DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Tuesday 1 January 2019

KIM YUSHIN DAN LEGENDANYA



Jenderal Kim Yushin adalah jenderal terbesar dalam sejarah Silla dan salah-satu jenderal terbesar sepanjang sejarah Korea. Popularitas nama besarnya sebagai seorang jenderal besar hanya bisa disandingkan dengan Laksamana Yi Sun-shin dari Joseon.

Kim Yushin adalah jenderal yang berjasa besar dalam berbagai perang besar sejak era Raja Jinpyeong dan juga dalam perang penyatuan Tiga Kerajaan. Dalam semua catatan sejarah Silla, Kim Yushin disebut sebagai Hwarang terhebat yang pernah ada.

Kim Yushin adalah putra sulung Jenderal Kim Sohyeon (cucu Raja Guhae, raja terakhir Kerajaan Geumgwan Gaya). Ibunya adalah Putri Manmyeong (putri Raja Jinheung). Beliau adalah sepupu maternal Raja Jinpyeong.

Sebagai hwarang terhebat dalam sejarah Silla, ada banyak sekali legenda tentang beliau. Bahkan, legenda tentangnya sudah diceritakan sebelum dia lahir.




LEGENDA KELAHIRAN KIM YUSHIN

Kelahiran Kim Yushin diramalkan bukan di Silla, melainkan di wilayah musuh mereka, Goguryeo.

Ramalan kelahiran Kim Yushin diketahui oleh orang-oran Silla dari seorang yang bernama Baek-seok. Pada Kim Yushin, Baek-seok berkata bahwa para pejabat istana Goguryeo meyakini jika Kim Yushin adalah reinkarnasi dari Chunam (peramal terkenal di Goguryeo). Seperti inilah penuturan Baek-seok:

Di perbatasan antara Silla dan Goguryeo, ada sungai yang mengalir tapi arusnya berlawanan arah. Raja Bojang lalu memanggil Chunam kedalam istana dan berkata padanya:

Lihatlah ini! Mengapa arus air dari sungai ini mengalir berlawanan arah, yang diatas mengalir kebawah sedangkan arus yang didalam justru meluap keluar. Mengapa mereka menyebut ini ‘Ungja-su’ (arus pria dan wanita) sedangkan arus air lainnya disebut Jaung-su (arus wanita dan pria)? Apakah ini hal yang tidak biasa?”

Yang Mulia”, kata Chunam, “ini karena perilaku ratu berlawanan dengan prinsip alam ‘eum (yin) dan yang’, dan keadaan yang tidak seharusnya terjadi di ranjang itu digambarkan layaknya cermin melalui aliran sungai ini”, kata Chunam.

Rupanya aku dikelabui secara memalukan” ucap raja.

Ratu sangat marah mendengar hal ini. “Dia berkata omong-kosong”, kata ratu. “Ini adalah tanda ketidak-setiaan rubah serakah yang ingin mengancam posisi ratu.”

Saya mengatakan yang sebenarnya, Yang Mulia” kata Chunam. “Apa yang telah terjadi telah diungkapkan secara terang benderang pada saya melalui kemampuan ghaib saya.”

Yang Mulia Raja,” ujar ratu, “jika dia mengetahui segalanya, biarlah dia menjawab satu pertanyaan lagi, dan bila dia salah maka diharus dihukum mati dengan hukuman yang sangat menyakitkan,” kata ratu.

Ratu lalu mengundurkan diri untuk sementara dari hadapan raja untuk kembali ke kemarnya dan saat dia kembali dia membawa sebuah kotak, yang dikatakannya berisi tikus besar.

Raja Bojang lalu bertanya pada Chunam, “apa isi dalam kotak ini?”
Tikus,” jawab Chunam.
Berapa banyak,” tanya ratu.
delapan ekor,” jawab Chunam.
Jawabanmu salah,” kata ratu sambil tertawa dengan penuh kemenangan, “dan kau pantas mati.”

Dengan berat hati raja mengumumkan bahwa Chunam dihukum mati dengan cara disiksa sampai mati. Tapi, sebelum Chunam menghadapi hukumannya, dia berkata:
Saat aku mati, aku akan lahir kembali sebagai seorang jenderal besar yang akan menghancurkan Goguryeo.”

Chunam pun dihukum mati.

Tapi, saat mereka membelah perut tikus tadi mereka menemukan bahwa ada 7 janin tikus didalamnya. Semua orang di istana akhirnya menyadari bahwa apa yang dikatakan Chunam adalah benar. Pada suatu malam setelah peristiwa itu, Raja Bojang bermimpi, dia melihat roh Chunam masuk kedalam tubuh istri Jenderal Kim Sohyeon (ayah Kim Yushin) di Silla. Raja terbangun dengan keheranan dan mendiskusikan penglihatannya itu bersama para pejabat istana (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78-80, tahun 1972).

Akhirnya, mereka mengirimkan seorang mata-mata ke Silla untuk memastikan hal itu. Mata-mata itu membawa kabar bahwa penglihatan Raja Bojang itu memang menjadi kenyataan. Mata-mata itu lalu diberi tugas baru, membunuh Kim Yushin. Mata-mata itu adalah Baek-seok.




BATU YANG TERBELAH

Suatu hari, Kim Yushin dihadapkan pada masalah yang cukup berat, diperkirakan saat dia baru menjadi hwarang atau saat dia akan menjadi menghadapi ujian akhir seleksi pungwolju. Sebab saat itu belum ada hwarang keturunan Gaya yang menjadi pungwolju. Memang Munno juga berdarah Gaya tapi secara maternal dari generasi ke-3 (kakeknya berasal dari Gaya), bukan seperti Kim Yushin yang ayahnya adalah orang Gaya asli.

Ketika itu, usaha Kim Yushin selalu gagal dan perjuangannya selalu sia-sia. Melihat usaha dan perjuangan anaknya yang tampak mustahil, ayahnya, Jenderal Kim Sohyeon, lalu meminta Kim Yushin untuk menyerah saja, dan berkata, “batu yang keras tidak akan terbelah jika dipukul dengan kayu (atau pedang kayu) walau dipukul dengan sekeras apapun” (ko.wikipedia/김유신)

Mendengar kata-kata ayahnya, entah justru termotivasi atau karena memang sudah putus-asa, Kim Yushin lalu pergi ke sebuah bukit dan menemukan batu yang besar. Dengan menggunakan pedang kayu (pedang latihan) Kim Yushin memukul-mukul batu itu, tentu saja batu tidak mengalami perubahan. Justru pedang kayu Kim Yushin yang patah.

Aktivitas ini menjadi rutinitasnya setiap hari, dan seakan-akan juga menjadi pelariannya dan hiburan bagi Kim Yushin. Dia selalu datang ke bukit itu dan memukul batu yang sama di sudut yang sama. Tidak terhitung sudah berapa banyak pedang kayu yang patah. Ayah dan keluargnya yang mengetahui hal ini akhirnya hanya bisa membiarkan saja.

Suatu hari, entah ahri keberapa setelahnya, seperti biasa Kim Yushin datang ke bukit itu dan kembali memukul batu besar tersebut dengan pedang kayunya. Dia terus memukul batu itu, dan seperti biasa setiap pedangnya patah dia mengganti dengan pedang lainnya. Saat Kim Yushin kembali memukul batu itu dengan pedang kayu untuk kesekian kalinya, secara mengejutkan batu itu terbelah.

Kejadian ini membuat Kim Yushin takjub sekaligus kegirangan. Dia melaporkan peristiwa ini pada ayahnya yang langsung segera pergi melihat kondisi batu besar itu. Ayahnya sangat takjub melihat batu yang telah terbelah itu, dan Kim Yushin memberitahu pada ayahnya bahwa dia tidak akan menyerah, karena ketekunan dan keteguhan akan membuahkan hasil.

Pada akhirnya, Kim Yushin berhasil menjadi pungwolju setelah mengalahkan Bojong (Pungwolju ke-16), padahal saat itu dia baru berusia 15 tahun, sedangkan Bojong sudah berusia 30 tahun. Saat Kim Yushin berusia 18 tahun, dia berhasil menguasai ilmu pedang tertinggi di Silla dan menjadi seorang pendekar pedang terhebat Silla yang pernah ada.




ADIK-ADIK KIM YUSHIN

Kim Yushin adalah senior Pangeran Chunchu (Raja Muyeol). usia mereka berbeda 7 tahun tapi persahabatan mereka berdua sangat terkenal dalam sejarah Silla. Mereka berdua sering bermain dan berlatih bersama.

Kim Yushin memiliki beberapa orang adik. Adik laki-lakinya yang paling terkenal adalah Kim Heumsun (pungwolju ke-16) sedangkan diantara adik-adik perempuannya, Munhee dan Bohee adalah yang paling terkenal.

Pada suatu malam, Bohee bermimpi, dia mendaki Gunung Seoak dan buang air kecil, dan air (air seni) yang mengalir keluar dari tubuhnya membajiri Gyeongju (wilayah tempat Seorabeol berada). Bohee lalu menceritakan mimpi itu pada Munhee. Mimpi itu menarik perhatian Munhee dan berkata pada adiknya,
Aku mau membeli mimpimu...” kata Munhee.
Lalu, sebagai gantinya apa yang akan kau berikan kepadaku?” Tanya Bohee.
Aku akan memberikan rok brokat milikku..”
Baiklah, aku setuju....”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 80-81, tahun 1972)

Sepuluh hari kemudian, saat Kim Yushin dan Pangeran Chunchu bermain bola bersama, secara tidak sengaja dia menginjak jubah Pangeran Chunchu sehingga pakaian pangeran menjadi rusak. Kim Yushin lalu mengajak Pangeran Chunchu ke rumahnya untuk memperbaiki pakaiannya.

Saat tiba dirumah, Kim Yushin memanggil Bohee untuk memperbaiki jubah Pangeran Chunchu tetapi Bohee sangat malu jika berduaan dengan seorang pria, sehingga akhirnya Munhee lah yang pergi dan memperbaiki pakaian pangeran. Saat melihat Munhee, Pangeran Chunchu langsung jatuh-cinta padanya.

Semenjak saat itu, Pangeran Chunchu sangat rajin ke rumah Kim Yushin untuk menemui Munhee.

Tidak lama setelah pertemuan Munhee dan Pangeran Chunchu, Kim Yushin mengetahui bahwa Munhee hamil. Hal ini membuat Kim Yushin sangat marah sebab Munhee hamil diluar nikah, dan tidak mau memberi-tahu siapa ayah bayi dalam kandungannya itu. Dengan penuh kemarahan, Kim Yushin membakar tumpukan kayu yang sangat tinggi di halaman rumahnya, dengan maksud akan membakar adiknya yang mempermalukan keluarga besarnya itu.

Pemimpin Silla saat itu, Ratu Seondeok, sedang berjalan-jalan ke sebuah bukit tinggi tidak jauh dari rumah Kim Yushin. Ratu didampingi oleh para pengawalnya, kasim, dayang, beberapa pejabat istana, dan juga Pangeran Chunchu. Saat menengok ke arah yang sama dengan rumah Kim Yushin dan heran mengapa ada asap dari arah kediaman jenderal kepercayaannya itu. 

Berbagai laporan pun datang dari para pengawal dan pejabatnya tentang Kim Yushin termasuk mengenai desas-desus kehamilan adik Kim Yushin. Ratu yang cerdas itu langsung menyadari bahwa asap itu berasal dari api yang dibuat oleh Kim Yushin untuk membakar adiknya sebab sang ratu tahu betul karakter Kim Yushin yang sangat tegas dan mudah marah serta sangat menjunjung tinggi kehormatan. Ratu lalu menengok satu persatu orang-orang yang mengiringnya, termasuk para pejabat istananya. Saat ratu melihat pada Pangeran Chunchu yang wajahnya saat itu sangat pucat seperti orang mati, ratu akhirnya mengetahui ‘dalang’ masalahnya dan berkata:

Jadi kau rupanya,” ujar ratu kesal. “Cepat pergi dan selamatkan gadis itu!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Pangeran Chunchu segera pergi dan memacu kudanya kediaman Kim Yushin, dan berteriak pada Kim Yushin:
Perintah ratu! Perintah ratu! Jangan bunuh dia!”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 81, tahun 1972)

Beberapa hari kemudian, ratu mengadakan pesta pernikahan yang besar bagi keponakan kesayangannya itu. Munhee lalu melahirkan 6 orang putra bagi Pangeran Chunchu (Beopmin/Raja Munmu, Inmun, Munwang, Notan, Chigyeong, dan Gaewon). Setelah Pangeran Chunchu menjadi raja, Munhee pun menjadi permaisuri dan ratu, sehingga anak-anak selir dan dayang yang dilahirkan bagi raja juga menjadi anaknya secara hukum.

Ini menggenapi mimpi Bohee yang dibeli Munhee,
"Air (anak-anak) yang mengalir keluar dari tubuhnya (dilahirkannya) membajiri Gyeongju (Silla)."




KIM YUSHIN DAN PARA DEWI

Pada masa ketika Kim Yushin masih menjadi hwarang, ada seorang di pasukan hwarang (besar kemungkinan dia adalah seorang nangdo) yang asal-usulnya tidak jelas. Orang itu bernama Baek-seok (artinya batu putih). Baek-seok sudah bergabung dalam Pasukan Hwarang bertahun-tahun lamanya, mungkin sebelum Kim Yushin menjadi hwarang. Tidak seorang-pun yang tahu dari wilayah mana dia berasal (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Saat Kim Yushin menjadi hwarang, Baek Seok sangat tertarik padanya dan mendekatinya. Entah saat itu dia menjadi nangdo Kim Yushin atau tidak, tapi tepatnya dia sudah menjadi nangdo yang mengabdi pada seorang hwarang.

Baek-seok tahu Kim Yushin selalu ingin menaklukan Baekje dan Goguryeo dan membuat rencana untuk impiannya itu. Pada suatu malam (kemungkinan saat Kim Yushin sudah menjadi pungwolju dan memimpin Pasukan Hwarang dalam perang perang 100 hari atau pertempuran di Benteng Mosan) Baek-seok menemui Kim Yushin secara rahasia dan berbisik padanya:

Komandan, kita harus memata-matai kekuatan musuh sebelum kita menyerang mereka,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 77, tahun 1972).

Kim Yushin menyetujui saran Baek-seok dan segera memulai perjalanan untuk memata-matai wilayah musuh. Suatu hari saat mereka tiba suatu pegunungan dan beristirahat, ada dua gadis yang muncul dari hutan. Mereka lalu mengikuti Kim Yushin kemanapun Kim Yushin pergi. Akhirnya, Kim Yushin dan Baek-seok kembali melanjutkan perjalanan, dan tetap dibuntuti oleh dua gadis itu. Kim Yushin dan Baek-seok akhirnya tiba disebuah desa yang bernama Geolhwacheon, dan saat itu munculah gadis lain, sehingga jumlah gadis-gadis yang mengikuti Kim Yushin ada tiga orang.

Ketiga gadis itu, dengan penuh kesopanan, menyajikan cemilan yang lezat untuk Kim Yushin (saat itu Baek-seok sedang tidak bersama-sama dengan mereka). Kehadiran tiga gadis ini dan kebaikan mereka membuat Kim Yushin sangat senang.Kim Yushin memuji mereka dan menjuluki ketiganya sebagai ‘Tiga Bunga Bahagia’, sebab mereka sering tersenyum dan tertawa.

Gadis-gadis ini lalu mengajak Kim Yushin masuk ke hutan tanpa mengajak Baek-seok. Sebagai balasan atas kebaikan mereka, Kim Yushin menyetujui ajakan mereka. Setibanya dihutan, tiba-tiba tiga gadis itu berubah wujud dan terlihat seperti dewi-dewi yang agung, dan mereka berkata pada Kim Yushin:

Kami bukanlah Tiga Gadis Bahagia, melainkan tiga dewi yang menjaga tiga gunung keramat, Naerim, Hyeolhye, dan Geolhwa. Kami datang untuk memperingatkanmu bahwa kau sudah diperdaya oleh seorang mata-mata musuh. Berjaga-jagalah. Selamat tinggal.” Setelah mereka berkata seperti itu, tiga dewi ini terbang ke langit (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Kim Yushin sangat takjub, untunglah dia masih sempat menunjukan rasa terima-kasihnya sebelum dewi-dewi itu meninggalkannya. Kim Yushin lalu kembali ke kedai di desa tempat dia dan Baek-seok, dan langsung tertidur. 

Pada pagi harinya, Kim Yushin membangunkan Baek-seok dan berkata,
Lihatlah! Kita berdua telah memulai perjalanan panjang ke negeri asing dengan terburu-buru sehingga lupa membawa kantong uang (dompet pada masa itu), saya meninggalkannya dirumah. Ayo kita kembali sebelum kita pergi lebih jauh,”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Baek-seok yang tidak mencurigai apapun mengikuti Kim Yushin kembali ke Gyeongju (wilayah dimana Seorabeol berada). Begitu tiba di Seorabeol, Kim Yushin langsung segera menangkap Baek-seok dan mengikat tangan dan kakinya.

Kawan”, teriak Kim Yushin, “bukalah topeng penyamaran hwarang-mu itu dan mengakulah!
Baek-seok yang sudah tidak bisa kabur akhirnya mengaku,
Aku adalah seorang Goguryeo...” (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972) sambil menceritakan alasannya dikirim ke Silla yaitu untuk memata-matai Kim Yushin, karena seorang peramal terkenal Goguryeo yang bernama Chunam berkata bahwa kelak dia akan lahir kembali menjadi seorang jenderal besar yang meruntuhkan Goguryeo. Ramalan itu diucapkannya sebelum dia dihukum mati oleh Raja Bojang. Tidak lama kemudian Raja Bojang bermimpi, roh Chunam masuk ke tubuh ibu Kim Yushin. Baek-seok adalah orang yang dikirim untuk mencari tahu apakah mimpi Raja Bojang itu benar adanya, dan dia melihat kenyataan yang membenarkan mimpi raja itu.

Setelah mendengar pengakuan Baek-seok, Kim Yushin pun menebas leher Baek-seok. Tidak beberapa lama setelah peristiwa itu, Kim Yushin mempersembahkan berbagai makanan lezat pada Tiga Dewi yang menyelamatkan nyawanya (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 78, tahun 1972).

Ramalan Chunam terbukti benar. Puluhan tahun kemudian, Kim Yushin berhasil memimpin pasukan Silla, sebagai Jenderal Utama Pasukan Kerajaan, meruntuhkan Baekje (660). Tujuh tahun setelah itu, Kim Yushin memimpin pasukan Silla menuju Goguryeo dan mengepung ibukota Pyeongyang. Setahun setelah pengepungan Pyeongyang, Kerajaan Goguryeo berhasil ditaklukan (668) dan Raja Bojang ditawan.




PEMBERONTAKAN BIDAM

Pada era pemerintahan Ratu Seondeok, Kim Yushin kembali memperoleh kepercayaan besar dari ratu dan diangkat menjadi “Panglima Utama Pasukan Kerajaan”. Era Ratu Seondeok ditutup oleh pemberontakan terbesar dalam sejarah Silla (647) yang dipimpin oleh Sangdaedung Bidam.

Pasukan Bidam terdiri atas berbagai pasukan dari 30an orang pendukungnya, sedangkan pasukan ratu terdiri atas pasukan kerajaan, pasukan para loyalis ratu dan mendiang Raja Jinpyeong, seperti Pangeran Chunchu (Raja Muyeol), Alcheon, Putri Seungman (Ratu Jindeok), bangsawan-bangsawan Gaya, dan lainnya. Pasukan ratu dipimpin oleh Kim Yushin.

Awalnya, pasukan Bidam memenangkan berbagai pertempuran dan mampu mendekati istana. Ketika pertempuran semakin berat bagi pasukan Silla, tiba-tiba terlihat oleh kedua pasukan ada bintang jatuh (meteor) yang arah jatuhnya mengarah ke istana utama Silla di Seorabeol. Bidam menggunakan hal itu untuk membenarkan pemberontakannya dan berkata bahwa meteor itu merupakan tanda langit, ‘Ratu Seondeok akan jatuh melalui melalui pemberontakan mereka’, dan semangat pasukannya semakin membara.

Peristiwa ini justru menjadi malapetaka bagi pasukan ratu dan juga KIm Yushin. Semangat tempur pasukan pendukung Ratu Seondeok anjlok karena “bintang yang jatuh ke arah istana” itu. Para tentara bahkan menolak untuk bertempur karena menganggap perjuangan mereka sia-sia. Hanya pasukan hwarang yang tetap teguh melawan pasukan pemberontak. 

Kim Yushin berusaha mencari akal agar semangat tempur pasukan kerajaan naik kembali. Beliau lalu mendapat ide dan segera mengkoordinasikan rencananya pada pasukan hwarang. Kim Cheon-gwang (pungwolju ke-24, Komandan Resimen Hwarang saat itu) memerintahkan beberapa Hwarang mengikuti Kim Yushin, sedangkan yang lainnya pergi ke bukit yang paling tinggi. Dibukit itu, para Hwarang menerbangkan layang-layang berapi dari arah istana ke langit, sesuai dengan perintah Kim Yushin. Diwaktu yang tepat, para hwarang berteriak sambil pura-pura terkejut dan menengok kearah istana, dan terlihatlah layang-layang berapi itu oleh pasukan ratu.

Kim Yushin lalu berteriak, “Bintang yang tadi jatuh ke istana telah naik kembali ke langit”, sambil berteriak bahwa langit memihak pada Ratu Seondeok. Para Hwarang pun meneriakan kembali kata-kata Kim Yushin itu sambil berkeliling ke seluruh perkemahan pasukan Silla dan meminta mereka melihat ‘bintang’ di langit.

Pasukannya kembali bersemangat sambil menggaungkan teriakan perang yang terdengar hingga ke perkemahan pasukan Bidam. Melalui mata-mata mereka, pasukan Bidam akhirnya tahu penyebab naiknya semangat tempur pasukan ratu.

‘Bintang’ yang tadi jatuh telah naik kembali ke langit.

Seketika itu juga semangat tempur pasukan Bidam jatuh. 

Strategi sederhana ini mampu membalikkan keadaan dimedan perang. Perang pun dimenangkan oleh pasukan pendukung ratu dan ribuan tentara pemberontak ditahan, termasuk Bidam dan para pendukungnya yang berhasil ditangkap hidup-hidup. Pemberontakan besar yang hanya memakan waktu 10 hari inipun berhasil dipadamkan.

Sayangnya, pemberontakan Bidam ini membuat ratu begitu syok sehingga Ratu Seondeok wafat pada 17 Februari 647, ditahun yang sama ketika pemberontakan itu terjadi.




PERTEMUAN DI GUNUNG NAMSAN

Kitab Samguk Yusa memuat sebuah pertemuan legendaris di Pegunungan Selatan (Namsan), salah satu tempat keramat Silla. Pertemuan ini dilakukan pada masa kepemimpinan Ratu Jindeok dan disinyalir sebagai tradisi pertemuan yang dilakukan para pemimpin klan di Silla. Pertemuan yang dilakukan enam pemimpin klan ini diduga membahas posisi-posisi pemerintahan. Diantara enam pejabat tinggi yang bertemu itu, Kim Yushin yang berusia paling muda.

Pertemuan ini diceritakan secara mitologi dalam kitab Samguk Yusa sebagai berikut:

Pada suatu hari enam pejabat tinggi kerajaan, Alcheon, Suljong, Horim (Pungwolju ke-14), Yeomjang (Pungwolju ke-17), dan Kim Yushin, mengadakan pertemuan di bukit batu di Gunung Namsan untuk membahas mengenai permasalahan negara. Tiba-tiba, seekor harimau besar muncul dan menyerang mereka. Pejabat-pejabat yang lain sangat ketakutan, tetapi Alcheon hanya tertawa. Dia menangkap ekor harimau itu, memutar dan melemparnya hingga membentur karang dan otak harimau itu pecah”,
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 76, tahun 1972).

Menurut Samguk Yusa, setelah harimau itu mati, Alcheon mendapat penghormatan oleh lima pejabat lainnya karena keberanianannya sehingga Alcheon-lah yang ditunjuk untuk memimpin rapat legendaris itu, tapi mereka semua memuji Kim Yushin karena kebijaksanannya dalam bertindak dan taktiknya untuk mengalahkan harimau itu.




PERANG HWANGSANBEOL

Goguryeo adalah kerajaan pertama yang diserang pasukan Silla dalam Perang Penyatuan Tiga Kerajaan, tetapi Baekje adalah kerajaan pertama yang ditaklukan Silla. Perang terberat melawan Kerajaan Baekje adalah perang Hwangsanbeol. Dalam perang melawan Baekje ini Kim Yushin menjadi Komandan Pasukan Utama Kerajaan.

Setelah gagal menaklukan Goguryeo (658) Kim Yushin menganjurkan pada Raja Muyeol untuk menyerbu Baekje lebih dulu. Silla yang berkoalisi dengan Tang langsung mempersiapkan perang melawan Kerajaan Baekje setelah mendapat laporan dari anak angkat Kim Yushin, Kim Gwan-chang yang memata-matai Baekje bahwa Kerajaan Baekje tidak sekuat dulu.

Pasukan Kim Yushin lalu memimpin 50.000 pasukan Silla menuju wilayah yang bernama Hwangsan (Nosan modern). Disitu, dia menghadapi dengan 5.000 pasukan Baekje yang dipimpin oleh Jenderal Gyebaek. 

Jumlah pasukan Silla yang lebih banyak rupanya tidak menciutkan nyali tentara Baekje. Mereka bertempur dengan gagah berani. Korban dalam jumlah besar-pun berjatuhan di pihak Silla. Mengetahui mental pasukan Silla menurun, nyali pasukan Baekje semakin tinggi dan mereka membabat habis lini terdepan Silla. Para hwarang pun berguguran, termasuk Kim Gwan-chang dan Kim Ban-geul (keponakan Kim Yushin).

Ketika itu, tiba-tiba ada burung pemangsa yang terbang mengitari kepala jenderal Tang. Peramal yang melihat itu lalu berkata bahwa itu adalah pertanda buruk, tapi Kim Yushin segera menebas burung itu dengan pedangnya, dan berkata,

seekor burung kecil yang aneh tidak akan mempengaruhi perang kami melawan raja yang jahat.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 85, tahun 1972).

Keteguhan hati Kim Yushin membuahkan hasil. Pertempuran sengit kembali berkecamuk, tapi kali ini, Jenderal Gyebaek-pun harus mengakui keunggulan pasukan Silla dan Tang. Sang jenderal dan 5.000 prajuritnya gugur dalam perang legendaris ini.

Saat melihat jasad musuhnya itu, Kim Yushin justru sedih. Yushin sangat kagum dan tersentuh melihat perjuangan dan pengorbanan Jenderal Gyebaek bagi negaranya, dan mengumumkan bahwa Jenderal Gyebaek dan 5.000 prajuritnya adalah patriot. Jenazah mereka diperlakukan dengan layak oleh Kim Yushin dan pasukan Silla.

Perang dengan Baekje ini berlanjut dengan penyerahan diri Raja Uija dan putra-mahkotanya dan dibukanya gerbang kota Buyeo (ibukota Baekje) serta jatuhnya Istana Sabi ke-tangan Pangeran Beopmin (putra mahkota Silla). Perang berakhir dengan keruntuhan kerajaan Baekje (660).




KIM YUSHIN DAN PEDANG TERBANGNYA

Perang Hwangsanbeol memiliki banyak sekali cerita. Selain cerita tentang kepahlawanan hwarang Kim Gwan-chang, cerita mengenai pedang Kim Yushin juga adalah kisah yang paling terkenal dalam perang ini.

Saat itu, para jenderal Tang yang frustasi karena berbagai kekalahan pasukan mereka dari pasukan Baekje di pertempuran datang menemui Kim Yushin dan berdiskusi dengannya.

Diskusi yang seharusnya membuahkan jalan keluar ini berjalan dengan alot dan justru menghasilkan banyak perbedaan pendapat antara Kim Yushin dan jenderal-jenderal Tang, terutama Jenderal So Jung-bang.

Tensi yang tinggi membuat suasana ditengah para jenderal pasukan koalisi ini kian panas. Perdebatan bahkan menyulut amarah Kim Yushin. 

Dengan penuh kemarahan, Kim mengambil pedang dari pinggangnya dan mengarahkannya pada para jenderal Tang. Jenderal-jenderal Tang ini sangat kaget dan ketakutan melihat amarah Kim Yushin. 

Penyebab ketakutan mereka sebenarnya bukan karena amarah Kim Yushin, tapi karena mereka bukan melihat Kim Yushin menghunus pedang dari sarung pedangnya melainkan melihat pedang itu yang melompat ke tangan Kim Yushin dengan sendirinya.

Jenderal So Jung-bang yang takjub karena ‘kesaktian’ Kim Yushin itu akhirnya menurut pada setiap keputusan Kim Yushin dalam perang fenomenal itu.

Kesaktian dan cerita pedang Kim Yushin ini terus diceritakan sehingga menjadi cerita umum diantara para jenderal Tang dan prajurit mereka saat itu.

Lama kemudian, setelah perang Hwangsanbeol, pasukan Silla justru berseteru dengan pasukan pemerintah Tang. Kaisar Tang sangat marah akan hal ini dan mempersiapkan pasukan besar untuk menggempur ibukota Silla (Seorabeol). Tapi, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang menolak permintaan kaisar mereka sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Mereka memilih dihukum mati ketimbang harus memusnahkan seluruh pasukan mereka saat berhadapan dengan Kim Yushin.

Dalam setiap pembicaraan mereka pada kaisar atau pada siapapun tentang Kim Yushin, mereka selalu menceritakan kembali tentang kesaktian Kim Yushin dan cerita pedangnya yang pernah mereka saksikan dengan mata mereka sendiri.




LUKISAN JENDERAL SU DINFANG

Setelah menaklukan Baekje (660) pasukan Tang langsung bergerak menuju ke Goguryeo pada tahun berikutnya. Perang ini adalah perang terberat bagi koalisi Tang dan Silla dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol. Periode ini juga adalah periode terberat Silla dalam perang Penyatuan Korea. Ini karena Goguryeo adalah kerajaan terkuat diantara tiga kerajaan kuno Korea. Selain wilayah yang lebih besar dan perekonomian yang relatif stabil dan makmur, kekuatan militer Goguryeo juga sangat kuat. Jika Baekje adalah kerajaan maritim terkuat di Asia Timur dan kerajaannya para ilmuwan, dan Silla adalah kerajaan aristokrat, maka Goguryeo terkenal sebagai kerajaan perang.

Semenjak Goguryeo berdiri, kerajaan ini adalah momok yang paling menakutkan bagi dinasti-dinasti Tiongkok. Goguryeo adalah wilayah pertama yang mampu memerdekakan diri dari Kekaisaran Han dan setelah mengalahkan Balatentara Han, Goguryeo mulai menaklukan wilayah-wilayah disekitarnya. Luas wilayah mereka menjadi sangat besar, mencakup seluruh wilayah Korea Utara modern, juga sebagian besar Manchuria, dan beberapa wilayah selatan Rusia.Mereka kemudian menjadi musuh yang paling rajin menyerbu Han. Kedigdayaan militer Goguryeo dalam mengalahkan serbuan satu juta tentara Kekaisaran Sui juga menjadi indikator utama keruntuhan dinasti itu.

Selain mampu mengusir balatentara Kekaisaran Han dan Sui, Goguryeo juga adalah satu-satunya kerajaan di Asia yang selalu mengalahkan balatentara Kekaisaran Tang.

Pada invasi kedua ke Goguryeo (662), Silla tidak dilibatkan secara maksimal melainkan hanya sebagai penyedia logistik makanan dan logistik perang.

Permintaan Tang pada Silla untuk membawa logistik sangat susah karena Tang tidak mengijinkan Silla membawa banyak tentara. Kendala-kendala ini membuat Raja Munmu sangat bimbang, sebab jika mereka berangkat menuju Goguryeo maka pasukan kecil Silla bisa dibantai habis oleh pasukan penjaga perbatasan Goguryeo, sedangkan jika mereka menolak maka pihak Tang akan menganggap hal itu sebagai tindaka yang tidak setia.

Ditengah-tengah kebimbangan itu, Kim Yushin mengajukan diri untuk memimpin pasukan menuju Goguryeo beserta logistik yang diminta oleh Tang. Mereka pun berangkat disertai hwarang-hwarang yang dipimpin oleh pungwolju saat itu, Kim Cheon-gwan.

Pasukan Silla harus melalui medan yang berat dan musim dingin telah tiba dan pasukan Silla harus melalui medan yang berat.

Ketika Kim Yushin dan pasukannya memasuki ke wilayah Goguryeo, Kim Yushin mengirimkan pesan pada Jenderal Su Dinfang (jenderal utama pasukan Tang), apakah mereka sudah diijinkan bergabung dengan pasukan Tang. Su Dinfang membalas pesan Kim Yushin itu dengan lukisan seekor anak sapi dan seekor burung phonix muda yang dilukisnya sendiri.

Lukisan ini tentu memiliki arti yang penting bagi keselamatan kedua pasukan. Kim Yushin lalu meminta saran pada Biksu Wonhyo untuk mengartikan pesan dalam lukisan itu. 

Biksu Wonhyo yang bijak lalu memberitahu arti lukisan Su Dinfang tersebut. Arti lukisan itu adalah: "kedua hewan itu adalah hewan muda yang kehilangan induknya. Hewan-hewan itu adalah Silla dan Tang. Operasi pasukan Silla di Goguryeo sedang dalam bahaya sehingga harus kembali ke induknya (Silla)", (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 87, tahun 1972).

Mendengar hal itu Kim Yushin langsung menarik mundur pasukannya, sayangnya saat mereka sedang menyeberangi sungai pasukan Goguryeo menyerang dari belakang. Banyak prajurit Silla tewas. Kim Yushin yang sangat menjunjung tinggi kehormatan prajurit sangat marah saat pasukan Goguryeo menyerang mereka dengan cara yang dianggap Kim Yushin sangat pengecut. Dengan marah Kim Yushin menyerang balik dan membantai prajurit-prajurit Goguryeo juga ksatria-ksatria mereka.

Setelah melalui banyak kendala, akhirnya logistik itu pun bisa sampai ke pasukan Tang. Misi Kim Yushin pun terpenuhi.




ALTAR DI GUNUNG SEONGBU

Setelah menaklukan Baekje (660), dan gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (662) pasukan Tang meninggalkan wilayah Korea, sedangkan Silla harus menghadapi serangan balasan dari pasukan Goguryeo. Serbuan-serbuan ini berlangsung selama lebih lima tahun, dan merupakan periode terberat dalam perang Penyatuan Korea melebihi Perang Hwangsanbeol dan juga perang melawan Tang.

Koalisi Silla-Tang gagal menaklukan Goguryeo pada invasi kedua (661-662). Invasi itu membuat Goguryeo marah lalu melakukan serangan balasan. Ini menjadi mimpi buruk bagi koalisi Silla-Tang. Tang memang langsung direpotkan oleh serbuan Kekaisaran Tibet setelah itu tapi letak ibukota Tang yang jauh dari Goguryeo membuat pihak istana Tang bisa sedikit lega. Konsekuensi terburuk itu justru harus di alami oleh Silla yang letaknya berbatasan dengan Goguryeo dan posisi Seorabeol yang tidak jauh dari Goguryeo.

Saat itu, Raja Munmu mengirim pasukan untuk operasi pembersihan di sekitar perbatasan. Tidak berapa lama kemudian pasukan Silla mencapai Benteng Hansan. Celakanya, di Benteng itulah mereka dikepung oleh pasukan gabungan Goguryeo dan Malgal (suku bangsa Manchuria yang mengabdi pada Goguryeo).

Pasukan Goguryeo-Malgal mengepung selama 40 hari, dan ini membuat mereka frustasi. Jika Benteng Hansan jatuh maka hilanglah pertahanan wilayah utara yang melindungi Gyeongju dan jalan pasukan musuh ke Seorabeol terbuka lebar.

Peristiwa ini membuat pejabat-pejabat istana dan para menteri Silla frustasi. Dengan ketakutan, Raja Munmu mengumpulkan menteri-menterinya dan meminta saran mereka, tapi para menterinya memutuskan untuk menggantung diri sebagai pengunduran diri mereka. Jenderal Kim Yushin akhirnya mengumpulkan para bangsawan dan mengadakan pertemuan kerajaan (pertemuan dewan negara), dan berkata pada raja,

Yang Mulia, ini adalah masalah yang terlalu berat untuk diatasi oleh kekuatan manusia. Hanya keajaiban yang dapat menolong pasukan kita,”(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).

Kim Yushin lalu mendaki Gunung Seongbu dimana dia membangun sebuah altar untuk memohon keajaiban dari langit. Tiba-tiba, sebuah bola api besar keluar dari altar itu dan terbang ke arah utara sambil mengeluarkan lidah-lidah api. Ketika pasukan musuh akan menyerang pasukan Silla yang bertahan di benteng itu, bola api besar tersebut lalu menjadi sangat terang dan menghantam pelontar-pelontar batu (ketapel raksasa dalam perang) milik pasukan Goguryeo-Malgal. Dengan suara yang sangat mengerikan, bola api raksasa itu lalu menabrak pelontar-pelotar panah (busur raksasa dalam perang), panah-panah, tombak, dan proyektil-proyektil, dan juga menghantam banyak tentara musuh. Orang-orang yang selamat dari bola api itu kocar-kacir dan melarikan diri, dan hanya pasukan Silla yang selamat (Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 90, tahun 1972).




JAMUAN MAKAN BAGI TENTARA TANG

Usai penaklukan Goguryeo, terjadi gesekan antara pemerintah Silla dan Tang.

Penulis kitab Samguk Yusa, Biksu Ilyeon menulis ulang salah-satu legenda Silla tentang Kim Yushin yang berlatarkan beriode ini. Dikatakan bahwa:
“..setelah keruntuhan Baekje dan Goguryeo, pasukan Tiongkok (Tang) yang sedang berada di Sangju menunggu kesempatan untuk menyerang Silla dan menjadikan seluruh wilayah Semenanjung Korea menjadi bagian Kekaisaran Tang.”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Pasukan Tang memang menyerbu Silla setelah penaklukan Goguryeo. Rupanya, hal ini dipicu oleh keserakahan Kaisar Gaozong yang ingin menguasai seluruh Korea dengan menempatkan pemerintahan proktetorat Kekaisaran Tang di bekas istana Sabi dan di Pyeongyang. Hal ini membuat marah seluruh Silla sehingga pecah perang antara Silla dengan Tang yang dimulai oleh penyerbuan Pasukan Hwarang ke Sabi, dan juga merebut Pyeongyang. Kaisar Tang sangat marah, dan mempersiapkan pasukan besar untuk menghalau pasukan Silla dari Pyeongyang sekaligus menggempur ibukota Silla, Seorabeol. 

Menurut catatan biksu Ilyeon, legenda Silla itu mengatakan bahwa:
“...Kim Yushin mencegah rencana mereka dengan mengundang tentara Tang dalam jamuan makan yang besar dan menyajikan daging burung beracun...”
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 89, tahun 1972).

Menurut legenda ini, para prajurit Tang yang hadir dalam jamuan makan itu semua tewas dan dikuburkan menjadi satu. Ada gundukan di Sangju, bagian barat-laut Gyeongju yang diklaim sebagai kuburan massal para prajurit Tang yang tewas itu.

Tapi, kebenaran legenda ini diragukan oleh sejarawan.
Alasan pertama adalah karakter Kim Yushin.

Kim Yushin adalah seorang jenderal yang memiliki harga diri tinggi dan menjalani hidup dengan penuh kehormatan. Sebagai seorang jenderal terhormat yang memiliki reputasi tinggi yang sangat menghormati perjuangan para prajurit, baik itu prajurit Silla maupun prajurit musuh, sangat tidak mungkin melakukan tindakan yang saat itu dianggap sangat picik. 

Karakter Kim Yushin ini bisa dilihat pada salah satu peristiwa pada periode ini juga. Ketika itu beberapa utusan Tang datang ke Silla menemui Kim Yushin dan mengultimatum Silla agar meninggalkan Pyeongyang. Kim Yushin sangat berang berang dan hampir membunuh utusan-utusan itu. Tapi, beliau sangat menjunjung tinggi kehormatan dan sikap seorang prajurit, juga etika. Para Hwarang saat sudah bersiap memenggal kepala para komandan Tang, jika diperintahkan Kim Yushin, tetapi Kim Yushin tidak melakukan hal itu.

Alasan kedua adalah tidak adanya catatan sejarah yang memuat peristiwa ini, baik dalam catatan  resmi sejarah Silla (yang dirangkum dalam Samguk Sagi) maupun catatan pemerintahan Tang.

Para utusan Tang tadi sangat ketakutan melihat kemarahan Yushin dan para Hwarang. Mereka pulang ke Tang dan menyarankan agar kaisar tidak meremehkan Kim Yushin.

Selain utusan-utusan itu, para jenderal Tang yang pernah berperang bersama Kim Yushin dan Pasukan Hwarang juga menolak permintaan kaisar sebab mereka menilai bahwa perang itu tidak akan pernah mereka menang-kan. Bagi mereka, menghadapi Kim Yushin dan Resimen Hwarang jauh lebih menakutkan dibandingkan menghadapi amarah kaisar. Sebab, walaupun mereka harus kehilangan nyawa ditangan kaisar namun setidaknya seluruh pasukan mereka selamat, sedangkan jika mereka menaati perintah kaisar dan berperang melawan Silla maka selain kehilangan nyawa, sebagian besar pasukan Tang akan musnah.




PRAJURIT LANGIT DAN KEMATIAN KIM YUSHIN

Diceritakan dalam Samguk Yusa bahwa pada bulan Juni tahun 673, beberapa rakyat Silla menyaksikan beberapa lusin pasukan berbaju besi dan lengkap dengan senjata masing-masing dan berjalan keluar dari rumah Yushin yang kemudian menghilang tanpa bekas. Mendengar kejadian aneh tersebut, Yushin pun berkata, “Mereka adalah prajurit penjaga langit yang melindungiku. Sekarang keberuntunganku sudah punah. Aku akan segera meninggal." (ko.wikipedia/김유신).

Hanya satu bulan setelah kejadian itu, pada tanggal 1 Juli 673 di masa pemerintahan Raja Munmu, Kim Yushin wafat pada usia 79 tahun, padahal saat itu Silla masih berperang dengan Tang. Kematian Kim Yushin ini membuat gempar seluruh Silla. Kematian Yushin itu juga membuat Munmu kehilangan guru yang telah mengajar dan mendampinginya selama 47 tahun.

Dua tahun setelah itu (675) pasukan Silla berhasil mengusir pasukan Tang dari seluruh Korea berkat peran besar dari putra kedua Kim Yushin, Jenderal Kim Wonsul.




KAISAR TANG DAN SUARA DARI LANGIT

Setelah Kim Yushin meninggal (675), tak berapa lama kemudian Raja Munmu juga meninggal (681). Raja Munmu digantikan oleh putranya (yang juga cucu Kim Yushin), Raja Sinmun.

Walaupun diawal masa pemerintahannya, Sinmun berselisih dengan para bangsawan termasuk dari keluarga Kim Yushin dan mengeksekusi mereka, tapi beliau tetap menghormati jenderal besar ini.

Saat itu, Kaisar Gaozong kembali berulah. Kali ini sama-sekali tidak berhubungan dengan Kim Yushin, melainkan dengan mendiang Raja Muyeol (kakek Raja Sinmun). Kaisar mengirim utusan dan disertai pesan, yang isinya meminta Sinmun mengganti gelar “Taejong” yang diberikan kepada kakeknya, Raja Muyeol (Pangeran Chunchu) sebab itu adalah gelar yang sama yang dimiliki oleh ayah Kaisar Gaozong, Kaisar Taizong (Taizong = Taejong), setelah Kaisar Taizong mempersatukan seluruh China, dan sangat tidak sepadan dengan Raja Muyeol yang hanya berasal dari kerajaan kecil yang meninggal sebelum mempersatukan Korea.

Tapi, Raja Sinmun menolak dengan sopan melalui sebuah surat yang berbunyi:
Walaupun Silla adalah kerajaan kecil, raja kami mampu mempersatukan tiga kerajaan (Samhan/Tiga Konfederasi) melalui kebaikan Kim Yushin yang membantu raja dengan keberanian yang tidak tertandingi. Oleh sebab itu, raja kami dianugerahi gelar Taejong.
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972).

Sesaat setelah kaisar membaca surat dari Sinmun itu, tiba-tiba terdengar suara dari langit, yang berkata bahwa salah-satu pria terhebat di surga ke-33 dilahirkan di Silla, dan orang itu bernama Kim Yushin. Sehingga, jangan coba-coba mengganggu Silla karena Kim Yushin yang kuat itu akan membalasnya. Suara itu membuat Kaisar Gaozong ketakutan dan kembali mengingat apa yang dulu pernah dikatakan para jenderalnya tentang Kim Yushin. Kaisar pun langsung mengirim utusan ke Silla dengan pesan yang berbunyi:

Tidak perlu mengganti gelar ‘Taejong’ itu.
Nama itu terlalu bagus untuk diganti.
Dari Kaisar Tang
(Ha Taehung, Samguk Yusa halaman 91-92, tahun 1972)

200 tahun setelah kematian Kim Yushin, Raja Gyeongmyeong (raja Silla ke-54) menganugerahi Kim Yushin gelar anumerta kerajaan, “Kaisar Heungmu”.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media

Sumber Pustaka:
-Tae-hoong Ha; Samguk Yusa, Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Karea; Yonsei University Press; 1972; Seoul

Sumber Web:
wikipedia.org/kimyushin


Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media

_________________________________________________________________________________

ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA

SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.

DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!

CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.

JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"  
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Notes (Catatan):

*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)

*Please open: Kingdom of Silla for short story about "Kingdom Of Silla" in ENGLISH
(Silahkan membuka link: Kingdom of Silla untuk membaca sejarah singkat Kerajaan Silla dalam bahasa Inggris).

*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account: @deleigevenhistory
(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------