Sudah lama saya membaca tentang sejarah Perpustakaan Alexandria, walaupun hanya sepotong-sepotong. Namun saat saya membaca novel fiksi sejarah yang berjudul "The Alexandria Link" karya Steve Berry, saya benar-benar tertarik untuk lebih mengetahui lebih lanjut tentang Perpustakaan Alexandria.
(The Alexandria Link, karya Steve Berry)
The Alexandria Link adalah novel yang bercerita tentang Cotton Malone, seorang mantan agen lapangan elit Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang beralih profesi sebagai pemilik toko buku langka di Kopenhagen, Denmark. Ketentramannya terusik saat dia diberitahu bahwa putranya yang tinggal bersama mantan istrinya diculik. Para penculik meledakkan toko bukunya sebagai peringatan bahwa mereka tidak akan berhenti mengganggunya sehingga mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan: Perpustakaan Alexandria yang hilang.
Berbagai
pendapat sejarah, filsafat, literatur, sains, dan agama memberikan data yang
sama bahwa Perpustakaan Alexandria pernah ada didunia ini namun musnah berabad-abad
yang lalu dan menjadi kabut misteri yang melegenda.
Alur novel ini
sebenarnya lebih menonjolkan aksi petualangan dari Malone dan intrik politik
yang menyelubungi pencarian perpustakaan tersebut ketimbang pengkajian logika dan
fakta sejarah seperti yang biasa kita temui dalam novel-novel karya Dan Brown. Meskipun demikian, novel ini
mampu menggambarkan tentang betapa berharganya Perpustakaan Alexandria yang
digali dari beberapa sudut pandang.
(Perpustakaan Alexandria Modern di Iskadariah, tampak dari atas)
AWAL PENDIRIAN PERPUSTAKAAN
Kejayaan sebuah bangsa pada masa kuno tidak hanya diukur dari kemegahan bangunannya, namun juga dari seberapa lengkap dan megahnya perpustakaan kerajaan yang mereka miliki, karena perpustakaan negara itulah yang menyimpan semua kemegahan bangsa tersebut jikalau bangunan-bangunan megah mereka runtuh suatu saat kelak. Perpustakaan seperti itu jugalah yang merupakan ajang unjuk gengsi, karena membuktikan ilmu pengetahuan bangsa mereka berada diatas bangsa-bangsa lain. Perpustakaan juga merupakan rujukan penting bagi raja dan para pejabat negara untuk mengambil keputusan dan kebijakan, serta tempat berkumpulnya para cendekiawan kerajaan maupun dari luar kerajaan untuk bertukar pengetahuan. Alasan-alasan itupun mendasari pendirian Perpustakan Alexandria. Perpustakaan ini dibangun untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir.
Keberadaan
Perpustakaan Alexandria diketahui dan mulai dicatat pertama kali dalam sejarah modern
justru melalui penemuan inkripsi kuno yang ditulis Tiberius Claudius Balbius dari Roma, Italia pada tahun 56 SM. Dia
menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria,
Mesir. Alexandria dibawah pemerintahan Dinasti
Ptolemy, menurut Atlas Of The Greek
World, merupakan pusat perdagangan dan budaya dunia. Keluarga Ptolemy adalah
kalangan intelektual. Ptolemy I Soter adalah ahli sejarah, Ptolemy II
Philadelphus adalah ahli hewan, Ptolemy
III Eurgetes adalah ahli literatur, sedangkan Ptolemy IV adalah penulis naskah drama. Masing-masing memilih
ilmuwan terkemuka sebagai pembimbing anak-anaknya dan memberi dorongan kepada
para cendekiawan untuk tinggal di Alexandria.
Ptolemy I Soter mendirikan kuil untuk para
musai, dan mendirikan tempat belajar
didalam kuil tersebut yang disebut musaeum
(cikal bakal kata museum), dimana itu adalah tempat orang-orang terpelajar
melakukan pertemuan kelompok dan berbagi pengetahuan mereka, sehingga banyak
yang menganggap Perpustakaan Alexandria dibangun oleh Ptolemy I Soter. Pendapat
ini tidak salah karena Musaeum menjadi
Perpustakaan Utama Kerajaan.
Perpustakaan-perpustakaan
kerajaan diperkirakan dibangun sempurna pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolemy II Philadelphus, yang
dikabarkan membeli seluruh perpustakaan Aristoteles, namun di masa Ptolemy III Eurgetes-lah perpustakaan
berkembang pesat. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra dari Ptolemy II
Philadelphus yang naik takhta setelah ayahnya meninggal pada tahun 246 SM.
Dibawah kendali Ptolemy III Eurgetes, koleksi Perpustakaan Alexandria meningkat
pesat. Seluruh warga pendatang Alexandria diwajibkan memberikan beberapa buku
pada perpustakaan. Ptolemy III Eurgetes juga memerintahkan mencari perangkat
untuk untuk mendukung aktivitas perpustakaan. Agar mendapat kualitas terbaik,
Ptolemy III Eurgetes mencarinya keseluruh wilayah Mediterania, Rhodes, hingga
Athena. Pada masa Ptolemy III Eurgetes di tahun 246 SM, terdapat beberapa
lokasi perpustakaan. Perpustakaan utama yaitu Musaeum yang dibangun oleh Ptolemy I yang berada di dekat istana kerajaan dan yang satu lagi,
perpustakaan yang lebih kecil berada di tempat pemujaan Dewa Serapis, yang
dikenal dengan nama Serapeum yang
dibangun oleh Ptolemy II Philadelphus. Perpustakaan Serapeum inilah yang bertahan berabad-abad lamanya hingga peristiwa
yang dinamakan Penghancuran Perpustakaan Alexandria itu benar-benar terjadi. Selain
itu ada juga perpustakaan lain yang bernama perpustakaan Cesarion.
PROSES PENGUMPULAN BUKU
Pada puncak
kejayaannya Alexandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa. Pada masa itu,
pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Ptolemy III
memerintahkan agar semua kapal di pelabuhan Alexandria harus diperiksa, jika
ditemukan buku-buku, maka buku-buku itu akan disalin, dan salinan-salinan itu
dikembalikan kepada pemiliknya sedangkan buku yang asli disimpan dalam perpustakaan.
Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika
kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, mengambil buku mereka
dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis diatas gulungan kertas papirus, lalu
diletakkan di perpustakaan. Jenisnya bermacam-macam dari mulai puisi dan
sejarah hingga retorika, filsafat, agama, pengobatan, ilmu pengetahuan alam,
dan ilmu hukum. Sang raja konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban
yang tinggi. Alasan ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk
menjadi koleksi perpustakaan ini agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai
pengetahuan dan hikmah.
KOLEKSI BUKU
Sebanyak 43.000
manuskrip gulung yang berada di Serapeum
dapat diakses oleh khalayak umum, sedangkan 500.000 manuskrip lainnya yang di
simpan di musaeum terbatas hanya
untuk kalangan pengajar, cendekiawan, dan keluarga raja. Manuskrip-manuskrip
ini kian bertambah jumlahnya sehingga menembus angka 700.000 manuskrip.
Sebagai perbandingan, Perpustakaan Sorbonne pada abad 14 yang
merupakan perpustakaan terbesar pada masanya hanya memiliki koleksi 1700 buku.
Semua buku di perpustakaan disusun menurut temanya. Beberapa catatan sejarah
menyebutkan beberapa koleksi Perpustakaan Alexandria yang berharga antara lain
koleksi syair-syair terkenal seperti Homer, Hesiod, Sappho, Appolonius,
Theocritus, dan Aratos. Koleksi drama terkenal antara lain berasal dari
Sophocles, Euripedes, dan Aristophanes. Khusus koleksi filsafat terdapat
buku-buku karangan Plato, Aristoteles, dan Philon. Sedangkan untuk kategori
sejarah, perpustakaan ini memiliki koleksi Hecataeus dari Abdera dan Herodotus.
Juga ada buku-buku fisika seperti buku karya Archimedes, Hipparchus, dan
Hypatia. Perpustakaan ini juga memiliki koleksi buku-buku kedokteran diantaranya
Medicine Corpus karya Hippocrates, dan Anatomi karya Herophilus.
Satu-satunya salinan Undang-undang Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum
kelahiran Yesus Kristus juga dikoleksi disini. Di perpustakaan inilah, pada
masa pemerintahan Ptolemy II Philadelphus, 72 cendekiawan Yahudi menerjemahkan
kitab-kitab bahasa Ibrani kedalam bahasa Yunani dan menghasilkan karya Septuaginta yang termasyur itu. Septuaginta adalah terjemahan Perjanjian Lama kedalam bahasa Yunani, yang lalu disalin dan disebarkan ke berbagai negara. Hingga kini salinan-salinannya tetap menjadi rujukan.
Selain
mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga bekerja keras untuk membuat sejarah
Mesir lengkap. Bahkan, upaya ini melibatkan banyak sejarawan dari berbagai
negara. Diodorus, sejarawan terkenal pada masa tersebut merekam usaha tersebut
dalam laporannya yang berbunyi, “Bukan
hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga
orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat yang jauh seperti Thebes.
Dibawa pengarahan Ptolemy dari Lagos, mereka bekerja sangat cermat.”
Diketahui beberapa di antara sejarawan Yunani yang dimaksud adalah Manethon dan
Hecateaus dari Abdera.
TOKOH-TOKOH YANG PERNAH BELAJAR DAN MENGABDI
Perpustakaan Alexandria sangat berpengaruh pada munculnya tokoh-tokoh penting di bidang sejarah, sastra, astronomi, dan kedokteran pada masa itu yang tulisan-tulisan mereka sangat berpengaruh hingga di era modern.
Archimedes, ilmuwan ternama dunia itu adalah salah-satu dari begitu banyak ilmuwan dimasanya yang belajar di Perpustakaan Aleandria. Selain Archimedes, ada Aristarchus dari Samos (Astronom abad ketiga SM. Orang pertama yang berspekulasi bahwa planet-planet mengitari matahari. Menggunakan trigonometri untuk menghitung jarak dan ukuran matahari dan bulan), Claudius Ptolemaeus (Astronom abad kedua yang tulisannya tentang geografi dan astronomi diakui sebagai naskah standar), Euklides (matematikawan abad keempat SM dan juga bapak Geometri serta pelopor ilmu optik. Karyanya yang berjudul "Elements", menjadi standar ilmu geometri sampai abad ke-19), dan Galen (dokter abad ke-2 Masehi yang ke-15 jilid bukunya menjadi naskah standar selama 12 abad).
Selain menghasilkan begitu banyak ilmuwan terkemuka, kedigdayaan Perpustakaan Alexandria sebagai perpustakaan terbaik pada masa itu juga dapat dilihat dari para pustakawan dan editor-nya. Editor alias Kepala Perpustakaan Alexandria merupakan jabatan bergengsi dimasa itu. Tidak sembarang orang yang bisa menduduki jabatan tersebut. Meski lokasi perpustakaan berada di Mesir, tapi kepala kepala perpustakaan tidak mesti orang Mesir. Editor pertama perpustakaan ini adalah Demetrius Phalareus.
Seorang editor terkenal yang berasal dari Yunani bernama Erasthostenes yang lahir di Syrene (275 SM). Erasthostenes adalah seorang murid cerdas yang menempuh pendidikan di Alexandria dan Athena. Ia adalah filsuf, ahli matematika, dan astronom pada masa Raja Ptolomy III. Selama menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia berhasil mengembangkan metode bilangan prima dan metode pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati berbagai kejadian sederhana di bumi, misalnya setiap tanggal 21 Juni, semua dasar sumur di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya matahari, artinya matahari benar-benar tegak lurus. Ditanggal yang sama di Alexandria, Erathostenes melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari, sehingga membuat dia percaya bahwa bumi berbentuk bulat. Erosthotenes mengalami kebutaan pada tahun 195 SM, namun ia tetap semangat mempelajari ilmu dan menyebarkannya ke khalayak hingga dia wafat setahun kemudian (194 SM). Hingga kini, Erosthotenes diakui sebagai orang yang pertama kali menghitung keliling bumi dengan cukup akurat.
Selain Erosthotenes, Perpustakaan Alexandria juga pernah dipimpin oleh editor sekelas Kalimakhus, seorang pujangga yang menjadi kepala perpustakaan abad ke-3 SM. Ia adalah orang yang pertama kali menyusun Indeks untuk Perpustakaan Aleksandria. Karyanya ini menjadi sebuah mahakarya yang membentuk kanon kesusastraan Yunani klasik.
Beberapa editor terkenal lainnya adalah Zenodotus dari Ephesus (3 SM), Aristophanes dari Byzantium (2 SM), Didymus Chalcentrerus (seorang ahli tata bahasa pada abad ke-1 SM), dan yang juga paling terkenal adalah 72 cendekiawan Yahudi yang menyusun Septuaginta.
Jika dilihat dari asal para editor ini maka dapat disimpulkan bahwa Perpustakaan Alexandria memiliki reputasi yang sangat tinggi karena mampu menarik banyak orang pandai dari berbagai belahan dunia. Terbukti banyak orang non-Mesir yang bersedia yang bersedia menjadi editor alias kepala perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena penguasa memang memposisikan Alexandria sebagai kota intelektual. Di kota ini banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, tempat orang-orang bertukar pikiran mengenai sejarah, filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll. Perpustakaan ini juga menjalin hubungan dengan perpustakaan lain. Salah satunya dengan Perpustakaan Pergamun (Yunani) yang dibangun oleh Raja Eumenes II. Ilmuwan kedua perpustakaan ini saling bertukar ilmu dan pemikiran.
KEHANCURAN PERPUSTAKAAN ALEXANDRIA
Berdasarkan catatan
sejarah, para sejarawan berpendapat bahwa perpustakaan utama Musaeum terbakar sehingga perpustakaan Serapeum menjadi perpustakaan utama.
Penulis Kristen, Tertullian (155-230
M) menulis dalam bukunya The Apology bahwa
buku-buku dalam perpustakaan para raja Ptolemy itu disimpan dalam perpustakaan Serapeaum, termasuk juga salinan dari Septuaginta. Surat-surat dari Aristeas (seorang Yahudi Alexandria)
pada abad 1 M juga mendukung pendapat ini, dia menulis bahwa
manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Utama Kerajaan telah dipindahkan ke
perpustakaan Musaeum. St. Yohanes Chrysostom juga diketahui
merujuk pada koleksi perpustakaan Serapeaum
dalam pidatonya pada penduduk Antiokhia karena perpustakaan itu memiliki versi
asli dari Septuaginta.
Sungguh sangat
disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib
buruk. Para sejarawan berpendapat ada beberapa peristiwa-peristiwa yang diduga merusak
bahkan menghancurkan perpustakaan ini.
Pertama adalah
pembakaran kota Alexandria oleh Julius
Caesar saat dia berperang dengan Ptolemy
XIII pada tahun 48 SM (berdasarkan Kronik
Perang Alexandria karya Titus Livius). Caesar memerintahkan pembakaran
terhadap kendaraan-kendaraan kerajaan namun apinya menjalar ke seluruh bagian
kota dan juga melalap perpustakaan. Caesar sendiri menulis dalam bukunya Alexadrian Wars bahwa, “Api yang dibakar pasukan Roma untuk membakar
angkatan laut Mesir di pelabuhan Alexandria juga melahap sebuah gudang penuh
dengan papirus yang berlokasi di pelabuhan.” Namun sejarawan modern
membantah hal ini karena lokasi Perpustakaan Alexandria bukan terletak di dekat
pelabuhan. Hal yang membatalkan tuduhan pada Caesar adalah buku Geography karya Strabo, yang mengunjungi Alexandria pada tahun 25 SM dimana bukunya
menggunakan referensi yang berada didalam Perpustakaan Alexandria yang artinya
Perpustakaan itu masih ada pada saat itu. Para penuduh Caesar menggunakan dasar
tulisan dari beberapa penulis klasik yaitu Life
Of Caesar oleh Plutarch yang ditulis pada abad 1 M, Attic Nights oleh Aulus Gellius (Abad 2 M),
dan beberapa sejarawan lain yang menyebutkan bahwa pasukan Caesar tidak sengaja
membakar perpustakaan tersebut, namun kemungkinan besar para sejarawan ini
keliru atas arti kata Yunani dari Bibliothekas
yang berarti kumpulan buku dan Bibliotheka
yang artinya Perpustakaan, sehingga mereka berpikir pembakaran buku-buku yang
disimpan didekat pelabuhan Alexandria adalah pembakaran Perpustakaan
Alexandria.
Kedua adalah penyerangan yang
dilakukan bangsa Aurelian pada abad
3 SM.
Selain
kejadian-kejadian diatas, beberapa pendapat yang masih merupakan dugaan
menyebutkan bahwa kaum Kristen juga turut bertanggung-jawab kehancuran
perpustakaan ini. Pendapat ini muncul karena ada kejadian pada tahun 272 M dan
391 M dimana terjadi huru-hara di kota Alexandria saat terjadi bentrok antara
penganut pagan dan penganut Kristen dimana orang Kristen berusaha menghapus
paganisme dari Alexandria yang menyebabkan terjadinya penghancuran Perpustakaan
Serapeum itu. Dugaan ini didasari
oleh catatan sejarah dimana Paus Theophilus
dari Alexandria memerintahkan dihancurkannya kuil-kuil pagan termasuk Serapeaum karena perpustakaan itu
merupakan perpustakaan kuil. Namun perlu diketahui, Serapeaum disebut perpustakaan kuil karena dibangun berdekatan
dengan kuil namun bukan dibangunan yang sama, sehingga para sejarawan modern
menolak pendapat ini karena berkeyakinan pembakaran kuil tidak mempengaruhi
perpustakaan disebelahnya, karena perpustakaan Serapeaum selain menyimpan berbagai buku pagan, perpustakaan ini
juga menyimpan berbagai buku sains, filsafat Yahudi dan Kristen, dan juga
sejarah yang menguatkan kisah-kisah sejarah yang tercatat di Alkitab. Hingga
abad ke 6 M, masih ditemukan catatan-catatan sejarah sebagai referensi yang
menguatkan bahwa perpustakaan serapeaum
masih ada, termasuk juga catatan dari filsuf Alexandria abad ke 5 M, Ammonius, dalam buku-bukunya, yang
mengambil beberapa rujukan dari beberapa buku di Perpustakaan Serapeaum termasuk dari dua salinan The Categories yang dikarang oleh
Aristoteles.
Pendapat
lainnya yang juga masih merupakan dugaan adalah tindakan Khalifah Umar Bin Khattab, saat invasi ke Alexandria dibawah
komando Amr Ibn Al Aas yang merebut
Alexandria pada tahun 640 M, sehingga diduga menyebabkan musnahnya Perpustakaan
Alexandria. Amr Ibn Al Aas melaporkan
pada Umar Bin Khattab tentang Perpustakaan Alexandria tersebut, dan menunggu
perintah selanjutnya. Sembari menunggu perintah Umar Bin Khattab, Amr Ibn Al
Aas mengijinkan beberapa cendekiawan untuk mengunjungi perpustakaan tersebut.
Adapun termasuk dalam para cendekiawan itu adalah Philoponus murid Ammonius dan Philaretes
murid Philoponus (penulis buku medis tentang detak jantung). Saat surat dari Umar
Bin Khattab tiba maka, seperti dikutip, demikianlah jawabannya, “Jika apa yang ditulis sesuai dengan Kitab
Tuhan, buku-buku itu tidak diperlukan. Jika tidak sesuai, buku-buku tersebut
tidak diinginkan. Hancurkan.” Pendapat ini didukung oleh buku-buku karangan
para penulis muslim sendiri. Al Qifti
dalam bukunya, History Of Wise
menuliskan bahwa pembakaran buku-buku itu berlangsung dalam enam bulan, sedangkan
buku-buku yang terselamatkan hanyalah buku-buku Aristoteles, Euclid (pakar
matematika), dan Ptolemy. Para sejarawan muslim lainnya pun setuju dengan
pendapat ini. Mereka adalah Al Makrizi
dalam bukunya Sermons adan Lessons in the
Mention of Plans and Lessons in the Mention of Plans and Monument, Ibn Al Nadim dalam bukunya The Index, dan juga dalam buku History Of Islamic Urbanization karya Georgy
Zeidan.
Namun, dua
tindakan tersebut (oleh pengikut Kristen dan oleh Umar Bin Khattab) merupakan
dugaan yang terus diperdebatkan, meskipun latar belakang sejarahnya berasal
dari sejarah yang sebenarnya.
PERPUSTAKAAN ALEXANDRIA MODERN
(Perpustakaan Alexandria Modern, tampak dari samping)
Karena reputasinya yang luar biasa dimasa lalu, pemerintah Mesir lalu membangun kembali Perpustakaan Alexandria. Pembangunan memakan biaya USD. 230 juta. Dananya diperoleh secara patungan dari beberapa negara Arab dan Eropa.
(Ruang baca di Perpustakaan Alexandria Modern)
Perpustakaan Alexandria yang baru, dibangun didekat lokasi perpustakaan lama di kota Alexandria. Perpustakaan besar ini mampu menampung 8 juta buku. Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Salah satu dindingnya dihiasi potongan batu granit bertuliskan simbol huruf seluruh dunia sehingga jika malam tiba menimbulkan efek dramatis dari permukaan air yang memantulkan cahaya lampu jalan berwarna keemasan. Konon, bangunan yang dirancang oleh biro arsitek asal Norwegia Snohetta tersebut menyerupai aslinya.
(Perpustakaan Alexandria Modern, ruangan bagian dalam)
Perpustakaan Alexandria modern memiliki banyak koleksi berharga, diantaranya 5.000 koleksi penting berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M- 18 M, juga ada catatan penting Napoleon yang berjudul Description de’Egypt, yang menceritakan peristiwa penyerbuan Prancis ke kota Alexandria. Koleksi penting lainnya adalah manuskrip keagamaan termasuk salinan langka Al-Quran.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ARTIKEL INI DISUSUN DAN DITERBITKAN PERTAMA KALI
OLEH DELEIGEVEN MEDIA
SETIAP ARTIKEL YANG MEMILIKI ISI, SUSUNAN, DAN GAYA PENULISAN
YANG MIRIP DENGAN ARTIKEL INI MAKA ARTIKEL-ARTIKEL TERSEBUT
MENYADUR ARTIKEL INI.
DILARANG KERAS MEMPLAGIAT ARTIKEL INI!
CANTUMKAN LINK LENGKAP ARTIKEL INI DISETIAP KALIMAT YANG ANDA DISADUR DARI ARTIKEL INI. SESUAI UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, JIKA MENYADUR/MENG-COPY MINIMAL SEPULUH KATA TANPA MENCANTUMKAN SUMBER DARI KALIMAT ITU (BERBEDA DARI PENCANTUMAN SUMBER DI CATATAN KAKI (FOOTNOTE) MAKA ITU ADALAH TINDAKAN PLAGIARISME.
JIKA ANDA MENYADUR SEBAGIAN BESAR ARTIKEL INI MAKA ANDA HARUS MENCANTUMKAN KALIMAT:
"ARTIKEL INI DISADUR DARI....(LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA",
ATAU:"SUMBER UTAMA DARI SEBAGIAN BESAR INFORMASI ARTIKEL INI DIAMBIL DARI (LINK ARTIKEL INI) YANG DITERBITKAN OLEH DELEIGEVEN MEDIA"
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Notes (Catatan):
*We strongly recommend all readers to read all the comments below for the other details which not mentioned by this article
(Sangat disarankan bagi para pembaca untnk melihat komentar-komentar artikel ini sebab beberapa komentar membahas rincian informasi yang tidak ditulis dalam artikel ini)
*Get various information about history in ENGLISH by open or follow our Instagram account:
@deleigevenhistory(Dapatkan berbagai informasi sejarah dalam bahasa Inggris di akun instagram kami @deleigevenhistory)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Copyrights Story: Deleigeven Media
Copyrights Picture: Gramedia Pustaka, godreads.com, trabalibros.com, artikelpustakawan.wordpress.com, hivietnam.net
Penyusun:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Desain : Deleigeven
Penerbit: Deleigeven Media
Daftar Pustaka:
Dunia Perpustakaan
Warta, Volume XVIII No. 4, 2013, Perpustakaan Nasional RI
The Alexandria Link, Steve Berry, 2011
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
good, it's amazing. i wish i could go there ^^ . thx.
ReplyDeleteTerima Kasih sudah berkunjung...
DeleteI wish I could go there too... Semoga kalau nanti kesana bisa bareng... ^^ .
Silahkan berkunjung ke postingan lainnya.
kalo ga salah sih dari yg saya baca..hancurnya kota alexandria beserta perpustakaanya karena penyerangan julio ceasar cleoptra pun marah terhadap julio ceasar karn telah membuat kehancuran di kota alexandria
ReplyDeleteDear sdr.Cruzthefastv
DeleteTerima kasih karena telah berkunjung.
Mengenai siapa yang menghancurkan Perpustakaan Alexandria masih menjadi perdebatan hingga kini, namun 3 kejadian diatas (yang telah saya tuliskan) adalah yang paling sering disebut meskipun masih terus diperdebatkan. Saya telah memberikan kutipan-kutipan dari para sejarawan dan juga beberapa fakta sejarah.
Mengenai Caesar, memang dia adalah salah seorang yang menghancurkan kota Alexandria, namun banyak sejarawan yang menolak bahwa Caesar telah membakar Perpustakaan Alexandria. Karena dalam laporan-laporan Caesar, dia menyebutkan bahwa dia menghancurkan gudang Bibliothekas didekat laut, yang diduga adalah perpustakaan Alexandria. Namun bagi para sejarawan,hal ini justru membuktikan bahwa Caesar tidak tidak menghancurkan Perpustakaan karena dia tidak akan menggunakan kata 'gudang Bibliothekas' yang artinya 'gudang kumpulan buku' melainkan 'Bibliotheka' saja yang artinya Perpustakaan. mungkin beberapa sejarawan keliru atas asti dari dua kata ini, dan juga Caesar menulis bahwa 'gudang Bibliothekas' itu terletak didekat pelabuhan, sedangkan Perpustakaan Alexandria kuno terletak didekat kuil yang jauh dari pelabuhan. Penulis Strabo juga menguatkan hal ini dengan menulis buku Geography yang referensinya diambil ketika mengunjungi Perpustakaan Alexandria pada tahun 25 SM, yang artinya saat itu Perpustakaan Alexandria masih ada, padahal Caesar menyerang Alexandria pada tahun 48 SM, 67 tahun sebelum kedatangan Strabo ke Alexandria.
Sedangkan mengenai penyerbuan kota oleh kaum Kristen, banyak sejarawan yang menolak bahwa penyerbuan itu karena masih banyak penulis yang mengunjungi Perpustakaan Alexandria pada tahun-tahun setelah penyerbuan kaum Kristen. Dan lagi, perpustakaan Alexandria menyimpan Septuaginta (Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani), dan kaum Aurelian tahu hal itu.
Sedangkan penyerbuan Umar Bin Khattab ke Mesir juga diragukan telah menghancurkan Perpustakaan Alexandria karena tidak ada catatan sejarah dari para penulis barat dan Arab yang menguatkan bahwa beliau telah menghacurkan perpustakaan.
Demikian penjelasannya. Semoga dapat membantu.