap sebagai anak tulah dianggap sebagai anak yang memalukan oleh Saul sehingga dia tidak pernah dilibatkan dalam perang karena dianggap akan menjadi penyebab kekalahan. Ini membuat semua orang yang mengenalnya, termasuk Daud, hanya mengenal nama ejekannya ini tanpa mengingat nama aslinya. Oleh beberapa sejarawan, Ishiboset, atau Esybaal, dihubungkan sebagai tokoh yang sama dengan Mutbaal dalam Surat Amarna sebab baik Esybaal dan Mutbaal sama-sama berarti “Prianya Baal”.

Dalam suratnya pada Firaun (tablet bernomor EA 25624) Mutbaal meminta bantuan Firaun untuk menghadapi Ayab. Surat-surat ini juga menyebut nama Dadua, Yishuya, Benenima, dan kota Pella. Oleh beberapa sejarawan, nama-nama ini diterjemahkan sebagai Yoab (Ayab), Daud (Dadua), Isai (Ibrani: Yishay) ayah Daud (Yishuya), Baanah (salah-satu pemimpin suku/klan Israel, salah-satu dari dua orang yang membunuh Ishiboset), dan kota Pella sebagai Benteng Pella milik Israel yang terletak diseberang sungai Yordan. Ini artinya saat itu Mutbaal sedang berperang dengan Ayab. Mirip dengan catatan bahwa Wangsa Saul yang dipimpin oleh Panglima Abner dan Pangeran Ishiboset berperang dengan pasukan Daud, dan komandan utama Daud adalah Jenderal Yoab. Mutbaal juga hanya menyebut bahwa dia adalah putra Labayu yang tersisa dan tidak menyebut dirinya raja. Ini masih sesuai dengan catatan kitab Samuel bahwa Ishiboset adalah satu-satunya putra Saul yang hidup dan bahwa dia tidak langsung menjadi raja setelah kematian Saul dan kakak-kakaknya sebab Ishiboset baru diangkat sebagai raja oleh Abner 5½ tahun kemudian. Jika benar Mutbaal dalah Ishiboset maka artinya surat ini dikirimkan Ishiboset pada Firaun dalam masa-masa perang yang intens dengan pasukan Daud pada masa 5½ tahun tersebut.

Jika Ishiboset berusia 40 tahun saat menjadi raja25 ketika dinobatkan oleh Panglima Abner setelah berperang selama 5½ tahun dengan Daud (Abner memimpin pasukan Israel dalam 5½ tahun), dan memerintah selama 2 tahun (wafat pada usia 42 tahun) maka Ishiboset berusia ±34½ saat Yonatan meninggal, sedangkan Yonatan berusia ±55-58 tahun saat meninggal, maka artinya Yonatan dan Ishiboset berbeda 21-24 tahun. Ini artinya Ishiboset lebih tua dari Daud (Daud berusia 30 tahun saat Yonatan meninggal), dan menjadi petunjuk bahwa Daud dan Yonatan berbeda usia lebih jauh lagi, yaitu sekitar 25-28 tahun.

Yonatan masih memiliki dua orang adik-tiri26, yaitu Pangeran Armoni dan Pangeran Mefiboset yang lahir belakangan. Adiknya yang bernama Mefiboset ini juga mungkin mendapat nama itu dengan alasan yang hampir sama, yaitu terlahir cacat atau lahir dimasa-masa kaejatuhan Saul sehingga dianggap sebagai anak terkutuk, atau mungkin juga dia dipanggil demikian oleh orang-orang di istana Daud (namanya baru dicatat saat Daud telah menjadi raja) sebagai kecaman terhadap perilakunya yang (mungkin) sudah jatuh dalam penyembahan pada dewa Baal.

Tidak ada catatan mengenai nama istri Yonatan tetapi mengacu pada sifat setianya, Yonatan tidak pernah memiliki selir. Penulis artikel ini berpendapat bahwa Yonatan menikahi seorang wanita pada masa mudanya, tetapi istrinya ini lalu meninggal tanpa memberinya anak. Istri pertamanya ini dinikahi oleh Yonatan setelah ayahnya dan Nabi Samuel berseteru sehingga Samuel tidak mengenal siapa nama istrinya dan tidak menuliskan namanya saat Samuel menyusun kitab Samuel. Istrinya ini meninggal setelah kematian Samuel dan sebelum Yonatan bertemu dengan Daud sehingga Daud juga tidak mengenal istri pertama Yonatan ini. Lama setelah kematian istri pertamanya, Yonatan menikahi lagi seorang wanita yang memberinya satu orang anak, yang dinikahinya saat masa-masa pelarian Daud dari ayahnya, Saul. Ini membuat Daud tidak mengenal nama istri kedua Yonatan sehingga Daud tidak menceritakannya pada Natan saat Natan menulis riwayat Daud dan melengkapi kitab Samuel. Pendapat ini muncul sebab seorang tokoh terkenal dalam sejarah Perjanjian Lama selalu jelas asal-usulnya, yaitu nama ayah dan ibu dan istrinya. Jadi, meskipun nama riwayat tokoh wanita jarang ditonjolkan dalam kitab-kitab sejarah Ibrani tetapi nama istri dan nama ibu dari seorang tokoh terkenal pasti akan dicantumkan untuk memperjelas riwayat asal-usulnya, dan hal ini tidak ditemukan dalam riwayat Yonatan dan putranya sehingga pendapat bahwa para penulis tidak pernah bertemu dan mengenal siapa istri Yonatan menjadi sangat mungkin. Putri Mikhal (adik Yonatan, dan istri pertama Daud) memang tinggal di istana Daud. Putri Merab (putri sulung Saul) mungkin juga masih hidup (tetapi kisahnya tidak ditulis lagi, mungkin saat itu dia sudah meninggal) tapi tampaknya mereka bukanlah orang-orang yang mudah untuk dijadikan narasumber, baik oleh Natan dan juga oleh Gad, perihal keluarga Saul sebab masih trauma dengan kematian ayah dan kakak-kakaknya, terlebih lagi Daud juga menawan saudara-saudara tiri mereka (Pangeran Armoni dan Pangeran Mefiboset) dan lima orang putra-putra Merab (total ada tujuh orang pria dari keluarga Saul) dan menghukum-mati tujuh orang itu melalui tangan orang-orang Gibeon (kitab 2 Samuel 21: 8-927) sehingga sulit bagi Daud dan orang-orangnya untuk mendekatkan diri pada putri-putri Saul itu dan mengorek informasi tentang keluarga Saul termasuk nama istri Yonatan.

Ketidak-tahuan Daud perihal istri dan keturunan Yonatan ini bisa dilihat dari pertanyaannya: “Masih adakah orang yang tinggal dari keturunan Saul?” (kitab 2 Samuel 9:1) bukannya: “Masih adakah orang yang tinggal dari keturunan Yonatan?”, karena Daud memang tidak pernah tahu siapakah istri Yonatan sehingga dia tidak memperhitungkan bahwa Yonatan mungkin memiliki anak.

Kelahiran putranya menunjukan bahwa Yonatan tidak mandul, hanya saja dia memang lama tidak memiliki anak dan sama sekali belum punya anak saat bertemu (atau atas sepengetahuan) para penulis dan pemberi rujukan kitab Samuel. Hal ini kembali menegaskan kesetiaan Yonatan, sebab Yonatan, yang adalah seorang putra-mahkota, memilih untuk tidak mengambil selir semasa hidup istrinya, dengan menggunakan keturunan sebagai alasan, dan tetap setia pada pasangannya.

Anak tunggal Yonatan adalah seorang putra yang diberi-nama Mefiboset (dipanggil juga Meribaal dalam kitab Tawarikh). Status Mefiboset yang tidak beribu dikuatkan oleh catatan kitab Samuel bahwa sebelum keberadaannya diketahui oleh Daud dan sejak dia berusia lima tahun pengasuhnya (Ziba28) menjadi orang yang menguasai harta keluarga Saul, yang tidak mungkin terjadi jika ibunya masih hidup. Mefiboset baru berada dibawah perwalian Daud setelah keberadaannya diketahui oleh Daud, yaitu ketika Mefiboset telah berusia lebih dari 20 tahun. Mefiboset inilah satu-satunya dari wangsa Saul yang mempertahankan garis keturunan Saul, yang keturunannya masih terlacak29 hingga era 70 tahun pembuangan ke Babilonia bahkan diera berkuasanya Kerajaan Persia30 dan era awal masehi31.

Yonatan memiliki seorang cucu laki-laki, yang lahir setelah kematiannya, yang bernama Mikha32. Yonatan juga memiliki keponakan, yaitu anak-anak dari adik perempuannya, Merab (sekurang-kurangnya lima orang). Tetapi keponakan-keponakannya ini bukanlah para penurun Wangsa Saul sebab mereka diserahkan oleh Daud kepada orang-orang dari Konfederasi Gibeon untuk dihukum mati sebagai korban balas bagi Saul yang dulu pernah membantai orang-orang Gibeon33 padahal telah ada perjanjian damai selama ratusan tahun antara Konfederasi Gibeon dan orang Israel34. Ini membuat hanya putra Yonatan yang menjadi penurun wangsa Saul.
__________________________________________________________________________________
15Keluarga Yonatan adalah kaum Benyamin yang tinggal didekat wilayah Konfederasi Gibeon
16Abiel adalah kakek Saul atau kakek buyut Yonatan
17dalam kitab 1 Samuel ditulis sebagai Afiah, yang berasal dari nama Aviah dan Abiah yang memiliki arti yang sama. Abiah adalah salah-satu cucu patriak Benyamin
18kitab 1 Samuel pasal 9:1: “Ada seorang dari daerah Benyamin, namanya Kisy bin Abiel, bin Zeror, bin Bekhorat, bin Afiah, seorang suku Benyamin, seorang yang berada (kaya)”
19 Ibrani: Ish= pria, bosha atau boshet=memalukan
20 Ibrani: Ish= pria, baal=dewa baal
21 Baal adalah dewa utama orang Kanaan dan salah-satu dewa utama bangsa Fenesia (Inggris: Phoenician)
22kitab 1 Samuel 19:13a: “Sesudah itu Mikhal mengambil terafim dan menaruhnya di tempat tidur.”
23kitab Samuel pertama kali ditulis oleh Nabi Samuel, lalu dilengkapi oleh Nabi Natan dan Nabi Gad. Natan dan Gad adalah nabi-nabi yang mengabdi sebagai penasihat kerajaan diera Daud
24surat Amarna tablet nomor EA 256
25kitab 2 Samuel 2:10: “ Isyboset berumur empat puluh tahun pada waktu dia menjadi raja atas Israel”
26putra-putra ayahnya dari selir yang bernama Rizpah binti Aya
27kitab 2 Samuel 21: 8-9: “Lalu raja Daud mengambil dua anak laki-laki Rizpah binti Aya yang dilahirkannya bagi Saul….. dan kelima anak laki-laki Merab binti Saul….. kemudian diserahkannya ke dalam tangan orang-orang Gibeon. Orang-orang ini (orang Gibeon) menggantung mereka (keluarga Saul)….”
28Ziba adalah seorang pelayan istana Saul yang bertugas di rumah Yonatan. Dia lalu menjadi orang yang menguasai secara sepihak harta Saul dan Yonatan setelah kematian Yonatan
29keturunan Yonatan terus terlacak sebab dia dan putranya tinggal di istana Daud dengan status sebagai salah-satu putra Daud. Putranya secara hukum menjadi cucu Daud sehingga nama-nama keturunan laki-lakinya terus dicatat selama wangsa Daud masih berkuasa di Yerusalem
30peneliti kitab Ester (salah-satu kitab sejarah Perjanjian Lama) berkeyakinan bahwa wali Ratu Ester yang bernama Mordekhai adalah berasal dari wangsa Saul yang artinya Mordekhai adalah keturunan Yonatan
31sebagian besar sejarawan Kristen, khususnya peneliti sejarah Perjanjian Baru, meyakini bahwa Paulus (salah-satu rasul diluar 12 rasul Yesus) adalah keturunan wangsa Saul sebab Paulus berasal dari suku Benyamin dan nama aslinya adalah Saulus (Saul, yang ditambahi imbuhan Latin “-us”) sehingga artinya Paulus adalah keturunan Yonatan
32Mikha sudah lahir ketika Daud memanggil Mefiboset untuk tinggal di istana. Usia Mikha saat itu sekitar 5 tahun
33kitab 2 Samuel 21:1b: “Pada Saul ada hutang darah, karena ia telah membantai orang-orang Gibeon.”
34kitab Yosua 9:15a: “




HISTORISITI WANGSA SAUL

Memang belum ada catatan sejarah atau penemuan arkeologi yang menjadi bukti langsung keberadaan Kerajaan Israel Bersatu, termasuk era Saul, tetapi penemuan Surat-surat Amarna memberikan sudut-pandang baru yang sangat menarik mengenai kerajaannya Saul. beberapa sejarawan dan peminat sejarah menghubungkan bangsa “Habiru” dalam Surat-surat Amarna35 dengan “Hebrew” (Ibrani: Ibriya, sebutan resmi bangsa Ibrani) dan Raja Labayu dengan Raja Saul. Ini karena ada kecocokan kejadian dan waktu antar bangsa Habiru dan Hebrew, dan juga antar tokoh-tokoh tersebut (David Rohl, “A Test of Time: The Bible-From Myth To History,” 1995). Selain itu, Surat Amarna juga tertulis bahwa Yerusalem masih diduduki oleh orang-orang Yebus yang artinya saat itu Yerusalem belum ditaklukan oleh Daud (penaklukan Yerusalem terjadi setelah kematian Saul), sehingga pendapat bahwa salah-satu masa dalam surat-surat Amarna adalah eranya Saul semakin mengemuka sebab.

Dalam salah-satu surat Amarna, salah-satu pengirim surat adalah seorang penguasa Kanaan yang berkuasa bagian di utara Yerusalem dan menunjukan sikap yang kurang hormat pada Firaun sebab seakan-akan memperingatkan pada Firaun dan sekutu-sekutunya agar tidak mengintervensi kampanye militernya apalagi mengganggu wilayahnya di Kanaan. Penguasa ini  menulis pesan dalam bahasa Kanaan36 (yang diterjemahkan dari bahasa Akkadia dan kemudian dari bahasa Akkadia ke bahasa Mesir) dalam tablet Amarna bernomor EA 252 (p208 fig. 245) bahwa:
“…jika seekor semut terjebak, bukankah dia akan melawan balik dan menggigit tangan orang yang mengganggunya?”

Penguasa berani inilah yang bernama Raja Labayu, yang oleh beberapa sejarawan dianggap sebagai Raja Saul.

Beberapa sejarawan menghubungkan Labayu dengan Saul karena beberapa petunjuk dalam Surat Amarna, yaitu:

1.    Waktu dalam surat Amarna
Oleh beberapa sejarawan Alkitab, era hidup Saul dan Daud adalah dimasa Awal Jaman Besi. Berdasarkan penelitian terbaru melalui uji karbon pada tablet surat-surat Amarna, tablet-tablet itu juga berasal dari masa Awal Periode Besi, masa yang sama dengan masa hidup Saul. Hasil penelitian ini juga dianggap memberikan sumbangan besar pada para Egyptologist sebab akhirnya kita bisa mengetahui waktu pemerintahan Firaun Akhenaten yang, oleh para pengikut teori kronologi baru juga, hidup pada masa yang sama dengan era pemerintahan Saul. Penelitian karbon ini diyakini oleh mereka berhasil menggeser kronologi sejarah Mesir yang sudah dipegang selama bertahun-tahun dan oleh pengikut teori kronologi baru firaun Ramses II diyakini sebagai Firaun Sisak37 yang menyerbu Yerusalem dimasa pemerintahan cucu Daud, padahal oleh sejarawan konvensional Firaun Shoshenk I-lah yang dianggap sebagai Firaun Sisak.

2.    Nama Labayu
Dalam surat-surat Amarna, nama Labayu secara hypocoristic (nama pendek) dibaca sebagai “Labayu38” dan arti namanya juga dimuat dalam surat itu sebagai “Singa Agung dari N” atau “Singa Perkasa dari N”. “N” dalam arti namanya dianggap sebagai nama dewa. Nama ini mirip dengan dengan kata dalam bahasa Ibrani yaitu “Lebaim” yang berarti “Singa-singa” (Lebaim adalah kata jamak = singa-singa). Dalam lagu dan syair Daud, khususnya saat dia melarikan diri dari Saul, Daud menyebut Saul dan pasukannya sebagai singa-singa, khususnya syair yang dibukukan dalam kitab Mazmur pasal 57 ayat ke-5 yang berbunyi: “Aku terbaring di tengah-tengah singa (kata jamak, merujuk pada Saul dan pasukannya) yang suka menerkam anak-anak manusia (merujuk pada pembantaian Saul pada imam-imam di Nob), yang giginya laksana tombak (senjata yang selalu Saul gunakan untuk secara langsung membunuh Daud dan juga Yonatan) dan lidahnya laksana pedang tajam (perintah Saul untuk membunuh semua yang berhubungan dengan Daud dengan pedang).” Kata ibrani yang digunakan untuk menyebut singa (jamak) dalam syair ini adalah “Lebaim”.

3.    Letak wilayah kekuasaan Labayu
Dalam surat-surat Amarna disebutkan dengan jelas bahwa letak wilayah kekuasaan utama Labayu adalah sebuah wilayah perbukitan bagian utara kota Yerusalem. Hal memang ini sejalan dengan catatan kitab Samuel tentang wilayah awal kekuasaan Saul yang dimulai dari daerah Gibea Benyamin sebagai ibukota. Wilayah Gibea Benyamin ini adalah sebuah wilayah perbukitan yang letaknya di sisi utara kota Yerusalem.

4.    Musuh Labayu
Dalam surat-surat Amarna, raja-raja wilayah Kanaan yang berkuasa di wilayah pesisir Laut Merah hingga wilayah barat-daya ‘mengadu’ perihal Labayu yang terus memerangi mereka. Ini jelas menunjukan bahwa Labayu dan raja-raja itu bermusuhan. Laporan raja-raja itu dalam surat-surat Amarna pada Firaun juga memberikan informasi pada kita bahwa meskipun Labayu gencar memerangi raja-raja itu tetapi dia tidak berhasil merebut satupun kota di wilayah asli raja-raja itu. Jika merujuk pada wilayah raja-raja Kanaan yang disebutkan dalam surat-surat Amarna maka raja-raja itu adalah raja-raja Konfederasi Filistin, sebab Konfederasi Filistin adalah bangsa yang mendiami wilayah Kanaan di pesisir Laut Merah. Catatan kitab Samuel memang memberi-tahu kita bahwa Saul memerangi orang-orang Filistin seumur hidupnya, dan bersama dengan Yonatan dia berhasil mengusir koloni-koloni Filistin dari wilayah suku-suku Israel, tetapi catatan dalam kitab Samuel juga memberi informasi bahwa Saul tidak pernah berhasil merebut satu-pun kota asli milik bangsa Filistin39. Memang, sejak awal fokus Saul adalah merebut kembali kota-kota yang dulu sudah direbut oleh Panglima Yosua40, inilah salah-satu indikator perseteruannya dengan Nabi Samuel, yang ingin agar Saul merebut semua kota di Kanaan sesuai dengan yang dijanjikan pada Musa dan yang wilayahnya telah diwasiatkan dan bagi-bagikan oleh Panglima Yosua pada suku-suku Israel. Meski demikian, sama seperti sikap Samuel pada orang Filistin, Saul tetap menjadikan orang-orang Filistin dipesisir Laut Merah sebagai musuh abadinya.

5.    Tindakan Labayu
Dalam surat keduanya pada Firaun, yang diberi nomor EA 254, Labayu memberi-tahu pada firaun bahwa dia telah mengusir orang-orang Kanaan pesisir dan berhasil merebut kembali tanah miliknya dari mereka. Ini tidak bertolak belakang dengan catatan dalam kitab Samuel dan malahan sangat sejalan, sebab dalam kitab Samuel disebutkan bahwa Saul dan pasukan Israel berhasil mengusir orang-orang Filistin dari wilayah tradisional Israel dengan merebut koloni-koloni Filistin itu. Awal kemenangan pasukan Israel atas Filistin adalah pada Perang Geba yang dipimpin oleh Yonatan. Keberhasilan Yonatan ini membuat orang-orang Israel diseluruh penjuru Kanaan mengangkat senjata mengikuti Saul. Keberhasilan ini menjadikan Yonatan sebagai salah-satu ksatria perang ternama di Kanaan dan menjadi pangeran kesayangan orang Israel.

6.    Putra-putra Labayu
Dalam surat-surat Amarna dari Labayu dan dari raja-raja Kanaan yang lain, disebutkan perihal putra-putra Labayu (tanpa menyebut nama mereka) yang ikut memerintah bersama Labayu, berperang memerangi mereka bersama Labayu, ditegur-keras oleh Labayu, menggantikan Labayu, dan ada putra-putra Labayu (lebih dari satu putra) yang masih hidup setelah kematian Labayu. Oleh David Rohl putra-putra Labayu ini diartikan sebagai: Yonatan (berperang memerangi raja-raja Kanaan bersama Labayu dan sekaligus ditegur-keras oleh Labayu), Daud (putra atau putra menantu yang ikut memerintah bersama Labayu, tepatnya di wilayah Yudea), Ishiboset (putra yang menggantikan Labayu), dan Ishiboset dan Daud sebagai putra-putra Labayu yang masih hidup yang kerab memerangi raja-raja Kanaan itu.

7.    Kematian Labayu
Dalam surat Amarna yang bernomor 245 seorang raja Kanaan yang bernama Biridiya, yaitu raja kota Megiddo (Alkitab: Megido41) melaporkan tentang pertempuran terakhir melawan Labayu. Biridiya menemukan bahwa Labayu sudah tewas saat dia tiba di lokasi pertempuran sehingga dia tidak bisa memenuhi perintah Firaun untuk membawa Labayu ke Mesir agar dieksekusi secara terbuka (hukuman atas kelancangan Labayu). Hal ini masih sejalan dengan catatan kitab Samuel yang memuat bahwa Saul tewas (bunuh-diri) di medan perang dalam pertempuran melawan orang Filistin. Dia tidak pernah ditangkap hidup-hidup meskipun akhirnya jenasahnya diangkut oleh tentara Filistin dan dipamerkan disalah-satu tembok kota mereka.

Dalam Surat-surat Amarna, memang disebutkan bahwa Raja Labayu dan orang-orang Habiru (Hebrew) bukan berasal dari kubu yang sama. Sekilas, ini tidak sesuai dengan catatan kitab Samuel bahwa Saul adalah orang Ibrani (Israel) sehingga sudah pasti dia berasal dari kubu yang sama, tetapi para pengikut teori kronologi baru bersikeras orang-orang Ibrani selalu menyebut mereka sebagai orang “Israel” bukan orang “Hebrew” (bahasa Ibrani: Ibriya yang artinya orang-orang pendatang), dan bahwa dalam bahasa asli kitab Perjanjian Lama hanya para pengikut Daud yang menyebut diri mereka orang “Hebrew” (orang Ibriya= orang pendatang atau penumpang). Oleh sebab itu, oleh para pengikut teori kronologi baru, Habiru yang dimaksudkan dalam surat-surat Amarna adalah sebutan khusus bagi orang Israel dari gerombolan pengikut Daud (David Rohl, “A Test of Time: The Bible-From Myth To History,” 1995) yang kemudian, setelah Daud menjadi raja Israel, sebutan ini menjadi salah-satu sebutan resmi bangsa Israel khususnya Kerajaan Yehuda (Yerusalem) selain nama “Israel” untuk membedakan mereka dengan kerajaan Israel Utara (Samaria42) yang juga menyebut diri “orang Israel” sehingga pada masa hidupnya Saul memang tidak termasuk “orang Hebrew” atau “orang Ibriya” sebab dia pasti akan menyebut dirinya sebagai orang “Israel”, atau sebelum menjadi raja Israel dia akan menyebut dirinya sebagai orang “Benyamin.”



Terlepas dari keruwetan historisiti wangsa Saul dan Yonatan, kitab Samuel dan beberapa kitab sejarah lainnya dalam Perjanjian Lama tetap tegas menyatakan bahwa kharisma dan keberanian Yonatan adalah salah-satu kunci keberhasilan wangsa Saul meraih dukungan semua suku Israel dan membantu ayahnya menjadi pemimpin tunggal bangsa Israel. Kepiawaian Wangsa Saul memimpin dapat dilihat dari ketiadaan perang saudara dan konflik internal yang terbuka pada awal kerajaan Israel berdiri. Tidak ada konflik berdarah antar suku atau antar klan yang sangat umum terjadi pada sebuah kerajaan muda seperti Israel saat itu. Ayahnya juga menghindari konflik yang tidak perlu dengan kerajaan lain dan fokus merebut kembali wilayah Israel.
Wilayah Israel semakin lama semakin besar dan Yonatan juga semakin dikenal diseluruh Israel sebagai pangeran muda yang gagah berani mengusir orang Filistin dari wilayah Israel.

__________________________________________________________________________________
35Surat-surat Amarna ditemukan pada 1887 di Tell el-Amarna. Surat-surat ini adalah surat-surat dari para pemimpin asing pada Firaun, yang berasal dari wilayah-wilayah Turki, Siria, dan Siprus. Surat-surat itu dikirim pada Firaun Amenhotep IV atau yang lebih dikenal dengan nama Akhenaten
36Surat-surat dari Kanaan yang berbahasa Kanaan atau bahasa-bahasa yang digunakan oleh bangsa-bangsa yang mendiami wilayah Kanaan, termasuk Israel, dikirim pada Firaun Akhenaten setelah diterjemahkan kedalam bahasa Akkadia (dalam bentuk tulisan Cuneiform) lalu oleh para penerjemah istana Firaun ditermahkan kedalam bahasa Mesir (dalam bentuk tulisan Hieroglif).
37Firaun Ramses II dianggap Firaun Sisak oleh David Rohl sebab hasil riset dari sumber-sumber Mesir dan Kerajaan Hittit  (bangsa Het) mengungkap bahwa Firaun Ramses II dikenal di Timur Tengah dengan hypocoristicon (nama panggil) yang ditulis “Ss'” (double huruf “S”). Huruf “S” dari nama-nama Mesir sendiri diucapkan “Sh” oleh orang Ibrani (Sosenk = Shoshenk). Huruf “Ss'” ditulis tanpa huruf hidup tetapi beberapa catatan kuno Assyria mengindikasikan huruf “Ss'” dari nama-nama Mesir dibaca “Sisa” atau “Syisha”. Menurut Rohl ada kemungkinan lafal Ibrani menambahkan akhiran tegas saat menyebut nama ini sehingga dibaca “Sisak”.
38nama Labayu, yang berarti singa, mirip dengan kata dalam bahasa Ibrani: Labi atau Lebayi, yang adalah kata tunggal yang juga berarti singa,
39lima kota utama kerajaan konfederasi Filistin adalah Gat (kota asal raksasa Goliat), Gaza (wilayah yang berdekatan dengan kota Gaza modern), Ekron, Asdod, dan Askelon
40Yosua ben Nun dari suku Yusuf tepatnya sub-suku Efraim adalah Panglima Besar Israel yang memimpin Israel setelah Nabi Musa. Dia adalah pemimpin Israel yang memimpin penaklukan kota Yeriko.
41pada masa Saul dan Yonatan, Megido belum menjadi wilayah bagian kekuasaan Israel
42Samaria adalah ibukota ketiga Kerajaan Israel Selatan setelah sebelumnya beribukota di Tirza dan Sikhem




DAFTAR PUSTAKA:
-Avios, Michael; Could Saul Rule Forever? A New Look At 1 Samuel 13:13-14; the Journal of Hebrew Scriptures Volume 5 artikel 16; ISSN 1203-1542
-Garshiel, Moshe; the Book of Samuel: Its Composition, Structure and significance As A Historiographical Source; the Journal of Hebrew Scriptures Volume 10 artikel 5; ISSN 1203-1542
-Junkkaala, Eero Kalevi; Three Conquests of Canaan; Abo Academy University Press; Finlandia; 2006
-Kitchen, Kenneth Anderson; Ancient Orient and Old Testament; University of Liverpool, School of Archaelogy and Oriental Studies; Inter-varsity Press; Liverpool, Inggris; 1966
-Kitchen, Kenneth Anderson; the Old Testament Contest; University of Liverpool, School of Archaelogy and Oriental Studies; Inggris
-Kitchen, Kenneth Anderson; the Old Testament in Its World Today; University of Liverpool, School of Archaelogy and Oriental Studies; Inggris
-Kletter, Raz; Chronology and United Monarchy; 2004
-Kuliovsky, Andrew; A Reliable Historical Record
-Liver, J; King, Kingship; Encilopedia Bibica Vol. IV, the Bialic Institute, Yerusalem, 1964
-McFall, Leslie; A Translation Guide to the Chronological Data in Kings and Chronicles; Former Fellow; Tyndale House; Cambridge, Inggris
-Olaussen, Veronica Kristine; How Convincing Are the Arguments for A New Egyptian Chronology; Journal of Creation; 2003
-Rohl, David; A Test of Time: The Bible, From Myth to History; Century; London; 1995
-Sielaff, David; Israel and Judah: part 2. David as King; Grace Theological Journal Vol.5.1 halaman 95-126; Associates for Scriptural Knowledge, Portland-Amerika Serikat; September 2014
-Sostre, Samuel; David’s Treason Against Saul: A Hidden Storyline Within Biblical Text; the Jewish Bible Quarterly Volume 43:4 halama 172; edisi Oktober-Desember 2015
-Van der Veen, Peter. Theis, Christopher. Gorg, Manfred; Israel in Canaan (Long) Before Pharaoh Merenptah; Journal of Ancient Egypt Inter-conection volume 2:4; 2010
-Zaph, David L; How Are the Mighty Fallen! A Study of 2 Samuel 1:17-27; Grace Theological Journal Vol.5.1 halaman 95-126; 1984


DAFTAR WEB:
-en.wikipedia/saul
-en.wikipedia/jonathan-ben-saul
-en.wikipedia/david-king-of-israel
-en.wikipedia/samuel
-en.wikipedia/kingdom-of-israel
-en.wikipedia/gibea

__________________________________________________________________________________
Hak Cipta Artikel: Devy R
Artikel ini pertama kali ditulis dan disusun oleh Devy R dan diterbitkan oleh Deleigeven Media


PENYUSUN:
Penulis: Devy R
Editor: Deleigeven & Juliet
Penerbit: Deleigeven Media

Sunday, 10 June 2018

SEJARAH NEGERI BATU BARA



Batu Bara adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Wilayah Batu Bara didominasi oleh wilayah pesisir pantai yang terletak ditepi Selat Malaka. Wilayah Batu Bara baru menjadi kabupaten pada tahun 2006 setelah sebelumnya digabungkan dengan Kabupaten Asahan. Pada jaman dahulu, meskipun berada di wilayah utara Pulau Sumatera, sejarah Batu Bara berkaitan erat dengan Kerajaan Pagaruyung di wilayah barat Sumatera. Wilayah Batu Bara sangat strategis. Selain berada ditepian Selat Malaka, wilayah Batubara juga berbatasan dengan wilayah-wilayah makmur sejak jaman dahulu kala, seperti Asahan, Simalungun, Deli, dan Pematang Bedagai.





ASAL MULA NEGERI BATUBARA

Negeri Batu Bara terbentuk disaat yang bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Batu Bara disekitar tahun 1676-1680. Sebelum Kerajaan Batu Bara didirikan diwilayah ini, bisa dibilang wilayah ini tidak memiliki penghuni tetap sehingga belum ada peradaban sebelum era Kerajaan Batu Bara.

Jika mengacu pada tulisan sejarawan ternama, Hamka, yang menyebutkan bahwa kedatangan Islam ke Pulau Sumatera diawali pada abad ke-7, sedangkan penyebarannya mulai merata pada abad ke-12 atau ke-13, maka dipastikan bahwa Kerajaan Batu Bara berdiri setelah jaman Hindu-Buddha telah lama berakhir dan pada masa Islam sudah menjadi agama utama di Sumatera, sehingga sampai sekarang ini tidak ada penemuan situs-situs bersejarah pada masa Hindu-Buddha yang ditemukan diseluruh wilayah Batu Bara.

Sejarah Kerajaan Batu Bara jauh lebih tua daripada sejarah Kesultanan Siak Sri Inderapura karena pendiri Kerajaan Batubara, Datuk Belambangan, mendirikan Kerajaan Batubara lebih dari 40 tahun sebelum Sultan Abdul Jalil Rahmadsyah (juga dikenal dengan nama Raja Kecil) mendirikan Kerajaan Siak Sri Indrapura (pada 1723). Hebatnya, Datuk Belambangan selain masih berkerabat dengan Raja Kecil, beliau juga terhitung sebagai paman dari pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura ini. Ini disebabkan ibunda Raja Kecil yang sudah berstatus janda setelah suaminya, Sultan Mahmudsyah II dari Kesultanan Johor (ayah Raja Kecil) dibunuh, dinikahi oleh Raja Bagewang II (bergelar Sultan Abdul Jalil Johan Berdaulat) dari Kerajaan Alam Melayu Minangkabau, atau yang dikenal juga dengan nama Kerajaan Pagaruyung, kerajaan asal Datuk Belambangan sebelum beliau mendirikan Kerajaan Batu Bara.

Wilayah Batu Bara mulanya adalah salah-satu wilayah kekuasaan Kerajaan Simalungun. Raja Simalungun lalu memberikan wilayah tak berpenghuni itu kepada menantunya, Datuk Belambangan, karena putri raja (istri Raja Simalungun) sangat menyukai wilayah itu.

Raja Belambangan atau Datuk Belambangan adalah salah-satu putra dari Raja Bujang, putra dari Raja Gamuyang, (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 29, 2010) dari Kerajaan Alam Minangkabau di Pagaruyung, Sumatera Barat.

Bagaimana seorang pangeran dari Pagaruyung bisa berada dan mendirikan sebuah kerajaan di wilayah Simalungun?

Rupanya kisah paling awal bagaimana Kerajaan Batu Bara bisa berdiri dimulai dari sebuah perburuan yang berakhir sia-sia.

Sebelum pangeran Kerajaan Paguruyung ini menjadi penguasa negeri Batu Bara, beliau tinggal dan dididik didalam istana Pagaruyung. Usai mempelajari dan menguasai semua ilmu yang wajib diketahuinya, beliaupun menghadap ayahnya, raja Pagaruyung. Datuk Belambangan memohon agar diijinkan meninggalkan istana untuk pergi berburu rusa untuk melengkapi kebanggaannya sebagai seorang pangeran. Raja mengabulkan permohonan putranya, dan berangkatlah Datuk Belambangan bersama dengan serombongan pengawal, juga beberapa sahabatnya.

Rombongan sang pangeran meninggalkan negerinya dengan menyusuri pesisir pantai, lalu melintasi hutan belantara dan wilayah pegunungan. Namun, belum ada rusa yang terlihat. Walau mereka sudah kelelahan tapi pantang bagi Datuk Belambangan dan rombongannya untuk pulang sebelum mendapatkan hasil buruan.

Akhirnya, terlihatlah oleh Datuk Belambangan, seekor rusa. Datuk Belambangan dan rombongannya memburu rusa itu dan berusaha menangkapnya. Namun, rusa itu mampu melarikan diri. Perburuan itu membuat Datuk Belambangan dan rombongannya tidak mengetahui waktu dan tempat mereka.

Akhirnya, terlihatlah oleh mereka sebuah perkampungan. Oleh orang yang mereka temui dijalan, mereka mendapat informasi bahwa mereka berada di Negeri Simalungun. Setelah mengetahui bahwa yang dihadapan mereka adalah seorang pangeran, maka dihantarkanlah Datuk Belambangan dan rombongannya ke istana Raja Simalungun. 

Raja Kerajaan Simalungun menyambut Datuk Belambangan dan rombongannya dengan gembira dan mendengar dengan penuh minat mengenai perkembangan Kerajaan Pagaruyung termasuk kabar dari Raja Pagaruyung dan seisi istana, dan juga tentang cerita perburuan Datuk Belambangan. Setelah mendengar cerita tentang perburuan yang gagal, raja Simalungun meminta agar Datuk Belambangan dan rombongannya tinggal sementara waktu di Negeri Simalungun. Tawaran itu disetujui oleh Datuk Belambangan dan dinilai bijak oleh rombongannya.

Datuk Belambangan tinggal cukup lama di Simalungun, dan kemudian jatuh hati pada putri raja Simalungun (kemungkinan juga adik raja Simalungun). Datuk Belambangan lalu mengajukan lamaran pada raja Simalungun yang lalu disetujui oleh raja. Pangeran dari Pagaruyung dan putri dari Simalungun yang bermarga “Damanik” itu akhirnya menikah.

Kisah perburuan dan pernikahan Datuk Belambangan, serta keberadaannya di Simalungun terjadi sebelum tahun 1680.

Tidak lama setelah pernikahan itu, istri Datuk Belambangan hamil. Saat itu, istrinya sangat ingin melihat pantai. Raja Simalungun lalu mengijinkan Datuk Belambangan dan istrinya berangkat ke pantai yang masih berada dalam wilayah Simalungun dan yang dianggap paling indah. Rombongan Datuk Belambangan dan istrinya yang terdiri dari orang-orang asal Minangkabau dan Simalungun kemudian berangkat menuju ke pesisir pantai yang menjadi bagian dari wilayah yang kini dikenal sebagai Negeri Batu Bara.

Setibanya mereka di wilayah Batu Bara, mereka langsung mendirikan pemukiman di tepi sungai didekat muara. Pemukiman yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka ini dinamakan “Kuala Gunung”.

Tidak lama setelah menikahi istrinya dari klan Damanik, istri Datuk Belambangan-pun hamil. Saat itu, istrinya sangat ingin melihat pantai. Datuk Belambangan lalu menghadap kepada ayah mertuanya dan mengutarakan permintaan istrinya yang ingin sekali melihat laut dan pantai. Sang raja yang paham betul bahwa putrinya sedang mengidam, memberi ijin pada mereka untuk pergi ke daerah pesisir pantai, dan bahkan memberikan segala kebutuhan putri dan menantunya beserta rombongan mereka seperti perbekalan dan juga pengawal. Datuk Belambangan dan istrinya pun berangkat ke pantai yang masih berada dalam wilayah Simalungun, dan yang dianggap paling indah. Rombongan Datuk Belambangan dan istrinya yang terdiri dari orang-orang asal Minangkabau dan Simalungun kemudian berangkat menuju ke pesisir pantai yang menjadi bagian dari wilayah yang kini dikenal sebagai Negeri Batu Bara.

Setibanya mereka di wilayah Batubara, mereka langsung mendirikan pemukiman di tepi sungai didekat muara. Pemukiman yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka ini dinamakan “Kuala Gunung” (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 29, 2010). Datuk Belambangan bermaksud untuk membuat pemukiman ditempat itu sebagai tempat tinggal tetapnya dan juga ingin membangun daerah itu menjadi sebuah negeri baru. Sang istri juga rupanya mendukung keinginan suaminya. Seluruh rombongan-pun mendukung keinginan dari Datuk Belambangan. Datuk Belambangan lalu mengutus utusan kepada Raja Simalungun untuk menyampaikan keinginan Datuk Belambangan dan istrinya agar bisa menetap didaerah baru itu. Usai mendengar pesan dari putri dan menantunya, rajapun memanggil para penasehatnya dan meminta pendapat para kaum cendekia dinegerinya. Para penasehatnya memandang bahwa keinginan dari putri dan menantu raja adalah baik dan tidak akan menyusahkan Kerajaan Simalungun. Setelah mendengar masukan dari para penasehatnya, maka raja Simalungun lalu mengirim pesan kepada putri dan menantunya bahwa sang raja menyetujui permohonan putri dan menantunya. Raja Simalungun lalu mengirimkan perlengkapan dan semua yang dibutuhkan oleh putri dan menantunya beserta rombongan mereka melalui utusan yang dikirimnya, dan juga mengirim serta rakyatnya yang tertarik untuk menetap dinegeri baru itu dan bersedia menjadi rakyat dari Datuk Belambangan.




ASAL NAMA KERAJAAN BATU BARA

Menurut legenda, tidak lama setelah titah pembangunan negeri baru itu diucapkan oleh Datuk Belambangan, dan juga ketika pembangunan itu masih terus dilaksanakan, berkumpulah rakyat negeri yang baru itu dan menghadap Datuk Belambangan. Rakyatnya itu meminta Datuk Belambangan itu menjadi raja dinegeri yang baru itu.

Berdirinya kedatuan baru itu sudah direstui atau malah diprakarsai oleh pihak Simalungun, dengan restu dari Kesultanan Asahan sebagai kesultanan yang membawahi wilayah Simalungun. Cerita-cerita rakyat yang beredar menceritakan bahwa raja Simalungun mendukung penuh pendirian kedatuan baru itu dan merestui Datuk Belambangan sebagai penguasa Batu Bara.

Wilayah baru ini dinamakan “Batu Bara” sebab menurut cerita rakyat, pada awal pembangunan pemukiman dan awal pemerintahan di wilayah itu, rakyat menemukan banyak sekali batu-bara. Dalam legenda diceritakan bahwa seorang hulubalangnya yang ditugasi untuk mengawasi penggalian sumur, datang dan berteriak sambil menggenggam batu yang hitam warnanya, sambil berkata:

Ini batu yang bisa menyala dan membara, batu bara....

Bukan hanya sebongkahan batu saja, tapi ditemukan banyak sekali batu hitam yang serupa dihampir disetiap sumur yang digali. Legenda-pun memuat titah Datuk Belambangan:
Mari kita namakan saja negeri ini sebagai Negeri Batu Bara, karena ada banyak batu yang bisa membara yang ditemukan disini,”
dan mengumumkan pada rakyatnya bahwa nama negeri itu adalah Negeri Batu Bara, dengan pusat pemerintahan pertama di Kuala Gunung.




EMPAT KERAJAAN DI BATU BARA

Rombongan Datuk Belambangan yang mendatangi wilayah Simalungun pada sekitar tahun 1676-1680 diakui sebagai rombongan pertama. Datuk Belambangan tinggal lama di wilayah Simalungun dan Batubara, dan semasa itu beliau belum pernah kembali lagi ke kampung halamannya di Pagaruyung. Tidak begitu lama setelah Kedatuan Batubara didirikan secara de facto, istri Datuk Belambangan memasuki waktu bersalin. Sang permaisuri berhasil melahirkan seorang bayi perempuan. Dikatakan bahwa putri Datuk Belambangan ini tumbuh menjadi gadis yang cantik, hingga kemudian utusan-utusan ayahnya dari Pagaruyung tiba.

Tidak diketahui kapan pastinya rombongan kedua ini tiba. Jika mengacu pada usia akil balig putri Datuk Belambangan, sesuai dengan tradisi pada masa itu, yang menginjak usia 16-18 tahun saat rombongan kedua itu tiba di Simalungun dan kemudian di Batubara, maka itu artinya Datuk Belambangan menerima rombongan kedua yang adalah utusan-utusan ayahnya sekitar tahun 1692-1698.

Dalam rombongan kedua dari Pagaruyung itu, selain ada beberapa tetua dan juga hulubalang, turut serta juga empat pemuda bangsawan dari Pagaruyung. Keempat pemuda ini termasuk dalam kelompok yang tidak ikut kembali ke Pagaruyung mengikuti kepulangan utusan-utusan dari rombongan kedua dan beberapa anggota rombongan pertama yang dulu berburu bersama-sama dengan Datuk Belambangan sebab beberapa orang dari rombongannya dulu rupanya begitu rindu pada kampung halamannya sehingga mereka memutuskan untuk pulang ke Pagaruyung. Ada beberapa orang dari rombongan kedua, termasuk keempat pemuda itu, yang diperintahkan tinggal oleh pemimpin rombongan kedua dengan maksud membantu Datuk Belambangan dan membangun Kedatuan Batu Bara. Keempat pemuda itu adalah Datuk Jenan, Datuk Paduka Raja, Datuk Panglima Muda, dan Datuk Ayung.

Keempat pemuda dari Pagaruyung yang tinggal di negeri Batu Bara mulai melakukan tugas-tugas mereka untuk menjadi abdi raja. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan raja dan juga kerabat dekat Baginda Raja Batu Bara, maka Datuk Belambangan menerima lamaran mereka saat mereka meminang putri-putri raja. Karena Datuk Belambangan hanya memiliki seorang putri maka dia mengangkat tiga orang putri sebagai anaknya dan menikahkan mereka dengan para pemuda itu. Agar tidak terjadi perebutan kekuasaan di wilayahnya, seperti yang sebelumnya terjadi di Pagaruyung, Datuk Belambangan membagi wilayah kekusaannya menjadi empat wilayah, sesuai dengan jumlah anak-anaknya, dan menyerahkan pemerintahan empat wilayah itu kepada menantu-menantunya. Sepeninggal Datuk Belambangan, pusat pemerintahan-pun sudah tidak berada di Kuala Gunung lagi melainkan terbagi di empat wilayah yang sudah dibagi tadi. Empat wilayah itupun kemudian menjadi empat kerajaan yang paling awal di Batubara.

Adapun empat kerajaan itu adalah:

I. KERAJAAN TANAH DATAR

Kedatuan Tanah Datar adalah kedatuan yang dipimpin oleh suami dari putri kandung Datuk Belambangan. Putri kandung Datuk Belambangan bernama Putri Gadis, Putri-putri raja yang lain adalah putri angkat. Putri Gadis menikah dengan Datuk Jenan dari klan Tanah Datar di Pagaruyung. Inilah mengapa kedatuan ini dinamakan Kedatuan Tanah Datar. Datuk Jenan lalu diberikan wilayah di pesisir Selat Malaka dengan pusat pemerintahan di Padang Genting.

Raja-raja Kedatuan Tanah Datar adalah:

1.DATUK JENAN

Datuk Jenan adalah raja pertama Kedatuan Tanah Datar. Selain menggunakan nama “Datuk Jenan”, beliau juga dikenal dengan nama “Datuk Jennaton” yang diberikan oleh keluarga istri ketiganya. Putri sulung Datuk Belambangan adalah istri keduanya. Sebelumnya, dia sudah pernah menikah dengan seorang wanita di Pagaruyung sebelum kedatangannya ke Batubara. Setelah memutuskan turun tahta, Datuk Jenan pindah ke Pulau Penang. Kedatangan Datuk Jenan ke Pulau Penang lebih awal dari kedatangan Francis Light di pulau itu (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 47, 2010). Datuk Jenan meninggal dan dimakamkan di Penang, Malaysia. Keturunan Datuk Jennaton kelak banyak sekali yang menjadi orang-orang terpandang di Malaysia. Pernikahan Datuk Jenan dengan istri ketiganya, seorang wanita asal Penang, kelak menurunkan Yusuf Ishak (presiden pertama Singapura), Aziz Ishak (Menteri Pertanian pertama Malaysia), Datuk Mahmud Pawanteh (mantan Menteri Penerangan Malaysia), Tan Sri Rozali Ismail (Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk PBB), dan masih banyak lagi (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 48, 2010).


2.RAJA PAMBOSAR

Raja Pambosar adalah putra sulung Putri Gadis dan Datuk Jenan sekaligus penerus Datuk Jenan sebagai raja di Kedatuan Tanah Datar, yang mulai berkuasa sekitar tahun 1738-1740. Raja Pambosar lahir dengan nama Pangeran Beramban, yang bergelar “Tok Ongah Beramban” saat masih menjadi pangeran. Setelah beliau diangkat menjadi raja Kedatuan Tanah Datar beliau diberi gelar “Raja Pambosar”. Raja Pambosar naik tahta bukan setelah kematian ayahnya, sebab ayahnya mengundurkan diri dan menyerahkan kerajaan pada Raja Pambosar. Ayahnya, Datuk Jenan, memilih menghabiskan hari-tuanya sebagai saudagar dan hidup dengan berlayar mengarungi Selat Malaka. Selain menurunkan raja-raja Kerajaan Tanah Datar, beliau juga adalah leluhur dari raja-raja Kedatuan Bogak, sebab putra beliau, Pangeran Husin, diangkat sebagai Bendahara Kerajaan Siak diseluruh wilayah Batubara yang jabatannya diwariskan turun-temurun sehingga wilayah yang menjadi pusat pemerintahannya sebagai seorang syahbandar juga dianggap sebagai suatu kedatuan. Kedatuan inilah yang kemudian menjadi Kedatuan Bogak, sehingga Pangeran Husin dinobatkan sebagai raja pertama Kedatuan Bogak.


3.RAJA AKAS

Raja Akas adalah cucu dari Datuk Jenan, dan keponakan dari Raja Pambosar. Beliau adalah putra tunggal dari Putri Intan (putri sulung Datuk Jenan). Dalam sejarah Batu Bara beliau lebih dikenal dengan nama “Datuk Panglima Akas” sebab sebelum menjadi raja dia menjabat sebagai panglima Kedatuan Tanah Datar. Ayah Pangeran Akas adalah seorang bangsawan Simalungun dari klan Damanik. Dia berhasil menduduki tahta Kedatuan Tanah Datar sebab putra-putra Raja Pambosar meninggal sebelum mewarisi tahta. Tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa dia mengambil aslih tahta dengan paksa. Keturunannya turun-temurun memerintah Kedatuan Tanah Datar.


4.RAJA ABDUL WAHAB

Raja Abdul Wahab adalah putra Raja Akas dengan istri pertamanya. Beliau menikah dengan adik dari raja Kedatuan Tanah Datar. Tidak banyak catatan sejarah tentang beliau.


5.RAJA SRI INDERA

Raja Sri Indera adalah raja kelima sekaligus yang terakhir dari Kedatuan Tanah Datar. Nama lahir Raja Sri Indera adalah Pangeran Syahkroni, yang pada masa mudanya dikenal sebagai pangeran bengal yang suka melanggar aturan dan tradisi. Beliau pernah kabur dari istana dan kampung halamannya lalu menetap sementara waktu di Pulau Penang. Setelah menikah dengan istrinya yang berasal dari Penang, beliau kembali ke Tanah Datar dan diterima dengan sukacita oleh ayah dan rakyatnya. Sepeninggal ayahnya, beliau diangkat menjadi raja hingga Kedatuan Tanah Datar memilih bergabung dengan Republik Indonesia.




II. KERAJAAN LIMAH PULUH

Kedatuan Limah Puluh adalah kedatuan yang dipimpin oleh suami dari salah-satu putri angkat Datuk Belambangan. Putri angkatnya ini menikah dengan Datuk Paduka Raja, sehingga beliau disebut juga Encik Paduka Raja Br.Sinaga (marga Simalungun ayahnya). Suaminya berasal dari daerah Limah Puluh Koto di Pagaruyung kedatuan ini dinamakan Kedatuan Limah Puluh. Datuk Paduka Raja lalu diberikan wilayah dengan pusat pemerintahan pertama di Kampung Pinai, lalu pindah ke Parupuk dan kemudian di Sontang.

Raja-raja Kedatuan Limah Puluh adalah:

1.DATUK PADUKA RAJA

Datuk Paduka Raja adalah raja pertama Kedatuan Limah Puluh (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 48, 2010). Pada masa pemerintahannya, beliau membangun pemukiman di Kampung Pinai dan menjadikan tempat itu sebagai pusat pemerintahannya. Fokus pertama pemerintahannya adalah membangun dan memperkuat tata pemerintahan serta tatanan hidup masyarakat dan menjadikan perkebunan sebagai komoditi ekspor utama daerahnya. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya.


2.DATUK RAJA MUDA

Datuk Raja Muda adalah raja kedua Kedatuan Limah Puluh. Nama “Raja Muda” bukanlah nama aslinya melainkan nama gelarnya sebagai putra mahkota. Pada masa pemerintahannya, beliau membangun dan mengembangkan pemukiman di Parupuk dan memindahkan pusat pemerintahan dari Kampung Pinai ke Parupuk. Perdagangan antara Kedatuan Limah Puluh dengan dunia luar menjadi sangat maju pada masa pemerintahannya. Pada masanya juga, wilayah Kedatuan Limah Puluh mulai dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa dan mulai membuka berbagai usaha-usaha di Limah Puluh, khususnya di Parupuk. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Datuk Raja Muda menyerahkan kekuasaannya pada putranya (atau juga mungkin meninggal) pada tahun 1820.


3.RAJA INDERA SETIA

Raja Indera Setia adalah putra sulung Datuk Raja Muda. Nama lahirnya adalah Sa’omo sehingga beliau dikenal juga dengan nama Datuk Sa’omo. Raja Indera Setia naik tahta pada tahun 1820 dan memerintah hingga tahun 1876. Pada masa pemerintahannya, beliau berhasil mengembangkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Malaysia, seperti Penang, Perak, dan Johor. Beliau lalu memindahkan pusat pemerintahan dari Parupuk ke Sontang. Pada masa pemerintahannya, seluruh kedatuan di Batu Bara, termasuk Kedatuan Limah Puluh dipaksa menjadi kerajaan bawahan Belanda sebagai akibat dari jatuhnya Kesultanan Siak Sri Inderapura ke tangan Belanda (semua kedatuan di Batu Bara adalah abdi Kesultanan Siak) yang memaksa Kesultanan Siak menandatangani kontrak monopoli dagang dengan Belanda pada 1 Februari 1858. Karena tidak memiliki putra pewaris, tahta Kedatuan Limah Puluh diberikan pada keponakannya pada 1876.


4.RAJA ONGKU

Raja Ongku adalah keponakan Raja Indera Setia. Beliau adalah putra sulung dari dari Pangeran Ismail (sepupu Raja Indera Setia) dan cucu dari Pangeran Jenal (putra kedua Datuk Paduka Raja dan adik dari Datuk Raja Muda). Raja Ongku diangkat menjadi raja sebab Raja Indera Setia tidak memiliki pewaris. Nama lahirnya adalah Wan Bagus sehingga beliau juga dikenal dengan nama Datuk Wan Bagus. Selain bergelar Raja Ongku dari Kedatuan Limah Puluh, beliau juga mendapat gelar dari Kesultanan Siak Sri Inderapura karena diakui sebagai salah-satu panglima dari Siak dengan nama Tengku Panglima Besar Said Kasim yang bergelar “Sultan As-saidi Syarif Kasim” (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 53, 2010). Raja Ongku naik tahta pada tahun 1876 dan memerintah hingga tahun 1901. Pada masa pemerintahannya, beliau berhasil mempertahankan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Malaysia, seperti Penang, Perak, dan Johor. Namun, akibat monopoli dagang Belanda, Kedatuan Limah Puluh terpaksa harus mengikuti peraturan yang dibuat oleh Belanda, termasuk pembuatan berbagai perkebunan seperti perkebunan tembakau dan perkebunan karet (1885) sebagai bagian dari program culture stelsel yang dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda. Bersama dengan raja-raja Batubara yang lain, pada 31 Mei 1884 Raja Ongku juga terpaksa menandatangani perjanjian perdagangan, termasuk pemungutan pajak dan cukai, yang semuanya menjadi hak monopoli pemerintah Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan syahbandar kerajaan menjadi tidak memiliki kuasa lagi. Raja Ongku dan raja-raja Batubara lainnya juga terpaksa menjadi bawahan pemerintahan afdeling (setingkat kabupaten) Belanda pimpinan seorang residen (setara bupati) yang berkedudukan di Labuhan Ruku, dan kemudian disatukan dengan afdeling Asahan yang pusatnya di Tanjung Balai, sedangkan status pemerintahan Batu Bara diubah menjadi onder afdeling (setingkat kecamatan) yang pusatnya masih di Labuan Ruku. Kedudukan para raja Batu Bara sendiri diubah menjadi self bestiur. Walau menjadi raja yang terpaksa tunduk pada Belanda tetapi pada masa pemerintahannya sastra dan kebudayaan di Kedatuan Limah Puluh meningkat pesat. Beliau juga adalah raja pertama yang menerapkan Sistem Tungkat (sistem pemerintahan khas Sumatera Timur), yang terdiri dari enam Tungkat atau enam penghulu. Para Tungkat ini semacam wakil-wakil raja disetiap kampung. Sistem Tungkat ini terus berlangsung hingga Kedatuan Limah Puluh menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia. Raja Ongku meningga pada 1901 dan tahta Kedatuan Limah Puluh lalu diberikan pada sepupunya, Pangeran Alang, yang adalah pewaris sah raja terdahulu.


5.RAJA INDERA MUDA

Raja Indera Muda adalah putra sulung Raja Ongku. Nama lahirnya adalah Alang sehingga beliau juga dikenal dengan nama Tok Alang (Pangeran Alang). Raja Indera Muda naik tahta pada tahun 1901 dan memerintah hingga tahun 1937. Beliau adalah raja Kedatuan Limah Puluh yang memindahkan pusat pemerintahan dari Sontang ke Simpang Dolok. Pada masa pemerintahannya, beliau terpaksa harus tunduk dan mengikuti peraturan yang dibuat oleh Belanda, termasuk menambah perkebunan-perkebunan seperti perkebunan tembakau, perkebunan karet, perkebunan kopi, dan perkebunan kelapa sawit, termasuk memperluas perkebunan-perkebunan yang sebelumnya telah dibuat pada tahun 1885. Walau menjadi raja yang terpaksa tunduk pada Belanda tetapi pada masa pemerintahannya perdagangan di Kedatuan Limah Puluh meningkat pesat. Pada masa pemerintahannya juga dibangun lapangan terbang Torab (atau Terab) di Simpang Dolok (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 54, 2010). Beliau juga menambah Tungkat (penghulu) dari enam Tungkat menjadi tujuh Tungkat. Sistem Tungkat ini terus berlangsung dan menjadi pemimpin-pemimpin di wilayah Kedatuan Limah Puluh hingga Kedatuan Limah Puluh menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia, sebab beliau menolak menunjuk putra sulungnya, Pangeran Bawang, yang miliki kasus kriminal sebagai pewaris. Dan juga, beliau enggan menjadikan putra bungsunya, Pangeran Ibrahim, yang saat itu masih berusia 13 tahun sebagai raja. Beliau memilih menyerahkan kekuasaan pada Tujuh Tungkat yang menjabat saat itu jika dia meninggal (wafat pada tahun 1937). Keputusannya ini walaupun tidak menyenangkan hati keluarganya tetapi dikemudian hari justru menyelamatkan nyawa keluarganya sebab pada Revolusi Sosial (1946), seluruh keluarga kerajaan di Sumatera Timur diburu oleh rakyat (yang diyakini dihasut oleh kaum komunis) dan sebagian besar dibunuh. Dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan lain di Sumatera Timur, Kedatuan Limah Puluh hanya kehilangan seorang anggota keluarga kerajaan dan seorang juru-tulis kerajaan yang diculik dan tidak pernah dikembalikan ke keluarganya. Berkat sistem Tungkat yang dipertahankan oleh Raja Indera Muda ini, sistem kekuasaan adat dan budaya di Kedatuan Limah Puluh bisa dipertahankan.


6.RAJA INDERA SETIA

Raja Indera Setia adalah putra ketiga Raja Ongku. Beliau adalah adik dari Raja Indera Muda. Nama lahirnya adalah Pangeran Ingah Mansyur. Beliau naik tahta pada tahun 1939 dan memerintah hingga Kedatuan Limah Puluh bersatu dibawah pemerintahan Republik Indonesia. Raja Ingah Mansyur menjadi raja setelah terjadi kekosongan kekuasaan atas tahta Kedatuan Limah Puluh selama dua tahun. Selama dua tahun itu, pemerintahan Kedatuan Limah Puluh dijalankan oleh Tujuh Tungkat. Namun, Kontlir Batubara yang menjabat saat itu, Tengku Noor, mengangkat Pangeran Ingah Mansyur sebagai raja Kedatuan Limah Puluh untuk mengakhiri kekosongan kekuasaan. Pengangkatan dirinya sebagai raja Kedatuan Limah Puluh berdasarkan hasil musyawarah Tujuh Tungkat yang menjabat saat itu. Raja Indera Setia mengalami banyak hal selama masa pemerintahannya. Berbagai peralihan kekusaan, dari Belanda ke Jepang, dari Jepang ke Republik Indonesia, dan agresi militer Belanda, hingga peristiwa berdarah di Sumatera Timur yang kini kita kenal dengan nama Revolusi Sosial. Pada awal pemerintahannya, Belanda memutuskan pusat pemerintahan Kedatuan Limah Puluh dipidahkan ke Bulan Bulan. Pada masa pemerintahannya juga, beliau terpaksa harus tunduk dan mengikuti peraturan yang dibuat oleh Belanda pada masa pemerintahan sebelumnya. Belanda juga mendatangkan tenaga kerja dari Jawa ke Batubara untuk bekerja di perkebunan-perkebunan, yang di kemudian hari menjadi malapetaka bagi anggota keluarga kerajaan dan para bangsawan Batubara dan Sumatera Timur. Banyak hal buruk yang terjadi pada masa pemerintahannya, seperti datangnya Balatentara Dai Nippon di Teluk Penai pada tahun 1942 setelah berhasil mengalahkan armada Belanda. Ketika itu, wilayah Bulan Bulan dijadikan sebagai pusat latihan prajurit sekaligus salah-satu pertahanan militer Jepang (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 127, 2010). Awalnya, rakyat Batubara, termasuk rakyat Kedatuan Limah Puluh, mendukung kedatangan Balatentara Jepang sebab rakyat sangat membenci pendudukan Belanda. Tetapi, lama-kelamaan rakyat merasa bahwa pendudukan Jepang jauh lebih buruk dari masa kolonial Belanda. Dan, Kedatuan Limah Puluh adalah kerajaan yang mengalami penindasan terparah diantara kedatuan-kedatuan lain di Batubara, sebab wilayah Kedatuan Limah Puluh adalah basis militer tentara Jepang. Rakyat Batubara memang hanya sedikit yang dijadikan romusha dan jugun ianfu, itupun hanya rakyat Batubara yang didatangkan Belanda dari Pulau Jawa, tetapi melihat penindasan yang dilakukan tentara Jepang dan juga sikap tidak hormat mereka pada tempat-tempat ibadah membuat geram rakyat Batubara. Setelah pendudukan Jepang berakhir pada 1945, Kedatuan Limah Puluh menjadi basis perjuangan rakyat Sumatera Timur melawan pasukan Belanda yang kembali datang ke Sumatera. Simpang Dolok pun dijadikan basis Badan Perwakilan Rakyat (BPR) Negeri Limah Puluh. Kedatuan Limah Puluh pun sukarela bergabung dan menyetujui transaksi kekuasaan dari sistem self bestiur peninggalan Belanda dengan sistem republik. Raja Setia Muda tetap menjadi pemimpin Kedatuan Limah Puluh tetapi wakil Republik Indonesia di Limah Puluh adalah OK.Muhammad Nurdin. Sebenarnya, rakyat Sumatera dan pemerintahan Republik Indonesia tidak berniat menghapus kedatuan-kedatuan di Batubara dan Sumatera Timur. Tetapi, saat itu kubu komunis terinspirasi pada penggulingan Czar Nicholas II Romanov dari Kekaisaran Rusia dan Revolusi Bolshevic oleh pihak komunis dan juga penggulingan Kaisar Pu Yi dari Kekaisaran Qing (Manchu) di Tiongkok oleh kubu revolusioner. Mereka menganggap sistem kerajaan adalah bentuk feodalisme yang bertentangan dengan paham komunis dan harus dihapus. Pergolakan sosial ini bergejolak di Sumatera Timur dan Jawa, dimana kubu komunis berusaha menjatuhkan dan menghapus eksistensi Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran di Solo. Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Pakualaman tidak terdampak revolusi ini karena sultan-sultan dari kedua kerajaan itu dikenal anti kolonial dan memiliki pamor yang sangat tinggi dan dilindungi langsung oleh Soekarno. Tetapi, dibandingkan dengan di Jawa, dampak Revolusi Sosial yang terjadi di Sumatera Timur adalah yang terparah karena jauh dari Jakarta. Semua istana kerajaan, kesultanan, dan kedatuan di Sumatera Timur dikepung dan diterobos, kecuali istana Kesultanan Deli. Sebagian besar anggota keluarga kerajaan, terutama para pria, diculik dan tidak sedikit dari mereka yang dibunuh. Kontlir Batu Bara yang mengangkat Raja Setia sebagai penguasa resmi Kedatuan Limah Puluh, Tengku Noor, adalah salah-satu pangeran Sumatera yang diculik dan dibunuh. Pemerintah Republik Indonesia mengutuk keras peristiwa ini tetapi para bangsawan Sumatera Timur sudah terlanjur banyak yang terbunuh. Raja Indera Setia adalah salah satu raja yang diculik namun berhasil kembali dengan selamat. Tetapi cucunya, Pangeran Ahmad (OK.Ahmad), dan juru tulisnya menjadi korban penculikan yang tidak pernah dikembalikan dan tidak diketahui dimana makamnya. Raja Indera Setia menjadi raja terakhir Kedatuan Limah Puluh. Secara sukarela, dia memberikan tampuk kekuasaan kepada pemerintah Republik Indonesia. 




III. KERAJAAN PANGKALAN

Kerajaan Pangkalan adalah kedatuan yang dipimpin oleh suami dari salah-satu putri angkat Datuk Belambangan. Putri angkatnya ini dengan seorang bangsawan Pagaruyung dari wilayah Pangkalan yang bernama Datuk Panglima Muda. Setelah menikah, Encik Panglima Muda Br.Sinaga dan suaminya lalu diberikan sebagian wilayah Batubara di pesisir Selat Malaka yang diberi-nama Kedatuan Pangkalan (sesuai dengan nama daerah asal suaminya di Pagaruyung yang berasal dari wilayah pesisir Sungai Kapuk di Rantau Lima Puluh Koto, Pagaruyung, sebab “pangkalan” berarti “pesisir”) dengan pusat pemerintahan di Talawi. Datuk Panglima Muda adalah raja pertama di Kedatuan Pangkalan dengan gelar “Raja Semuangsa Tua”. Kedatuan Pangkalan ini biasanya juga disebut “Kedatuan Pesisir”. Tidak jarang juga kedatuan ini disebut “Kedatuan Pangkalan Pesisir” oleh orang-orang dari luar Batubara.

Raja-raja Kedatuan Pangkalan adalah:

1.RAJA SEMUANGSA TUA

Raja Semuangsa Tua adalah raja pertama Kerajaan Pangkalan (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 61, 2010). Pada masa pemerintahannya, beliau membangun pemukiman di Pesisir dan menjadikan tempat itu sebagai pusat pemerintahannya hingga kedatuan ini bergabung dengan Republik Indonesia. Fokus pertama pemerintahannya adalah membangun dan memperkuat tata pemerintahan serta tatanan hidup masyarakat. Beliau menjadikan hasil perkebunan kelapa dan hasil laut sebagai komoditi ekspor utama daerahnya. Hasil laut yang diasinkan adalah salah-satu produk yang paling terkenal dari kedatuan ini. Selain menjadi leluhur raja-raja Kerajaan Pangkalan, Raja Semuangsa Tua juga adalah leluhur dari semua raja Kerajaan Pagurawan sebab putra keduanya, Pangeran M.Idris, adalah pendiri Kerajaan Pagurawan yang bergelar Raja Pamuncak. Raja Semuangsa Tua wafat diusia tua, 83 tahun (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 64, 2010).

2.RAJA SEMUANGSA I

Raja Semuangsa I adalah raja kedua Kerajaan Pangkalan. Nama lahirnya adalah Pangeran Jalil. Karena dia adalah putra mahkota maka sebelum menjadi raja beliau dikenal dengan nama Raja Muda Jalil (Datuk Muda Jalil). Pada masa pemerintahannya, beliau membangun dan mengembangkan pemukiman di Pesisir dan meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Pangkalan dengan dunia luar menjadi sangat maju pada masa pemerintahannya. Pada masanya juga, wilayah Kerajaan Pangkalan mulai dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa walau tidak lebih banyak jumlahnya dari etnis Tiongjoa di Kerajaan Limah Puluh. Beliau juga sangat memperhatikan kualitas spiritual rakyatnya dengan membangun masjid-masjid diseluruh wilayahnya, walau sebagian besar kini sudah tidak ada lagi. Raja Semuangsa I adalah raja Kerajaan Pangkalan yang memperkenalkan sistem Tungkat di kerajaannya. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Semuangsa I digantikan oleh adik bungsunya, Pangeran Husin.


3.RAJA SEMUANGSA II

Raja Semuangsa II adalah raja ketiga Kerajaan Pangkalan. Nama lahirnya adalah Pangeran Husin. Ketika ayahnya masih hidup, beliau dan kakaknya, Raja Semuangsa I, diserahi kewajiban yang setara dengan Raja Muda (Putra Mahkota) sehingga beliau dikenal juga dengan nama Datuk Muda Husin. Fokus dalam pemerintahan beliau adalah meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Pangkalan dengan dunia luar sudah maju pada masa pemerintahannya. Wilayah Kerajaan Pangkalan juga sudah dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa. Raja Semuangsa II juga mempertahankan sistem Tungkat sebagai unsur penting dalam pemerintahan di kerajaannya. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Semuangsa II digantikan oleh putra keduanya, Johan Pahlawan.


4.RAJA JOHAN PAHLAWAN

Raja Johan Pahlawan adalah raja keempat Kerajaan Pangkalan. Beliau bukan putra sulung Raja Semuangsa II. Kemungkinan kakaknya, Pangeran Abdul, meninggal sebelum mewarisi tahta dan sebelum menjadi putra mahkota sehingga sesuai dengan tradisi Melayu, putra Pangeran Abdul (Pangeran Abdullah) tidak masuk dalam daftar suksesi teratas. Inilah mengapa suksesi diturunkan oleh garis Raja Johan Pahlawan dan putranya hingga keturunannya tidak memiliki penerus laki-laki lagi. Fokus dalam pemerintahan beliau adalah meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Pangkalan dengan dunia luar sudah maju pada masa pemerintahannya. Wilayah Kerajaan Pangkalan juga sudah dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa. Beliau tetap mempertahankan sistem Tungkat sebagai unsur penting dalam pemerintahan di kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, Belanda sudah berkonflik dengan Kesultanan Siak. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Johan Pahlawan digantikan oleh putra keduanya, Raja Indera Jaya.


5.RAJA INDERA JAYA

Raja Indera Jaya adalah raja kelima Kerajaan Pangkalan. Beliau bukan putra sulung Raja Johan Pahlawan melainkan putra keduanya. Beliau bisa menduduki tahta adalah karena kakaknya, Pangeran Ibrahim, meninggal sebelum mewarisi tahta dan tidak memiliki keturunan laki-laki. Fokus dalam pemerintahan beliau adalah meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Wilayah Kerajaan Pangkalan juga sudah dihuni pendatang-pendatang dari Jawa sebagai bagian dari program culture stelsel Belanda yang gencar-gencarnya membuka berbagai perkebunan. Beliau tetap mempertahankan sistem Tungkat sebagai unsur penting dalam pemerintahan di kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil menaklukan Kesultanan Siak sehingga semua kerajaan-kerajaan bawahan Belanda, termasuk kedatuan-kedatuan di Batu Bara, harus tunduk pada Belanda. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Indera Jaya digantikan oleh putra keduanya, Raja Indera Johan.


6.RAJA INDERA JOHAN

Raja Indera Johan adalah raja keenam Kerajaan Pangkalan. Gelar beliau menggabungkan gelar kakeknyanya, Indera Jaya, dan gelar kakek-buyutnyanya, Johan Pahlawan. Beliau bukan putra Raja Indera Jaya melainkan salah-satu cucunya. Mengapa bisa beliau yang menduduki tahta adalah karena ayahnya, Pangeran Mohammad Yatim, meninggal sebelum mewarisi tahta. Walau mungkin ayahnya belum sempat diangkat sebagai putra mahkota, tapi Raja Indera Johan-lah yang mewarisi tahta kakeknya sebab adik ayahnya, Putri Saimah, adalah seorang wanita. Fokus dalam pemerintahan beliau adalah mempertahankan eksistensi Kedatuan Pangkalan ditengah-tengah berbagai tekanan yang diberikan pemerintah Hindia Belanda. Wilayah Kerajaan Pangkalan juga sudah dihuni pendatang-pendatang dari Jawa sebagai bagian dari program culture stelsel Belanda yang gencar-gencarnya membuka berbagai perkebunan sehingga membuat rakyat asli Batu Bara malah terpinggirkan. Beliau tetap mempertahankan sistem Tungkat sebagai unsur penting dalam pemerintahan di kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, Belanda berhasil menguasai semua kedatuan di Batubara dan juga di Sumatera Timur. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Indera Johan tidak memiliki putra. Beliau digantikan oleh paman jauhnya, Abdul Jalil.


7.RAJA ABDUL JALIL

Raja Abdul Jalil adalah putra sulung Pangeran Abdullah. Kakeknya, Pangeran Abdul, adalah putra sulung Raja Semuangsa II. Beliau terhitung sebagai paman dari Raja Indera Johan. Beliau adalah raja terakhir Kedatuan Pangkalan dan memerintah hingga Kedatuan Pangkalan bersatu dibawah pemerintahan Republik Indonesia. Raja Abdul Jalil menjadi raja karena keponakan jauhnya, Raja Indera Johan, tidak memiliki keturunanan. Raja Indera Johan sebenarnya masih memiliki kerabat-kerabat yang lebih dekat, yaitu sepupunya, Pangeran Ali, dan keponakannya, Pangeran Ismail. Tetapi, Pangeran Ali tampaknya lebih ingin mendalami dan menggeluti agama Islam dan tidak tertarik untuk menjadi raja dan keputusannya ini juga mempengaruhi putranya, Pangeran Ismail, sehingga tahta diberikan pada keturunan Raja Semuangsa II yang lain yaitu Abdul Jalil. Raja Abdul Jalil memiliki seorang adik perempuan yang bernama Putri Zaenab. Bibinya, adik ayahnya, bernama Putri Halimah. Ayah dan bibinya adalah sepupu dari Raja Indera Jaya (ayah raja sebelumnya). Kontlir Batubara yang menjabat saat itu, Tengku Noor, sebagai perpanjangan tangan Belanda menyetujui pengangkatan Abdul Jalil sebagai raja Kedatuan Pangkalan agar tidak ada kekosongan kekuasaan akibat tidak adanya penerus laki-laki dari keluarga kerajaan. Pengangkatan dirinya sebagai raja Kedatuan Pangkalan tentunya juga berdasarkan hasil musyawarah Tungkat yang menjabat saat itu.

Raja Abdul Jalil mengalami banyak hal selama masa pemerintahannya. Berbagai peralihan kekusaan, dari Belanda ke Jepang, dari Jepang ke Republik Indonesia, dan agresi militer Belanda, hingga peristiwa berdarah di Sumatera Timur yang kini kita kenal dengan nama Revolusi Sosial. Pada masa pemerintahannya juga, beliau terpaksa harus tunduk dan mengikuti peraturan yang dibuat oleh Belanda pada masa pemerintahan sebelumnya. Belanda juga mendatangkan tenaga kerja dari Jawa ke Batubara untuk bekerja di perkebunan-perkebunan, yang di kemudian hari menjadi malapetaka bagi anggota keluarga kerajaan dan para bangsawan Batubara dan Sumatera Timur. Banyak hal buruk yang terjadi pada masa pemerintahannya, seperti datangnya Balatentara Dai Nippon di Teluk Penai pada tahun 1942 setelah berhasil mengalahkan armada Belanda. Awalnya, rakyat Batubara, termasuk rakyat Kedatuan Pangkalan, mendukung kedatangan Balatentara Jepang sebab rakyat sangat membenci pendudukan Belanda. Tetapi, lama-kelamaan rakyat merasa bahwa pendudukan Jepang jauh lebih buruk dari masa kolonial Belanda. Untungnya, Kedatuan Pangkalan adalah kerajaan yang tidak terlalu mengalami penindasan dibandingkan dengan kedatuan-kedatuan lain di Batubara. Setelah pendudukan Jepang berakhir pada 1945, Kedatuan Pangkalan harus menghadapi agresi militer Belanda sebab Kedatuan Limah Puluh secara sukarela bergabung dan menyetujui transaksi kekuasaan dari sistem self bestiur peninggalan Belanda dengan sistem republik. Pada masa-masa transisi ini, peran Kedatuan Pangkalan tidak sebesar peran kedatuan-kedatuan lainnya sebab wilayah Kedatuan Pangkalan adalah wilayah yang terkecil. Tetapi, hal ini justru menyelamatkan keluarga kerajaan Pangkalan dari pembantaian masal para bangsawan ketika Revolusi Sosial meletus di Sumatera Timur. Sebenarnya, rakyat Sumatera dan pemerintahan Republik Indonesia tidak berniat menghapus kedatuan-kedatuan di Batubara dan Sumatera Timur. Tetapi, saat itu kubu komunis menganggap sistem kerajaan adalah bentuk feodalisme yang bertentangan dengan paham komunis dan harus dihapus. Pergolakan sosial ini bergejolak di Sumatera Timur dan Jawa, dimana kubu komunis berusaha menjatuhkan dan menghapus eksistensi Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran di Solo. Tetapi, dibandingkan dengan di Jawa, dampak Revolusi Sosial yang terjadi di Sumatera Timur adalah yang terparah. Semua istana kerajaan, kesultanan, dan kedatuan di Sumatera Timur dikepung dan diterobos, kecuali istana Kesultanan Deli. Sebagian besar anggota keluarga kerajaan, terutama para pria, diculik dan tidak sedikit dari mereka yang dibunuh. Pemerintah Republik Indonesia mengutuk keras peristiwa ini tetapi para bangsawan Sumatera Timur sudah terlanjur banyak yang terbunuh. Entah mengapa, keluarga kerajaan Pangkalan tidak ada yang diculik dan terbunuh. Ini mungkin dikarenakan usia Raja Abdul Jalil yang sudah berusia lanjut dan tidak memiliki keturunan. Selain itu, Kedatuan Pangkalan memang memiliki anggota keluarga kerajaan yang paling sedikit dan sebagian besar dari mereka tidak tinggal di Batu Bara. Dan lagi, rata-rata anggota keluarga kerajaan Pangkalan adalah wanita.




IV. KERAJAAN LIMA LARAS

Kerajaan Lima Laras adalah kedatuan yang dipimpin oleh suami dari salah-satu putri angkat Datuk Belambangan. Putri angkatnya ini dengan seorang bangsawan Pagaruyung dari wilayah Lima Puluh Koto yang bernama Datuk Ayung. Setelah menikah, Encik Ayung Br.Sinaga dan suaminya lalu diberikan sebagian wilayah Batubara di pesisir Selat Malaka yang diberi-nama Kedatuan Lima Laras (sesuai dengan nama daerah asal suaminya di Pagaruyung yang berasal dari wilayah lima anak sungai di Rantau Lima Puluh Koto, Pagaruyung, sebab “laras” berarti “anak sungai”). Dalam sejarah perjuangan Indonesia, raja-raja Kedatuan Lima Laras termasuk yang paling vokal menentang Belanda, selain raja-raja Deli, Siantar, Serdang, dan Siak.

Raja-raja Kedatuan Lima Laras adalah:

1. RAJA AYUNG

Raja Ayung adalah raja pertama Kerajaan Lima Laras (Muhamamad Yusuf Morna, Sejarah Batubara Dari Masa Ke Masa halaman 75, 2010). Fokus utama beliau pada masa pemerintahannya adalah membangun pemukiman dan membuka lahan-lahan baru untuk perkebunan. Beliau juga berusaha membangun dan memperkuat tata pemerintahan serta tatanan hidup masyarakat. Beliau menjadikan hasil perkebunan kelapa dan hasil laut sebagai komoditi ekspor utama daerahnya. Raja Ayung digantikan oleh putranya, Pangeran Masidin.


2. RAJA SRI INDERA

Raja Sri Indera adalah raja kedua Kerajaan Lima Laras. Nama lahirnya adalah Pangeran Masidin. Karena beliau adalah putra mahkota maka sebelum menjadi raja beliau dikenal dengan nama Raja Muda Masidin (Datuk Muda Masidin). Pada masa pemerintahannya, beliau meneruskan usaha-usaha ayahnya untuk membangun dan mengembangkan pemukiman penduduk dan meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Lima Laras dengan dunia luar menjadi sangat maju pada masa pemerintahannya. Pada masanya juga, wilayah Kerajaan Lima Laras mulai dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa walau tidak lebih banyak jumlahnya dari etnis Tionghoa di Kerajaan Limah Puluh. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Sri Indera digantikan oleh putranya, Pangeran Rahma.


3. RAJA SRI ASMARA

Raja Sri Asmara adalah raja ketiga Kerajaan Lima Laras. Nama lahirnya adalah Pangeran Rahma. Karena beliau adalah putra mahkota maka sebelum menjadi raja beliau dikenal dengan nama Raja Muda Rahma (Datuk Muda Rahma). Pada masa pemerintahannya, beliau meneruskan usaha-usaha ayahnya meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Lima Laras dengan dunia luar sudah sangat maju pada masa pemerintahannya. Pada masanya juga, wilayah Kerajaan Lima Laras sudah dihuni pendatang-pendatang dari etnis Tionghoa, Jawa, dan etnis Melayu yang datang dari Malaysia. Kerajaannya ini juga membuka hubungan dagang dengan pedagang-pedagang dari Arab, Tiongkok, dan India. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Raja Sri Asmara digantikan oleh putranya, Pangeran Amirudin.


4. RAJA LAKSAMANA PUTRA

Raja Laksamana Putra adalah raja keempat Kerajaan Lima Laras. Nama lahirnya adalah Pangeran Amirudin. Karena beliau adalah seorang haji sejak masih menjadi pangeran maka beliau dikenal juga dengan nama Pangeran Haji Amirudin (Datuk Haji Amirudin). Pada masa pemerintahannya, beliau meneruskan usaha-usaha ayahnya meningkatkan hubungan dagang dengan negeri-negeri di Selat Malaka. Perdagangan antara Kerajaan Lima Laras dengan dunia luar sudah sangat maju pada masa pemerintahannya. Beliau adalah raja pertama Kerajaan Lima Laras yang berseteru dengan Belanda dan menjadi salah-satu raja Batubara yang berani paling berani melawan praktek monopoli dagang Belanda. Sebenarnya, Raja Laksamana Putra tidak menutup peluang dagang dengan Belanda asalkan bukan sistem monopoli dagang. Hubungan antara Kedatuan Lima Laras dengan Belanda walau dingin tetapi tidak saling serang. Namun, situasi mulai berubah ketika Belanda mulai mengganggu wilayah-wilayah Kesultanan Siak dan bersiteru dengan Inggris mengenai wilayah-wilayah di Semanjung Malaka. Hasil dari Traktat London yang ditanda-tangani pada 17 Maret 1824 memang lebih menguntungkan Inggris dan merugikan Belanda, tetapi dampak dari Traktat London ini sangat merugikan kerajaan-kerajaan di wilayah pesisir Selat Malaka terutama Kesultanan Siak Sri Inderapura. Traktat London membuat wilayah Johor lepas dari Kesultanan Siak dan dicaplok oleh Inggris. Selain itu, Belanda juga menganggap beberapa wilayah Kesultanan Siak adalah haknya sehingga menimbulkan perseteruan dengan pihak istana Siak. Belanda keluar sebagai pemenang dalam konflik ini sehingga Kesultanan Sri Inderapura jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1864 dan raja Siak, Sultan Abdul Jalil Jalalludin, dipaksa turun tahta oleh Belanda. Kabar ini sampai pada kedatuan-kedatuan Batubara sehingga membuat raja-raja Batubara, yang sangat menghormati Kesultanan Siak sebagai kerajaan pelindung, sangat marah pada Belanda. Mereka enggan meminta restu pada pemerintah Belanda di Bengkalis untuk setiap kegiatan adat dan politik. Ketidak-hormatan raja-raja Batubara ini membuat Belanda geram. Tetapi, Belanda tidak memiliki alasan untuk menyerbu Batubara, hingga kesempatan yang dinanti-nanti tiba. Ketika itu, raja Kedatuan Bogak, Raja Baqi, iri hati pada kesuksesan Kerajaan Lima Laras dan meminta pihak Belanda menyerbu Kerajaan Lima Laras. Belanda memanfaatkan momentum ini dengan segera mengerahkan pasukannya dengan alasan Kerajaan Lima Laras mengancam keselamatan sekutu Belanda. Maka, pada 12 September 1865 pasukan angkatan laut dan angkatan darat Belanda tiba di Batubara dan langsung menyerbu Kerajaan Lima Laras. Penyerbuan ini menyebabkan Raja Laksamana Putra terpaksa melarikan diri dan meminta perlindungan pada Kerajaan Serdang. Putra mahkotanya, Pangeran Abdullah, memilih tinggal dan melawan penyerbuan Belanda. Sayangnya, pasukan Kerajaan Lima Laras kalah. Istana kerajaan dibakar oleh Belanda dan Pangeran Abdullah ditawan. Satu bulan kemudian, pada 1 Oktober 1865 Raja Laksamana Putera ditangkap setelah Belanda berhasil mengalahkan Kesultanan Serdang. Raja Laksamana Putera dan Pangeran Abdullah dibuang ke Pulau Jawa. Beliau digantikan oleh adiknya, Pangeran Jakfar.


5. RAJA SRI INDERA

Raja Sri Indera adalah raja kelima Kerajaan Lima Laras. Nama lahirnya adalah Pangeran Jafar. Pada masa pemerintahannya, beliau meneruskan perjuangan kakak dan keponakannya melawan Belanda. Sebenarnya, Raja Sri Indera dilantik sebagai raja oleh Belanda dengan berbagai kesepakatan yang menguntungkan Belanda. Tetapi, Raja Sri Indera rupanya sangat dendam pada Belanda yang mengasingkan kakaknya. Secara sembunyi-sembunyi, beliau tetap menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di pesisir Selat Malaka dan dengan Inggris. Tingkahnya ini terdengar oleh Belanda tetapi Belanda tidak berhasil menangkapnya sebab Raja Sri Indera selalu berhasil mengelak dari semua tuduhan Belanda dan tidak ada kapal-kapal dagangnya yang berhasil ditangkap oleh Belanda saat mereka melakukan berbagai perdagangan gelap. Raja Sri Indera digantikan oleh putranya, Pangeran Muhammad Yudha.


6. RAJA SRI DIRAJA

Raja Sri Diraja adalah raja keenam dan raja terakhir Kerajaan Lima Laras. Nama lahirnya adalah Pangeran Muhammad Yudha, sehingga beliau juga dikenal dengan nama Raja Madyoeda (dibaca: Raja Mat-yuda). Pada masa pemerintahannya, beliau meneruskan perjuangan paman dan sepupunya melawan Belanda. Ayahnya, Raja Sri Indera, dilantik sebagai raja oleh Belanda dengan berbagai kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan Belanda dan merugikan Kerajaan Lima Laras. Ini semakin membuat Raja Sri Diraja membenci Belanda. Beliau terus melanjutkan aktivitas dagang secara sembunyi-sembunyi dengan kerajaan-kerajaan di pesisir Selat Malaka dan dengan Inggris. Tingkahnya ini terdengar oleh Belanda tetapi Belanda tidak berhasil menangkapnya sebab Raja Sri Diraja selalu berhasil mengelak dari semua tuduhan Belanda dan tidak ada kapal-kapal dagangnya yang berhasil ditangkap oleh Belanda saat mereka melakukan berbagai perdagangan gelap. Tetapi, lama-kelamaan aktifitasnya ini semakin meresahkan pemerintah Hindia Belanda sehingga pihak Belanda memberikan ultimatum pada Raja Sri Diraja dan semua raja di Batubara untuk menaati kesepakatan dengan Belanda, terkait kontrak monopoli dagang, jika tidak ingin diserang dan dihancurkan. Raja Sri Diraja terpaksa menaati ultimatum Belanda ini untuk menghindari serbuan dan kehancuran kerajaannya, tetapi beliau tetap melanjutkan aktifitas perdagangan gelapnya dengan lebih rapih dan hati-hati. Raja Sri Diraja meninggal pada 3 Juni 1919, hanya 2 hari setelah istananya selesai dibangun. Beliau dimakamkan disamping istana tersebut. Sepeninggalnya, keturunannya diperbolehkan untuk tetap menempati Istana Niat dan menjadi penguasa adat Lima Laras, tetapi tidak diperbolehkan menjadi kepala pemerintahan. Tahta raja, sebagai kepala adat, Kerajaan Lima Laras diturunkan pada putranya, Pangeran Abdul Gani, dan kini diteruskan pada cucunya, Datuk Armansyah, sebagai cucu sulung dari Raja Sri Diraja.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA:

-Sejarah Batu Bara Dari Masa Ke Masa; M.Yusuf Morna; Pemerintah Kabupaten Batu Bara; Batu Bara, Sumatera Utara, Indonesia; 2010


DAFTAR WEBSITE:
id.wikipedia.com/asahan
id.wikipedia.com/batu_bara

_________________________________________________________________________________
Copyrights (Hak Cipta): Deleigeven Media
Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh Deleigeven Media. Cantumkan link aktif artikel ini dalam setiap kutipan jika ingin mengutip konten artikel ini.


Penyusun:
Writer: Deleigeven
Editor : Juliet
Publisher : Deleigeven Media