DELEIGEVEN HISTORICULTURAM

HISTORY IS ONE OF THE BEST INFORMATION FOR OUR CURRENT & FUTURE

Translate

Thursday 10 May 2018

PETRUS KAFIAR, GURU PERTAMA DARI PAPUA (bagian 2)




PELAYANAN PERTAMA SEBAGAI GURU


Keberhasilan Petrus meraih gelar sarjana di Pulau Jawa membuat keluarga angkatnya sangat bangga dan juga membuat seluruh Mansinam berbahagia. Petrus dan Timotius disambut dengan air mata kebahagian saat beliau tiba di Mansinam pada akhir tahun 1896. Ibadah syukur di gereja-pun dilakukan untuk menyambut kepulangan Petrus dan Timotius sebagai ungkapan syukur segenap jemaat pada Tuhan.

Kedatangan kembali Petrus dan Timotius di Mansinam berselang dua tahun dari kembalinya Van Hasselt Muda dari Negeri Belanda usai menamatkan pendidikannya di sekolah pendeta disana. Kembalinya tiga pemuda yang sudah bergelar sarjana dan mau melayani di Papua ini menjadi kebahagiaan yang luar biasa bagi Pendeta J.L Van Hasselt (Van Hasselt Tua). Walaupun tugas-tugas beliau selalu bertambah namun beban yang dia rasakan berkurang banyak. Hal yang sama juga dirasakan oleh Ny.Van Hasselt Tua sebab baginya Petrus sudah seperti anaknya sendiri.

Tidak lama setelah kedatangan Petrus dan Timotius ke Mansinam maka tiba waktunya bagi Petrus untuk menerima perintah penugasan pertamanya. Sekitar bulan Desember 1896, musyawarah antar penatua gereja pun dilakukan untuk memutuskan tugas dan tempat tugas bagi Petrus dan Timotius. Sekitar masa-masa setelah Natal 1896, diputuskan bahwa Timotius ditugaskan menjadi guru bantu di Mansinam sedangkan Petrus ditugaskan melayani di wilayah Pegunungan Arfak.




Pelayanan Pertama & Penolakan Orang Arfak

Saat itu, kepercayaan Animisme dan Dinamisme masih kuat dipegang oleh suku Arfak dan kekristenan belum mampu menembus masuk kesana. Antara suku Arfak dan Zending di Mansinam ada pertentangan yang cukup serius sebab Zending di Mansinam secara terang-terangan mengecam praktik kepercayaan adat suku Arfak dan berusaha membawa orang-orang Arfak menjadi penganut Kristen. Apa yang dilakukan oleh pihak Zending ini tentu akan membuat peran dari para dukun-dukun berpengaruh ditengah-tengah orang Arfak menjadi kecil dan semakin kecil. Hal inilah yang membuat orang-orang Arfak, yang sudah dihasut oleh para tetua dan dukun, sangat memusuhi Zending di Mansinam.

Berita mengenai penugasan Petrus di Arfak akhirnya terdengar oleh orang-orang Arfak, dan berita ini membuat mereka sangat marah dan sudah bersiap-siap turun ke Amban, sebuah pulau kosong yang dekat dari Pegunungan Arfak, tempat berlabuh dan singgahnya perahu-perahu orang Arfak yang hendak mencari ikan. Orang-orang Arfak yang menjadi sahabat Pendeta Van Hasselt Tua dan juga David, ayah angkat Petrus, lalu mengirim pesan melalui sebilah bambu, yang disebut ‘Bambu Sumpah’, yang ditujukan kepada David, yang bunyinya,

Bahwa dengan bambu ini sudah disumpah, sebaiknya jangan menempatkan Petrus di Arfak karena pihak musuh disini akan membunuhnya.”

Bambu Sumpah terdiri dari sebilah bambu yang menjadi salah-satu alat komunikasi bagi orang Papua tempo dulu, yang sudah dilakukan sebelum mereka mengenal tulisan, dan maknanya adalah sebagai “tanda peringatan”. Sebelum tulisan dikenal oleh orang Papua, Bambu Sumpah akan dikirim melalui seorang (atau lebih) pengantar, yang saat menyampaikan Bambu Sumpah pada pihak yang dituju hanya akan menyebutkan siapa yang mengirim bambu tersebut. Jika si pengirim adalah kawan dari penerima maka maknanya adalah “peringatan akan terjadi bahaya”, sedangkan jika pengirim adalah musuh dari penerima maka maknanya adalah “ancaman”. Jika nama pengirim tidak dikenal oleh penerima maka penerima cukup menanyakan asal kampung atau nama suku pengirim. Melalui informasi asal-usul pengirim maka penerima bisa mengetahui apakah Bambu Sumpah itu adalah ancaman atau peringatan, sebab pada masa itu persahabatan dan perseteruan akan melibatkan seluruh kampung dan sub-suku sehingga jika satu orang dikampung itu adalah sahabat maka seluruh kampung adalah sahabat, sebaliknya jika satu orang dikampung itu adalah musuh maka seluruh kampung adalah musuh. Bagi orang-orang Papua yang sudah bisa baca-tulis maka mereka akan menyertakan pesan tertulis di Bambu Sumpah supaya pesan yang disampaikan lebih lengkap.

Pesan melalui Bambu Sumpah yang diterima oleh David langsung dilaporkan olehnya kepada Pendeta Van Hasselt Tua. Semua anggota jemaat di Mansinam mengetahui betapa seriusnya ancaman dari suku Arfak sebab jika sebilah Bambu Sumpah sampai dikirim maka peringatan dari sahabat-sahabat di Arfak itu berarti ancaman kematian dari musuh. Akhirnya, Pendeta Van Hasselt Tua mengambil kebijakan bahwa Petrus jangan dulu bertugas di Arfak dan dipindahkan di Amban. Walaupun Pulau Amban juga berbahaya sebab wilayah ini masih termasuk wilayahnya suku Arfak tetapi ada orang-orang Arfak yang membutuhkan pelayanan dari Zending, baik itu pelayanan agama (bagi yang baru menjadi Kristen) dan pelayanan pendidikan, dan bagi Van Hasselt Tua orang-orang ini tidak boleh ditinggalkan. Untuk itu, dituntut keberanian dari Petrus, apakah beliau berani mengambil tugas ini atau tidak, dan Petrus menyambut panggilan tugas ini dengan berani.

Rupanya, kabar mengenai penugasan Petrus di Pulau Amban juga terdengar oleh suku Arfak sehingga mereka kembali mengancam bahwa jika guru Zending tetap ditugaskan di Pulau Amban maka orang-orang Arfak akan turun gunung dan membuat kampung baru di pesisir dekat Pulau Amban, dan juga akan membuat kampung lain di Pulau Amban, agar pihak Zending tidak ‘berbuat macam-macam’ pada orang Arfak. 

Untuk memberi pengertian kepada orang Arfak, maka dikirimlah dari Mansinam beberapa orang asli Papua, yaitu Penatua Filipus dan Yonatan serta beberapa orang lainnya untuk berunding dengan orang-orang Arfak perihal penempatan seorang guru Zending di Pulau Amban. Namun, orang-orang Arfak tetap pada pendirian mereka, yaitu mereka akan membunuh guru Zending yang ditempatkan di wilayah seluruh wilayah suku Arfak.

Pendeta Van Hasselt tua tidak berkecil hati apalagi putus harapan saat penatua-penatua yang dikirimnya pada orang-orang Arfak kembali dengan tangan hampa. Beliau lalu kembali mengirim pesan pada orang-orang Arfak untuk mengundang mereka bertemu dengan pihak Zending di Pulau Amban. Penatua Filipus kembali menjadi utusan untuk menyampaikan pesan ini. Orang-orang Arfak pun setuju dan pergi ke Pulau Amban. Dari Mansinam, rombongan anggota Zending yang dipimpin oleh Pendeta Van Hasselt Tua yang didampingi oleh Penatua Filipus dan juga membawa Petrus dan ayah angkat Petrus dan diserat oleh sejumlah orang anggota jemaat, termasuk Kornelis Weyzer, berangkat dengan perahu besar. Saat itu cuaca sedang buruk sehingga perahu mereka seringkali dihantam oleh ombak besar. Dengan susah-payah, mereka tiba di pesisir Pulau Amban ketika perahu mereka berhasil ditarik ke darat pada 11 Februari 1897.

Setibanya semua pihak yang bersangkutan di Pulau Amban dan saling bertemu muka, maka perundingan pun dimulai. Pihak Zending diwakili oleh Pendeta Van Hasselt Tua sedangkan pihak suku Arfak diwakili oleh tetua-tetua adat suku Arfak yaitu empat orang kepala suku terbesar Arfak, yaitu Suku Hatam, Suku Moilei, Suku Meihag (disebut juga ‘Meyah’), dan Suku Sohug. Awal perundingan berlangsung cukup alot sebab mereka khawatir akan kepercayaan dan kebiasaan yang mereka baru kenal, tetapi akhirnya tetua-tetua suku Arfak sepakat bahwa mereka akan menjaga keselamatan guru Zending di Pulau Amban, asalkan hanya ditugaskan di pulau Amban sebab jika guru Zending sampai tinggal di Pegunungan Arfak maka mereka tidak mampu membendung orang-orang yang berniat mencelakakan guru Zending. Kesepakatan ini dicapai tampaknya untuk saling memenuhi kebutuhan kedua-belah pihak sebab tetua-tetua adat ini sadar bahwa mereka juga memerlukan bantuan Zending, baik itu dibidang perdagangan, kesehatan, dan juga transportasi ke Ternate, sebab orang-orang pendatang di Mansinam membeli hasil bumi orang Arfak dengan harga yang lebih tinggi ketimbang orang-orang Papua yang dulunya menjadi mitra dagang suku Arfak. Dan juga, orang-orang Arfak adalah orang-orang pegunungan, berbeda dengan orang-orang Biak yang adalah pelaut-pelaut ulung, sehingga mereka tidak mahir membuat perahu besar dan memerlukan bantuan untuk pergi ke Ternate jika ingin menjual dagangan yang mahal-mahal. Mereka bisa mendapatkan tumpangan gratis ke Ternate jika mereka menumpang di perahu yang dipakai oleh orang-orang Zending di Mansinam.

Tetua-tetua adat Arfak memberikan jaminan mereka atas keselamatan Petrus sebagai guru Zending selama beliau bertugas di Pulau Amban. Kepada Pendeta Van Hasselt Tua, tetua-tetua adat ini berjanji bahwa pihak merekalah yang akan membangun rumah-rumah dan membuat kampung di Pulau Amban yang nantinya akan menjadi tempat pelayanan Petrus agar tidak diganggu oleh orang-orang Arfak sebab pemukiman itu bukan dibangun oleh orang asing melainkan dibangun oleh orang-orang Arfak sendiri. Perjanjian ini membuat lega seluruh rombongan Zending terutama Pendeta Van Hasselt Tua, Petrus dan David. Mereka kembali ke Mansinam dengan membawa kabar bahagia ini dan segera mempersiapkan semua keperluan dan kebutuhan yang dibutuhkan oleh Petrus selama beliau nanti melayani di Pulau Amban.




Pelayanan Pertama di Pulau Amban

Setelah semua persiapan di Mansinam selesai dan datang kabar dari para tetua suku Arfak bahwa kampung baru di Pulau Amban sudah siap, maka Petrus pun berangkat ke Pulau Amban dan resmi bertugas untuk pertama kalinya.

Adanya kampung baru di Pulau Amban dan bertugasnya Petrus disitu membuat orang-orang Arfak yang sudah menjadi Kristen juga ikut pindah ke Pulau Amban dan menjadi penghuni pulau yang sebelumnya kosong tersebut. Meskipun sebelumnya mendapatkan ancaman dari orang-orang Arfak tapi Petrus melayani mereka dengan sungguh-sungguh. Bahkan, Petrus tetap menyambut baik dan melayani orang-orang Arfak yang turun dari Pegunungan Arfak untuk mencari ikan dan singgah di Pulau Amban, padahal orang-orang inilah yang dulunya selalu mengancam akan membunuh Petrus. Petrus tetap melayani tanpa membeda-bedakan siapa mereka, apakah mereka baik atau tidak atau apakah mereka Kristen atau bukan. Bisa dibilang Petrus adalah guru pertama yang melayani orang Arfak.

Tantangan demi tantangan yang dialami Petrus pada masa-masa awal pelayanannya di Pulau Amban berhasil dihadapinya dengan baik. Tapi, selain tantangan sosial ada masalah lainnya yang tidak kalah besar dan berbahaya: Penyakit.

Pada tahun 1898, Pulau Amban dilanda wabah flu. Pada masa sekarang, penyakit ini termasuk penyakit ringan dan mudah diobati tetapi pada masa itu penyakit ini tergolong mematikan sebab obat-obatan belum memadai dan letak Pulau Papua sangat jauh dari pusat Hindia Belanda di Pulau Jawa, bahkan kota Ternate yang adalah basis terdekat dari Papua saja harus ditempuh selama beberapa hari dengan menggunakan kapal. Petrus tidak mampu menangani begitu banyaknya pasien wabah flu di Amban sebab dia bukanlah seorang dokter. Tenaga medis di Mansinam juga tidak cukup banyak untuk membantu orang-orang di Amban. Itulah mengapa orang-orang Arfak di Pulau Amban, yang ketakutan sebab menganggap wabah itu adalah kutukan, melarikan diri dan kembali ke Pegunungan Arfak.

Larinya penduduk kampung Amban membuat kampung itu menjadi nyaris kosong dan hanya tersisa Petrus dan petugas Zending yang membantunya. Petrus tidak menyalahkan orang-orang Arfak sebab sejak awal beliau tahu tentang karakter suku Arfak yang adalah suku nomaden yang hidup dengan berburu, yang akan dengan segera memindahkan kampung mereka dan membuat kampung baru ditempat yang mereka inginkan yang dirasa aman dan merupakan tempat perburuan yang bagus.

Akibat wabah flu yang melanda sehingga kampung Amban menjadi kosong, Petrus juga terpaksa harus meninggalkan kampung tersebut dan kembali ke Mansinam untuk sementara waktu sebab tidak ada siapa-siapa yang harus dilayaninya, dan lagi beliau tidak bisa menyusul orang-orang Amban ke Pegunungan Arfak sebab perihal larangan para tetua suku akibat ancaman orang-orang Arfak.

Keengganan orang Arfak untuk meninggalkan kepercayaan lama mereka dengan sepenuh hati, dan juga masih mempraktikan ilmu tenung semakin membuat sedih hati Petrus.

Berita mengenai keengganan orang Arfak kembali ke Amban pun disampaikan kepada pihak Zending di Mansinam yang saat itu sudah ditangani oleh sahabat Petrus, Pendeta F.J.F Van Hasselt (Van Hasselt Muda). Pendeta Van Hasselt Muda akhirnya memutuskan untuk menarik Petrus dari Pulau Amban.




Pelayanan di Kwawi

Ketakutan orang-orang Arfak untuk kembali ke Amban membuat kampung mereka di Pulau Amban menjadi kosong sehingga Petrus terpaksa kembali ke Mansinam. Petrus akhirnya bisa kembali ke Pulau Amban, dan berharap agar orang-orang kampung Amban akan datang kembali agar bisa diajar lagi olehnya. Tetapi, Petrus menunggu dan menunggu namun tidak ada orang Arfak yang datang kembali ke kampung Amban. Namun, Petrus tetap menunggu. Pada akhirnya, ada orang Arfak yang datang kembali sehingga Petrus menjadi sangat senang, walau jumlah orang-orang yang kembali itu hanya sedikit. Tapi, orang-orang yang kembali ini menolak menetap di Kampung Amban tempat Petrus mengajar sebab mereka masih menganggap roh-roh alam, yang mereka tinggalkan karena menjadi Kristen, sedang marah dan akan terus mengirim tulah. Mereka-pun memilih keluar dari kampung Amban dan hanya datang sesekali untuk singgah sejenak saat sedang mencari ikan. Hal ini membuat Pendeta Van Hasselt Muda memilih untuk menarik Petrus dari Amban dan berencana menempatkan beliau di Kwawi.

Petrus sangat sedih atas kenyataan ini dan merasa kecewa sebab kerja-kerasnya di Amban terlihat seperti sia-sia belaka. Namun, tidak semua peristiwa itu membuahkan kesedihan yang berlarut-larut.

Tidak lama setelah pulang kampung ke Maudori, Petrus memulai pelayanan di Kwawi. Pelananannya pindah ke Kwawi karena kampung Amban sudah menjadi kampung kosong karena keengganan orang Arfak kembali ke kampung itu. Saat itu, Kwawi sudah memiliki pemukiman yang cukup mapan sebab sudah memiliki sekolah. Petrus melayani sebagai seorang guru di sekolah tersebut dan juga membantu pendeta yang ditugaskan disitu.

Kwawi adalah distrik yang kini berada di wilayah administratif Provinsi Papua Barat, tepatnya Kabupaten Manokwari. Berbeda dengan wilayah suku Arfak, Kwawi lebih muda dimasuki sehingga perkembangan disana menjadi sangat cepat.

Meskipun Petrus bertugas di Kwawi, namun beliau tidak pernah melupakan suku Arfak. Petrus tetap melayani suku Arfak dengan pergi mengajar di Pulau Amban tiap hari minggu. Rupanya, ada kesepakatan antara Petrus dan orang-orang Arfak yang dulu tinggal di Pulau Amban agar mereka singgah di Pulau Amban setiap hari Minggu, meskipun mereka hanya duduk belajar diatas pasir pantai Amban, sebab pemukiman lama di pulau tersebut sudah tidak terawat sehingga berbahaya untuk dihuni.

Selain meneruskan pelayanannya bagi orang-orang Arfak di Pulau Amban, Petrus juga melebarkan sayap pelayanannya bagi orang-orang Arfak yang tinggal di Andai. Ketekunan Petrus dalam mengajar orang-orang Arfak tidak langsung membuahkan hasil sebab orang-orang Arfak adalah salah-satu suku di Papua yang sangat terstruktur dan sangat mencurigai hal-hal baru. Mereka juga sangat teguh memegang kepercayaan lama mereka. Tetapi, pelayanannya ini akhirnya juga membuat konsentrasi pemukiman suku Arfak secara garis besar terbagi dua, dari yang awalnya hanya ada di pegunungan, sehingga kemudian mereka digolongkan menjadi Orang Arfak Gunung dan Orang Arfak Pantai. Terbaginya orang Arfak menjadi dua kelompok ini bermanfaat baik bagi orang Arfak maupun bagi Zending. Bagi orang Arfak, yang selalu mencurigai orang baru, keberadaan orang-orang suku merek di pantai membuat orang-orang yang pantai ini dapat menjadi penyalur ekonomis dan modernisasi yang lebih dipercaya sebab mereka adalah satu suku sedangkan bagi Zending, orang-orang Arfak Pantai adalah penghubung yang sangat dibutuhkan jika mereka ingin berhubungan dengan orang-orang Arfak Gunung. 

Meskipun tidak semua orang Arfak menerima pengajaran Petrus tapi mereka mulai mempercayai Petrus, terutama orang-orang Arfak Pantai. Inilah mengapa ketika terjadi pertikaian serius antara orang Arfak Gunung dan orang Arfak Pantai pada tahun 1905, keempat kepala suku besar Arfak meminta bantuan Petrus sebagai penengah. Petrus berhasil menengahi mereka dengan bijaksana, dan mereka mau mendengarnya sebab Petrus dikenal tidak memihak pada siapapun, baik pada keluarga kepala suku atau bukan, atau kepada orang Arfak Gunung atau orang Arfak Pantai, atau pada kelompok orang Arfak Kristen maupun pada kelompok orang Arfak non-Kristen.

Petrus bertugas di Kwawi tidak terlalu lama. Kepindahannya di Kwawi tidak menyurutkan hatinya untuk terus melayani orang-orang Arfak. Keteguhan Petrus untuk mengayomi orang-orang Arfak dapat dimengerti karena dalam kepercayaan Kristen, tugas pertama pelayanan dan penginjilan dianggap sebagai “Tugas Sulung” dan hasilnya dianggap sebagai “Hasil Sulung”, dan akan selalu menjadi beban hidup orang tersebut seumur hidupnya jika belum berhasil “dimenangkan” (=dituntaskan).




Fanindi dan Danau Anggi, Pelayanan Ditengah-tengah Suku Hatam

Pekerjaan Petrus di Kwawi tidak banyak membuahkan hasil sehingga beliau merasa sempat kecewa. Petrus juga tidak kembali ditugaskan ke Pulau Amban sebab orang-orang Arfak tidak ingin kembali disana. Namun, beliau tetap menjalankan pelayanan pada orang-orang Arfak dengan cara mengunjungi mereka secara rutin, padahal saat itu hampir tidak ada orang Arfak, yang diayomi beliau, yang bersedia dibaptis. Tapi, hal itu bukanlah alasan yang dianggap wajar oleh Petrus untuk mengurungkan keinginannya melayani orang-orang Arfak sebab baginya ada alasan yang sangat penting dalam melayani suku Arfak, yaitu imannya dan tanggung-jawab moral, yang membuatnya wajib melayani dan mengayomi orang-orang Arfak dengan tanpa pamrih.

Petrus awalnya berpikir bahwa mungkin seumur hidupnya beliau tidak akan melihat ada orang Arfak yang diajar dan diinjili akan dibaptis. Beliau tetap meyakini bahwa pekerjaannya tidak akan sia-sia tetapi beliau merasa bahwa hasilnya belum akan terlihat pada masa dia hidup, mungkin saat dia sudah meninggal barulah hasilnya ada. Beliau berpikir seperti itu setelah menyaksikan sendiri perjuangan Pendeta Van Hasselt Tua yang sudah bekerja di Papua bersama-sama dengan Geissler (penginjil pertama di Papua) namun belum ada 20 orang Papua yang dibaptisnya. Jemaat di Mansinam memang banyak tetapi sebagian besar adalah orang-orang non-Papua yang bekerja bagi Zending. Bahkan, sejak dari Otto dan Geissler datang di Papua dan bekerja selama puluhan tahun, bahkan sudah ada 7 anggota Zending yang meninggal dalam pekerjaan mereka di Papua (termasuk Otto dan Geissler), baru ada 6 orang Papua yang dibaptis, termasuk Petrus dan Timotius. Namun, perkiraan manusia tidak ada yang sepenuhnya tepat, dan ini dibuktikan oleh Petrus di kampung Amban Lama yang sudah ditinggalkan orang selama bertahun-tahun. Ketika itu Petrus, yang sedang menanti orang-orang Arfak yang harus diajarnya di Pulau Amban, sendirian berjalan-jalan di kampung Amban Lama yang tidak ada penghuninya. Beliau juga sudah lama tidak kesana sebab di Pulau Amban beliau hanya sampai di tepi pantai. Saat sedang berjalan-jalan dan menikmati kesendirian, tiba-tiba terlihatlah oleh beliau sebuah tulisan dengan huruf Latin namun berbahasa Papua (Arfak) yang bunyinya, “Mansren Yesus”, yang berarti “Tuhan Yesus”.

Tulisan yang dilihat Petrus ini membuatnya terharu sebab tulisan itu sangat menghiburnya. Kala itu, orang-orang Arfak hanya diajar perihal pendidikan, yaitu baca-tulis dan berhitung, dan hal-hal yang berguna lainnya bagi hidup mereka, terutama ilmu pertukangan yang sangat dikuasai oleh Petrus. Mereka menolak dibaptis sebab mereka tidak mau ‘berganti Tuhan’, sehingga pelajaran tentang agama Kristen yang diajarkan hanya tentang perilaku dan moral, sehingga Petrus tidak pernah menyangka jika ada satu orang yang bersedia menerima ajaran Kristen sebagai ajaran agama dan Yesus, Tuhannya orang Kristen, sebagai Tuhannya. Petrus belum tahu siapa yang menulis tulisan itu, tetapi beliau senang sebab usahanya untuk memberantas buta-huruf di suku Arfak mulai ada hasil dan penginjilannya juga sudah memperlihatkan hasil.

Pelayanan Petrus pada suku Arfak tetap beliau jalankan pada waktu suku Arfak dimukimkan (F.J.S. Rumainum, “Guru Petrus Kafiar” halaman 45, tahun 2008). Ketika itu, orang-orang Arfak yang dulu tinggal di kampung Amban Lama bersedia dipindahkan ke Fanindi, dan Petrus pun bertugas melayani mereka di Fanindi. Saat pindah kampung itulah Petrus mengetahui identitas si pembuat tulisan “Mansren Yesus” di kampung Amban Lama tersebut. Orang yang menulis tulisan itu adalah seorang pemuda yang bernama Kawundeki.

Kawundeki adalah salah-satu orang Arfak Amban yang ikut pindah ke Fanindi. Dia adalah murid Petrus yang paling setia dan merupakan murid Petrus yang pertama yang menawarkan diri untuk dibaptis. Dia adalah satu dari sangat sedikit orang Arfak yang paling awal dibaptis. Kawundeki lalu memilih nama baptis “Petrus” agar sama seperti gurunya, Petrus Kafiar, sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah mengirimkan Petrus Kafiar untuk mengajarnya. Petrus Kawundeki terus mengikuti Petrus Kafiar selama masa tugas sang guru di Arfak. Bersama dengan istrinya, Ida, dan muridnya, Kawundeki, Petrus tidak kenal lelah mengajar orang-orang Arfak. Padahal medan yang mereka lalui sangat berat sebab orang-orang Arfak gemar berada di gunung, dan walaupun sudah dimukimkan tetapi mereka masih gemar berburu dan tidak pulang selama berbulan-bulan, sehingga jika ingin terus menjangkaunya maka Petrus harus mengunjungi tempat perburuan mereka tepatnya tempat dimana mereka membuat gubuk sementara. Dalam hal ini, Petrus Kawundeki sangat membantu sebab dia sangat mengenal pegunungan Arfak dan fasih menerjemahkan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh orang-orang Arfak yang berburu tersebut sehingga Petrus tidak tersasar.

Pelayanan terlama guru Petrus memang ditengah-tengah orang-orang Arfak. Bersama-sama Petrus Kawundeki, guru Petrus Kafiar berjalan membelah rimba pegunungan Arfak untuk mengajar penduduk disana sehingga nama Petrus Kafiar sangat terkenal ditengah-tengah orang Arfak. Sumber lisan dan cerita turun-temurun dari orang-orang Arfak inilah yang menjadi sumber utama kisah guru Petrus, selain sumber-sumber tertulis dari catatan-catatan Zending, yang lalu disebarkan oleh para misionaris Papua sebab nama Petrus Kafiar sempat memudar. Meskipun sempat sangsi bahwa beliau akan melihat hasil pelayanannya semasa hidup tetapi rupanya guru Petrus masih diberikan kesempatan untuk melihat hasil pelayanannya, termasuk melalui kesetiaan Petrus Kawundeki.


Didahului oleh:


_______________________________________________________________________________

Copyrights:
Artikel ini pertama kali disusun dan ditulis oleh Deleigeven Media dan diterbitkan pertama-kali oleh Deleigeven Media.


TIM PENYUSUN:
Penulis : Deleigeven
Editor : Juliet
Pengembangan cerita : Deleigeven
Penerbit : Deleigeven Media


DAFTAR PUSTAKA:
Guru Petrus Kafiar; F.J.S. Rumainum; Panitia P.I 100 Tahun Emas di Supiori Cabang Manokwari, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat, Yayasan Triton Papua; Manokwari, 2008


SUMBER WEBSITE:
id.wikipedia.com/biak
id.wikipedia.com/mansinam
id.wikipedia.com/manokwari
id.wikipedia.com/supiori


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment

CATATAN PADA PARA PEMBACA:

-Silahkan membaca, mengambil, dan menggunakan artikel ini dalam karya tulis anda tapi CANTUMKAN KREDIT LENGKAP ARTIKEL INI dalam daftar sumber anda dan JANGAN MENYADUR/MENGCOPY-PASTE apalagi MEM-PLAGIAT 100% isi tulisan ini. Kembangkanlah kreativitas dalam penulisan anda.

-Pembaca DAPAT memberikan komentar dengan akun TANPA NAMA (Annonymous).

-Gunakanlah kata-kata yang baku agar komentar tidak dikategorikan sebagai "komentar Spam" secara otomatis oleh google filter machine.

-Harap MEMBACA ARTIKEL INI dan komentar-komentar sebelum anda DENGAN TELITI sebelum berkomentar, karena mungkin pertanyaan anda TELAH DIJELASKAN secara langsung melalui artikel ini, dan juga agar pertanyaan-pertanyaan yang sama tidak ditanyakan secara berulang.

-DILARANG memberikan informasi dan komentar yang melecehkan Suku, Agama, Ras, dan golongan tertentu (SARA) dan mengandung unsur pornografi.

-Kami menerima setiap kritik dan masukan dari para pembaca melalui kolom komentar, namun Setiap komentar yang melecehkan pihak lain, baik pelecehan berbau SARA atau yang mencerminkan FANDOM WAR akan kami HAPUS.

-Setiap komentar dan iklan yang mengandung unsur PORNOGRAFI dan PERJUDIAN, dan ajakan untuk bergabung dalam usaha SIMPAN PINJAM, KREDIT USAHA dan sejenisnya akan KAMI HAPUS karena berpotensi terjadi PENIPUAN.

-Jika anda memiliki informasi tambahan yang berhubungan dengan artikel ini, kami sangat senang jika anda membagikannya pada pembaca yang lain melalui website ini dan kami sangat senang jika anda juga turut membagikan artikel ini pada orang lain.