DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Saturday 20 May 2017

KERAJAAN SILLA, ERA AWAL SILLA BERSATU DAN PUNCAK KEMAKMURAN SILLA





Setelah Raja Muyeol wafat, tongkat estafet penyatuan Semenanjung Korea diberikan kepada putra sulungnya, Raja Munmu yang berhasil menguasai sebagian besar semenanjung hingga menaklukkan ibukota Goguryeo. Setelah Raja Munmu meninggal, putranya menjadi raja dan dilanjutkan oleh dan keturunan-keturunan Raja Muyeol yang menduduki tahta Silla selama lebih dari seratus tahun. Klan Kim menjadi penguasa tunggal diera ini. 

Era ini merupakan era keemasan Silla dan bisa dibilang sebagai era keemasan Semenanjung Korea dimasa kuno. Kemakmuran bangsa Korea pada era ini belum bisa tertandingi oleh gabungan kemakmuran diera Kerajaan Goryeo dan Joseon. Uniknya, era ini diawali oleh pemerintahan putra Raja Muyeol namun diakhiri oleh keturunan terakhir Raja Muyeol.

Inilah nama para raja dan ratu yang memerintah pada periode awal penyatuan Korea sekaligus periode puncak kemakmuran Silla (nomor urut para raja disesuaikan dengan urutan raja-raja itu berkuasa sebagai raja Silla):





31. RAJA SINMUN

Raja Sinmun adalah raja Silla ke-31. Beliau adalah putra sulung Raja Munmu. Ibunya bernama Ratu Jaeui.

Sinmun ditunjuk sebagai putra mahkota oleh ayahnya pada tahun 665. Beliau memerintah Silla selama 11 tahun (681 M–692 M). Raja Sinmun menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Sinmun adalah salah-satu cucu Raja Taejong Muyeol.

Berbeda dengan kakek-kakeknya dan ayahnya yang hidup di medan perang, Sinmun lebih banyak tinggal di istana dan menikmati kehidupan aristokrat kelas atas Silla. Inilah yang menyebabkan Sinmun tidak mengetahui kehidupan di medan perang sehingga beliau tidak berempati pada para veteran perang dan juga para hwarang. Inilah yang membuat Sinmun sering berseteru dengan para veteran peran dan kelompok hwarang. Perseteruan ini mulai mengemuka pada masa-masa akhir pemerintahan Raja Munmu.

Tidak ada lagi perang pada masa itu. Sayangnya, justru terjadi konflik pelik di istana antar para pejabat teras dengan raja mengenai kelayakan putra-mahkota (Sinmun) menduduki tahta karena dianggap tidak kompeten dan anti-aristokrat serta tidak menghormati Resimen Hwarang.

Tradisi kebangsawanan Silla sejak kerajaan ini berdiri menganut sistem semi-demokratis. Raja pertama Silla, Park Hyeok-geose, diangkat atas musyawarah para pemimpin klan. Selanjutnya, walaupun rata-rata suksesi diturunkan turun-temurun tetapi dewan istana, yang terdiri dari para bangsawan tinggi, sangat berperan mempengaruhi keputusan raja atas suksesi. Itulah mengapa Raja Talhae, Raja Beolhyu, Raja Michu, Raja Heulhae, Raja Naemul, dan termasuk Raja Jinheung dan Raja Muyeol bisa bertahta walaupun mereka bukan putra raja terdahulu, padahal pendahulu mereka masih memiliki putra pewaris. Ini juga mengapa Raja Jinpyeong (kakek buyut) bekerja-keras melobi dewan istana agar putrinya bisa direstui sebagai pewaris. 

Peran para bangsawan membuat kubu Raja Jinpyeong dan Putri Deokman (Ratu Seondeok) harus bergerak cepat dengan memanfaatkan pemberontakan yang dipimpin Chilsuk dan Seokphum untuk menyingkirkan para penentangnya. Inilah juga yang membuat Ratu Seondeok, yang berhasil menduduki tahta, menempatkan para pendukung-nya diberbagai posisi strategis. Dan untuk berjaga-jaga, Ratu Seondeok dan Jenderal Kim Yushin juga menempatkan para pendukungnya di dewan negara. Tujuan dari ratu adalah untuk memuluskan Pangeran Chunchu menjadi penerusnya jika kelak beliau nanti tidak memiliki keturunan. Rencana Ratu Seondeok ini awalnya berjalan mulus, tapi perseteruan antara Bidam dan Yushin membuyarkan rencana jangka panjang ratu sebab perseteruan ini membuat Bidam memberontak dan banyak bangsawan yang mendukungnya, termasuk para bangsawan yang dipercaya ratu akan dapat mendukung Pangeran Chunchu nanti. Untunglah pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Kim Yushin, dan Bidam serta semua pendukungnya dihukum mati. Sayangnya, Ratu Seondeok, yang sangat syok akan pemberontakan ini, meninggal tepat setelah pemberontakan padam. Pengganti Ratu Seondeok, Ratu Jindeok, melanjutkan kebijakan Ratu Seondeok mengenai posisi para bangsawan. Langkah Ratu Jindeok ini memuluskan upaya Ratu Seondeok untuk menjadikan Pangeran Chunchu sebagai raja sebab Ratu Jindeok juga tidak memiliki putra.

Akan tetapi, rupanya para bangsawan tidak sesolid dulu sebab suara mereka tidak mengerucut pada calon tunggal melainkan dua calon raja, Pangeran Alcheon dan Pangeran Chunchu. Pangeran Alcheon yang saat itu menjabat sebagai perdana-menteri mendapatkan mayoritas dukungan dari para pejabat dan bangsawan termasuk para keturunan raja. Namun, sahabat terdekat Alcheon, Jenderal Kim Yushin dan kubunya (para bangsawan Gaya) tetap konsisten mendukung Pangeran Chunchu sebagai pewaris. Pangeran Alcheon rupanya juga tetap konsisten dengan pendiriannya saat Ratu Seondeok masih hidup yaitu menjadikan Pangeran Chunchu sebagai raja. 

Pangeran Alcheon lalu menolak dukungan para bangsawan yang ingin menaikkan dia ke atas tahta dengan cara yang cukup ekstrim pada masa itu, mengganti nama marganya dari “Kim” menjadi “So” sehingga otomatis membuatnya tidak bisa menjadi raja sebab syarat utama menjadi raja Silla saat itu adalah harus bermarga “Kim”. Dengan ini, suara para bangsawan mau tidak mau harus bulat untuk menjadikan Pangeran Chunchu sebagai calon tunggal pengganti Ratu Jindeok. Sikap Alcheon inilah yang membuatnya dikenal sebagai “Hwarang yang paling setia.”

Kebijakan-kebijakan kerajaan yang diputuskan oleh raja juga didiskusikan oleh raja kepada anggota dewan istana dan anggota dewan negara. Harmonisasi antara raja dan para bangsawan lah yang membuat Silla sangat solid selama berabad-abad. Percobaan pemberontakan pertama dalam sejarah Silla terjadi setelah 138 tahun kerajaan ini berdiri (165 M) oleh seorang menteri Silla. Tapi, para bangsawan menentang sehingga usahanya pemberontakan ini gagal. Pertikaian berdarah pertama di Silla baru terjadi 444 tahun setelah Silla berdiri ketika Raja Silseong dibunuh (417) oleh Raja Nulji, tapi tidak dikategorikan sebagai pemberontakan sebab saat itu Raja Silseong-lah berusaha membunuh Nulji sehingga Nulji membela-diri. Silla baru mengalami pemberontakan ketika Raja Jinji diturunkan dari tahta (579), 606 tahun setelah kerajaan itu berdiri. Bandingkan dengan pemberontakan besar yang meletus di dua kerajaan lainnya, Goguryeo dan Baekje, dan bahkan di-era dinasti-dinasti penerus mereka, Goryeo dan Joseon, yang rata-rata terjadi kurang dari sepuluh tahun setelah kerajaan-kerajaan ini berdiri.

Harmonisasi politik juga berhasil diciptakan oleh Raja Muyeol dengan menggandeng kelompok rahasia “Mumyeong” untuk membantunya memenangkan perang, padahal kelompok ini sebelumnya merupakan motor utama penggerak pemberontakan Bidam selain Yeomjong dan tentunya Bidam. 

Namun, usaha kakeknya ini justru dirusak oleh Sinmun, sehingga para menterinya gencar memprotes raja. Sikap Sinmun inilah yang menjadi indikator pembubaran Resimen Hwarang.

Raja Sinmun selalu memimpikan sentralisasi kekuasaan ditangan raja. Impiannya ini terbaca oleh para bangsawan sehingga para bangsawan itu lalu meminta Raja Munmu mengganti putra-mahkota. Munmu marah mendengar hal ini, tapi Munmu tidak mau menyingkirkan para bangsawan itu karena sangat menghormati mereka sebab rata-rata para bangsawan itu adalah para veteran perang sejak pemberontakan Bidam dan perang penyatuan Tiga Kerajaan dan bahkan ada yang sudah membela tahta Silla sejak pemberontakan Chilsuk dan Seokpum meletus. Terlebih lagi, hampir semua bangsawan itu adalah mantan hwarang.

Perseteruan antara raja dan para bangsawan adalah hal yang biasa dan Silla telah memiliki pengalaman tentang bagaimana cara mengatasinya. Pada setiap perseteruan ini raja dan ratu selalu dibela oleh Resimen Hwarang, kecuali Raja Jinji yang dianggap mengkhianati Raja Jinheung karena memalsukan surat wasiat Raja Jinheung. Oleh karena itu, saat Sinmun tidak menghormati Resimen Hwarang maka para mantan Hwarang dan mantan Pungwolju pun marah.

Arogansi Sinmun ini tentu membuat banyak hal terjadi dimasa pemerintahannya. Inilah peristiwa-peristiwa terkenal sepanjang pemerintahannya:

- Musim semi 681, pemberontakan Kim Heumdol meletus.
Kim Heumdol adalah mertua Sinmun, tapi beliau memimpin para bangsawan memprotes sikap Sinmun yang selalu berseberangan dengan para bangsawan. Namun, raja menganggap protes ini sebagai pemberontakan. Akibat tekanan dari raja, Heumdol dan kelompoknya lalu mempertahankan diri dengan menggunakan pasukan-pasukan pribadi mereka. Gelombang protes ini melibatkan separuh menteri Silla termasuk menteri senior, Jin-gong (pungwolju ke-26). Bahkan, Kim Gun-gwan (sangdaedung, pungwolju ke-23) juga ikut memprotes raja walau tidak berniat memberontak. Konflik ini lalu semakin mengarah pada pemberontakan. Pemberontakan ini mendapat perlawanan dari kubu pendukung raja serta para Hwarang. Kim Sin-gong sebagai Pungwolju Hwarang tetap mendukung Raja Sinmun sebab sebagai seorang Hwarang dia tidak boleh membelot dari raja, walaupun Kim Sin-gong adalah putra dari Jin-gong. Pemberontakan ini dipadamkan dalam waktu yang sangat singkat, bahkan diyakini sudah diatasi sebelum sempat meletus.

- Tahun 681, Pungwolju Kim Sin-gong gugur dalam tugas di-usia 32 tahun saat memadamkan pemberontakan Kim Heum-dol. Tidak jelas apakah dia tewas akibat terbunuh oleh pemberontak atau karena di-eksekusi mati oleh raja. Kemungkinan besar dia gugur dalam tugas saat menghadapi pemberontak, tapi jika melihat sikap Raja Sinmun yang penuh curiga dan anti aristokrat bisa jadi Sin-gong tewas karena dieksekusi mati atas perintah raja, karena walaupun dia tetap membela raja namun dia adalah putra salah-satu pemimpin pemberontak. Kim Sin-gong adalah Pungwolju Resimen Hwarang terakhir.

- Tahun 681, Kim Heum-on (pungwolju ke-31, putra Kim Heumdol, keponakan Kim Yushin) terbunuh dalam pemberontakan.

- Tahun 681, para pemimpin pemberontak, Kim Heumdol dan Kim Jin-gong, dieksekusi.

- Tahun 681, Sangdaedung Kim Gun-gwan (pungwolju ke-23) dieksekusi mati diusia 79 tahun karena memprotes raja, tapi namanya tidak dimasukan dalam daftar pemberontak karena beliau memang tidak memberontak.

- Tahun 681, Resimen Hwarang dibubarkan oleh Raja Sinmun dan dikembalikan fungsinya sebagai Kelompok Hwarang (kelompok pemuda cendekia) yang bukan lagi berupa pasukan militer.

- Tahun 683, mantan pewaris tahta Goguryeo, Pangeran Anseung, datang ke Silla bersama para pendukungnya dan diterima oleh Raja Sinmun. Anseung dianugerahi gelar kebangsawanan Silla dan diijinkan tinggal di Silla.

- Tahun 684, para pendukung Anseung melakukan pemberontakan pada Silla di kota Iksan. Anseung tetap setia pada Silla dan tidak terlibat dalam pemberontakan ini. Pemberontakan mereka berhasil dipadamkan oleh pasukan Silla yang dipimpin oleh Jenderal Kim Young-yoon (putra Kim Ban-geul dan cucu Kim Heumsun/adik Kim Yushin).

- Tahun 689, Raja Sinmun mencoba memindahkan ibukota pemerintahan dari Seorabeol (Gyeongju) ke Dalgubeol (Daegu) untuk mencegah gangguan dari para bangsawan sebagai imbas dari pemberontakan Kim Heumdol, tapi usaha ini tidak berhasil.



Meskipun banyak pemberontakan terjadi pada masa pemerintahannya, tapi Silla juga menikmati kemajuan pesat selama pemerintahan Sinmun. Banyak sekali yang dilakukan sepanjang pemerintahannya, diantaranya:

- Tahun 682, Gukhak (universitas kerajaan di Silla) dibangun. Gukhak bertahan selama ratusan tahun dan menjadi cikal-bakal Universitas Sungkyunkwan (universitas kerajaan di Joseon).

- Pengiriman utusan pada Kaisarina Wu Zetian dari Kekaisaran Tang untuk meminta salinan “Buku Ritual” dan berbagai salinan buku-buku klasik dari China.

- Pembentukan 9 Provinsi di seluruh Silla yang meniru sistem pembagian provinsi oleh Raja Yu dari Kerajaan Xia (Kerajaan China kuno).

- Pembangunan “ibukota kedua” yang ditujukan untuk menampung bangsawan-bwangsawan pelarian dari Baekje dan Goguryeo.

- Pemulihan hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang yang sempat putus saat terjadi perang antara Silla dan Tang.

- Tahun 689, sistem pemberian upah dihapus dan digantikan dengan pemberian tanah.

- Penolakan Sinmun atas permintaan Kaisar Gaozong dari Tang. Saat itu, Gaozong mengirim utusan ke Silla dan disertai pesan yang meminta agar gelar “Taejong” yang diberikan kepada Raja Muyeol dihapus, sebab itu adalah gelar yang sama yang dimiliki oleh ayah Kaisar Gaozong, Kaisar Taizong (Taizong = Taejong), yang dianggap tidak sepadan dengan Raja Muyeol karena hanya berasal dari kerajaan kecil. Tapi, Raja Sinmun menolak dengan sopan melalui sebuah surat yang berbunyi:
Walaupun Silla adalah kerajaan kecil, raja kami mampu mempersatukan tiga kerajaan (Samhan/Tiga Konfederasi) melalui kebaikan Kim Yushin yang membantu raja dengan keberanian yang tidak tertandingi. Oleh sebab itu, raja kami dianugerahi gelar Taejong.
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972).

Sinmun adalah raja pertama Silla yang menggunakan sistem pemerintahan terpusat, meninggalkan sistem feodal yang sudah diterapkan Silla selama lebih dari 600 tahun. Sistem terpusat ini ditujukan untuk mengontrol wilayah Silla yang sudah semakin luas.

Terlepas dari semua upayanya membangun Silla, pemberontakan Kim Heumdol pada awal pemerintahan Sinmun tetap membekas dan berdampak luas. Pemberontakan Kim Heumdol memang tidak besar, tapi dampaknya sangat besar bagi Silla. Selain terbunuhnya pungwolju saat itu dan dieksekusinya mantan-mantan hwarang dan mantan pungwolju, pemberontakan ini juga mengakibatkan Resimen Hwarang dibubarkan. Kelompok Hwarang masih diijinkan tetap ada tapi tidak lagi sebagai resimen militer karena keberadaan mereka saat itu hanya sebagai kelompok pemuda bangsawan yang belajar berbagai ilmu dan kemudian membantu pemerintahan. Para Hwarang yang tersisa dilarang membentuk pasukan militer dan mengumpulkan nangdo. Hwarang juga tidak bisa lagi memiliki seorang Pungwolju sebab fungsi Pungwolju adalah sebagai komandan pasukan. Kelompok Hwarang dikembalikan fungsinya sebagai kelompok pemuda cendekia seperti saat mereka pertama kali dikumpulkan oleh Raja Beopheung.

Raja Sinmun meninggal pada tahun 692, 11 tahun setelah bertahta dan setelah pembubaran Resimen Hwarang. Sinmun digantikan oleh putranya, Raja Hyoso.

Kematian Sinmun tidak menyelesaikan perseteruan keluarga kerajaan dengan para bangsawan. Setelah Raja Sinmun meninggal, para penguasa Silla penerusnya justru menyesali keputusan Kim Sinmun sebab tidak ada lagi pasukan ‘berani mati’ yang setia membela raja hingga titik-darah penghabisan. Tidak ada lagi para pangeran dan bangsawan yang mempelajari dan mendalami berbagai ilmu serta teruji kesetiaannya pada raja dan negara melalui pengalaman mereka sebagai anggota Resimen Hwarang, sehingga kesetiaan pada raja mulai runtuh dan pemberontakan-pemberontakan besar terjadi secara konstan hingga kerajaan ini runtuh.

Pada beberapa pemberontakan, beberapa raja justru terbunuh oleh pengawal kerajaan. Serial pemberontakan-pemberontakan ini dimulai pada masa pemerintahan Sinmun, dan secara konstan terus berlangsung hanya 8 tahun setelah kematian Sinmun atau 19 tahun setelah pembubaran resimen hwarang. Pemberontakan itu terus berlangsung hingga akhir sejarah Silla.

Kurang dari seabad, tepatnya 99 tahun, setelah pembubaran Resimen Hwarang tidak ada lagi keturunan Raja Muyeol (juga Raja Sinmun) yang menduduki tahta Silla setelah Raja Hyegong terbunuh dalam sebuah pemberontakan yang membuatnya menjadi keturunan terakhir Raja Muyeol diatas tahta Silla. Raja-raja terakhir Silla juga semakin kewalahan menghadapi serbuan dari negara-negara musuh termasuk bekas wilayah Baekje dan Goguryeo, padahal wilayah-wilayah itu dulunya ditaklukkan oleh Resimen Hwarang dibawah pimpinan Kim Heumdol. 

Raja-raja Silla diperiode itu sempat ingin kembali membangkitkan kelompok Hwarang sebagai resimen militer tapi hal itu sudah sangat terlambat.

196 tahun setelah pembubaran resimen hwarang seorang yang bernama Wang Geon lahir di Songak (Kaesong), wilayah yang dulu ditaklukkan pasukan hwarang saat menyerbu Goguryeo. Pria inilah yang meruntuhkan Silla 253 tahun setelah pembubaran Resimen Hwarang.

Tanda-tanda keruntuhan Silla sebenarnya mulai terlihat saat Gyeonhwon dari Hu-Baekje menjadi pemimpin asing pertama dalam sejarah Silla yang berhasil membuat seorang raja Silla terbunuh. Peristiwa ini terjadi pada tahun 927 atau 246 tahun setelah pembubaran Resimen Hwarang, dan 8 tahun kemudian kerajaan Silla resmi runtuh karena menyerah pada Wang Geon dari Goryeo.

Pada periode terakhir ini, banyak bangsawan Silla khususnya kalangan kongfusian yang kembali mengenang masa Silla lalu terutama pada masa-masa kejayaan hwarang.

Hampir tidak ada orang Silla yang setuju pada keputusan Raja Sinmun yang membubarkan Resimen Hwarang di masa-lalu.






32. RAJA HYOSO

Raja Hyoso adalah raja Silla ke-32. Beliau adalah putra tertua Raja Sinmun. Ibunya adalah ratu kedua Sinmun, Ratu Sinmok. Beliau dilahirkan ditahun ke-6 pemerintahan ayahnya, tahun 687 M.

Hyoso diangkat sebagai putra mahkota tidak lama setelah kelahirannya, dan saat ayahnya meninggal (692), Hyoso diangkat menjadi raja Silla diusia 5 tahun. Beliau memerintah Silla selama 10 tahun (692–702). Raja Hyoso menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Hyoso adalah cucu Raja Munmu Yang Agung.

Hyoso adalah raja Silla yang termuda saat naik tahta. Karena masih kecil saat masih menjadi raja, pemerintahan dijalankan oleh walinya. Cukup banyak peristiwa yang terjadi sepanjang masa pemerintahannya, diantaranya:

- Rangkaian pemberontakan para bangsawan dari kasta Jin-geol

- Tahun 702, seorang Ichan (bangsawan tingkat dua dari kasta Jin-geol) yang bernama Gyeong-yeong mencoba melakukan pemberontakan. Gyeong-yeong berhasil ditangkap dan dieksekusi.

- Tahun 702, Menteri Dalam Negeri Silla dipecat karena dianggap bertanggung-jawab atas meletusnya pemberontakan Gyeong-yeong.

- Penguatan sistem pemerintahan sentralisasi.

- Pengiriman utusan-utusan ke Kekaisaran Tang untuk mempererat hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang.

- Jepang mengirim utusan ke Silla untuk memulihkan hubungan diplomatik yang sempat putus sejak tahun 663 pasca Perang Baekgang.


Hyoso memerintah selama 10 tahun. Beliau meninggal karena sakit di Seorabeol pada musim gugur 702 saat dia baru berusia 15 tahun. Meskipun meninggal diusia muda tapi nama Hyoso sebagai raja Silla tercantum dalam catatan-catatan sejarah pemerintahan Tang dan Jepang (Shoku Nihongi). Hyoso meninggal tanpa keturunan sehingga beliau digantikan oleh adik kandungnya, Raja Seongdeok.






33. RAJA SEONGDEOK

Raja Seongdeok adalah raja Silla ke-33. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Sinmun. Seongdeok diangkat menjadi raja Silla pada tahun 702 M setelah kematian kakak-kandungnya, Raja Hyoso. Beliau memerintah Silla selama 34 tahun (702–736 M). Raja Seongdeok menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya, namun sejarah Silla menghormatinya dengan menyebut namanya “Seongdeok Daewang” yang artinya “Raja Seongdeok Yang Agung” (Seongdeok The Great). Seongdeok dihormati sebagai “raja agung” oleh sejarawan Silla karena pada masa pemerintahannya Silla memperoleh kedamaian dan mampu memperluas wilayahnya. Era Seondeok juga adalah puncak keemasan Silla.

Seongdeok adalah salah-satu raja Silla yang naik tahta saat masih belia, dan bahkan belum menikah. Pemerintahan sempat dijalankan oleh walinya. Dia baru menikah pada tahun 702 M dengan Lady Baeso. 

Banyak sekali peristiwa yang terjadi sepanjang 35 tahun masa pemerintahannya, diantaranya:

- Tahun 702, Lady Baeso (putri dari Kim Muntae) diangkat sebagai permaisuri dengan gelar “Ratu Seongjong”.

- Terjadi perselihan antara Raja Seongdeok dengan para bangsawan dari kasta Jin-geol yang berasal dari klan Ratu Seongjeong.

- Tahun 715, Pangeran Jung-gyeong (putra pertama Raja Seongdeok yang lahir dari Ratu Seongjong) diangkat sebagai putra mahkota.

- Tahun 716, Ratu Seongjong digulingkan dari tahta ratu dan diusir dari istana.

- Tahun 717, Putra Mahkota Jung-gyeong meninggal karena penyebab yang tidak jelas.

- Tahun 718, Nugakjeon (Departemen Pemantau Waktu) diresmikan oleh raja.

- Tahun 720, Seongdeok menikahi ratu keduanya, Ratu Sodeok (putri dari Menteri Kim Sunwon). Ratu Sodeok adalah ibu dari Raja Hyoseong dan Raja Gyeongdeok.

- Tahun 721, Seongdeok memerintahkan pembangunan “Tembok Raksasa Silla Utara” (sekarang terletak di provinsi Hamgyeong, Korea Utara).

- Tahun 721, bajak laut Jepang merampok wilayah pantai selatan Silla.

- Tahun 722, Seongdeok memperluas benteng pertahanan di utara Seorabeol (Gyeongju) yang dibangun seluas 10 kilometer, yang dibangun menggunakan tenaga 40.000 orang. Benteng ini menjadi simbol otoritas raja Silla saat itu untuk memuluskan penerapan sistem pemerintahan sentralisasi.

- Pengiriman utusan-utusan ke Kekaisaran Tang untuk mempererat hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Tang.

- Tahun 733, Kerajaan Balhae menyerbu wilayah Kekaisaran Tang.

- Tahun 733, Kaisar Xuangzong dari Tang menganugerahi Seongdeok gelar “Komandan Pasukan Ninghai” dan seakan memerintahkan Seongdeok menyerbu Kerajaan Balhae, padahal Seongdeok memang berencana menyerbu Balhae.

- Tahun 733, Seongdeok menggalakan “Kampanye Militer ke Utara” untuk menekan Kerajaan Balhae.

- Tahun 735, Kaisar Xuanzong memberikan wilayah di selatan Sungai Taedong kepada Silla.

- Penguatan sistem pemerintahan sentralisasi.



Seongdeok memerintah selama 34 tahun. Selama pemerintahannya, beliau mencapai banyak hal termasuk penguatan hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan penting seperti Tang dan Jepang. Seongdeok juga mampu menstabilkan politik dalam negeri dengan merangkul banyak pihak dan membuat wilayah-wilayah taklukan Silla tunduk padanya.

Seongdeok meninggal pada tahun 736 saat dia berusia sekitar 45-47 tahun. Seongdeok digantikan oleh putra keduanya, Raja Hyoseong.






34. RAJA HYOSEONG

Raja Hyoseong adalah raja Silla ke-34. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Seongdeok, disekitar tahun 721. Hyoseong menjadi putra mahkota setelah sebelumnya, kakak tirinya, Putra Mahkota Jung-gyeong, meninggal. Hyoseong diangkat menjadi raja Silla pada akhir 736 M setelah kematian ayahnya. Beliau memerintah Silla selama 5-6 tahun (736–742 M). Raja Hyoseong menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya.

Hyoseong naik tahta saat dia masih berusia belasan tahun. Tidak banyak peristiwa yang terjadi pada masa pemerintahannya yang dicatat dalam sejarah. Tetapi, konflik istana yang melibatkan ratu dan selirnya adalah salah satu konflik yang sangat terkenal dimasa pemerintahannya.

Hyoseong memiliki seorang ratu tapi dia lalu mengangkat putri dari seorang phajinchan (bangsawan Jin-geol tingkat ke-4), yang bernama Yeongjong, sebagai selirnya. Ratu utama Raja Hyoseong sangat cemburu melihat kehadiran selir baru itu dan membunuh selir itu. Phajinchan Yeongjong, yang sangat marah pada ratu atas kematian putri kesayangannya, membuat konspirasi membunuh ratu. Ratu pun tewas terbunuh. Kematian ratu ini membuat istana gempar, dan dengan mudah Yeongjong ditangkap atas tuduhan pembunuhan itu. Yeongjong akhirnya dihukum mati dan disaksikan sendiri oleh Hyoseong.

Tidak lama setelah konflik berdarah itu, Hyoseong meninggal, padahal dia baru memerintah sekitar 5 tahun, dan baru berusia sekitar 21 tahun. Jenasah Hyoseong, yang meninggal pada tahun 742, dikremasi di selatan Kuil Beomnyusa. Abunya ditaburkan di Laut Jepang (Laut Timur). Hyoseong digantikan oleh adik kandungnya, Raja Gyeongdeok.






35. RAJA GYEONGDEOK

Raja Gyeongdeok adalah raja Silla ke-35. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Seongdeok, disekitar tahun 723-726. Gyeongdeok diangkat menjadi raja Silla pada tahun 742 M setelah kematian kakaknya. Kakaknya, Raja Hyeoseong, meninggal setelah menghadapi konflik berdarah yang membuatnya kehilangan istri-istrinya.

Gyeongdeok memerintah Silla selama 23 tahun (742-765 M). Raja Gyeongdeok menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Gyeongdeok naik tahta saat dia berusia sekitar 17-18 tahun.

Ada banyak peristiwa yang terjadi pada jamannya tapi Gyeongdeok dikenang dalam sejarah bukan karena berbagai peristiwa yang terjadi pada jamannya, melainkan atas karya-karyanya yang masih dapat dilihat hingga sekarang. Karya-karyanya yang sangat terkenal adalah:

- Kuil Bulguksa. Gyeongdeok adalah raja yang membangun Kuil Bulguksa yang terkenal itu. Kuil ini dibangun pada tahun 751.

- Lonceng Perunggu Raja Seongdeok, yang dibuat sebagai penghormatan pada ayahnya, Raja Seongdeok.

- Gua Seokguram, yang berisikan relief-relief Buddha dan patung Buddha. Gua ini juga memuat fitur-fitur yang menceritakan tentang shamanisme kehidupan Silla sebelum shamanisme dianut oleh orang Silla.


Semua karya Gyeongdeok kini menjadi harta nasional Korea Selatan, dan juga termasuk dalam kumpulan peninggalan-peninggalan Buddhisme terpenting di seluruh dunia. Ada beberapa karya-karyanya diselesaikan pada masa pemerintahan anaknya. Gyeongdeok meninggal pada tahun 765 setelah memerintah selama 23 tahun. Saat itu dia berusia sekitar 42-45 tahun. Gyeongdeok digantikan oleh putranya, Raja Hyegong.






36. RAJA HYEGONG

Raja Hyegong adalah raja Silla ke-36. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Gyeongdeok, tahun 758. Hyegong diangkat menjadi raja Silla pada tahun 765 M setelah kematian ayahnya.

Hyegong memerintah Silla selama 15 tahun (765-780 M). Raja Hyegong menggunakan gelar “Wang” sebagai gelar raja Silla yang disematkan padanya. Hyegong naik tahta saat dia baru berusia 8 tahun. Ibunya bernama, Lady Manwol.

Ada banyak peristiwa yang terjadi pada jamannya, dan yang paling terkenal adalah rangkaian pemberontakan yang meletus akibat ketidak-puasan para bangsawan yang tidak sudi dipimpin oleh anak kecil. Selain itu, sikap Hyegong yang sejak kecil sudah sering merisaukan banyak pihak juga membuat istana sering berada dalam kekacauan. Sebenarnya, usia Hyegong dan sifat kekanak-kanakannya tidak terlalu menjadi masalah, tapi yang menjadi masalah besar saat itu adalah sifat dan tingkah laku Hyegong yang sangat “kewanitaan”.

Hyegong naik tahta saat Silla sudah sangat makmur dan menjadi salah-satu kerajaan besar dan makmur di Asia. Seorabeol (Gyeongju) saat itu menjadi satu dari 4 kota terpadat didunia. Hidup makmur dan berada dalam masa keemasan membuat Hyegong yang sejak lahir dimanja oleh semua orang tidak bisa menyesuaikan diri pada tuntutan dan tanggung-jawab sebagai raja dalam menjalankan pemerintahan Silla. Saat itu, sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi pemberontakan di Silla, sehingga Hyegong terbuai dengan keadaan sebagai seorang bangsawan dan raja dari kerajaan yang damai dan makmur.

Adapun ciri khas pria-pria bangsawan Silla adalah suka berdandan (seperti para hwarang dulu) dan memakai berbagai perhiasan, dan juga banyak yang berwajah cantik. Para bangsawan muda Silla, terutama kelompok Hwarang, juga suka menari, menyanyi, dan memainkan berbagai alat musik. Semua perilaku orang-orang Silla ini dianggap sangat feminim oleh dinasti-dinasti penerusnya, terutama oleh orang-orang Goryeo, tetapi pada masa Silla, kebiasaan “feminim” ini adalah hal yang biasa. Namun, apa yang dilakukan oleh Raja Hyegong bukan sekedar melakukan hal-hal yang dianggap feminim itu, melainkan memiliki sifat, gaya, dan perilaku seperti seorang gadis.

Perilaku ini dianggap tidak pantas oleh bangsawan-bangsawan pada masa itu sehingga mereka melakukan pemberontakan, yang tidak terjadi hanya sekali tapi berkali-kali hingga Raja Hyegong tewas dalam salah-satu pemberontakan itu. Pemberontakan-pemberontakan itu dan peristiwa-peritiwa lainnya diantaranya adalah:

- Tahun 768, Kim Daegong (seorang pejabat tinggi) memberontak.

- Penyelesaian Lonceng Perunggu Raja Seongdeok, yang dibuat pada masa pemerintahan ayahnya, Raja Gyeongdeok.

- Tahun 770, beberapa bangsawan tinggi memberontak.

- Tahun 775, beberapa bangsawan tinggi kembali memberontak.

- Kim Yang-sang (bakal Raja Seondeok) diangkat sebagai Sangdaedung (perdana-menteri)



Rangkaian pemberontakan ini ditutup oleh pemberontakan ichan Kim Ji-jeom pada tahun 780. untuk menumpas pemberontakan ini, Hyegong menugaskan Kim Yang-sang untuk menumpas para pemberontak. Pemberontakan ini tidak sebesar pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi di Silla pada masa lalu, tapi, ini adalah pemberontakan pertama yang menewaskan seorang raja Silla.

Memang Raja Silseong tewas terbunuh dalam pertikaian istana tapi dia tidak terbunuh oleh pemberontak melainkan karena ulahnya sendiri. Sedangkan, Raja Jinji, yang dikudeta dan kemudian meninggal, tidak tewas dalam pemberontakan melainkan beberapa saat lamanya setelah pemberontakan tersebut.

Pada saat itu, pemberontak berhasil memasuki istana dan mengacaukan seisi istana. Mereka langsung menuju ke paviliun raja. Raja Hyegong tidak sempat menyelamatkan diri dalam pemberontakan ini sehingga dia ditangkap oleh para pemberontak. Hyegong dibunuh bersama dengan ratunya. Setelah Hyegong terbunuh, barulah pasukan kerajaan yang dipimpin sangdaedung Kim Yang-sang dapat menembus istana dan membunuh para pemberontak, termasuk pemimpin mereka, Kim Ji-jeom.

Beberapa sejarawan berspekulasi bahwa sebenarnya Hyegong dibunuh oleh Kim Yang-sang, karena dialah yang mendapatkan keuntungan paling besar setelah kematian Hyegong. Atau, setidaknya Kim Yang-sang membiarkan para pemberontak itu membunuh Hyegong baru kemudian dia berpura-pura menumpas para pemberontak dan mengambil keuntungan dengan membunuh pemimpin pemberontakan saat itu. Tapi, sejarawan lainnya menolak hal ini, sebab saat itu Seondeok sudah tidak muda lagi dan juga dia tidak memiliki keturunan laki-laki.

Hyegong meninggal pada tahun 780 setelah memerintah selama 15 tahun. Saat itu dia berusia 23 tahun. Hyegong digantikan oleh perdana-menterinya, Kim Yang-sang, yang dinobatkan sebagai Raja Seondeok.

Kematian Hyegong ini menjadikannya sebagai keturunan Raja Muyeol terakhir yang menjadi raja Silla, karena walaupun keturunan Muyeol lainnya berusaha naik tahta tapi semua itu selalu gagal. Kematian Hyegong ini mengawali rangkaian pemberontakan dan kudeta berdarah, sehingga dia bukan satu-satunya raja Silla yang tewas saat dikudeta. Apa yang dialami oleh Hyegong dan raja-raja Silla sesudahnya yang juga tewas saat dikudeta seakan menjadi ironi dengan apa yang dilakukan oleh kakek buyutnya, Raja Sinmun, 99 tahun saat dia membubarkan Resimen Hwarang.






Notes (catatan):

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)



Didahului oleh:
KERAJAAN SILLA
Raja-raja Silla Pada Periode Awal (Era Klan Park)
Raja-raja Silla pada periode kekuasaan Klan Seok
Raja-raja Silla Pada Periode Awal Kekuasaan Klan Kim
KERAJAAN SILLA, PERSIAPAN PENYATUAN TIGA KERAJAAN
KERAJAAN SILLA, PENYATUAN TIGA KERAJAAN


Artikel yang berhubungan dengan Kerajaan Silla:
HWARANG, THE FLOWER KNIGHT OF SILLA
PARA PUNGWOLJU HWARANG
Para Jenderal Termasyur Pada Masa Korea Kuno


Artikel lainnya tentang Sejarah Korea:


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture : MBC (2009), KBS (2011)

Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media



Daftar Pustaka:
-Byeon-won Lee; History
-Maurizio Riotto; The Place Of Hwarang Among The Special Military Corps Of Antiquity; The Journal of Northeast Asian History; Northeast Asian History Foundation; 2012
-Richard McBride; Silla Budhist & The Manuscript of Hwarang Segi
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul
-Wontak Hong; Baekche An Offshoot of the Buyeo-Koguryeo in Mahan Land; East Asian History, A Korean Perspective; 2005; Seoul
-Young-kwan Kim, Sook-ja Ahn; Homosexuality In Ancient Korea; Pyongtaek University, Hanyoung Theological University; 2006; Seoul
-Korean History For International Citizen; Northeast Asian History Foundation
-Korea's Flowering Manhood
-The History of Hwarang-do
-The Three Kingdoms of Ancient Korea in the History of Taekwon-Do


Sumber Website:

Monday 1 May 2017

LEGENDA KERAJAAN BATUBARA



Legenda Kerajaan Batubara bermula setelah masa Hindu-Buddha berakhir dan sebelum berdirinya negeri besar yang bernama Negeri Siak Sri Indrapura. Raja pertama dari negeri Batubara adalah putra dari Raja Kerajaan Pagaruyung yang bernama Datuk Belambangan (kemudian dikenal sebagai Datuk Batubara), sedangkan permaisurinya adalah putri dari Raja Kerajaan Simalungun yang bermarga Damanik.





PERBURUAN PANGERAN KERAJAAN PAGARUYUNG

Sebelum pangeran Kerajaan Paguruyung ini menjadi penguasa negeri Batubara, beliau diwajibkan menguasai ilmu agama dan bermacam-macam pengetahuan dunia. Usai mempelajari dan menguasai semua ilmu yang wajib diketahuinya, beliaupun menghadap ayahnya, sang raja Pagaruyung. Pangeran memohon agar diijinkan meninggalkan istana untuk pergi berburu rusa agar lengkap kebanggaannya sebagai seorang pangeran yang berani dan gagah. Sang raja mengabulkan permohonan putranya, dan berangkatlah sang pangeran itu bersama dengan serombongan pengawal, juga beberapa sahabatnya.

Rombongan sang pangeran meninggalkan negerinya dengan menyusuri pesisir pantai. Mereka begitu senang melihat laut yang tampak indah dan cantik itu. Pada akhirnya, mereka harus memasuki hutan. Sang pangeran dan rombongannya harus melewati semak belukar. Namun, belum ada rusa yang terlihat. Pantang bagi pangeran dan rombongannya pulang sebelum mendapatkan hasil buruan.

Ketika mereka sudah sangat lelah, akhirnya terlihatlah oleh pangeran, seekor rusa. Pangeran dan rombongannya memburu rusa itu dan berusaha menangkapnya. Namun, rusa itu mampu menghindari panah sang pangeran. Perburuan itu membuat sang pangeran dan rombongannya tidak mengetahui waktu dan tempat mereka.

Tiba-tiba, terlihatlah oleh mereka sebuah perkampungan. Merekapun menuju kesana. Setibanya di perkampungan ini, bertanyalah pangeran pada seorang tua yang sedang berjalan melintas didekat mereka, dinegeri manakah gerangan mereka berada sekarang. Orang itu menjawab bahwa mereka berada di Negeri Simalungun. Sang pangeran-pun memperkenalkan dirinya sebagai Putra Raja Kerajaan Pagaruyung yang telah berada sangat jauh dari negerinya karena hendak berburu.

Setelah mengetahui bahwa yang dihadapan mereka adalah seorang pangeran, maka dihantarkanlah pangeran dan rombongannya ke istana Raja Simalungun. 

Raja Kerajaan Simalungun menyambut pangeran dan rombongannya dengan gembira. Ini dikarenakan mereka berasal dari Negeri Pagaruyung yang sangat dihormati oleh negeri-negeri disekitarnya. Raja Simalungun memperkenalkan seluruh keluarganya termasuk istri dan putrinya kepada sang pangeran. Raja Simalungun-pun mendengar dengan penuh minat mengenai perkembangan Kerajaan Pagaruyung termasuk kabar dari Raja Pagaruyung dan seisi istana, dan juga tentang cerita perburuan sang pangeran. Setelah mendengar cerita dari pangeran tentang perburuannya yang gagal, raja Simalungun pun meminta agar pangeran dan rombongannya tinggal sementara waktu di Negeri Simalungun. Tawaran itu rupanya menarik hati sang pangeran dan dinilai bijak oleh rombongannya sehingga pangeran memutuskan untuk menerima tawaran Raja Simalungun. Pangeran dan rombongannya lalu memilih tinggal sementara di Simalungun.





PERNIKAHAN SANG PANGERAN DENGAN PUTRI RAJA SIMALUNGUN

Pada akhirnya, keberadaan pangeran di istana Simalungun sudah cukup lama. Dalam kurun waktu itu, pangeran rupanya menaruh hati pada sang putri raja Simalungun. Pangeran lalu menghadap Raja Simalungun dan mengutarakan perasaannya, dan juga meminang putri raja untuk dijadikan istri.

Raja Simalungun rupanya juga berharap agar pangeran dari Pagaruyung itu dapat menjadi menantunya. Raja merasa sangat terhormat jika bisa menikahkan putrinya dengan putra Raja Pagaruyung. Pangeran dari Pagaruyung pun akhirnya menikahi putri Raja Simalungun.

Pernikahan kerajaan ini membuat rakyat Simalungun bersuka-cita. Rombongan yang mengikuti sang pangeran juga memandang pernikahan itu baik adanya.





MENUJU KE WILAYAH BATUBARA

Tidak lama kemudian, pihak istana Simalungun mengumumkan kepada rakyatnya bahwa sang putri telah hamil. Seluruh kerajaan-pun bersukacita mendengar berita itu, terlebih lagi raja dan permaisuri Simalungun dan juga sang pangeran. Ketika kandungan putri raja berumur tiga bulan, sang putri mengutarakan kepada suaminya perihal keinginannya untuk melihat laut dan menikmati suasana pantai.

Sang Pangeran lalu menghadap kepada ayah mertuanya dan mengutarakan permintaan istrinya yang ingin sekali melihat laut dan pantai. Sang raja yang paham betul bahwa putrinya sedang mengidam, memberi ijin pada mereka untuk pergi ke daerah pesisir pantai, dan bahkan memberikan segala kebutuhan putri dan menantunya beserta rombongan mereka seperti perbekalan dan juga pengawal. 

Setelah menempuh perjalanan berhari-hari lamanya, tibalah mereka didaerah pesisir pantai yang memiliki pemandangan yang indah. Sang putri sangat menyukai tempat itu, sehingga suaminya memutuskan untuk menjadikan tempat itu sebagai tempat peristirahatan mereka. Ketika sang pangeran berkeliling daerah itu untuk melihat-lihat, maka jatuh hatilah sang pangeran pada tempat itu.

Sang pangeran itu lalu bermaksud untuk membuat pemukiman ditempat itu sebagai tempat tinggal tetapnya dan juga ingin membangun daerah itu menjadi sebuah negeri yang beradab. Sang pangeran lalu memberitahukan keinginannya itu kepada istrinya, dan sang istri juga rupanya mendukung keinginan suaminya. Seluruh rombongan-pun mendukung keinginan dari pangeran itu. 

Pangeran lalu mengutus dua orang sebagai utusan kepada Raja Simalungun. Setibanya dua orang utusan ini diistana Simalungun, disampaikanlah oleh mereka perihal keinginan putra raja Pagaruyung dan istrinya untuk menetap didaerah baru itu. Raja Simalungun menerima dan mendengar pesan yang dihantarkan oleh dua orang utusan itu. Usai mendengar pesan dari putri dan menantunya, rajapun memanggil para penasehatnya dan meminta pendapat para kaum cendekia dinegerinya. Usai mendengar cerita dan juga pendapat dari raja mereka, maka para penasehatnya memandang bahwa keinginan dari putri dan menantu raja adalah baik adanya, dan tidak akan menyusahkan Kerajaan Simalungun. Setelah mendengar masukan dari para penasehatnya, maka Baginda Raja Simalungun lalu mengirim pesan melalui utusannya kepada putri dan menantunya bahwa sang raja menyetujui permohonan sang putri dan menantu. 

Raja Simalungun lalu mengirimkan perlengkapan dan semua yang dibutuhkan oleh putri dan menantunya beserta rombongan mereka melalui utusan yang dikirimnya, dan juga Baginda Raja Simalungun mengirim serta rakyatnya yang tertarik untuk menetap dinegeri baru itu dan bersedia menjadi rakyat dari Pangeran Pagaruyung. Sang pangeran dan istrinya sungguh terkejut dan gembira melihat rombongan utusan dan rakyat yang dikirim oleh Baginda Raja Simalungun. Dihadapan rakyatnya, sang pangeran berjanji bahwa dia akan menjadi penguasa yang adil dan membangun negeri baru itu menjadi negeri yang makmur. Rakyat yang gembira lalu mulai membangun negeri baru itu dengan mengikuti arahan dari Pangeran Pagaruyung. 







BERDIRINYA KERAJAAN BATUBARA

Tidak lama setelah titah pembangunan negeri baru itu diucapkan, dan juga ketika pembangunan itu masih terus dilaksanakan, rakyat negeri yang baru itu datang menghadap sang pangeran. Sang pangeran heran mengapa tiba-tiba banyak sekali rakyat yang mengerumuninya. Beliau menjadi sangat khawatir kalau-kalau telah terjadi sesuatu yang buruk. Rupanya rakyat menyampaikan perihal lain. Rakyatnya itu meminta Putra Raja Pagaruyung itu menjadi raja dinegeri yang baru itu.

Sang pangeran begitu terkejut mendengar permintaan rakyatnya. Beliau sangat terharu dan menghargai pendapat rakyatnya, tetapi beliau juga tidak enak hati pada ayah mertuanya, Raja Negeri Simalungun yang telah begitu baik padanya. Sang pangeran-pun menjelaskan pada rakyatnya bahwa kuasa dan wewenangnya masih berada dibawah kekuasaan Raja Kerajaan Simalungun. Namun, rakyatnya bersikeras untuk tetap mengangkatnya sebagai raja. Sang pangeran yang begitu gundah lalu membahas persoalan itu dengan istrinya.

Sebagai putri dari Raja Simalungun, istrinya ini sangat memahami sifat ayahanya. Sang istri menjelaskan pada suaminya bahwa ayahandanya adalah seorang raja yang arif dan bijaksana dan murah hati, oleh karena itu alangkah baiknya jika sang pangeran menyampaikan dan menjelaskan permintaan rakyatnya kepada Raja Negeri Simalungun. Sang pangeran menyetujui saran dari istrinya, beliau lalu berangkat bersama beberapa pengawalnya dan juga beberapa orang sebagai perwakilan dari rakyatnya untuk bertemu Raja Negeri Simalungun.

Sang pangeran bersama orang-orang yang mengikutinya tiba di Simalungun dan langsung menuju keistana untuk bertemu Raja Negeri Simalungun. Raja Negeri Simalungun dan permaisurinya begitu terkejut melihat menantunya yang tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Terlebih lagi sang raja tidak melihat putrinya berada diantara rombongan yang dibawa oleh menantunya. Hal yang pertama kali ditanyakan oleh Raja Negeri Simalungun tentulah mengenai keadaan putrinya. Sang pangeran memberi tahu pada mertuanya bahwa istrinya baik-baik saja, dan bahwa kedatangannya untuk memberitahukan perihal yang lain.

Raja Negeri Simalungun dan permaisurinya lega setelah mendengar bahwa putrinya baik-baik saja. Namun, beliau menjadi bertanya-tanya mengenai maksud kedatangan menantunya itu. Sang pangeran dengan sangat berhati-hati mulai menceritakan mengenai negeri barunya yang mana dia menjadi penguasa disana. Sang pangeran sengaja melaporkan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang baik untuk menyenangkan hati mertuanya. Raja Negeri Simalungun sangat lega dan gembira mendengar berita-berita baik yang dibawakan oleh menantunya.

Ketika sang pangeran melihat bahwa raut muka ayah mertuanya menunjukkan kegembiraan, maka pangeran mulai menyampaikan mengenai inti masalah yang membuatnya gundah, yaitu perihal keinginan rakyatnya. Namun, sang pangeran rupanya masih khawatir bahwa permintaan rakyatnya akan menyakiti perasaan ayah mertuanya.

Semua kabar yang ananda bawakan adalah kabar yang baik dan bahagia. Apakah yang membuat ananda gundah sehingga wajah ananda tampak begitu risau?” Tanya Raja Negeri Simalungun.
Sang pangeran begitu terkejut karena ayah mertuanya tampak telah mengetahui kegundahannya. Iapun lalu menceritakan mengenai kehendak rakyatnya yang menginginkan dirinya menjadi raja mereka.

Raja Negeri Simalungun mendengar penuturan menantunya dan perwakilan rakyat dari yang negeri baru itu dengan seksama. Tampak dihadapannya wajah sang menantu yang begitu pucat karena dia sangat khawatir dan bahkan takut. Para penasehat dan hulubalangnya juga begitu terkejut ketika mereka mendengar penuturan dari menantu raja itu. Mereka menunggu perkataan Raja Simalungun dengan perasaan yang was-was. 

Menantuku, pengkhianatan adalah suatu hal yang sangat tidak terpuji dan berat hukumannya menurut hukum negara dan agama.” Ucap sang Raja Simalungun. Sang pangeran gemetar mendengar ucapan ayah mertuanya.
Mudah bagimu untuk berkhianat dengan mengangkat dirimu sebagai raja tanpa restuku. Namun, engkau memilih datang jauh-jauh kemari meninggalkan istrimu yang sedang mengandung anakmu untuk memberitahukan bahwa rakyatmu menginginkan engkau menjadi raja. Engkau menunjukkan pengabdian yang luar biasa pada rakyatmu dan juga kesetiaan yang tinggi pada rajamu. Jadi, siapakah yang lebih cocok menjadi raja dinegeri baru itu selain dirimu? Oleh karena itu, kembalilah ke negeri yang telah kau bangun itu dan umumkanlah pada rakyatmu disana bahwa engkaulah raja mereka.
Demikianlah titah Raja Negeri Simalungun.

Sang pangeran begitu terkejut mendengar titah Raja Negeri Simalungun. Dia tidak menyangka bahwa mertuanya akan begitu cepat mengambil keputusan dan memberi restu kepadanya agar sang pangeran diangkat menjadi raja dinegeri yang baru itu. Sang pangeran dari Pagaruyung sujud hingga kepala mereka bersetuhan dengan lantai sebagai wujud rasa hormat dan syukur atas kebijaksanaan dan kemurah-hatian Baginda Raja Simalungun.

Sang pangeran lalu memohon diri agar dapat segera kembali ke negeri barunya untuk memberitahukan keputusan mertuanya dan mengumumkan kabar bahagia itu kepada rakyatnya. Namun, Raja Negeri Simalungun dan permaisurinya melarang menantunya itu untuk berangkat pada hari itu dengan alasan bahwa hari telah malam. Sang menantu-pun menuruti permintaan ayah mertuanya, dan bermalam diistana. 

Esok harinya, sang pangeran kembali menghadap ayah dan ibu mertuanya untuk memohon diri agar diijinkan kembali ke negeri barunya. Raja dan permaisuri merestui keberangkatan menantunya. Raja dan Permaisuri Negeri Simalungun lalu memberikan bermacam-macam bekal dan perlengkapan dan juga makanan-makanan yang disukai oleh putri mereka. Maka, berangkatlah Putra Raja Pagaruyung itu kenegeri barunya dengan penuh sukacita.

Setibanya dinegeri barunya, sang pangeran langsung menemui istrinya dan juga memerintahkan para pengawalnya untuk mengumpulkan rakyat. Sang pangeran lalu mengumumkan titah dari Baginda Raja Simalungun yang telah merestui dirinya untuk menjadi raja dinegeri baru itu. Segenap rakyat bersukacita mendengar berita itu. Mereka mengelu-elukan nama raja baru mereka. Mereka juga tak lupa menghaturkan doa kepada Tuhan sebagai wujud syukur mereka.






PENAMAAN NEGERI BATUBARA

Raja baru itu begitu bahagia melihat negeri barunya. Namun, ada satu hal yang mengusik pikiran Putra Raja Pagaruyung itu, yaitu nama negerinya. Tentunya beliau enggan menjadi raja dari sebuah negeri tanpa nama. Beliau berpikir keras mengenai nama apa yang paling cocok dengan negerinya ini. Tiba-tiba, terdengarlah teriakan yang begitu gaduh. Raja baru itupun langsung berlari menuju kesumber suara teriakan itu. Rupanya, itu adalah teriakan dari salah seorang hulubalangnya yang berasal dari Pagaruyung yang ditugasi untuk mengawasi penggalian sumur. Tangan orang yang berteriak itu menggenggam batu yang hitam warnanya. Dia memberikan batu itu kepada rajanya sambil berkata, 

ini batu yang bisa menyala dan membara, batu bara baginda.” 

Raja begitu terkejut dan senang mengetahuinya. Bukan hanya sebongkahan batu saja, namun ditemukan ada banyak sekali batu hitam yang serupa. 

Ada banyak sekali baginda, hampir disetiap sumur yang digali ada batu ini.” Ujar hulubalangnya sambil menunjukkan batu-batu yang ditemukan dari dalam beberapa sumur. 

Melihat hal itu, senanglah sang raja. Dia menganggap hal ini pertanda baik karena batu itu sangat dibutuhkan dan juga mahal harganya. Kejadian ini membuat sang raja baru itu mendapat ilham mengenai nama negerinya. 

Mari kita namakan saja negeri ini sebagai Negeri Batu Bara, karena ada banyak batu yang bisa membara yang ditemukan disini.” Ucap sang raja. 

Istri dan para penasehatnya sepakat dengan raja mengenai nama bagi negeri mereka itu. Sang rajapun mengumumkan pada rakyatnya bahwa nama negeri mereka adalah Negeri Batubara.

Tidak begitu lama setelah negeri baru itu dinamakan Negeri Batubara, tibalah waktunya bagi Permaisuri Negeri Batubara untuk bersalin. Raja Negeri Batubara lalu menunjuk bidan terbaik dinegeri itu untuk menangani persalinan istrinya. Berkat rahmat Tuhan, Sang permaisuri-pun berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik dengan selamat. 

Kini, lengkaplah sudah kebahagiaan dari Raja Batubara. Beliau menjadi raja dinegeri yang kaya dan juga makmur. Beliau juga memperistri seorang permaisuri yang cantik, dan juga telah memiliki keturunan yaitu seorang putri yang cantik jelita yang menjadi bayi pertama yang lahir dikerajaannya. 






ROMBONGAN UTUSAN ISTANA PAGARUYUNG

Sang putri yang telah menjadi seorang gadis yang cantik ini selalu tertarik jika diceritakan mengenai kisah tentang petualang ayahnya dan kisah permulaan negerinya, dan dia meminta untuk diceritakan berulang-ulang sehingga dia hafal betul mengenai kisah ayahnya dan negerinya. Namun, semakin hari dia semakin bertanya-tanya, dimanakah kakek dan neneknya yang menjadi ayah dan ibu dari ayahnya? Sang putri cukup sering bertemu dengan kakek dan neneknya di Negeri Simalungun, yaitu Baginda Raja Simalungun dan Permaisurinya tetapi dia sama sekali belum bertemu dengan kakek dan juga neneknya yang konon katanya berada di Negeri Pagaruyung. Putri hanya mengetahui bahwa ayah dari ayahandanya juga adalah seorang raja. Sang putri yang penasaran lalu bertanya pada ayahnya perihal kakek dan neneknya.

Raja Batu Bara mendengarkan pertanyaan putrinya mengenai kedua orang tua sang raja. Raja tidak langsung menjawab pertanyaan putrinya. Beliau hanya terdiam dan bersedih. Putrinya heran mengapa sang ayah terlihat begitu sedih, sehingga sang putri khawatir jika telah terjadi hal yang buruk pada kakek dan neneknya. 

Sang raja masuk ketempat peraduannya dan sendirian duduk sambil menitikkan air matanya. Beliau benar-benar rindu pada kedua orang-tuanya. Pertanyaan putrinya itu mengingatkan beliau bahwa sudah lama benar dia terpisah dari kedua orang-tuanya. Sang permaisuri-pun datang menemani dan menghibur sang raja. Permaisuri menyarankan agar sang raja pulang ketempat orang-tuanya, namun raja menolak. Baginda raja memberi alasan bahwa jika dia kembali maka kemungkinan besar kelak beliau akan diangkat menjadi raja di Pagaruyung menggantikan ayahnya nanti. Ingin sekali beliau kembali ke kampungnya namun dia tidak bisa meninggalkan negerinya yang sekarang ini begitu saja.

Tiba-tiba, seorang hulubalangnya datang menghadap. Sang hulubalang mendesak raja untuk segera keluar karena ada perihal yang begitu penting. Hulubalangnya ini adalah salah seorang anggota rombongan yang dahulu bersama-sama dengan raja hendak berburu rusa ketika baginda raja masih menjadi seorang pangeran. Sang raja begitu khawatir mengenai perihal yang dimaksudkan oleh hulubalangnya, tetapi beliau juga heran karena wajah hulubalangnya tampak ceria.

Ada apakah gerangan?

Sang raja segera berjalan menuju halaman istananya dan alangkah terkejutnya beliau ketika beliau melihat ada serombongan orang yang telah berkumpul dihalaman istananya. Sebagian besar orang-orang itu adalah orang-orang yang dikenali oleh beliau, yaitu orang-orang dari Negeri Pagaruyung yang diutus oleh ayahandanya, Baginda Raja Pagaruyung. Raja Batu Bara yang begitu gembira melihat mereka langsung menghampiri tetua-tetua rombongan itu yang masih merupakan paman-pamannya dan memeluk mereka.

Sang raja mengajak rombongan yang dikirimkan oleh ayahandanya kedalam istananya, dan beliau lalu memperkenalkan permaisurinya dan juga putrinya. Raja Batu Bara segera menanyakan kabar dari kedua orang-tuanya. Pemimpin rombongan dari Pagaruyung itu memberi-tahukan bahwa kedua orang-tuanya sehat, demikian juga dengan saudara-saudaranya. Mereka juga menyampaikan bahwa kedua orang-tuanya begitu merindukan dan mengkhawatirkan dirinya. Baginda Raja Pagaruyung mengirim rombongan itu khusus untuk mencari dan membawa pulang Putra Raja Negeri Pagaruyung yang telah dianggap hilang ketika pergi berburu. Sang Putra Raja Negeri Pagaruyung yang kini telah menjadi Raja Negeri Batubara lalu menyampaikan bahwa dirinya dan keluarganya baik-baik saja. Beliau juga memberikan alasan mengapa dia memutuskan tidak kembali, yaitu karena beliau sedang membangun negeri barunya. 

Baginda Raja Batu Bara menceritakan bagaimana dia membangun negeri barunya, tentang petualangannya mencari rusa, dan juga tentang kemurahan hati dari Baginda Raja Negeri Simalungun. Rombongan dari Pagaruyung itu terkagum-kagum mendengar cerita dari Baginda Raja Batu Bara. Mereka lalu berganti-gantian menceritakan mengenai beratnya petualangan mereka hingga bisa tiba di Negeri Batu Bara. Semua larut dalam kegembiraan karena telah lama tidak berjumpa. Dalam rombongan dari Pagaruyung itu, selain ada beberapa tetua dan juga hulubalang, turut serta juga empat pemuda yang adalah keponakan Baginda Raja Batu Bara, yaitu putra dari para pamannya. Empat pemuda itu baik parasnya dan juga kelakuannya. Bersama dengan seluruh rombongan dari Pagaruyung, mereka tinggal diistana Kerajaan Batu Bara. Seluruh rombongan lalu menjadi sangat lega dan gembira karena mendengar tentang pesatnya pembangunan di Negeri Batubara dan melihat keindahan Negeri Batubara, negeri yang dibangun oleh raja yang dahulu menjadi pangeran dinegeri mereka.






----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Legenda ini merupakan cerita rakyat Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang diceritakan secara turun-temurun.

Kerajaan Batubara adalah pendahulu dari kedatuan-kedatuan yang lalu muncul di wilayah Batubara. Batubara adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kerajaan Batubara berdiri sekitar tahun 1676-1680 setelah jaman Hindu-Buddha sudah berakhir dan pada masa Islam sudah menjadi agama utama di Sumatera. Wilayah Batubara mulanya adalah salah-satu wilayah kekuasaan Kerajaan Simalungun yang menjadi bagian dari Kesultanan Asahan dan dibawahi oleh Kesultanan Aceh.

Inti cerita dalam kisah ini juga tokoh-tokoh utamanya adalah nyata. Datuk Batubara adalah benar-benar putra raja Kerajaan Alam Minangkabau. Kerajaan Alam Minangkabau yang kemudian mendirikan kedatuan di wilayah Batubara setelah menikahi seorang putri raja dari Simalungun. Ayah Datuk Batubara adalah Raja Bujang. Raja Bujang adalah putra Yang Dipertuan Pagaruyung (penguasa utama Kerajaan Alam Minangkabau) saat itu, yaitu Raja Gamuyang. Raja Bujang dan ayahnya, Raja Gamuyang, adalah salah satu dari Tiga Raja Minangkabau (Rajo Tiga Selo) saat itu. Kisah perburuan Datuk Batubara yang gagal juga nyata namun memiliki selipan-selipan mitos.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Copyrights Story:
Legenda ini ditulis kembali berdasarkan cerita-cerita rakyat Batubara dan juga kisah yang dimuat dari buku “Sejarah Kabupaten Batubara Dari Masa ke Masa” yang ditulis oleh M.Yusuf Morna dan diterbitkan pertama-kali oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara (2010). Kisah ini disusun kembali oleh Deleigeven Media.


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media